cover
Contact Name
Sekretariat Jurnal Politica
Contact Email
jurnal.politica@yahoo.com
Phone
+6221-5755987
Journal Mail Official
jurnal.politica@yahoo.com
Editorial Address
Sekretariat Jurnal Ilmiah "Politica" Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI Gedung Nusantara I, Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, 10270
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri dan Hubungan Internasional
ISSN : 20877900     EISSN : 2615076X     DOI : http://dx.doi.org/10.22212/jp
Core Subject : Social,
Jurnal Politica memuat tulisan-tulisan ilmiah hasil kajian dan penelitian tentang masalah-masalah strategis di bidang politik dalam negeri dan hubungan internasional. Jurnal ini merupakan wadah bagi para peneliti, akademisi, dan praktisi di bidang politik dalam negeri dan hubungan internasional untuk menuangkan gagasan dan ide-ide sekaligus sumber inspirasi khususnya terkait dengan proses pengambilan kebijakan, termasuk dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Articles 143 Documents
Hegemoni dan Ekonomi Politik Dana Keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta [Hegemony and Political Economy of Privileged Fund in Special Region of Yogyakarta] Anggalih Bayu Muh Kamim
Jurnal Politica Vol 12, No 2 (2021): Jurnal Politica November 2021
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v12i2.2483

Abstract

The Privileged Fund is used to financing five affairs, namely, spatial planning, land, culture, institutions and procedures for filling the positions with governor and vice governor. Various problems such as low participation, institutional problems and the interests of local authorities were identified as the cause of the Privileged Fund not being able to increase welfare. This study looks at the hegemonic perspective to show the consolidation of the ruling class since the promulgation of the Privileged Law until its implementation has an impact on the inability of the community to control the Privileged Fund. This study is a qualitative research with a case study approach. Data was collected through documentation techniques, in-depth interviews and Focus Group Discussions. Data analysis was carried out starting from extracting the problem to drawing conclusions. The results of the study show that the mass action that emerged in support of the Privileged Law did not originate from the aspirations of the citizens, but rather a form of the success of the local ruling class in strengthening the social base. The hegemony of the ruling class plays important roles in preventing the growth of critical awareness from the grassroots community and inhibits organic intellectuals from overseeing the Privileged Fund. Organic intellectuals have not been able to build alternative education and build movement alliances. The ruling class is able to mobilize resources and government structures to keep up its hegemony in the use of the Privileged Fund in the Special Region of Yogyakarta.AbstrakDana Keistimewaan digunakan untuk membiayai lima urusan yakni, tata ruang, pertanahan, kebudayaan, kelembagaan dan tata cara pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur. Berbagai permasalahan seperti rendahnya partisipasi, masalah institusional dan kepentingan pennguasa lokal teridentifikasi menjadi penyebab Dana Keistitmewaan belum mampu membawa peningkatan kesejahteraan. Kajian ini melihat dengan perspektif hegemoni untuk menunjukan konsolidasi kelas penguasa sejak pengusulan Undang-Undang Keistimewaan sampai pelaksanaannya berdampak pada ketidakmampuan masyarakat mengawal pemanfaatan Dana Keistimewaan. Kajian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik dokumentasi, wawancara mendalam dan Focus Group Discussion. Analisis data dilakukan mulai dari penggalian masalah sampai dengan penarikan kesimpulan. Hasil kajian menunjukan aksi massa yang muncul dalam mendukung Undang-Undang Keistimewaan bukanlah berasal dari aspirasi warga, melainkan bentuk keberhasilan kelas penguasa lokal dalam memperkuat basis sosial. Hegemoni kelas penguasa berperan erat dalam mencegah tumbuhnya kesadaran kritis dari masyarakat di akar rumput dan menghambat intelektual organik dalam mengawal penggunaan Dana Keistimewaan. Para intelektual organik belum mampu membangun pendidikan alternatif dan membangun aliansi gerakan. Kelas penguasa mampu memobilisasi sumber daya dan struktur pemerintahan untuk mempertahankan hegemoninya dalam pemanfaatan Dana Keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
SKYFITY: Bridging the Gap Between ASEAN and Korean Youth in Fostering ASEAN -Korea Partnership [SKYFITY: Menjembatani Gap Antara Anak Muda ASEAN dan Korea dalam Mengembangkan Kerja Sama ASEAN-Korea] Helmy Yahya Rahma Aji; Anissa Rosalin Anindhita
Jurnal Politica Vol 13, No 1 (2022): Jurnal Politica Mei 2022
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v13i1.2909

