cover
Contact Name
Locus Media Publishing
Contact Email
locusmediapublishing@gmail.com
Phone
+6281360611911
Journal Mail Official
support@jurnal.locusmedia.id
Editorial Address
Jalan Sunggal, Komplek Sunggal Mas No.A-9. Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia, 20127.
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum
ISSN : -     EISSN : 28099265     DOI : -
Core Subject : Education, Social,
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum merupakan sebuah portal jurnal yang didedikasikan untuk publikasi hasil penelitian yang berkualitas tinggi dalam rumpun ilmu hukum. Semua publikasi dijurnal ini bersifat terbuka untuk umum yang memungkinkan artikel jurnal tersedia secara online. Jurnal Konsep Ilmu Hukum menerbitkan penelitian akademik interdisipliner yang menguji atau mengembangkan teori ilmiah hukum atau sosial tertentu tentang hukum dan lembaga hukum, termasuk pengajuan singkat yang mengkritik atau memperluas artikel yang diterbitkan dalam edisi sebelumnya. Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum menekankan pendekatan ilmu hukum, ilmu sosial, ilmu ekonomi, ilmu politik, dan lainnya, tetapi juga menerbitkan karya sejarawan, filsafat, dan orang lain yang tertarik pada perkembangan ilmu hukum.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 28 Documents
Search results for , issue "Vol 2 No 1 (2022): April" : 28 Documents clear
Pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 30/PUU-XVI/2018 Dan Putusan Mahkamah Agung No. 65P/HUM/2018 Terhadap Syarat Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia J. Putra Ginting; Faisal Akbar Nasution; Mirza Nasution; Edy Ikhsan
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Munculnya 2 (dua) keputusan lembaga peradilan di atas terhadap pasal yang sama tentunya menjadikan penerapan Pasal 182 huruf l Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum terkait syarat seseorang untuk melakukan pendaftaran bakal calon DPD berbeda dan kecenderungannya terjadi kontradiktif. Oleh karenanya, perlu dilihat maksud dan tujuan masing-masing putusan lembaga peradilan tersebut. Oleh karena itu, perlu dikaji pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 30/PUU-XVI/2018 dan Putusan Mahkamah Agung No. 65P/HUM/2018 terhadap syarat pencalonan anggota DPD RI di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 30/PUU-XVI/2018 terhadap proses rekrutmen bakal calon DPD ialah dimana persyaratan bakal calon DPD bertambah dimana pengurus (fungsionaris) partai politik tidak dibenarkan mencalonkan diri sebagai bakal calon DPD namun dikarenakan keberlakuannya tidak berlaku surut maka putusan tersebut dan aturan yang mengimplementasikan putusan tersebut tidak berlaku bagi para bakal calon yang pendaftarannya tanggal 26 Maret sampai 11 Juli 2018 dan Pengumuman/Pemberitahuan Hasil Verifikasi tanggal 19 Juli 2018. Artinya, putusan atau aturan tidak boleh berlaku surut dimana hal tersebut juga sesuai dengan putusan Mahkamah Agung No. 65P/HUM/2018. Kata kunci: Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi. Abstract The emergence of the 2 (two) decisions of the judiciary above on the same article certainly makes the application of Article 182 letter l of Law no. 7 of 2017 concerning General Elections regarding the requirements for someone to register for DPD candidates are different and tend to be contradictory. Therefore, it is necessary to look at the intent and purpose of each of these judicial decisions. Therefore, it is necessary to study the effect of the Constitutional Court Decision No. 30/PUU-XVI/2018 and Supreme Court Decision No. 65P/HUM/2018 on the requirements for the nomination of DPD RI members in Indonesia. Based on the results of the study, the effect of the Constitutional Court Decision No. 30/PUU-XVI/2018 regarding the recruitment process for DPD candidates is where the requirements for DPD candidates are increased where political party administrators (functionaries) are not allowed to nominate themselves as DPD candidates, but due to the fact that it does not apply retroactively, the decision and the rules that implement the decision does not apply to prospective candidates whose registration is from March 26 to July 11 2018 and the Announcement/Notification of Verification Results dated July 19, 2018. This means that decisions or rules may not apply retroactively where this is also in accordance with the decision of the Supreme Court no. 65P/HUM/2018. Keywords: Constitutional Court, Regional Representative Council, Supreme Court.
