cover
Contact Name
Dwi Wahyuni
Contact Email
dwiwahyuni@uinib.ac.id
Phone
+6281272162942
Journal Mail Official
al-adyan@uinib.ac.id
Editorial Address
Jl. Prof. Mahmud Yunus Padang Kode Pos 25153
Location
Kota padang,
Sumatera barat
INDONESIA
Al-Adyan: Journal of Religious Studies
ISSN : 2745519X     EISSN : 2723682X     DOI : -
Al-Adyan: Journal of Religious Studies adalah jurnal ilmiah akademis yang diterbitkan oleh Program Studi (Prodi) Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Imam Bonjol Padang. Jurnal ini terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember yang mempublikasikan artikel berbasis hasil penelitian studi agama dalam ragam perspektif;perbandingan, sejarah, sosiologi, antropologi, fenomenologi, hubungan antar agama, multikulturalisme, serta isu-isu kontemporer lainnya. Al-Adyan: Journal of Religious Studies mengundang para penulis dan peneliti untuk menyumbangkan karya terbaik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 2 (2022)" : 7 Documents clear
Buddhism and Confucianism on Homosexuality: The Acceptance and Rejection Based on The Arguments of Religious Texts Andi Alfian
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4574

Abstract

Recently, the discourse on homosexuality has heated up again in Indonesia. Various responses appear to this phenomenon, some strongly reject it, and some tolerate it. Most of the rejection came from religious circles that used religious arguments. This study explores the core teachings of Buddhism and Confucianism, especially about homosexuality, and compares the two. This study argues that the attitude of Buddhism and Confucianism towards homosexuality is highly dependent on the cultural context in which these religions exist and are practiced. In other words, certain Buddhist/Confucian societies are sometimes more tolerant of homosexual practices than other Buddhist/Confucian societies. That is, the core teachings of religions cannot be merely a measure; culture participates in shaping religious responses to homosexuals. However, it also does not mean that these two religions do not have a unique view on homosexuality. Using the literature study method, this study will focus on exploring the attitudes of these two religions, Buddhism and Confucianism, towards the practice of homosexuality, especially to queering the core teachings of both. The results of this study indicate that in both Buddhism and Confucianism, acceptance and rejection of homosexual practices exist, and almost all use their respective core teachings as arguments. In short, this study contributes to providing an overview of how homosexuality is accepted and rejected in Buddhism and Confucianism. Belakangan ini, diskursus tentang homoseksualitas kembali memanas di Indonesia. Berbagai macam respon yang muncul terhadap fenomena ini, ada kalangan yang menolak dengan keras dan ada pula kalangan yang menoleransi. Sebagian besar penolakan muncul dari kalangan agamawan yang menggunakan dalil agama. Studi ini bertujuan untuk mengekplorasi ajaran inti Buddhism dan Confucianism, terutama tentang homosexuality dan berusaha membandingkan keduanya. Studi ini berargumentasi bahwa sikap Buddhism and Confucianism terhadap homoseksualitas sangat bergantung pada konteks budaya di mana agama-agama tersebut berada dan dipraktikkan. Dengan kata lain, kadang-kadang ada masyarakat Buddhist/Confusian tertentu lebih toleran terhadap praktik homosexual daripada masyarakat Buddhist/Confusian yang lain. Artinya, ajaran inti agama-agama tidak bisa semata-mata menjadi ukuran, budaya turut serta membentuk respon agama terhadap homosexual. Meski demikian, hal itu juga tidak berarti bahwa kedua agama ini tidak punya pandangan khusus terhadap homosexuality. Dengan menggunakan metode studi literatur, studi ini akan fokus menelusuri sikap kedua agama ini, Buddhism and Confucianism, terhadap praktik homoseksualitas terutama dengan tujuan untuk queering ajaran-ajaran inti keduanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik di Buddhism dan Confucianism, penerimaan dan penolakan terhadap praktik homosexual ada dan nyaris semuanya menggunakan ajaran-ajaran inti sebagai dalil. Singkatnya, kajian ini berkontribusi memberikan gambaran bagaimana penerimaan dan penolakan terhadap homoseksulitas dalam Buddhism and confucianism.
Kuasa Mantra dan Ramuan: Teumangkai Pada Masyarakat Krueng Luas Aceh Selatan Khairil Fazal; Muhammad Muhammad; Dedi Darmadi
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4666

