cover
Contact Name
Muhammad Ridwan
Contact Email
muhammadridwanjlegong@gmail.com
Phone
+62282-695415
Journal Mail Official
jurnalalmunqidz2@gmail.com
Editorial Address
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IAIIG Cilacap IAIIG Cilacap Jl. Kemerdekaan Barat No.17 Kesugihan Cilacap Kode Pos 53274
Location
Kab. cilacap,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Kajian Keislaman
ISSN : 23020547     EISSN : 27158462     DOI : https://doi.org/10.52802/amk.v8i3
Al-Munqidz : Jurnal Kajian Keislaman dengan nomor terdaftar ISSN 2715-8462 (online), ISSN 2302-0547 (cetak) adalah jurnal yang berisi artikel penelitian tentang Kajian Keislaman yang dilakukan oleh dosen, peneliti dan praktisi yang berhubungan dengan pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi. Jurnal Al-Munqidz : Jurnal Kajian Keislaman merupakan jurnal yang dikelola oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Calacap. Fokus dan ruang lingkup penerimaan artikel pada Jurnal Al-Munqidz : Jurnal ini membahas tentang semua kajian terkait ke Islaman Jurnal Al-Munqidz : Jurnal Kajian Keislaman, dalam setahun terbit tiga kali pada bulan Januari, Mei dan September
Articles 49 Documents
ANALISIS PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (Kasus Implementasi Program SPP PNPM MP Desa Glempang Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap) Nani Kurniasih
Al-Munqidz : Jurnal Kajian Keislaman Vol 2, No 2 (2013): Kajian KeIslaman
Publisher : Institut Agama Islam Imam Ghozali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52802/amk.v2i2.37

Abstract

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) merupakan bagian dari upaya pengentasan kemiskinan. Keberhasilan implementasi program di antaranya ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan mencapai tujuan yang diharapkan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan pokok yaitu “Bagaimana keberhasilan pelaksanaan program SPP di Desa Glempang Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap?. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menjelaskan ketercapaian program pada tujuan pengentasan kemiskinan melalui peningkatan pendapatan, dan tabungan masyarakat miskin khususnya anggota kelompok SPP. Penelitian ini menggunakan pendekatan dan metode kuantitatif dalam bentuk deskriptif-kuantitatif. Data dan informasi diperoleh dengan teknik wawancara, kuisioner, dan dengan mempelajari dokumen- dokumen yang relevan. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan anggota SPP di Desa Glempang mengalami perkembangan kearah positif. Hal ini ditandai dengan tingkat pendapatan dan tabungan yang meningkat. Berdasarkan data dan analisis hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa implementasi program SPP di lokasi penelitian sudah mencapai keberhasilan sebagaimana yang diharapkan. Kegiatan program SPP banyak membantu anggotanya dalam meningkatkan perekonomiannya.
URGENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM MENJAGA NKRI Mukhamad, Himawan
Al-Munqidz : Jurnal Kajian Keislaman Vol 8, No 2: Juli (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Imam Ghozali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52802/amk.v8i2.248