Abstract

ASEAN and Korea have been developing a close partnership in various fields involving many actors. However, there is a perception gap between the youth in ASEAN and Korea in which Korea is widely known by ASEAN youth but not vice versa. The perception gap between ASEAN and Korean is confirmed by various studies such as studies by Jin-pyo et al. and Ji-hyeon. Other study by Rosland also implies that Koreans are not really aware of ASEAN. Those studies indicate that there is a need of further cooperation to promote mutual understanding. However, they do not mention or propose a concrete idea to bridge the gap. Some efforts have been made to address this issue but they seem to be ineffective. In this paper, qualitative method is used to obtain data and more directed at this study case of perception gap. Data are obtained by searching for data through document review, whether from books, scientific journals, or any related documents. This paper proposes a new initiative named SKYFITY (ASEAN-Korea Youth Fraternity) to bridge this gap. This initiative employs cultural and public diplomacy approaches and emphasises the youth in ASEAN and Korea to participate and contribute in this initiative. SKYFITY comprises three actors; governmental (ASEAN and the Republic of Korea Government), external actors (private enterprises and cultural institutions) and the youth. SKYFITY encompasses social, culture and entrepreneurship dimensions to foster mutual understanding among youth in ASEAN and Korea.AbstrakASEAN dan Korea telah mengembangkan kerja sama yang dekat di berbagai bidang. Namun, masih terdapat perception gap antara anak muda ASEAN dan Korea; Korea dikenal secara luas oleh anak muda ASEAN, tetapi tidak dengan sebaliknya. Perception gap antara anak muda ASEAN dan Korea telah diperkuat oleh beberapa studi seperti studi oleh Jin-pyo et al. dan Ji-hyeon. Studi lain oleh Roslan juga menyiratkan bahwa masyarakat Korea kurang tahu mengenai ASEAN. Studi-studi tersebut mengindikasikan perlu adanya kooperasi untuk meningkatkan pemahaman bersama satu sama lain. Namun, studi-studi tersebut tidak menyebut atau mencanangkan langkah konkret untuk menjembatani gap ini. Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi persoalan ini, tetapi masih belum efektif. Esai ini menggunakan metode kualitatif dan diarahkan pada studi kasus mengenai studi kasus gap persepsi ini. Data diperoleh dengan pencarian melalui dokumen, seperti buku, artikel jurnal, atau dokumen lainnya yang berhubungan. Esai ini menawarkan sebuah inisiatif yang Bernama SKYFITY (ASEAN Korea Youth Fraternity) untuk menjembatani gap tersebut. Inisiatif ini menggunakan pendekatan diplomasi budaya dan public yang menekankan anak muda di ASEAN dan Korea untuk ikut serta dan berpartisipasi dalam inisiatif ini. SKYFITY terdiri dari tiga aktor; pemerintah (pemerintah ASEAN dan Republik Korea), eksternal (swasta dan institusi budaya) dan anak muda. SKYFITY meliputi dimensi sosial, budaya, dan kewirausahaan untuk meningkatkan pemahaman satu sama lain antara anak muda di ASEAN dan Korea.
The Urgency of Limiting Procedural Democracy for Handling Pandemic in Indonesia [Urgensi Limitasi Demokrasi Prosedural Bagi Penanganan Pandemi di Indonesia] Aprilianto Satria Pratama
Jurnal Politica Vol 13, No 1 (2022): Jurnal Politica Mei 2022
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v13i1.2513

