cover
Contact Name
Sekretariat Jurnal Rechtsvinding
Contact Email
jurnal_rechtsvinding@bphn.go.id
Phone
+6221-8091908
Journal Mail Official
jurnal_rechtsvinding@bphn.go.id
Editorial Address
Jl. Mayjen Sutoyo No. 10 Cililitan Jakarta, Indonesia
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Rechts Vinding : Media Pembinaan Hukum Nasional
ISSN : 20899009     EISSN : 25802364     DOI : http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding
Core Subject : Social,
Rechtsvinding Journal is an academic journal addressing the organization, structure, management and infrastructure of the legal developments of the common law and civil law world.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 12, No 1 (2023): Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan Pemerintahan Desa" : 9 Documents clear
MATERI MUATAN PERATURAN NAGARI BERDASARKAN HAK ASAL USUL MENURUT SISTEM PEMERINTAHAN DESA Illahi, Beni Kurnia; ., Ardilafiza; Salsabila, Annisa
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 1 (2023): Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i1.1113

Abstract

Pelaksanaan kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dalam praktiknya dilakukan melalui pembentukan peraturan desa yang dasar hukumnya diatur dalam peraturan bupati/walikota yang berisi tentang daftar kewenangan apa saja yang menjadi kewenangan desa untuk mengatur dan mengurusnya. Sebagaimana Peraturan Daerah itu, semestinya peraturan desa di Sumatera Barat juga dapat ditentukan materi muatannya. Tulisan ini hendak menjawab 2 (dua) pertanyaan penting, pertama, apa saja yang menjadi materi muatan Peraturan Nagari berdasarkan hak asal usul menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kedua, bagaimana solusi agar materi muatan Peraturan Nagari berdasarkan hak asal usul ini dapat sesuai dengan prakarsa desa yang bersangkutan maupun prakarsa masyarakat setempat. Untuk menjawab pertanyaan−pertanyaan itu penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian penelitian preskriptif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapati beberapa usul kewenangan Desa adat diantaranya mengatur dan melaksanakan sistem pemerintahan berdasarkan hukum adat setempat, mengatur dan mengelola sumber daya alam yang dikuasai berdasarkan hukum adat, melaksanakan hukum adat setempat, dan beberapa hak lainnya yang dijabarkan dalam tulisan. Terkait dengan kewenangan nagari berdasarkan hak asal usul maka penulis menyarankan agar pemerintah daerah menggali kembali hak asal usul yang dapat diatur oleh nagari dengan membuat pedoman dan daftar kewenangan nagari berdasarkan hak asal usul melalui peraturan bupati/walikota dengan mengidentifikasi seluruh kebutuhan “adat salingka nagari”.
QUO VADIS EKSISTENSI KEDUDUKAN PEMERINTAHAN NAGARI: ANALISIS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN TERENDAH PROVINSI SUMATERA BARAT Siagian, Abdhy Walid; Fajar, Habib Ferian; Alify, Rozin Falih
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 1 (2023): Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i1.1093

Abstract

Nagari merupakan suatu bentuk pemerintahan terendah yang berada di Provinsi Sumatera Barat. Nagari yang eksis pada hari ini hanyalah sebagai sebutan lain dari desa sebagaimana dengan hadirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang membagi desa atas desa dan desa adat. Pembagian atas desa ini kemudian menghadirkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2018 tentang Nagari yang menjelaskan bahwa nagari merupakan desa adat. Dengan demikian, secara sosiologis kedudukan Peraturan Daerah ini menjadi sangat strategis dalam upaya masyarakat Sumatera Barat untuk mengembalikan jati diri Nagari sebagai penyelenggara pemerintahan berdasarkan hak asal usul dan hukum adat salingka Nagari. Untuk menjawab fokus kajian, penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif dan dianalisis melalui penelitian kepustakaan. Kesimpulan yang didapatkan bahwa Nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dikembalikan kepada jati dirinyasebagai penyelenggara pemerintahan terdepan berdasarkan hukum adat. Sejalan dengan itu, pemangku adat pada masing-masing Nagari dipulihkan kedudukannya sebagai penyelenggara pemerintahan Nagari, tidak lagi sebagai lembaga adat yang diasingkan dari urusan pemerintahan. Disisi lain, bentuk ini sejatinya menghadirkan penguatan penyelenggaraan otonomi daerah melalui nagari sebagai bentuk pemerintahan terendah di Provinsi Sumatera Barat.
DESAIN PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN KEPALA DESA YANG EFEKTIF Dahoklory, Madaskolay Viktoris
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 1 (2023): Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i1.1088