Abstract

Multicultural education is the process of developing all human potential that respects their plurality and heterogeneity as a consequence of cultural, ethnic, ethnic, and religious (religious) diversity. Multicultural education emphasizes a philosophy of cultural pluralism into the education system based on the principles of equality, mutual respect and acceptance as well as understanding and a moral commitment to social justice. Multicultural education begins with the development of ideas and awareness about interculturalism after World War II.The emergence of interculturalism ideas and awareness is not only related to the development of international politics regarding human rights, independence from colonialism, racial discrimination, etc., also because of the increasing plurality in Western countries themselves as a result of increased migration from newly independent countries to America and Europe. Multicultural education is actually a caring attitude and want to understand (difference) or politics of recognition of political recognition of people from minority groups. Multicultural education looks at society more broadly. Based on the basic view that indifference and non-recognition are not only rooted in racial structural inequality, but the multicultural education paradigm includes subjects regarding injustice, poverty, oppression, and underdevelopment of minority groups in various fields: social, cultural, economic, education , and so forth.The purpose of Islamic education is not limited to filling students' minds with science and subject matter, but to cleanse their souls which must be filled with good character and values and be conditioned so that they can live their lives well. This is in accordance with the objectives of multicultural education, which is to create a harmonious life in a pluralistic society. As a country with a very diverse cultural, ethnic, linguistic andreligious background, Indonesia needs a strategic approach and instrument that can be used as a national movement to realize the unity, unity and integrity of the nation in order to become a sovereign and dignified nation. One of the instruments of its approach is through multicultural education.Multicultural education is a progressive approach to transforming education that holistically provides criticism and shows weaknesses, failures and discrimination in education. Multicultural education as an instrument of social engineering encourages schools to play a role in instilling awareness in multicultural societies and develop tolerance and tolerance to realize the needs and abilities to work with all the differences that exist.The practice of multicultural education in Indonesia can be implemented flexibly, not necessarily in the form of separate or monolithic subjects. The implementation of multicultural education is based on five dimensions: (1) content integration, (2) the process of compiling knowledge, (3) reducing prejudice, (4) equal pedagogy, and (5) school culture and empowering school structures.
AJARAN TASAWUF ABU YAZID AL-BUSTHAMI Zulfahani Zulfahani; Ahmad Mukhlasin
Al-Munqidz : Jurnal Kajian Keislaman Vol 8, No 1: Januari (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Imam Ghozali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52802/amk.v8i1.179

Abstract

Lintasan sejarah Islam yang berakar pada tradisi asketisme tidak bisa dipisahkan dengan ajaran yang disebut tasawuf. Terlepas dari pembagian aliran tasawuf yang dikemukakan oleh Goldziher, tidak bisa disangkali bahwa Nabi dan para sahabatnya telah sedari awal kelahiran Islam mencontohkan sebuah gaya hidup dan perilaku zuhud. kezuhudan atau asketisme adalah hikmah pemahaman yang membuat para penganutnya mempunyai pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi, di mana mereka tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan dunia itu tidak menguasai kecenderungan kalbu mereka, serta tidak membuat mereka mengingkari Tuhannya.Para asketis (zahid) dalam masyarakat Islam awal di kehidupan sehari-harinya adalah orang-orang yang bekerja, memiliki jabatan dalam pemerintahan, memiliki usaha, bahkan terkadang merupakan orang kaya. Ajaran asketisme ini pada gilirannya berkembang menjadi ajaran-ajaran yang dirumuskan dalam teori-teori dan masyarakat muslim mulai mengenal nama tasawuf yang dimaknai sebagai moralitas-moralitas berdasarkan Islam. Tapi meskipun begitu sekurang-kurangnya pada akhir abad ketiga Hijriah kita bisa melihat peralihan konkrit pada asketisme Islam, dan para asketis (zâhid) pada masa itu tidak lagi dikenal dengan gelar ‘az-zâhid’ tapi sudah dikenal dengan gelar ‘ash-shûfi’. Mereka pun cenderung membicarakan konsep-konsep yang tidak dikenal di masa sebelumnya, seperti tentang moral, jiwa, tingkah laku, pembatasan arah yang harus ditempuh seorang sâlik, maqamât, hâl, makrifat dan metode-metodenya, tauhid, fanâ`, baqâ`, ittihâd, dan hulûl. Bukan hanya istilah-istilah tasawuf baru yang diperkenal pada fase perkembangan ini, namun para sufi juga menyusun prinsip-prinsip teoritis dari semua konsepnya itu.Abu Yazid al-Busthami adalah seorang sufi yang menghadirkan konsep baru di tengah khazanah sufisme dan mistisme Islam, yaitu ajaran fanâ`, baqâ`, dan ittihâd. Ia juga menjadi tokoh pembatas antara masa asketisme (kezuhudan) dan masa tasawuf teoritis (mistisme). Konsep ajaran fanâ` adalah keadaan lenyapnya kesadaran seorang sufi akan dirinya sendiri dan alam sekitarnya yang diperoleh dengan jalan membersihkan diri dari akhlak-akhlak tercela dan syahwat-syahwat dunia. Setelah mencapai fase fanâ` seorang sufi akan tiba di kekekalan sifat-sifat ketuhanan atau disebut baqâ`.
MENDIDIK ANAK PADA FASE TA’SIS DENGAN MENGAJAK BERCANDA DAN MEMANGGILNYA PENUH KASIH SAYANG MENURUT HADITS Nasrul Umam; Masruri Masruri
Al-Munqidz : Jurnal Kajian Keislaman Vol 8, No 3: September (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Imam Ghozali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52802/amk.v8i3.268