Abstract

It is undeniable that the handling of the pandemic in almost all countries in the world has been framed by Joseph Alois Schumpeter’s conception of procedural democracy, which focuses on procedural elements in the formulation of the common good. One of the reason is because the majority of countries in the world choose to handle the pandemic in a monocentricprocedural method, thus ignoring society participation and initiatives. In fact, it is the society who, in many situations, have an idea of handling the pandemic more practically. Therefore, taking the practice of handling the pandemic in Indonesia as an example, this paper is here to dissect the implementation of the procedural democratic conception in the field. Through a qualitative literature study and guided by the research question: “how is the practice of limiting procedural democracy in handling the pandemic in Indonesia?”, this paper then comes to the following conclusions. First, it is true that procedural democracy has become a crucial framework for the country in dealing with the pandemic. Second, however, procedural democracy also has the potential to produce a negative impact on the relationship between demos and kratos. Third, therefore, the limitations on procedural democracy are urgently needed.AbstrakTidak bisa dipungkiri bahwa penanganan pandemi di hampir seluruh negara di dunia banyak dikerangkai oleh konsepsi demokrasi prosedural Joseph Alois Schumpeter, yang menitik beratkan substansinya pada unsur-unsur prosedural dalam perumusan common good. Adapun situasi ini terjadi, salahsatunya karena mayoritas negara di dunia memilih untuk menangani pandemi secara monosentris-prosedural sehingga mengabaikan partisipasi dan inisiatif masyarakat. Padahal, masyarakatlah yang, dalam banyak situasi, memiliki gambaran tentang penanganan pandemi secara lebih praktikal. Oleh karenanya, mengambil praktik penanganan pandemi di Indonesia sebagai contoh, tulisan ini hadir untuk membedah penyelenggaraan konsepsi demokrasi prosedural tersebut di lapangan. Melalui studi pustaka kualitatif dan dipandu oleh pertanyaan penelitian: “bagaimana praktik limitasi demokrasi prosedural dalam penanganan pandemi di Indonesia?”, tulisan ini lantas sampai pada beberapa kesimpulan sebagai berikut. Pertama, benar bahwa demokrasi prosedural telah menjadi kerangka krusial bagi negara dalam menangani pandemi. Kedua, meski demikian, demokrasi prosedural juga berpotensi memproduksi dampak negatif bagi relasi antara demos dan kratos. Ketiga, oleh karenanya, limitasi atas demokrasi prosedural jadi mendesak untuk diselenggarakan.
Perbandingan Pengaruh Women's March terhadap Kebijakan Publik di Indonesia dan Amerika Serikat [Comparison of the Effect of the Mowen's March on Public Policy in Indonesia and The United States] M. Solahudin Al Ayubi; M. Syaprin Zahidi
Jurnal Politica Vol 13, No 1 (2022): Jurnal Politica Mei 2022
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v13i1.2910