Analisis Yuridis Diskresi Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintah: Studi Atas Keputusan Bupati Gayo Lues No. 900/206/2021 Tentang Pembekuan Sementara Unsur Pimpinan Majelis Adat Aceh Kabupaten Gayo Lues Periode 2020-2024 Juanda Syahputra; Budiman Ginting; Mirza Nasution; Affila
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diskresi merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada pejabat publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Kabupaten Gayo Lues adalah salah satu kabupaten Di Provinsi Aceh yang berpedoman kepada undang-undang tersebut, mengingat bahwa tugas pokok dan fungsi sebagai bupati, Bupati Gayo Lues harus dapat menyelesaikan semua persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pemerintah Kab.Gayo Lues, berdasarkan kewenangan dan tanggungjawab yang dimiliki oleh bupati sesuai Undang Undang Administratif Negara Nomor 30 Tahun 2014, Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2019 tentang Majelis Adat Aceh, berdasarkan Asas – Asas Pemerintahan Umum Yang Baik. Dari hasil penelitian ini maka di peroleh, sejauh apa kewenangan dan batasan Bupati Gayo Lues dalam menggunakan instrumen Hukum Administrasi Negara serta peraturan perundang-undangan terkait, sekaligus mengantisipasi potensi konflik di Lembaga Majelis Adat Aceh Kabupaten Gayo Lues. Kata kunci: Bupati Gayo Lues, Diskresi, Penyelenggaraan Pemerintah. Abstract Discretion is the authority granted by law to public officials based on the Law of the Republic of Indonesia Number 30 of 2014 concerning Government Administration. Gayo Lues Regency is one of the regencies in Aceh Province that is guided by the law, given that the main tasks and functions as regents, Gayo Lues Regents must be able to solve all the problems faced by the Gayo Lues Regency government, based on the authority and responsibility owned by the regent according to the State Administrative Law Number 30 of 2014, Law Number 11 of 2006 concerning the Government of Aceh and the Aceh Qanun Number 8 of 2019 concerning the Aceh Customary Council, based on the Principles of Good General Governance. From the results of this study, it was obtained, to what extent the authority and limitations of the Regent of Gayo Lues in using State Administrative Law instruments and related laws and regulations, as well as anticipating potential conflicts in the Aceh Traditional Council Institution, Gayo Lues Regency. Keywords: Discretion, Government Administration, Regent of Gayo Lues.
Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang Di Pasar Modal Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dwi Natal Ngai Santoso Sinaga; Bismar Siregar; Mahmul Siregar; Mahmud Mulyadi
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kejahatan pencucian uang adalah suatu kejahatan yang berdimensi internasional sehingga penaggulangannya harus dilakukan secara kerja sama internasional, prinsip dasar pencucian uang adalah menyembunyikan sumber dari segala pencucian uang dari aktivitas ilegal dengan melegalkan uang tersebut. Untuk melaksanakan hal tersebut uang diisyaratkan disalurkan melalui suatu penyesatan (imaze) guna menghapus jejak peredarannya dan orang-orang yang mempunyai uang tersebut menyalurkan bisnis yang fiktif yang tampaknya sebagai sumber penghasilan. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang bagaimana kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam penanganan pencucian uang/money laundering di Pasar Modal. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam penanganan pencucian uang/money laundering di Pasar Modal adalah melakukan pengaturan dan pengawasan dan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1) UU OJK. Kata kunci: Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan, Pasar Modal, Pencucian Uang. Abstract Money laundering crime is a crime of international dimensions so countermeasures must be made in intemational cooperation, the basic principle of money laundering is to hide the source of all money laundering from illegal activities by legalizing the money. To implement it hinted money channeled through a misdirection (imaze) in order to remove the traces of its circulation and people who have the money to distribute fictitious business appears to be a source of income. For this reason, this study aims to analyze the authority of the Financial Services Authority in handling money laundering in the Capital Market. Based on the results of the study, it was found that the authority of the Financial Services Authority in the handling of money laundering /money laundering in the capital market is regulated and supervised and investigations as provided for in Article 49 paragraph (1) of the FSA. Keywords: Authority Financial Services Authority, Capital Market, Money Laundering.