Abstract

Pemilihan kepala desa secara langsung sangat berpontensi terjadi kecurangan atau pelangaran pada tiap-tiap tahapan. Sementara mekanisme penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala desa saat ini masih menimbulkan ketidakpastian hukum. Penulisan ini memfokuskan pada bagaimana pengaturan penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala desa dan apakah desain penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala desa sudah efektif. Penelitian ini bersifat normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala desa merupakan kewenangan bupati/walikota sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (5) & (6) UU Desa, namun tidak terdapat keterangan detail mengenai ruang lingkup kewenangan bupati/walikota. Selain itu, pendelegasian kewenangan tersebut tanpa disadari sudah menyimpang dari ajaran trias politica yang menghendaki pemisahan atau pembagian fungsi agar tidak terjadi penumpukan kekuasaan, pada sisi lain kewenangan tersebut berpontensi menimbulkan conflict of interest antara bupati/walikota dengan salah satu calon kepala desa. Desain penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala desa saat ini belum efektif, sebab tidak di dukung oleh pranata hukum penyelesaian yang memadai. Pranata hukum dimaksud berupa produk hukum dan/atau lembaga penegak hukum yang efektif. Berangkat dari hal tersebut maka perlu dibentuk satu badan pengadilan khusus yang disuguhi kewenangan untuk memutus pelanggaran yang terjadi dalam pemilihan kepala desa, tidak hanya menyangkut persoalan kesalahan perhitungan suara (kalkulator) semata, tetapi mencakup pula pelanggaran atau kecurangan yang terjadi dalam proses pemilihan kepala desa sepanjang berpengaruh signifikan terhadap perolehan suara. Untuk itulah, perlu segera mengubah UU Desa, atau membentuk UU baru yang mengatur tentang badan pengadilan khusus.
Reformulasi Pengaturan Masa Jabatan Kepala Desa Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Amancik, Amancik; Saifulloh, Putra Perdana Ahmad; Barus, Sovia Ivana
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 1 (2023): Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i1.1098

Abstract

Penelitian ini membahas dinamika Jabatan Kepala Desa dalam Peraturan Perundang-Undangan; dan Gagasan Masa Jabatan Kepala Desa Satu Periode dengan masa jabatan tujuh tahun Melalui Reformasi Sumber Hukum Formil Desa. Kesimpulan penelitian ini: pertama, Masa Jabatan Kepala Desa Dalam Peraturan Perundang-Undangan mengalami dinamika, hingga puncaknya mengalami perpanjangan dalam Undang-Undang Desa, yaitu enam tahun dan dapat dipilih kembali untuk dua kali masa jabatan, dan diperkuat Putusan MK No.42/PUU-XIX/2021. Kedua, kelemahan Masa Jabatan Kepala Desa Tiga Periode: menimbulkan ketidakadilan bagi Calon Kepala Desa non incumbent, mengingat Calon Kepala Desa incumbent dapat menggunakan fasilitas umum dan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa untuk berkampanye, dan rentan terjadi ketidaknetralan birokrasi dalam Pemilihan Kepala Desa. Kelebihan Masa Jabatan Kepala Desa Satu Periode adalah Kepala Desa lebih fokus bekerja dan tidak terganggu oleh jadwal kampanye serta keinginan untuk terpilih kembali dan untuk mempercepat regenerasi kepemimpinan desa. Ketiga, Gagasan Masa Jabatan Kepala Desa Satu Periode dengan masa jabatan tujuh tahun bisa terimplementasi dengan jalan melakukan amandemen formal UUD 1945 Kelima; Merevisi Undang-Undang Desa; dan menjadikan Masa Jabatan Satu Periode dengan masa jabatan tujuh tahun sebagai Konvensi Ketatanegaraan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, historis, kasus, dan konseptual.
OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DESA DALAM PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA Waluyo, Waluyo; Kharisma, Dona Budi
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 1 (2023): Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i1.1117