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hadits tentang mengajak bercanda dan memanggilnya dengan penuh kasih sayang dapat dijadikan sebagai hujjah dalam pendidikan Islam. Penelitian ini termasuk penelitian hadits dengan merujuk kepada kitab-kitab hadits. Peneliti terlebih dahulu melakukan takhrij hadits untuk mengetahui sumber hadits tersebut tertulis. Kemudian dilakukan kritik terhadap sanad dan matan hadits untuk mengetahui derajat hadits dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hasil penelitian menunjukkan, a) hadits ini tertulis pada kitab Sunan Abi Dawud, Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Jami’ Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah; b) dari segi kuantitas tergolong hadits gharib mutlaq karena salah satu tabaqah sanad terdapat satu orang perawi hadits; c) dari segi kualitas tergolong hadits hasan li dzatihi karena memenuhi kriteria-kriterianya; d) hadits ini dapat dijadikan sebagai hujjah dalam pengambilan dasar hukum Islam.
GUGATAN CLASS ACTION DITINJAU DARI HUKUM ISLAM Adhim, Fathul
Al-Munqidz : Jurnal Kajian Keislaman Vol 5, No 1 (2018)
Publisher : Institut Agama Islam Imam Ghozali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52802/amk.v5i1.49

Abstract

Negara Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang aman, tentram, tertib dan sejahtera. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa apabila terjadi berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat, maka mereka berhak mengajukan gugatan perwakilan (class action). Hukum Islam mengenal istilah al-Wakālah yang berarti pelimpahan kekuasaan oleh orang yang bersangkutan kepada orang lain dalam hal yang dapat diwakilkan. Sedangkan gugatan perwakilan (class action) merupakan gugatan hukum yang diajukan oleh sekelompok orang untuk kepentingan mereka yang dirugikan atau untuk kepentingan orang lain dengan menunjukalah seorang di antara mereka sebagai perwakilan, dengan keluhan dan penderitaan yang sama. Pada prinsipnya, gugatan perwakilan (class action) tidak bertentangan dengan hukum Islam atau al-Wakālah, karena gugatan tersebut adalah usaha untuk memperjuangkan hak individu dan kepentingan bersama. Class action merupakan bentuk tolong- menolong kepada masyarakat dan mencegah serta menuntut pihak yang membuat kerusakan (misal: akibat pencemaran lingkungan) yang telah merugikan masyarakat. Hal ini sangat relevan dengan ketentuan hukum Islam yang melarang manusia untuk berbuat kerusakan dan kemudaratan di muka bumi. Dengan cara gugatan perwakilan (class action) merupakan cara yang tepat untuk mencapai kemaslahatan manusia dari pencemaran dan perusakan lingkungan.Kata kunci: Class action, al- Wakālah, hukum Islam
WALISONGO SEBAGAI FAKTA SEJARAH ISLAM NUSANTARA Akhmad, Fandi
Al-Munqidz : Jurnal Kajian Keislaman Vol 8, No 2: Juli (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Imam Ghozali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52802/amk.v8i2.253