Analisis Yuridis Terhadap Penerapan Sanksi Pidana Di Bawah Ancaman Pidana Minimum Khusus Dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika: Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 775K/Pid.Sus/2020 Rendra Yoki Pardede; Alvi Syahrin; Mohammad Ekaputra; Mahmud Mulyadi
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyalahgunaan narkotika dinilai sudah sangat meresahkan masyarakat dikarenakan banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan narkotika ini. Penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika juga dinilai meresahkan karena tidak mewujudkan kepastian hukum. Salah satunya yaitu penjatuhan pidana dibawah sanksi pidana minimum khusus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 775 K/ Pid. Sus/ 2020. Pengaturan tindak pidana narkotika dikaitkan dengan sanksi di bawah sanksi minimum tidak mewujudkan kepastian hukum. Pengaturan narkotika sebagaimana yang diatur dalam BAB XV Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah disertai ketentuan pidana minimum yang jelas dan terperinci. Pedoman hakim dalam menjatuhkan pidana dibawah ancaman sanksi pidana minimum khusus kepada pelaku tindak pidana narkotika berpedoman pada Asas kebebasan hakim yang menjunjung tinggi keadilan. Selain itu hakim juga berpedoman pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2015 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Penerapan sanksi pidana di bawah ancaman pidana minimum khusus dalam perkara tindak pidana narkotika berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 775 K/ PID. SUS/ 2020 dapat dikemukakan bahwa, Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara dalam telah salah menerapkan hukum karena telah menjatuhkan pidana dibawah ancaman sanksi minimum khusus yang telah diatur dalam pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dalam penegakan hukum yang telah diatur Undang-Undang sebagaimana mestinya. Kata kunci: Minimun Khusus, Narkotika, Sanksi Pidana. Abstract The abuse of narcotics is considered very unsettling and has a negative impact on the use of narcotics. The application of the law to narcotics offenders is also considered unsettling because it does not create legal certainty. One of them is the imposition of crimes under special minimum criminal sanctions in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number: 775 K / Pid. Sus / 2020. The regulation of narcotics crime linked to sanctions under the minimum sanction does not create legal certainty. Narcotics regulation as regulated in Chapter XV Law Number 35 Year 2009 concerning Narcotics has been accompanied by clear and detailed minimum criminal provisions. Guidelines for judges in imposing crimes under the threat of a special minimum criminal sanction against narcotics offenders are guided by the principle of freedom of judges who uphold justice. In addition, the judges also refer to the Supreme Court Circular Number 03 of 2015 concerning the Enforcement of the Formulation of the Results of the 2015 Supreme Court Chamber Plenary Meeting as Guidelines for the Implementation of Duties for the Court. The application of criminal sanctions under the threat of a special minimum penalty in narcotics crime cases based on the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number: 775 K / PID. SUS / 2020 can be argued that, the Panel of Judges examining and adjudicating a case has wrongly applied the law because it has imposed a crime under the threat of a special minimum sanction as stipulated in article 112 paragraph (1) of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. This creates uncertainty in the enforcement of the law as it should be regulated by law. Keywords: Criminal Sanctions, Narcotics, Special Minimum.