Abstract

This article descriptively aims to explain the function of Teumangkai in the Krueng Lebar community of South Aceh. Teumangkai is a traditional healing process that uses herbs and prayers/mantras from Quran and hadith readings. In the process it is done in two ways, firstly ngon geusampoh (sweep it on the sick person who is outside the sick area), secondly geupajoh or geujeb, (eat and drink). There are also those who use objects or amulets. This study is in the form of qualitative research by obtaining data through observation, interviews and documentation. This research shows that: First, there are still a large proportion of people who really believe in traditional medicine using Teumangkai. Second, the community's strong belief in treatment using Teumangkai is caused by low knowledge and education and the effect on real healing for patients from various diseases. Third, there is experience passed down from generation to generation in this traditional medicine. Besides that, the lack of medical personnel or hospitals is also a factor for the people of Krueng Lebar to choose this traditional medicine. Artikel ini bertujuan menjelaskan fungsi Teumangkai dalam masyarakat Krueng Luas Aceh Selatan. Teumangkai merupakan sebuah proses pengobatan tradisional yang menggunakan ramu-ramuan serta doa/mantra dari bacaan Quran dan hadis. Dalam prosesnya dilakukan dengan dua cara, pertama ngon geusampoh (menyapunya pada si sakit yang berada di area luar tempat sakit), kedua geupajoh atau geujeb, (dimakan dan diminum). Ada juga yang menggunakan benda-benda atau azimat. Studi ini dalam bentuk penelitian kualitatif dengan memperoleh data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian menunjukan bahwa pertama, masih ada sebagian besar masyarakat yang sangat mempercayai pengobatan secara tradisional dengan menggunakan Teumangkai. Kedua, keyakinan masyarakat yang kuat terhadap pengobatan menggunakan Teumangkai tersebut disebabkan oleh pengetahuan dan pendidikan yang rendah serta efek terhadap kesembuhan yang nyata bagi pasien dari berbagai macam penyakit. Ketiga, adanya pengalaman yang turun-temurun dalam pengobatan tradisional. Selain itu minimnya tenaga medis atau rumah sakit juga menjadi faktor masyarakat Krueng Luas lebih memilih pengobatan tradisional.
Beragama Dalam Bingkai Media Sosial: Analisis Semiotika John Fiske Pada Akun Instagram @Hijrahsantun Julita Lestari; Danil Folandra
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4774

Abstract

This article aims to analyze the semiotics of Islamic posts on the Instagram account @hijrahsantun. This study is in the form of documentary research on posting pictures and narratives as well as netizen comments. The data in this study were collected through random screenshots and led to hijrah motivations and Islamic messages. In addition, the data in the form of journal books and relevant studies also enriched. The data was then analyzed using qualitative content analysis with a narrative method related to the text of the posts. This study finds first, at the level of reality there is the ability of polite hijrah account owners to align the message of da'wah with background taking. The two posts from the polite hijrah account represent religious issues that are considered trivial so that for readers they are used as religious reminder messages, John Fiske calls the representation stage. Third, there is the transmission of religious ideology that invites readers to emigrate. Therefore, for account owners, social media is a place for da'wah and ideological transmission, while for users, posts on the @hijrah polite account are used as a reminder of the value of normative worship. Tulisan ini bertujuan untuk manganalisis semiotik postingan islami pada akun instagram @hijrahsantun. Studi ini dalam bentuk penelitian dokumentasi terhadap postingan gambar dan narasi serta komentar netizen. Data dalam studi ini dikumpulkan melalui screenshoot secara acak dan mengarah pada motivasi hijrah serta pesan-pesan islami. Selain itu data berupa buku jurnal dan studi rerlevan turut memperkaya. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan content analysis kualitatif dengan metode naratif terkait teks dari postingan. Studi ini menemukan pertama, pada level realitas adanya kemampuan pemilik akun hijrah santun dalam penyelarasan antara pesan dakwah dengan pengambilan background. Kedua postingan dari akun hijrah santun merepresentasikan persoalan keagamaan yang dianggap sepele sehingga bagi pembaca dijadikan sebagai pesan-pesan pengingat keagamaan, John Fiske menyebut tahap representasi. Ketiga, adanya transmisi ideologi keagamaan yang mengajak pembaca untuk hijrah. Maka dari itu bagi pemilik akun, media sosial menjadi wadah dakwah serta transmisi ideologi sementara bagi pengguna, postingan pada akun @hijrah santun dijadikan sebagai pengingat nilai ibadah normatif.
Merawat Kesalehan Beragama di Era Digital Efendi Efendi; Endrika Widdia Putri; Salsa Hamidah Efendi
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4514