Abstract

The emergence of the Women’s March (WM) has had an influence on public policy in Indonesia and the United States. Since its inception at Washington in 2017, WM has reached 30 countries in the world, including Indonesia. WM’s efforts in promoting women’s rights and issues have had a collective influence on society’s social patterns and public policies. The goal is that public policies in the US and Indonesia can provide security, protection and justice for women. Nevertheless, WM in Indonesia and the US have some differences and similarities in their influence on public policy. Through a descriptive-qualitative approach, this study will describe and critically analyze the differences and contrasts in the influence of WM on public policy in Indonesia and the US. This study uses data collection techniques based on library research using secondary sources. The theory used in comparison and contrast is MSSD (Most Similar System Design) and the theory of interest promotion groups from Hague and Harrop. This study resulted in a comparison and contrast of patterns and effects of WM in Indonesia and the US. The results are based on the strength of the influence of interest promotion groups in each country including the government’s response to it.AbstrakKemunculan Women’s March (WM) telah memberikan pengaruh terhadap kebijakan publik di Indonesia dan Amerika Serikat. Sejak awal kemunculannya di Washington pada 2017, WM telah menjangkau 30 negara di dunia termasuk Indonesia. Upaya WM dalam mempromosikan isu-isu dan hak-hak perempuan telah memberikan pengaruh kolektif terhadap pola sosial masyarakat dan kebijakan publik. Tujuannya adalah agar kebijakan publik di AS dan Indonesia dapat memberikan keamanan, perlindungan dan keadilan terhadap perempuan. Meskipun demikian, WM di Indonesia dan AS memiliki beberapa perbedaan dan kesamaan pengaruh terhadap kebijakan publik. Melalui pendekatan deskriptif-kualitatif, penelitian ini akan mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis perbedaan dan kontras pengaruh WM terhadap kebijakan publik di Indonesia dan AS. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang berdasarkan riset kepustakaan (library research) dengan menggunakan sumber kedua (secondary sources). Teori yang digunakan dalam pembandingan dan kontras adalah MSSD (Most similar System Design) serta teori kelompok kepentingan promosi dari Hague dan Harrop. Penelitian ini menghasilkan sebuah perbandingan dan kontras pola dan pengaruh WM di Indonesia dan AS. Hasil tersebut didasarkan pada dasar kekuatan pengaruh kelompok kepentingan promosi di masing-masing negara termasuk respons pemerintah dalam menanggapinya.
The Role of Indonesia to Create Security and Resilience in Cyber Spaces [Peran Indonesia dalam Membentuk Keamanan dan Ketahanan di Ruang Siber] I Nyoman Aji Suadhana Rai; Dudy Heryadi; Asep Kamaluddin N.
Jurnal Politica Vol 13, No 1 (2022): Jurnal Politica Mei 2022
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v13i1.2641

Abstract

This article discusses Indonesia’s role in securing cyberspace or cyber resilience in the scope of domestic, bilateral and multilateral. Since the establishment of the National Cyber and Crypto Agency (BSSN) in 2017, Indonesia has reported many cases of cyber-attacks both in the government and in the private sphere. This article aims to find out what roles that Indonesia did in shaping cyber security and resilience in the sphere of the domestic, bilateral and multilateral. This article uses a descriptive method with literature review by using secondary data from a literature review that is available. The result of this article is that Indonesia acts as a Protectee, Mediator, and Balancer in accordance with the behavior that is shown in each phenomenon such as domestic, bilateral and multilateral (regional), which depend on the dynamic situation. However, it does not replace Indonesia’s position as a country with a status that is not in alliance with other countries, namely independence and active (Bebas-Aktif).AbstrakArtikel ini membahas tentang peran Indonesia di dalam mengamankan ruang siber atau cyberspace di lingkup domestik, bilateral dan multilateral. Sejak dibentuknya Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN pada tahun 2017, Indonesia melaporkan mendapatkan begitu banyak serangan siber baik di lingkungan pemerintahan maupun di lingkup swasta. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui peran yang dilakukan oleh Indonesia dalam membentuk keamanan dan ketahanan siber di lingkup domestik, bilateral dan multilateral. Metode riset yang digunakan adalah metode deskriptif melalui kajian literatur dengan menggunakan data sekunder dari kajian literatur yang sudah tersedia. Hasil riset menunjukan bahwa Indonesia berperan sebagai Protected, Mediator, dan Balancer sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan di masing – masing situasi baik domestik, bilateral maupun situasi multilateral yang cenderung dinamis, namun tidak mengganti posisi Indonesia sebagai negara dengan statusnya yang tidak beraliansi dengan negara lainnya yaitu bebas aktif.
Pengaruh AUKUS terhadap Stabilitas Indo-Pasifik dan Sikap Indonesia [The Influence of AUKUS to Indo-Pacific Regional Stability and Indonesia’s Stance] Annisa Putri Nindya; Rifqy Alief Abiyya
Jurnal Politica Vol 13, No 1 (2022): Jurnal Politica Mei 2022
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v13i1.2917

