cover
Contact Name
Liantha Adam Nasution
Contact Email
el.ahli@stain-madina.ac.id
Phone
+6281360891493
Journal Mail Official
el.ahli@stain-madina.ac.id
Editorial Address
Jl. Prof. Dr. Andi Hakim Nasution, Panyabungan 22978 Kabupaten Madina Provinsi Sumatera Utara
Location
Kab. mandailing natal,
Sumatera utara
INDONESIA
El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam
ISSN : 27222241     EISSN : 2722225X     DOI : -
Jurnal El-Ahli adalah Jurnal Hukum Keluarga Islam yang diterbitkan oleh Program Studi Hukum Keluarga Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Mandailing Natal. Jurnal ini terbit secara berkala dua kali dalam satu tahun yakni bulan Juni dan bulan Desember. Fokus dari jurnal ini mengkaji penelitian dibidang pemikiran hukum islam dan hukukm keluarga islam, baik penelitian literasi ataupun penelitian lapangan. Cakupan kajian jurnal ini dalam bidang pemikiran islam dan pemikiran hukum islam yang berkaitan dengan keluarga, hak asasi manusia, pernikahan, talak cerai, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat dan shodaqoh.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 44 Documents
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP MUSTAHIK ZAKAT DALAM PEMBANGUN MASJID Mahmudin Hasibuan
El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 3 No. 2 (2022): Eh-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : P3M STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/el-ahli.v3i2.957

Abstract

Abstrak This study aims to determine the law of building a mosque with zakat in Islamic law. And to find out that the mosque is included in the mustahik zakat group according to Islamic law. This research was conducted by using the type of library research (Library Research) and paying attention to the field (Field Research). The results show that the law of building a mosque with zakat in Islamic law is one of the mistakes in the utilization of zakat. Because basically the purpose of zakat is to be able to provide and perpetuate the benefit for the whole community. So that it becomes a part of the empowerment of zakat in terms of maqhosid shari'ah. This is allowed by Dr. Yusuf Qordowi, because he belongs to another group of asnaf, namely the gorimin. And Wahbah Zuhaili stated that it should not be given to other than those mentioned in the letter at-Taubah verse 60. Because those who are entitled to receive zakat have been limited by the word innama (only). That the mosque belongs to the group of mustahik zakat according to Islamic law is the opinion of the Shia Imamiyah and Zaidiyah. Likewise, statements from Rasyid Rihdo and Mahmud Saltud that zakat may be distributed in the construction of mosques because it is for the benefit of the ummah. And Wahbah Zuhaili agrees with the majority of fiqh scholars saying that mosques are not included in the fisabillah group. Because sabilillah means jihad or fighting in the way of Allah. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hukum membangun Masjid dengan zakat dalam Hukum Islam. Dan untuk mengetahui Masjid termasuk golongan mustahik zakat menurut Hukum Islam. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian pustaka (Library Research) dan memperhatikan lapangan (Field Research).Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum membangun Masjid dengan zakat dalam hukum Islam adalah termasuk salah dalam pendayaguanaan zakat. Karena pada dasarnya tujuan zakat itu adalah dapat memberikan dan melanggengkan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat. Sehingga itu menjadi satu bagian dari pendayaguanaan zakat dilihat dari sisi maqhosid syari’ah. Hal tersebut dibolehkan oleh Dr. Yusuf Qordowi, karena termasuk dalam asnaf golongan lain yaitu gorimin. Dan Wahbah Zuhaili menyatakan tidak boleh diberikan kepada selain yang tersebut dalam surat at-Taubah ayat 60. Karena yang berhak menerima zakat itu telah dibatasi oleh Allah dengan kata innama (hanya). Bahwa Masjid termasuk golongan mustahik zakat menurut Hukum Islam adalah pendapat Syiah Imamiyah dan Zaidiyah. Begitu juga pernyataan dari Rasyid Rihdo dan Mahmud Saltud bahwa zakat boleh disalurkan dalam pembangunan Masjid karena hal tersebut untuk kemsalahatan ummat. Dan Wahbah Zuhaili sependapat dengan jumhur ulama fikih mengatakan bahwa masjid bukanlah termasuk dalam golongan fisabillah. Sebab sabilillah bermakna jihad atau berperang di jalan Allah.
PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF MAQASHID SYARIAH AL-SYATIBI Tanuri
El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 3 No. 2 (2022): Eh-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : P3M STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/el-ahli.v3i2.958