Pertanggungjawaban Mutlak Korporasi Sebagai Pelaku Pembakaran Hutan Dan Lahan Yang Mengakibatkan Pencemaran Dan/Atau Kerusakanlingkungan Hidup Joni Sandri Ritonga; Suhaidi; Jelly Leviza; Dedi Harianto
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia beberapa tahun lalu, merupakan fakta hukum bahwa pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan, dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, tidak sesuai dengan harapan dan aturan yang telah ditentukan. Untuk itulah penelitian ini akan membahas pertanggungjawaban mutlak terhadap korporasi sebagai pelaku karhutla yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Secara khusus membahas mengenai kriteria pertanggungjawaban mutlak berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 dan UU Nomor 11 Tahun 2020. Hasil analisis menunjukkan bahwa Kreteria pertanggungjwaban mutlak berdasarkan Pasal 88 UU Nomor 32 tahun 2009 dan Pasal 22 angka (33) UU Nomor 11 Tahun 2020. Pentingnya penerapan pertanggungjawaban mutlak bagi korporasi pelaku karhutla yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, dan terdapat 7 (tujuh) ide yang ditawarkan sebagai solusi penerapan pertanggungjawaban mutlak bagi korporasi pelaku karhutla yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang menimbulkan ancaman serius. Kata kunci: Korporasi, Lingkungan Hidup, Pertanggungjawaban Mutlak. Abstract The phenomenon of forest and land fires that occurred in various parts of Indonesia several years ago is a legal fact that the enactment of Law Number 32 of 2009 concerning Environmental Protection and Management, Law Number 39 of 2014 concerning Plantations, and various laws and regulations others, not in accordance with the expectations and rules that have been determined. For this reason, this study will discuss absolute responsibility for corporations as perpetrators of forest and land fires that result in pollution and/or environmental damage. Specifically discussing the criteria for absolute accountability based on Law Number 32 of 2009 and Law Number 11 of 2020. The results of the analysis show that . The criteria for absolute accountability are based on Article 88 of Law Number 32 of 2009 and Article 22 number (33) of Law Number 11 of 2020. The importance of implementing absolute accountability for corporations that carry out forest and land fires that result in environmental pollution and/or damage, and there are 7 (seven) ideas that offered as a solution to the application of absolute responsibility for corporations that are involved in forest and land fires causing pollution and/or environmental damage that pose a serious threat. Keywords: Absolute Accountability, Corporate, Environment.
Pengaturan Dan Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Transfer Dana Ditinjau Dari Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana Alberth Mangasi Rumahorbo; Mahmud Mulyadi; Mohammad Ekaputra; Detania Sukarja
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana menambah jenis tindak pidana khusus yang sebelumnya ada di Indonesia. Tindak pidana khusus tersebut adalah tindak pidana transfer dana. Dalam undang-undang tersebut diatur beberapa perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana transfer dana, yang salah satunya adalah perbuatan dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya sebagaimana diatur dalam Pasal 85.Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan konseptual. Data yang digunakan terdiri dari data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara teknik studi pustaka dan studi dokumen, data tersebut dianalisa secara kualitatif.Tidak pidana transfer dana memberikan alternatif baru bagi aparat penegak hukum dalam menentukan ancaman pidana dari suatu peristiwa pidana. Sebelum undang-undang tersebut, aparat hukum cenderung menggunakan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai dasar pemidanaan terhadap peristiwa pidana dimaksud. Namun penerapan undang-undang tersebut masih jarang digunakan aparat hukum karena penerapan ketentuan tersebut membutuhkan proses penyelidikan dan penyidikan yang lebih dalam lagi, untuk menentukan pertanggungjawaban pidana. Undang-undang tersebut juga masih memiliki kekurangan dalam ancaman pidana pokok dan pidana tambahan. Karena apabila pelaku tindak pidana tersebut berbentuk subjek hukum korporasi, maka berlaku ketentuan Pasal 87 undang-undang tersebut, yang menimbulkan kecenderungan bagi Majelis Hakim untuk hanya memberikan sanksi pidana pokok berupa denda dan sanksi tambahan berupa pengembalian dana milik korban atau perbankan, tanpa memberikan sanksi pidana penjara untuk memberikan efek jera. Kata kunci: Perbankan, Sanksi Pidana, Tindak Pidana Transfer Dana. Abstract The Law Number 3 of 2011 concerning Fund Transfers increase the types of special crimes that previously existed in Indonesia. It is a criminal act of transferring funds. The law regulates several acts that qualify as a criminal act of transferring funds, one of them is the act of deliberately controlling and acknowledging as his own funds resulting from the transfer that known or should be known to be not his rights as regulated in Article 85. This study uses a normative research method with a statutory approach and conceptual. The data consists of secondary data. Data collection techniques consisted of literatur study techniques and document studies, the data were analyzed qualitatively. The criminal act of transferring funds provide a new alternative for law officers in determining the criminal threat of a case. Prior to the law, law officers tended to use Article 372 of the Criminal Code as the basis for sentencing the said criminal event. However, the application of the law is still rarely used by legal officials because the application of these provisions requires a deeper investigation process, and to determine criminal liability. The law still has shortcomings in the threat of basic and additional penalties. Because if the perpetrator of the crime is in the form of a corporate legal subject, then the provisions of Article 87 of the law applied, which creates a tendency for the Panel of Judges to only impose basic criminal sanctions as fines and additional sanctions as returning funds belonging to victims or banks, without giving criminal sanctions in prison to provide a deterrent effect. Keywords: Banking, Criminal act of transferring funds, Criminal sanctions.