Abstract

In the midst of heating up tensions in the vortex of the South China Sea dispute, AUKUS emerged as a new alliance under a trilateral agreement that was accused of being a security pact. Some observers argue that the alliance consisting of Australia, Britain and America is a new maneuver for their bloc to fight the increasingly aggressive domination of the People’s Republic of China (PRC) in the Indo-Pacific region. With the AUKUS mission to maintain the stability of the security of the Indo-Pacific, the imagined possibility is the opposite and becomes the background for the reactions of various countries in the region, one of which is Indonesia. Indonesia is one country that has expressed concern about an arms race that may be unavoidable. Moreover, Indonesia is also seen as a middle power that has an important role in responding to tensions between the two camps. Therefore, this paper will analyze the emergence of AUKUS for the Indo-Pacific and Indonesia’s position including the direction of its foreign policy related to the existing issues. The topics are analyzed using Regional Security Complex Theory and Offense-Defense Theory and qualitative descriptive methods. After further elaboration, it can be seen that the geopolitical dynamics of the Indo-Pacific are indeed constantly creating tension due to competition from external parties. Indonesia as a non-aligned country and adherents of free and active politics is expected to be able to reinterpret its principles and be firm in pioneering collective security with a firm voice with other ASEAN countries.AbstrakDitengah memanasnya tensi dalam pusaran konflik sengketa Laut Tiongkok Selatan, AUKUS muncul sebagai aliansi baru di bawah kesepakatan trilateral yang dituding sebagai pakta keamanan. Beberapa pengamat berpendapat bahwa aliansi yang terdiri dari Australia, Inggris dan Amerika tersebut adalah manuver baru bagi blok mereka untuk melawan dominasi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang semakin agresif di kawasan Indo-Pasifik. Dengan misi AUKUS untuk menjaga stabilitas keamanan Indo-Pasifik, kemungkinan yang dibayangkan terjadi justru sebaliknya dan menjadi latar belakang dari reaksi beragam negara-negara dalam kawasan salah satunya adalah Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara yang menyatakan kekhawatirannya terhadap perlombaan senjata yang mungkin tidak dapat terhindarkan. Oleh karena itu, tulisan ini akan memaparkan secara analisis dari munculnya AUKUS bagi Indo-Pasifik serta posisi Indonesia mencakup arah kebijakan luar negerinya berkaitan dengan isu yang ada. Topik dalam tulisan ini dianalisis menggunakan Regional Security Complex Theory dan Offense-Defense Theory dan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Setelah elaborasi lebih lanjut, dapat diketahui bahwa dinamika geopolitik Indo-Pasifik memang terus-menerus menciptakan tensi akibat persaingan pihakpihak eksternal. Indonesia sebagai negara non-blok dan penganut politik bebas aktif diharapkan mampu memaknai kembali prinsipnya dan tegas dalam mempelopori keamanan kolektif dengan sikap tegas satu suara bersama negara ASEAN lainnya.
Political Budgeting Dynamics: Executive-Legislative Interaction for COVID-19 Budget Policy in Indonesia and Singapore [Dinamika Politik Anggaran: Interaksi Eksekutif-Legislatif dalam Kebijakan Anggaran Penanganan COVID-19 di Indonesia dan Singapura] Moh. Eddy D Soeparno
Jurnal Politica Vol 13, No 1 (2022): Jurnal Politica Mei 2022
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v13i1.2824