Abstract

Data per Januari 2023, terdapat 24.050 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ditempatkan di berbagai negara. Data kuartal I/2022 PMI telah menyumbang devisa negara sebesar Rp34,1 triliun. Namun, data pengaduan PMI per Januari 2023 mencapai 211 kasus. Untuk memberikan pelindungan kepada PMI, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menerapkan konsep integratif holistik melalui peran Pemerintah Desa. Masih maraknya migrasi illegal dan perbedaan data PMI menjadi indikasi peran Pemerintah Desa belum optimal.Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran strategis Pemerintah Desa dalam pelindungan PMI dan merumuskan konsep untuk mengoptimalkan peran Pemerintah Desa dalam pelindungan PMI di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum dengan pendekatan statute approach. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan observasi dokumen. Analisis yang digunakan adalah analisis yuridis kualitatif. Hasil penelitian menyebutkan bahwa peran strategis Pemerintah Desa dalam pelindungan PMI meliputi layanan informasi, verifikasi data, pencatatan, fasilitasi persyaratan administrasi, pemantauan keberangkatan dan kepulangan, serta pemberdayaan buruh migran dan anggota keluarganya. Beberapa konsep untuk mengoptimalkan peran desa, diantaranya: (1) dukungan regulasi melalui Peraturan Desa tentang PMI; (2) system basis data PMI tingkat desa; (3) alokasi anggaran desa untuk pemberdayaan program PMI; dan (4) adanya perangkat desa yang secara khusus melaksanakan tugas dan tanggung jawab desa dalam urusan PMI.
REKONSTRUKSI PENGATURAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA (Reconstruction of Arrangements for Establisment and Management of Village Owned Enterprises in Village Governance Implementation) Yani, Teuku Ahmad
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 1 (2023): Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i1.1102

Abstract

Undang-Undang Desa  memberi  kewenangan kepada desa untuk mendirikan BUM Desa, yang diharapkan menjadi badan pemberdayaan ekonomi masyarakat dan penopang  pendapatan asli desa.  Sebagai badan hukum yang mandiri, BUM Desa tidak terpisahkan dengan penyelenggaraan  pemerintahan desa, namun harus dibentuk dan dikelola secara profesional. Untuk itu, perlu dikaji  bagaimana mewujudkan pengaturan pendirian  BUM Desa dan pengelolaannya yang profesional dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Pengaturan pendirian  BUM Desa belum didukung pada keharusan untuk memiliki dokumen hukum studi kelayakan secara konkrit. Demikian pula, pengelolaan BUM Desa yang  profesionalisme belum didudukung dengan  pengaturan struktur orgnaisasi yang tepat, juga metode penempatan orang pada organnya belum  mengarah untuk terpilih  secara professional. Disarankan pengaturan pembentukan BUM Desa harus didahului dengan dokumen studi kelayakan, demikian pula perlu adanya retrukturisasi organisasi sesuai dengan fungsi  badan musyawarah desa dan kepala desa, serta  diperlukan ada aturan yang mewajibkan orang yang diangkat sebagai pelaksana operasional lulus uji kelayakan dan kepatutan.
QUO VADIS PENGATURAN DESA SEBAGAI PENERIMA TUGAS PEMBANTUAN (STUDI KASUS KALURAHAN DALAM MELAKSANAKAN URUSAN KEISTIMEWAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA) Wicaksono, Dian Agung; Mulyani, Cora Kristin
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 1 (2023): Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i1.1116

Abstract

Keberlakuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan implikasi yang signifikan terhadap kedudukan desa dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Akan tetapi terdapat beberapa diskursus yang muncul salah satunya berkaitan dengan pengaturan distribusi urusan pemerintahan. Pencermatan terhadap topik tersebut semakin menunjukkan urgensinya ketika melihat praktik yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta di mana desa (dalam konteks keistimewaan DIY disebut Kalurahan) dimungkinkan untuk menerima distribusi urusan pemerintahan berupa urusan keistimewaan. Tulisan ini menjawab rumusan masalah sebagai berikut: (a) Bagaimana pengaturan mengenai Desa sebagai penerima tugas pembantuan dalam hukum positif di Indonesia? (b) Bagaimana pengaturan Kalurahan sebagai penerima tugas pembantuan berupa urusan keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta? Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menganalisis data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang relevan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat ketidakharmonisan dalam konstruksi pengaturan desa sebagai penerima tugas pembantuan dan pemberian penugasan kepada Kalurahan di DIY didasari pada pemaknaan yang diperluas dari ketentuan dalam Perdais 1/2018, yang kemudian dijadikan dasar dalam Pergub 13/2022 untuk memberikan penugasan berupa urusan keistimewaan kepada Kalurahan.
PERAN DESA ADAT DALAM MERUMUSKAN DAN MENGIMPLEMENTASIKAN KETENTUAN PIDANA BERASAL DARI HUKUM YANG HIDUP DALAM MASYARAKAT SEBAGAIMANA DIATUR DALAM KUHP BARU Zain, Mochamad Adib
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 1 (2023): Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i1.1101