Abstract

Abstract We did this research when there was a lot of news on television and social media along with the pros and cons. A pro foothold is for humanitarian and human rights reasons and does not make a problem with different religions as long as the family is harmonious and happy. Meanwhile, the cons are because of positive legal reasons in Indonesia which prohibit it and from a fiqh perspective the marriage is not valid. The purpose of this study is to find out how Maqashid al-Syariah views interfaith marriage, and the extent of its effects. The method used is descriptive analytic by examining normative law or positive law in Indonesia by comparing it to the Compilation of Islamic Law (KHI) conceptually, and looking at the problems that occur. The results of this study are that interfaith marriages bring more harm than good. Marriage, which is supposed to foster domestic harmony, is actually in many cases divorced due to disputes ranging from children's rights to choose their religion to inheritance issues. The conclusion of this study according to positive law in Indonesia is that it prohibits interfaith marriages and in fiqh it is also haram. Meanwhile, Maqashid al-Shariah as the goal of the Shari'a exists, viewing the bad as far more than the good. Abstrak Penelitian ini kami lakukan ketika ramai beritanya di televisi maupun media sosial berikut dengan pro dan kontranya. Pijakan yang pro adalah karena alasan kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (HAM) dan tidak mempermasalahkan beda agama selama keluarga tersebut harmonis dan bahagia. Sementara yang kontra adalah karena alasan hukum posistif di Indonesia yang melarangnya dan secara fikih pernikahan itu tidaklah sah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana Maqashid al-Syariah memandang pernikahan beda agama ini, dan sejauh mana efek yang ditimbulkannya. Metode yang digunakan adalah desrikptif analitik dengan mengkaji hukum normatif atau hukum positif di Indonesia dengan membandingkannya terhadap Kompilasi Hukum Islam (KHI) secara konseptual, dan melihat masalah-masalah yang terjadi. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pernikahan beda agama lebih banyak mendatangkan keburukan daripada kebaikan. Pernikahan yang seyogyanya untuk membina keharmonisan rumah tangga, justru dalam banyak kasus banyak yang dijumpai bercerai karena perselisihan dari mulai hak anak untuk memilih agama yang dianutnya sampai pada persoalan warisan. Kesimpulan dari penelitian ini menurut hukum positif di Indonesia yaitu melarang perkawinan beda agama ini dan secara fikih juga adalah haram. Sedangkan Maqashid al Syariah sebagai tujuan syariat itu ada, memandang keburukan jauh lebih banyak daripada kebaikannya.
ANALISIS TENTANG PERATURAN MASA IDDAH BAGI LAKI-LAKI DALAM COUNTER LEGAL DRAFT KOMPILASI HUKUM ISLAM (CLD-KHI) PASAL 8 AYAT 1 PRESFEKTIF FIQIIH ISLAM Ahmad Yajid Baidowi
El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 3 No. 2 (2022): Eh-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : P3M STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/el-ahli.v3i2.959

Abstract

Iddah adalah massa atau waktu menunggu bagi mantan istri yang telah diceraikan oleh mantan suaminya, baik itu karena talak atau diceraikannya, Massa iddah berlaku bagi wanita yang telah di cerai ataupun karena suaminya meninggal dunia yang pada waktu tunggu itu mantan istri belum boleh melangsungkan pernikahan kembali dengan laki-laki lain, perkembangan zaman yang terus berkembang dan ilmu pengetahuanpun begitu pesat perkembangannya, ternyata dewasa ini timbul suatu pemikiran yang dapat dikatakan baru, yaitu perlunya ada idah bagi laki-laki, hal ini lahir karena tujuan demi keadilan. Idah bagi laki-laki yang dalam CLD-KHI diatur dalam pasal 88 yang dalam peraturan mengenai idah dijelaskan bahwasanya bagi suami atau istri yang yang perkawinannya telah dinyatakan putus oleh pengadilan agama berlaku masa transisi atau iddah. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana peraturan tentang massa iddah bagi laki-laki yang telah tercantum dalam pasl 88 CLD-KHI dilihat dari bagaimana peraturan tersebut bisa di buat dan dengan latar belakang apa di ciptakanya peraturan tersebut yang kemudian di sambungkan sudut pandang hukum fiqih islam, bagaimana peran hukum fiqih menghantarkan peraturan tersebut sehingga peraturan tersebut dianggap dapat diberlakukan di indonesia, dengan metode studi pustaka atau melihat kitab-kitab yang dijadikan pedoman dalam hukum islam serta pendapat para ulama yang telah mashur dikalangan masyarakat. Kata Kunci ; Iddah, Fiqih Islam
AKAD HUTANG PIUTANG PETANI PADI DENGAN PEMILIK PABRIK PENGGILING PADA MASYARAKAT PANYABUNGAN TONGA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM Dedisyah Putra
El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 3 No. 2 (2022): Eh-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : P3M STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/el-ahli.v3i2.961