Abstract

This article will describe and analyze the political consensus process between executivelegislative regarding Covid-19 budgeting policy in Indonesia and Singapore. This article will mainly discuss the use of national reserve in Singapore and Government Regulation in the lie of Law (Perppu) No.1 of 2020 in Indonesia. This article uses New Institutionalism Approaches, Political Budgeting Theory, and Crisis Budget Theory to answer the research questions. This article finds that the Covid-19 pandemic has changed procedures, power distributions, incremental approaches, and conflict types for the Covid-19 budget policy process. In addition, the analysis of crisis budgeting policies, such as withdrawal of national reserves and issuance of a Perppu, shows that crisis conditions would encourage the emergence of shared interests and cooperation between executive-legislative institutions to protect their constituents from the threat of the Covid-19 pandemic. However, there are different types of cooperation incentives in those two countries. Singapore has the dominance of one political party that encourages executive-legislative cooperation, while Indonesia has a multi-party presidential system that encourages executive-legislative collaboration.This article finds that the political system model will have implications for the pattern of executive-legislative interaction in Covid-19 budget politics.AbstrakArtikel ini berusaha memberikan deskripsi dan analisa perbandingan tentang proses interaksi eksekutif-legislatif dalam pembentukan konsensus politik terkaitkebijakan anggaran penanganan Covid-19 di Indonesia dan Singapura, terutama pembahasan penggunaan national reserve (cadangan nasional) di Singapura dan penerbitan Perppu No.1 Tahun 2020 di Indonesia. Artikel ini menggunakan pendekatan Institusionalisme Baru, Teori Politik Anggaran, dan Teori Anggaran Krisis. Artikel ini menemukan bahwa Pandemi Covid-19 telah mengubah prosedur, distribusi kekuasaan, pendekatan inkremental, dan jenis konflik dalam proses kebijakan anggaran penanganan Covid-19. Selain itu, analisa politik anggaran dalam kebijakan anggaran krisis (penarikan national reserves dan penerbitan Perppu) memperlihatkan bahwa kondisi krisis akan mendorong kemunculan kesamaan kepentingan dan kerja sama antara lembaga eksekutif-legislatif untuk melindungi konstituennya dari ancaman Pandemi Covid-19. Namun, terdapat dorongan (insentif) yang berbeda dari kerja sama yang terbentuk antara eksekutif-legislatif di kedua negara tersebut. Singapura memiliki dominasi satu partai politik yang mendorong kerja sama eksekutif-legislatif, sedangkan Indonesia memiliki sistem Presidensialisme multi-partai yang mendorong kerja sama eksekutif-legislatif. Artikel ini menemukan bahwa model sistem politik akan berimplikasi pada pola interaksi eksekutif-legislatif dalam politik anggaran Covid-19.
The Challenges of UN Peacekeeping Mission in Finding a Solution to Rebel Groups in the East of the Democratic Republic of Congo [Tantangan Misi Penjaga Perdamaian PBB dalam Menemukan Solusi Terhadap Kelompok Pemberontak di Timur Republik Demokratik Kongo] Landry Ingabire; Yandry Kurniawan
Jurnal Politica Vol 13, No 1 (2022): Jurnal Politica Mei 2022
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v13i1.2921