Penerapan Pasal 112 Dan Pasal 127 Ayat 1 Huruf A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika: Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat Nomor 1023/Pid.Sus/2018/PN.RAP; 762/Pid.Sus/2017/PN.Rap; 712/Pid.Sus/2017/PN.Rap Naharuddin Rambe; Alvi Syahrin; Sunarmi; Mahmud Mulyadi
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peredaran dan penyalahgunaan narkotika merupakan salah satu permasalahan nasional yang dipandang serius oleh pemerintah, karena dapat menyebabkan rusaknya moral bangsa, Pelaku tindak pidana narkotika tidak jarang mendapatkan hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang kurang memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum. Pada kasus-kasus narkotika, terdapat beberapa pasal yang sering digunakan untuk menjerat pelaku ialah Pasal 114, Pasal 112, dan Pasal 127 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Ketiga pasal tersebut, terdapat dua pasal yang multitafsir dan ketidak jelasan rumusan yaitu pada Pasal 112 dan Pasal 127 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal multitafsir tersebut akan mengakibatkan para pelaku kejahatan narkotika (pengedar) akan berlindung seolah-olah dia korban kejahatan narkotika. Bahwa hal tersebut akan berdampak pada penjatuhan hukuman dengan hukuman yang singkat sehingga menimbulkan ketidakadilan pada proses pelaksanaannya. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa, mengidentifikasi formulasi dan perbedaan kualifikasi Pasal 112 dan Pasal 127 Ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika serta mengkaji dasar pertimbangan Hakim dalam menerapkan Pasal 112 dan Pasal 127 Ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Putusan Nomor 1023/Pid.Sus/2018/PN.Rap Nomor 762/Pid.Sus/2017/PN.Rap, dan Nomor 712/Pid.Sus/2017/PN.Rap. Kata kunci: Formulasi, Kualifikasi, Pengeder dan Penyalahguna Narkoba. Abstract Drug traffic and drug abuse are one of the main national and serious problem because they can mar the people's morality. However, the perpetrators of drug criminal offense are treated unfairly in court for justice and legal certainty. In the cases of narcotics, the articles imposed on the perpetrators are Article 114, , Article 112, and Article 127 of Law No. 35/2009 on Narcotics. Of the three Articles above, two of them (Article 112 and Article 127) have multi-interpretation and unclearness of formula about narcotics which can cause the perpetrators (drug dealers) to get the alibi as if he were the victim. That it will cause the sentence will be reduced so that there will be injustice in its implementation. The objective of the research is to analyze and to identify the formulation and the difference of the qualification of Article 112 and Article 127, paragraph 1 letter a of Law No. 35/2009 on Narcotics and analyzed the judges' consideration in implementing of these two Articles in the Verdicts Number 1023/Pd.Sus/2018/PN.Rap, Number 762/Pid.Sus/2017/PN.Rap, and Number 712/Pid.Sus/ Pid.Sus/2017/PN.Rap. Keywords: Drag Dealers and Abuser, Formulation, Qualification.