Abstract

This study aims to explore the pious concept of religion in the digital era. This research is qualitative research with a concept study approach and uses the methods of data inventory, internal coherence, exploratory, and data analysis in analyzing it. This study found data that the concept of being pious in religion in the Digital Era, namely; first, collaborating on individual and social piety-it is not enough to be good in God's eyes but also to others. Second, making digital media a means of obtaining and disseminating valid religious information. Third, to be critical in religion and not to be trapped by post-truth and its types which are part of intellectual piety. This research is important because it explores the concept of being pious in religion in the Digital Era, and no one has specifically explained the concept of being pious in religion in the Digital Era. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi konsep saleh dalam beragama pada era digital. Penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi konsep, dan menggunakan metode inventarisasi data, koherensi internal, eksploratif dan analisis terhadap data-data yang ada. Temuan menunjukan bahwa saleh dalam beragama pada Era Digital, pertama, mengelaborasikan kesalehan individual dan sosial—tidak cukup menjadi baik di mata Tuhan namun juga harus baik di mata sesama. Kedua, menjadikan media digital sebagai sarana mendapatkan dan menyebarkan informasi keagamaan yang valid kebenarannya. Ketiga, kritis dalam beragama dan tidak terjebak dengan post-truth dan jenis-jenisnya yang merupakan bagian dari kesalehan intelektual. Penelitian ini penting karena mengeksplorasi konsep saleh dalam beragama pada Era Digital, dan juga belum ditemukan penelitian dan secara spesifik melakukan penjabaran tentang konsep saleh dalam beragama pada Era Digital.
Menilik Kembali Titik Temu Agama-Agama Perspektif Ibnu Arabi Arrasyid Arrasyid; Susilawati Susilawati
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4397

Abstract

The ongoing conflict in various parts of Indonesia shows the lack of religious views on the harmonization or relation of religions. So it is necessary to present the concept of religious unity of Ibn Arabi so that the view of the common word of religions can exist in the lives of religious adherents. This study was analyzed by qualitative research using exploratory methods and content analysis. The findings obtained are that with religious unity, Ibn Arabi wants to discuss the common word of religions, namely common word towards facing the One and Same God, although with various religious names and symbols. The differences that exist in each religion are only outward matters, but inwardly they are serving the One and the Same God. Thus, the existing differences are not a problem, on the contrary the existing similarities, should be put forward so that conflicts between religious communities can be resolved. Masih terjadinya konflik di berbagai wilayah Indonesia menunjukkan kurangnya pandangan penganut agama tentang harmonisasi atau relasi agama-agama. Sehingga dirasa perlu untuk menghadirkan konsep kesatuan agama Ibnu Arabi agar pandangan tentang titik temu agama-agama bisa eksis dalam kehidupan penganut agama. Penelitian ini dianalisis dengan penelitian kualitatif menggunakan metode eksploratif dan analisis isi. Adapun temuan yang diperoleh bahwa dengan kesatuan agama Ibnu Arabi ingin mewacanakan titik temu agama-agama, yaitu bertitik temu pada menghadap kepada Tuhan Yang Satu dan Sama, walau dengan nama dan simbol agama yang beragam. Perbedaan yang ada pada setiap agama hanyalah persoalan lahiriyah, namun secara batiniyah sedang menghamba kepada Tuhan Satu dan Sama. Maka, perbedaan yang ada bukanlah persoalan, sebaliknya persamaan yang ada, hendaknya dikedepankan agar konflik antara umat beragama dapat terselesaikan.
Peran Generasi Z dalam Moderasi Beragama di Era Digital Helminia Salsabila; Devi Sintya Yuliastuty; Nur Halimah Silviatus Zahra
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4814