Abstract

The Democratic Republic of the Congo (DRC) is a country with the longest rebel conflict of the 21st century. This article analyzes the causes of the UN’s difficulties in finding a solution to the crisis of rebel groups which threaten security in the DRC, particularly in its eastern part. Most of the existing work on the subject under study state that the failure of peacekeeping missions in the DRC are due to various factors such as mandate, strength, complexity of violence, etc. However, existing studies have not analyzed the work of MONUSCO as a regime and why this regime is not effective. In approaching the theory of the international regime, this article uses the internal and external factors of the regime to analyze the causes of this ineffective peacekeeping mission in the DRC. Research applies qualitative research methods with data from primary and secondary data obtained from official MONUSCO documents, books, journals, and online news. This article shows that the rebel crisis in the DRC is due to various internal problems and that the MONUSCO principles and rules are ineffective in eradicating the rebel groups which cause insecurity hence deterring peace in the DRC.AbstrakRepublik Demokratik Kongo (DRC) adalah negara dengan konflik pemberontakan terpanjang pada abad ke-21. Artikel ini menganalisis penyebab kesulitan PBB dalam mencari solusi atas krisis kelompok pemberontak yang mengancam keamanan di DRC, khususnya yang terjadi di wilayah bagian timurnya. Sebagian besar tulisan yang sudah ada mengenai subjek yang diteliti menyatakan bahwa kegagalan misi penjaga perdamaian di DRC disebabkan oleh berbagai faktor seperti mandat, kekuatan, kompleksitas kekerasan, dll. Namun, penelitian terdahulu belum pernah menganalisis MONUSCO sebagai rezim dan mengapa rezim ini tidak efektif. Dengan pendekatan teori rezim internasional, artikel ini menggunakan faktor internal dan eksternal rezim untuk menganalisis penyebab tidak efektifnya misi pemeliharaan perdamaian di DRC. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari dokumen resmi MONUSCO, buku, jurnal, dan berita online. Artikel ini menunjukkan bahwa krisis pemberontak di DRC disebabkan oleh berbagai masalah internal dan bahwa prinsip dan aturan MONUSCO tidak efektif dalam memberantas kelompok pemberontak yang menyebabkan ketidakamanan sehingga menghalangi perdamaian di DRC.
Kerja Sama KPK dan SFO dalam Penanganan Kasus Suap Garuda Indonesia Berdasarkan Kerangka UNCAC [Cooperation Between KPK and SFO in Handling The Indonesian Garuda Bribery Case Based on UNCAC Framework] Ubaity Rosyada; Nurmasari Situmeang; Sindy Yulia Putri
Jurnal Politica Vol 13, No 1 (2022): Jurnal Politica Mei 2022
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v13i1.2892

Abstract

The Garuda Indonesia bribery case is a transnational bribery case in the private sector involving several countries, including Indonesia. This article uses descriptive qualitative research methods supported by analysis of liberal institutionalism theory, the concept of complex interdependence and the concept of corruption with the aim of describing how the KPK and SFO collaborated in uncovering this case. This article describes data from interviews with related parties such as the KPK as an institution that carries out cooperation and also the Ministry of Law and Human Rights as a formal inter-state liaison body. This collaboration is carried out based on an international legal instrument, that is United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), which is a joint legal agreement that focuses on preventing world-class corruption. Through this collaboration, information and data that are important in this case can be obtained by exchanging information between the two parties, although the final outcome of the case settlement scheme is different due to differences in the legal systems of the two countries. This article is divided into several parts that are: introduction, theoretical framework, research methods, The Garuda Indonesia bribery case, UNCAC as cooperation framework, Cooperation between KPK and SFO in Garuda Indonesia bribery case and the Challenges and Obstacles in Cooperation and the last is Conclusions.AbstrakKasus suap Garuda Indonesia merupakan kasus penyuapan transnasional di sektor swasta yang melibatkan beberapa negara, termasuk Indonesia. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yang didukung dengan analisis dari teori liberal institusionalisme, konsep interdependensi kompleks serta konsep korupsi dengan tujuan untuk menggambarkan bagaimana kerja sama yang dilakukan KPK dan SFO dalam mengungkap kasus ini. Artikel ini memaparkan data dari hasil wawancara dengan pihak terkait seperti KPK sebagai lembaga yang menjalankan kerja sama dan juga pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai badan penghubung antar negara yang bersifat formal. Kerja sama ini dilakukan berdasarkan instrument hokum internasional yakni United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang merupakan kesepakatan hukum bersama yang berfokus pada pencegahan tindak pidana korupsi tingkat dunia. Melalui kerja sama ini, Informasi dan data merupakan hal yang penting dalam kasus ini dapat diperoleh dengan pertukaran informasi antar kedua pihak, walaupun hasil akhir skema penyelesaian kasus berbeda karena perbedaan system hukum kedua negara. Artikel ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu pendahulan, kerangka teori, metode penelitian, kasus suap garuda Indonesia, kerangka kerja sama UNCAC, kerja sama KPK dan SFO dalam kasus suap Garuda Indonesia dan Tantangan dan Hambatan dalam Kerja sama serta kesimpulan.
Mengevaluasi Kebijakan Diplomasi Perlindungan WNI melalui Paradgma “Duty of Care” [Evaluating Indonesia’s Diplomacy Policy for The Protection of Indonesian Citizens Abroad Through The “Duty of Care” Paradigm] S Surwandono; Ariyanto Nugroho
Jurnal Politica Vol 13, No 2 (2022): Jurnal Politica November 2022
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v13i2.3499