Analisis Yuridis Peran Pemerintah Kabupaten Gayo Dalam Perlindungan Indikasi Geografis Terhadap Produk Lokal Rifqi Muttaqin
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kendala dalam proses pendaftaran Indikasi Geografis terhadap produk di Kabupaten Gayo untuk pengajuan usul produk yang akan didaftarkan tidaklah mudah dikarenakan indikasi geografis tidak dapat didaftarkan oleh perseorangan harus melalui kelompok masyarakat maupun pemerintah daerah adapun dalam jangka waktunya memerlukan waktu yang lama dan prosedur yang agak rumit dikarenakan produk tersebut harus memiliki ciri khas dan karakteristik yang berbeda dari yang lain dan telah mempunyai untuk didaftarkan sebagai produk indikasi geografis. Peran pemerintah daerah untuk pendaftaran Indikasi Geografis terhadap produk di Kabupaten Gayo, keterlibatan peran Pemda penting lainnya terkait pelindungan indikasi geografis adalah pembinaan dan pengawasan. Pembinaan dan pengawasan indikasi geografis perlu dilakukan dalam rangka untuk tetap menjamin adanya reputasi, kualitas, dan karakteristik yang menjadi diterbitkannya indikasi geografis serta mencegah penggunaan indikasi geografis secara tidak sah. Peran pemerintah setelah adanya pendaftaran Indikasi Geografis terhadap produk di Kabupaten Gayo. Pengadaan obat-obatan terhadap produk lokal yang ada selalu diajukan ke APBA maupun APBN, dikarenakan APBK cukup minim, adapun tindakan pemerintah pasca pendaftaran indikasi geografis melakukan pengawasan dan pembinaan sesuai ketentuan UU merek dan indikasi geografis. Kata kunci: Indikasi Geografis, Pemerintah Kabupaten Gayo, Perlindungan, Produk Lokal. Abstract The obstacles faced during the registration of Geographical Indications are: that the submission of the product proposal is not easy since geographical indications cannot be registered by individuals. Geographical indications must be proposed by community groups or local government; the registration process takes a long time and requires a quite complicated procedure because the product must have certain characteristics and be different from other products that have already been registered. The role of local government in the registration of Geographical Indications for the products in Gayo regency and the involvement of other Local Governments (Pemda) regarding the protection of Geographical Indications is in terms of counseling and supervision. Both counseling and supervision on the Geographical Indications are required in order to continue to guarantee reputation, quality, and characteristics which have been the basis of the issue of Geographical Indications and to prevent the unauthorized use of Geographical Indications. In addition, the procurement of local medicines requires the procedure by submitting a proposal either to Aceh Government Budget (APBA) or State Budget (APBN) because Village Revenue and Expenditure Budget (APBK) is relatively minimal. Therefore, the role of local government after registration of Geographical Indications of the products in Gayo regency is exercised by conducting supervision and counseling under the provision of the Law on Trademark and Geographical Indications. Keywords: Gayo Regency Government, protection of geographical indications, local product.
Wanprestasi Pengeluaran Performence Bond (Jaminan Pelaksana) Dalam Kontrak Pekerjaan Pengeboran Minyak : Studi Putusan Mahkamah Agung No. 731/PK/Pdt/2018 Selvina
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jaminan Pelaksana pada kontrak pengeboran minyak adalah jaminan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pemberi kerja/pemilik proyek dalam meminimalkan risiko kerugian yang akan terjadi jika pelaksana proyek/kontraktor dari perusahaan penyedia jasa pengeboran minyak dan gas bumi wanprestasi. . Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dapat terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil pembahasan dalam penelitian ini adalah tidak terpenuhinya capaian berupa pelaksanaan pekerjaan pemboran minyak yang hasilnya tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah ditandatangani, pekerjaan pemboran minyak tidak dapat diselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati, pekerjaan pemboran minyak selesai tetapi tidak sesuai dengan jangka waktu atau dengan pekerjaan yang telah diperjanjikan dalam kontrak pemboran minyak. Kontrak jaminan kerja no. 16.9463.02.08.0472 ditandatangani oleh PT Asuransi Ramayana Tbk dengan PT Saripari Pertiwi Abadi dengan nilai kontrak sebesar US$ 42.201.000 (US Dollar empat puluh dua juta dua ratus satu ribu) sampai dengan US$ 37.091.975,87 (US Dollar) tiga puluh tujuh juta sembilan puluh -seribu sembilan ratus tujuh puluh lima delapan puluh tujuh sen) dengan nilai jaminan USD 2.110.050 (dua juta seratus