Abstract

Abstract The debt-receivable agreement which was originally just a muamalah relationship as usually social creatures and not accompanied by a specific intention or purpose turned out to be a business arena for people who have money to get abundant rice to be stored and when the price has gone up and the harvest season finished, the new rice is sold at a higher price. The study will discuss the implementation of debt-receivable contracts in Panyabungan Tonga Village, Panyabungan District, Mandailing Natal Regency to clearly know the legal perspective of Islamic law. This research is qualitative with the type of field research. The results of the study illustrate that in the loan agreement the farmer borrows money from the factory owner to work on the fields, the money will be paid with quintals of rice in the harvest season equivalent to 600 thousand cash which is determined by the price by the factory owner. Then if the farmer cannot repay the debt at maturity (harvest), then the farmer must return the debt with an additional 20% at the next harvest, but if the next harvest the farmer still cannot repay the debt, the farmer must add another 20% of the loan principal. so the number is 40%, and so on and of course this practice is not in accordance with Islamic law. Keywords: Rice Farmers, Accounts Receivable, Milling Factory Abstrak Perjanjian hutang-piutang yang semula hanya sekedar mengadakan hubungan muamalah sebagaimana lazimnya makhluk sosial dan tidak disertai dengan niat atau maksud tertentu ternyata berubah menjadi ajang bisnis bagi orang-orang yang memiliki uang guna mendapatkan padi yang melimpah untuk disimpan dan apabila harganya sudah naik dan musim panen telah usai, padi tersebut baru dijual dengan harga yang lebih tinggi. Penelitian akan membahas pelaksanaan akad hutang-piutang di Desa Panyabungan Tonga Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal untuk diketahui secara jelas hukumnya perspektif hukum Islam. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan jenis penelitian lapangan. Hasil dari penelitian menggambarkan bahwa dalam perjanjian hutang-piutang petani meminjam uang kepada pemilik pabrik untuk menggarap sawah, uang tersebut akan dibayar dengan padi kwintal pada musim panen setara dengan uang 600 ribu yang ditentukan harganya oleh pemilik pabrik. Kemudian apabila petani tidak bisa mengembalikan hutangnya pada saat jatuh tempo (panen), maka petani harus mengembalikan hutangnya dengan tambahan 20% pada panen berikutnya, namun apabila panen berikutnya petani masih belum bisa mengembalikan hutangnya, maka petani harus menambah 20% lagi dari pokok pinjaman, jadi jumlahnya 40%, begitu seterusnya dan tentu praktik seperti ini belum sesuai dengan hukum Islam. Kata Kuci: Petani Padi, Hutang-piutang, pabrik penggilingan
EKSISTENSI WALI DALAM AKAD PERNIKAHAN PERSPEKTIF TEORI DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN Ah. Soni Irawan
El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 3 No. 2 (2022): Eh-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : P3M STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/el-ahli.v3i2.968

Abstract

Eksistensi wali dalam akad pernikahan sampai saat ini masih menjadi perdebatan diantara fuqoha’, sebab tidak ada ayat al-Quran yang jelas secara ibarat al-nash menghendaki adanya wali dalam akad pernikahan. Jumhur ulama berpendapat bahwa keberadaan wali nikah merupakan syarat dan rukun sahnya suatu akad pernikahan, akibatnya perempuan tidak boleh dan tidak sah secara hukum apabila menikahkan dirinya sendiri tanpa restu walinya meskipun ia telah dewasa. Sedangkan menurut madzhab Imam Abu Hanifah perempuan yang sudah dewasa boleh dan sah menikahkan dirinya sendiri tanpa harus izin walinya, selama perempuan tersebut menikah dengan pasangan yang sekufu, bahkan menurutnya kehadiran wali dalam proses akad nikah sebatas pada hukum mustahab (disenangi), sehingga keberadaan wali tidak berpengaruh pada keabsahan akad nikah. Masing-masing pandangan yang dikemukakan oleh keduanya berdasar, baik secara ijtihad ushul linguistik (qat’iyyah dilalah) maupun rasional (al-qat al-mantiqi). Menghadapi problematika hukum yang masih diperdebatkan tersebut, penulis mencoba untuk mensinergikan antara dalil naqli dan dalil aqli serta memahami keaslian historis (qat’iyyah al-tsubut) kemudian dikontekstualisasikan dengan kondisi saat ini, sehingga kajian pembahasanya lebih komperhensif (holistik), tidak lagi atomistik (hanya sebatas pendapat satu atau dua ulama madzhab). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan eksistensi wali nikah dalam proses akad nikah dengan tinjauan teori double movement (gerak ganda), sebagai langkah upaya untuk mendorong umat Islam agar mendayagunakan pemikiran akalnya (ra’yu), penalaran analogis (qiyas), serta penalaran hukum (ijtihad) dalam rangka menelaah kembali hadis nabi tentang keberadaan wali dalam akad pernikahan yang menjadi perdebatan di kalangan ahli fikih untuk dikontekstualisasikan sesuai dengan situasi dan kondisi sosial saat ini.
KOMBINASI HUKUM ISLAM DAN NEGARA MENJADI PELINDUNG KORBAN DALAM MENYIKAPI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) Muhammad Hilmi Ajjahidi
El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 3 No. 2 (2022): Eh-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : P3M STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/el-ahli.v3i2.975