Abstract

Diplomacy in the protection of Indonesian citizens (WNI) requires serious attention related to the large number and complexity of protection that must be provided by the Indonesian government. This condition requires the Indonesian government to provide a number of superstructures as a legal basis for protection, as well as infrastructure as a means of implementing policies effectively. This article wants to evaluate the governance of the protection of Indonesian citizens within the framework of the “Duty of Care” (DoC) paradigm as a cosmopolitan idea in upholding human security outside the jurisdiction of a country. The data sources was taken from official documents from the Directorate of Protection of Indonesian Citizens, Permenlu No. 5 of 2018, the Strategic Plan for the Protection of Indonesian Citizens, as well as news in a number of mass media that informed the dynamics of problems and the protection of Indonesian citizens abroad. This article finds that Indonesia has adopted the structure of the Idea of DoC in the roadmap for the protection of Indonesian citizens, both in the Social Contract of Care, Intermediaries of Care, and the Extension of Care model although it is still artificial and not yet simultaneous. A policy breakthrough from the Indonesian government is needed to build a more substantive and progressive protection policy superstructure in the form of increasing the policy level from the Minister of Foreign Affairs Regulation to the Act and improving the quality and quantity of Indonesian citizen protection infrastructure so that the reach of protection will be wider, responsive and articulate in providing the best protection for Indonesian citizens abroad.AbstrakDiplomasi perlindungan warga negara Indonesia (WNI) memerlukan perhatian yang serius terkait dengan besarnya jumlah dan kompleksitas perlindungan yang harus diberikan oleh pemerintah Indonesia. Kondisi ini mengharuskan pemerintah Indonesia untuk menyediakan sejumlah suprastruktur sebagai landasan hukum melakukan perlindungan, maupun infrastruktur sebagai sarana mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Artikel ini hendak mengevaluasi tentang tata kelola perlindungan WNI dalam kerangka besar paradigma “Duty of Care” (DoC) sebagai gagasan yang kosmopolitan dalam menjunjung tinggi keamanan manusia di luar yurisdiksi suatu negara. Sumber data yang dianalisis berasal dari dokumen resmi dari Direktorat Perlindungan WNI, Permenlu No. 5 Tahun 2018, dokumen Rencana Strategis Perlindungan WNI, serta berita di sejumlah media massa yang menginformasikan dinamika problem dan perlindungan WNI di luar negeri. Artikel ini menemukan bahwa Indonesia telah mengadopsi struktur gagasan DoC dalam peta jalan perlindungan WNI, baik dalam model social contract of care, intermediaeries of care, dan extension of care model, meskipun masih bersifat artifisial dan belum simultan. Diperlukan terobosan kebijakan dari pemerintah Indonesia untuk membangun suprastruktur kebijakan perlindungan yang lebih substantif dan progresif dalam bentuk peningkatan level kebijakan dari basis Peraturan Menteri Luar Negeri ke Undang-Undang dan peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur perlindungan WNI sehingga daya jangkau perlindungan akan menjadi lebih luas, responsif dan artikulatif dalam memberikan perlindungan yang terbaik bagi WNI di luar negeri.