Abstract

This article discusses the role of generation Z in religious moderation in the digital era. Generation Z is the generation born between 1995-2010. Generation Z which is seen as the educated generation in the current era of digitalization which is expected to support the implementation of religious moderation policies or programs. This research is a type of descriptive qualitative research and uses literature research methods. The results of this study indicate that religious moderation is a way of practicing religious life by taking the middle way or how to avoid extreme actions or fanaticism. In other languages, moderation can be understood as a process of actualizing religious teachings in a fair, balanced and wise manner. Religious moderation is something that the people of Indonesia really need to avoid the threats of extremist and liberal groups who only want division. Generation Z's role is needed in supporting religious moderation, including social control on social media, being moderate or not too fanatical, being a good people, spreading the importance of religious moderation and inviting kindness. Artikel ini membahas tentang peran generasi Z dalam moderasi beragama di era digital. Generasi Z adalah generasi yang terlahir antara tahun 1995-2010. Generasi Z yang dipandang sebagai generasi terpelajar di era digitalisasi saat ini diharapkan mendukung terlaksananya kebijakan atau program moderasi beragama. Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif deskriptif dan menggunakan metode penelitian studi Pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa moderasi beragama adalah cara mengamalkan kehidupan beragama dengan mengambil jalan tengah atau cara diri menghindar dari tindakan ekstrim atau fanatisme. Bahasa lainnya, moderasi dapat dipahami sebagai suatu proses pengaktualisasian ajaran agama secara adil, seimbang, dan bijaksana. Moderasi beragama menjadi suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia untuk menghindarkan diri dari ancaman kelompok ekstrimisme dan liberalisme yang hanya menginginkan perpecahan. Diperlukan peran generasi Z dalam mendukung moderasi beragama antara lain yaitu sebagai kontrol sosial dalam media sosial, bersikap pertengahan atau tidak terlalu fanatik, menjadi umat yang baik, menyebarkan tentang pentingnya moderasi beragama dan mengajak dalam hal kebaikan.
Dari Mistis Ke Bisnis: Praktik Okultisme Gus Syamsudin di Youtube Mohammad Fattahun Ni'am
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4997

Abstract

In this postmodern era, occultism practices with a mystical touch still have a large market in Indonesia. This article discusses the occultism practices of Gus Syamsudin on the Nur Dzat Sejati youtube channel. The phenomenon of commercializing religion using occultism practices by Gus Syamsudin deserves to be studied because it has attracted a lot of public attention with all its controversies. The practices carried out by Gus Syamsudin certainly contain discourses that need to be revealed because they do not simply appear from a vacuum. This research attempts to expose the discourse of Gus Syamsudin by unraveling the ideology or power of the discourse maker. The author uses the critical discourse analysis theory by Teun van Dijk, which elaborates on three dimensions: text (all elements of semiotics), social cognition (how the text is consumed and interpreted), and social context (the background of text consumption). The Van Dijk model theory is used because it can study the mental state of the discourse maker and analyze the discourse that is prevalent in society. The results of this study show that the practices carried out by Gus Syamsudin are solely for commercial business purposes. He sees an opportunity in the midst of the religious Indonesian society, which is prone to having mystical beliefs, to make a profit. Di era post-modern praktik okultisme yang berbau mistis masih memiliki pasar besar di Indonesia. Artikel ini membahas mengenai praktik okultisme gus Syamsudin dalam channel youtube padepokan Nur Dzat Sejati. Fenomena komersialisasi agama dengan menggunakan praktik okultisme yang dilakukan oleh Gus Syamsudin ini perlu untuk dikaji karena banyak menarik perhatian masyarakat dengan segala kontroversinya. Praktik yang dilakukan oleh Gus Syamsuddin tentu memuat wacana yang perlu untuk diungkap karena tak serta merta muncul dari ruang hampa. Penelitian ini berusaha untuk menelanjangi wacana Gus Syamsudin dengan menyibak muatan ideologi atau kekuasaan pembuat wacana. Penulis menggunakan teori analisis wacana kritis model Teun van Dijk dengan mengelaborasikan tiga dimensi yakni teks (keseluruhan elemen semiosis), kognisi sosial (bagaimana teks dikonsumsi dan dimaknai), dan konteks sosial (latar belakang akibat konsumsi teks). Teori model Van Dijk ini digunakan karena dapat meneliti mental dari pembuat wacana dan menganalisa wacana yang berkembang di masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktik yang dilakukan oleh Gus Syamsuddin semata hanya untuk kepentingan bisnis komersial. Ia melihat kesempatan ditengah masyarakat Indonesia yang agamis dan cenderung memiliki kepercayaan mistis untuk meraup keuntungan.

Page 1 of 1 | Total Record : 7