Abstract

The family is an important instrument in the life of every human being. But not infrequently also in going out will not always go smoothly, often there will be a fight that can sometimes lead to domestic violence. Domestic violence is a form of criminal offense because it causes harm both physically and psychologically to the victim who experiences it. And the motives that result in domestic violence vary, including due to economic problems, uneventful communication between husband and wife which results in disharmony in the family and so on. In this case, Islam and the state provide ways and guidance in carrying out life in the household, when domestic violence occurs, Islam provides protection in its teachings and the state also provides guidance and protection in its laws. This study uses normative juridical research, where the method examines laws that rely on library materials or secondary data, and the data collection techniques use library research by studying a number of laws and regulations, books and literature that are related to the theme of this article.
KONSEP KELUARGA SAKINAH PASANGAN TIDAK MEMILIKI KETURUNAN DI KOTA LANGSA ACEH Rasyidin; Putri Indah lestari
El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 3 No. 2 (2022): Eh-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : P3M STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/el-ahli.v3i2.983

Abstract

This paper focuses on the concept of the sakinah family of couples who do not have children. Domestic life is not from conflicts that arise to differences of opinion between husband and wife, but the most important thing is how to keep the family intact. The different problems that occur are also different ways to solve them, some end in divorce, some lead to harmony. A marriage that is not blessed with offspring does not mean unhappy they are also happy in their own way. As for the formulation of the problem that the author sets, how is the concept of a family without children in building a family, and what are the challenges for couples who do not have children in building a sakinah family? The author uses the type of field research ( field research). The descriptive approach to empirical analysis. The result of this paper is that in building a sakinah family, couples who do not have children have a variety of ways to do it but still have one goal, namely to build a sakinah family. According to them, the concept of a sakinah family is a family based on religion, loving each other, loving each other, trusting each, consulting each if there are problems, and solving them as well as possible so that marriage remains intact. In dealing with problems, there are various ways of solving them but still ending with happiness, because many are not happy because of problems in the household.
PENERAPAN KEWARISAN ISLAM DALAM SEJARAH, HUKUM DAN ASAS-ASASNYA Amhar Maulana Harahap; Junda Harahap
El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 3 No. 2 (2022): Eh-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : P3M STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/el-ahli.v3i2.998

Abstract

This study discusses Islamic inheritance and matters related to its application. In Islamic teachings, the issue of inheritance occupies a very important role. In some Muslim societies conflicts often arise between fellow heirs regarding the distribution of inheritance. Therefore it is very necessary for the Muslim community to know the problem of inheritance in Islam. Research is a literature study. In collecting data, the authors conducted a search of a number of books, books and articles and other scientific works. The results of the study explain that Islamic inheritance begins with a long history in practice starting from pre-Islam and the revelation of the Qur'an. In the application of Islamic inheritance, it must be known starting from the law, propositions, principles and other related matters such as pillars, conditions, causes, and barriers. Abstrak Penelitian ini membahas tentang kewarisan Islam serta hal-hal yang terkait dengan penerapannya. Dalam ajaran Islam masalah kewarisan menduduki peran yang sangat penting. Pada sebagian masyarakat muslim sering muncul konflik antar sesama ahli waris terkait pembagian warisan. Oleh karena itu sangat perlu bagi masyarakat muslim mengetahui masalah kewarisan dalam Islam. Penelitian merupakan studi pustaka. Dalam mengumpulkan data-data, maka penulis melakukan penelusuran sejumlah kitab, buku dan artikel serta karya ilmiah lainnya. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kewarisan Islam diawali dengan sejarah panjang dalam praktiknya mulai dari pra-Islam dan turunnya Alqu’ran. Dalam penerapan kewarisan Islam harus diketahui mulai dari hukum, dalil, asas serta hal terkait lainnya seperti rukun, syarat, sebab, dan penghalang. Kata Kuci: Kewarisan Islam, Asas, Rukun, Syarat, Sebab
Pemanfaatan Harta Wakaf Perspektif Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq Study Kasus Yayasan Tabung Wakaf Umat Pekanbaru Mawardi Mawardi
El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 4 No. 1 (2023): Eh-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : P3M STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/el-ahli.v4i1.1156