Abstract

AbstractKeberadaan Desa Adat yang diatur dalam Undang-Undang tentang Desa merupakan pengakuan pertama atas Masyarakat Hukum Adat dengan memberikan wewenang besar berkaitan dengan hak asal-usul yang di antaranya penerapan dan pengembangan hukum adat. Pengakuan dilakukan kembali melalui Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Tindak pidana adat diakui sejajar dengan tindak pidana dalam Undang-Undang. Terhadap Pengakuan-Pengakuan tersebut menarik dikaji tentang bagaimana perumusan hukum yang hidup dalam masyarakat oleh KUHP? dan bagaimana peran yang dapat dilakukan oleh Desa Adat dalam merumuskan dan mengimplementasikan delik adat sesuai dengan KUHP? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang berfokus pada penelitian kepustakaan dengan data sekunder berupa buku, artikel, hasil penelitian, dan peraturan perundang-undangan, serta pendapat ahli yang berkaitan tentang berkaitan dengan Desa Adat dan kaitannya dalam penerapana pidana adat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perumusan pidana adat dalam KUHP dilakukan untuk lebih memberikan keadilan kepada masyarakat dan menghormati eksistensi hukum adat yang masih hidup. Dalam KUHP tersebut tindak pidana adat diatur sedikit karena akan diatur dalam Peraturan Daerah. Hasil selanjutnya menunjukkan bahwa Desa Adat wajib dilibatkan secara aktif dalam perumusan pidana adat oleh Pemerintah Daerah. Dalam implementasinya, Desa Adat memiliki peran dalam penegakkan pidana adat baik secara langsung maupun tidak langsung.Kata Kunci : Desa Adat, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Tindak Pidana Adat;AbstractThe presence of Customary Villages, as regulated in the Village Law, is the first recognition of Customary Law Communities and grants them great authority related to their rights of origin, including the application and development of customary law. Customary criminal law is recognized as equal to criminal law under the law. Against these Recognitions, it is interesting to study how the formulation of the law that lives in the community by the Criminal Code? and what role can Customary Villages take in formulating and implementing customary offenses in compliance with the Criminal Code? The method used in this research is normative legal research that focuses on library research with secondary data in the form of books, articles, research results, laws and regulations, and expert opinions relating to the Customary Village and its relation to the application of customary law. The results showed that the formulation of customary criminal law in the Criminal Code was conducted to provide more justice to the community and to respect the presence of living customary law. In the Criminal Code, customary criminal offenses are regulated slightly because they will be regulated in Regional Regulations. Second, the Customary Village must be actively involved in formulation of the customary criminal law. In its implementation, the Customary Village has a role in the enforcement of customary criminal law directly and indirectly.Keywords : The Customary Village, The Criminal Code, the customary criminal law.
Constitutional Design Of Village Head's Term Of Office After Constitutional Court Decision Chandra SY, Helmi
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 1 (2023): Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i1.1105

Abstract

Provisions regarding the tenure of the Village Head have been regulated in Article 39 of the Village Law which explains that the Village Head holds office for 6 (six) years. However, this provision was rejected by the Village Head and requested that the village head's term of office, which was originally 6 (six) years, be extended to 9 (nine) years. Even though there is a Constitutional Court decision Number 42/PUU-XIX/2021 which provides a constitutional interpretation in limiting the term of office for Village Heads. This type of research is legal research using statutory approach methods and conceptual approach methods. The results showed that the design for limiting the term of office for the Village Head in the Constitutional Court decision Number 42/PUU-XIX/2021 was carried out based on democratic principles and the spirit of limitation desired by the 1945 Constitution by following the example of the position of President and Regional Head. The impact of Limiting the Term of Office of the Village Head after the Constitutional Court Decision is to provide a Constitutional interpretation of the term of office for the Village Head, prevent abuse of authority and ensure leadership regeneration.

Page 1 of 1 | Total Record : 9