sepuluh ribu lima puluh dolar Amerika Serikat) tidak lagi mempunyai kekuatan hukum oleh para pihak karena dibatalkan oleh putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam hal ini adalah Putusan Mahkamah Agung No. 731 PK/Pdt/2018. Kata kunci: Jaminan Pelaksana, Pengeboran Minyak. Abstract Performance bond (performance bond) of oil drilling contracts is a guarantee whose purpose is to provide protection to the employer/project owner in minimizing the risk of loss that will occur if the project implementer/contractor of the oil and gas drilling service provider company defaults. The type of research used in this research is normative juridical research. The nature of this research is descriptive analytical. The data used is secondary data which can consist of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The results of the discussion in this study are the non-fulfillment of achievements in the form of the implementation of oil drilling work whose results are not in accordance with the signed agreement, the oil drilling work cannot be completed according to the agreed timeframe, the oil drilling work is completed but not in accordance with the timeframe or with the the work that has been agreed upon in the oil drilling contract. Employment guarantee contract no. 16,9463.02.08.0472 signed by PT Asuransi Ramayana Tbk with PT Saripari Pertiwi Abadi with a contract value of US$ 42,201,000 (US Dollar forty-two million two hundred and one thousand) to US$ 37,091,975.87 (US Dollar) thirty-seven million ninety-one thousand nine hundred seventy-five eighty-seven cents) with a guarantee value of USD 2,110,050 (two million one hundred ten thousand and fifty United States dollars) is no longer legally enforceable by the parties because it has canceled by a court decision that has permanent legal force in this case is the Supreme Court Decision No. 731 PK/Pdt/2018. Keywords: Performance Bond, Oil Drilling.
Tanggungjawab Produsen Terhadap Kerugian Atas Produk Yang Dijual Melalui Sistem Penjualan Langsung (Direct Selling) Secara Multi Level Gomgomie Andrew Hutagalung; Sunarmi; T. Keizerina Devi; Dedi Harianto
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sejalan dengan bervariasinya barang dan/atau jasa yang ada, kegiatan pemasaran barang dan/atau jasa tersebut menjadi suatu kegiatan yang penting dari keseluruhan kegiatan pelaku usaha. Ada beragam bentuk metode pemasaran barang dan/atau jasa, salah satunya adalah bentuk multi level marketing yang merupakan bentuk pemasaran dengan sistem penjualan langsung (direct selling). Faktanya sistem penjualan multi level marketing dapat menimbulkan permasalahan hukum terkait perlindungan konsumen terhadap kerugian atas barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan. Untuk itu penelitian ini berujuan untuk menganalisis mengenai tanggung jawab produsen terhadap produk yang dijual dengan sistem penjualan langsung secara MLM. Berdasarkan hasil penelitian tanggung jawab produsen terhadap produk yang dijual dengan sistem penjualan langsung secara multi level marketing memberikan tenggang waktu selama 7 (tujuh) hari kerja kepada mitra usaha dan konsumen untuk mengembalikan barang dan memberi kompensasi berupa ganti rugi, kemudian perusahaan dalam memasarkan produknya mengikuti peraturan perundang-undang yang berlaku yaitu peraturan tentang sistem penjualan langsung dan undang-undang perlindungan konsumen. Kata kunci: Kerugian atas produk, multi level marketing, sistem penjualan langsung, Tanggung jawab produsen. Abstract In line with the variety of existing goods and/or services, the marketing of these goods and/or services becomes an important activity of the overall activities of business actors. There are various forms of marketing methods for goods and/or services, one of which is a form of multi-level marketing which is a form of marketing with a direct selling system. In fact, the multi-level marketing sales system can cause legal problems related to consumer protection against losses for goods or services produced by the company. For this reason, this study aims to analyze the producer's responsibility for products sold with an MLM direct selling system. Based on the results of the research, the producer's responsibility for products sold with a direct selling system in multi-level marketing provides a grace period of 7 (seven) working days for business partners and consumers to return goods and provide compensation in the form of compensation, then the company in marketing its products follows the regulations. the applicable laws are regulations on direct sales systems and consumer protection laws. Keywords: direct sales system, multi level marketing, Producer responsibility, Product loss.

Page 2 of 3 | Total Record : 28