Abstract

ABSTRACT. Allah established the existence of waqf and recommended it and made it an act of worship that can be practiced to draw closer to Him. In the book of fiqh sunnah, Sheikh Sayyid Sabiq argues that something that has been donated by someone, then the object may not be sold, donated, inherited, and other treatments that eliminate the waqf. When the person who is waqf dies, the law of ownership of the waqf object changes its status to Allah SWT. And if the waqf property is damaged or has lost its function, a replacement for the waqf will apply. In this study, the authors found that there was an excess of waqf proceeds allocated for the maintenance of managed waqf assets, YTWU also adheres to fiqh istibdal waqf, which means that the replacement of waqf assets is allowed if necessary and only for the benefit of the benefit. ABSTRAK. Allah menetapkan adanya wakaf dan menganjurkannya serta menjadikannya sebagai amal ibadah yang dapat diamalkan untuk mendekatkan diri kepadanya-Nya. Di dalam kitab fiqih sunnah Syeikh Sayyid Sabiq berpendapat bahwa sesuatu yang telah diwakafkan seseorang, maka benda tersebut tidak boleh dijual, dihibahkan, diwariskan, dan perlakuan lain yang menghilangkan kewakafannya. Bila orang yang berwakaf meninggal, maka hukum kepemilikan benda wakaf berpindah status menjadi milik Allah SWT. Dan jika harta yang diwakafkan rusak atau telah hilang fungsinya maka akan belaku penggantian wakaf. Dalam penelitian ini, penulis menemukan adanya kelebihan hasil wakaf yang dialokasikan untuk maintenance harta benda wakaf yang dikelola, YTWU juga menganut fiqh istibdal wakaf, yang artinya penggantian harta wakaf diperbolehkan jika diperlukan dan hanya untuk kepentingan kemaslahatan saja.
A CHARACTERISTICS OF USHUL FIQH IMAM SHAFI'I THOUGHT IN THE BOOK OF AR TREATISE: KARAKTERISTIK PEMIKIRAN USHUL FIKIH IMAM SYAFI’I DALAM KITAB AR RISALAH Nailur Rahmi
El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 4 No. 1 (2023): Eh-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : P3M STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/el-ahli.v4i1.1163

Abstract

Pemikiran Imam Syafi’i tentang ushul fikih dapat ditelusuri melalui kitabnya Ar-Risalah. Kebanyakan pendapat menyatakan Imam Syafi’i merupakan peletak dasar ushul fikih yang pertama, meskipun ada juga pendapat yang menyatakan ada ulama sebelum Imam Syafi’i yang lebih awal menulis tentang ushul fikih. Pada tulisan ini penulis meneliti tentang bagaimana karakteristik pemikiran Imam Syafi’i tentang ushul fikih. Tujuan penelitian ini untuk mengungkapkan karakteristik pemikiran Imam Syafi’i tentang ushul fikih. Penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu studi yang mempelajari berbagai buku referensi serta hasil penelitian sebelumnya yang berguna untuk mendapatkan landasan teori tentang masalah yang diteliti. Sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder, yaitu kitab Ar-Risalah karya Imam Syafi’i dan buku-buku pendukung serta jurnal yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Setelah data terkumpul selanjutnya diolah sehingga dibuat kesimpulan dari data tersebut. Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa, pemikiran Imam Syafi’i tentang ushul fikih memiliki ciri khas tersendiri. Dari segi pembahasannya belum sistematis sebagaimana dalam kitab-kitab ushul fikih modern saat ini. Di antara pemikirannya adalah tentang istihsan, Imam Syafi’i tidak ada menyatakan penolakan terhadap istihsan, hanya ada sebagian kecil dari istihsan yang ditolak. Selanjutnya tentang nasakh, Al-qur’an tidak bisa dinasakh oleh hadis dan hadis tidak bisa dinasakh oleh hadis yang lebih rendah tingkatannya. Kemudia tentang Qaul Sahabi, Imam Syafi’i hanya menggunakan pendapat sahabat yang mendekati nash. Terakhir masalah pemahaman terhadap ijtihad, menurut Imam Syafi’i ijtihad itu adalah qiyas, hanya merupakan dua istilah yang memiliki makna yang sama.