Abstract

Preaching is the duty of every Muslim in accordance with the words of the Prophet Muhammad, "Ballighu‘ anni though ayatan "which means to convey what comes from me even though one verse. That is why, no matter whether Muslims are traders, artisans, farmers, fishermen and so on, they have the primary obligation to convey the truth of Islam to anyone and anywhere.The teachings of Islam began to develop very rapidly and were accepted by the community because its teachings were easy to understand and very easy to understand. Certainly not a very easy thing, the spread of Islam through trade, education and culture requires a long time to be accepted in society.For the Indonesian Muslim community, the name walisongo has a special meaning which is then connected with the presence of sacred figures in Java, who played an important role in the spread and development of Islam in the 15th and 16th centuries AD.The existence of the Wali Songo figure as a spiritual teacher who is loaded with mystical matters, which is covered by an adidunia, is more prioritized than anything else because the Da'wah concept applied by Wali Songo prioritizes the teachings of Sufism.His story is quite interesting and alluring and a lot of lessons learned in the struggle for the Islamic religion. As well as being a matter of pride. Its presence is able to be accepted by the people from the king to the middle to lower classes.
MENGENAL SISTEM WAKTU UNTUK KEPENTINGAN IBADAH Misbah Khusurur
Al-Munqidz : Jurnal Kajian Keislaman Vol 2, No 2 (2013): Kajian KeIslaman
Publisher : Institut Agama Islam Imam Ghozali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52802/amk.v2i2.33

Abstract

Adanya perbedaan siang dan malam secara beraturan akibat rotasi di bumi mengakibatkan perbedaan waktu di daerah-daerah di bumi. Daerah yang terlebih dahulu menghadap ke arah matahari waktunya lebih dahulu dari daerah sebelah baratnya. 1 Misalnya, apabila Semarang masuk waktu maghrib maka pada saat itu Lampung belum tiba waktu maghrib, karena Lampung tempatnya lebih Barat daripada Semarang. Demikian juga ketika Lampung sedang terbit matahari maka di Semarang terbit matahari sudah berlalu. Perbedaan waktu tersebut adalah sebesar 1 jam untuk setiap perbedaan 15 derajat bujur, atau 4 menit untuk setiap 1 derajat bujur. Perhitungan ini diperoleh dari waktu yang diperlukan untuk satu kali putaran penuh (360 derajat) selama 24 jam. Tulisan ini akan menjelaskan tentang equation of time, mean time, universal time/greenwich mean time, dan local mean time yang akan sangat penting untuk kepentingan ibadah, terutama untuk pembuatan jadwal shalat shalat.
PELAKSANAAN SHALAT DHUHA DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA KELAS 3 MADRASAH IBTIDAIYAH MA’ARIF NU AJIBARANG WETAN Rosad, Wahyu Sabilar
Al-Munqidz : Jurnal Kajian Keislaman Vol 8, No 1: Januari (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Imam Ghozali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52802/amk.v8i1.195

Abstract

Spiritual intelligence in the world of education has reached a very influential level, because through education students are guided directly and directed towards the goal of developing spiritual intelligence from school efforts such as teaching and learning, school culture, and through various activities outside of learning. The purpose of this research is to find out how the implementation of Dhuha prayer in improving the spiritual intelligence of students in Madrasah Ibtidaiyah especially in class 3. The study was conducted using a descriptive qualitative approach, the setting of this research is in MI Ma'arif NU Ajibarang Wetan Banyumas district in 2020. The subject of this study is a grade 3 teacher. Research data were obtained through observation, interviews, and documentation. The results of research that researchers have obtained is the implementation of Duha prayer to achieve spiritual intelligence optimally. At MI Ma'arif NU Ajibarang Wetan made efforts from various methods, such as exemplary methods, habituation, advice, motivation and so on. In an effort through the implementation of this Dhuha prayer students have experienced a very good change.
INTEGRASI IMTAQ DAN IPTEK DALAM PENDIDIKAN Imam Hidayat
Al-Munqidz : Jurnal Kajian Keislaman Vol 5, No 1 (2018)
Publisher : Institut Agama Islam Imam Ghozali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52802/amk.v5i1.161

Abstract

Pengetahuan umum dan pengetahuan agama adalah dua poin utama sains yang saling mendukung untuk menciptakan generasi yang unggul. Maka pendekatan integrasi ilmu agama dengan ilmu umum menjadi salah satu solusi dan itu penting dilakukan. Dengan pendekatan integrasi tersebut dapat dipahami bahwa antara pendidikan agama Islam dengan ilmu umum pada dasarnya adalah satu atau terikat oleh iman dan tauhid sehingga peserta didik memiliki kepribadian yang beriman dan bertakwa (IMTAQ) serta menguasai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (ILMU dan teknologi). Dan pada akhirnya akan menciptakan keseimbangan antara kebutuhan dunia pendidikan dan akhirat.