cover
Contact Name
Amiruddin
Contact Email
almizan@iaialaziziyah.ac.id
Phone
+6285270075934
Journal Mail Official
almizan@iaialaziziyah.ac.id
Editorial Address
Institut Agama Islam (IAI) Al-Aziziyah Samalanga Bireuen Aceh Jl. Mesjid Raya KM. 1,5 Desa Mideun Jok, Kec. Samalanga Kab. Bireuen, Aceh Telp./ Fax. (0644) 531755. e-mail: almizan@iaialaziziyah.ac.id
Location
Kab. bireuen,
Aceh
INDONESIA
Al-Mizan: Jurnal Hukum Islam dan Ekonomi Syariah
ISSN : 23546468     EISSN : 28077695     DOI : -
The Al-Mizan Journal focuses on the study of Journal of Islamic Law and Sharia Economics. The study of Journal of Islamic Law and Sharia Economics which focuses on universal and Islamic values by upholding diversity and humanity. Al-Mizan Journal studies are published based on research results both theoretically and practically, which include: ISLAMIC LAW specializes in Islamic Law in Modern State, especially related topics with Islamic law as positive law, Islamic law as a living law, and unification and harmonization of law. Family Law Islamic Family Law Family Study Islamic Criminal Law Customary Law History of Islamic Family Law and Islamic Law ECONOMICS SYARIA Islamic banking and finance Islamic insurance Islamic social funds (zakat, infaq, sadaqah, and waqaf) Islamic business ethics Islamic contemporary economics and business issues Islamic management and retail marketing Islamic economics education Public relations and retail communication Innovation and product development Economic practices in Islamic Communities
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 4 No 1 (2017): Al-Mizan" : 5 Documents clear
Upaya Penemuan Hukum Oleh Hakim di Peradilan Afrizal
Al-Mizan Vol 4 No 1 (2017): Al-Mizan
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Law No. 48 of 2009 Article 10 paragraph (1) of the Judicial Authority determines "that the Court prohibited from refusing to examine, decide upon a case filed with the argument of law does not exist or is less clear, but is obliged to examine and hear." Judge as the main organ Court and as executor of judicial power obligatory for the judge to find the law in a case although legal provisions do not exist or are less obvious. This is the problem in writing what method was used directly in an effort judge huk discovery um Character descriptive analysis. The method of analysis used in the study is a qualitative method. In conducting the legal discovery judge there are several methods of methods of interpretation and legal construction methods / arguments. There is also a newly developed method that may be used as alternative to the discovery of a new law that legal hermeneutics.
Pewarisan Muslim Dengan Non-Muslim: (Studi Analisis terhadap Metode Ijtihad Al-Qaraḍāwi) Hasamuddin
Al-Mizan Vol 4 No 1 (2017): Al-Mizan
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam fikih disebutkan ada tiga larangan mewarisi, salah satunya adalah perbedaan agama (ikhtilāf al-dayn). Jumhur fukaha berpendapat bahwa antara muslim dan non-muslim tidak saling mewarisi. Namun, ada fukaha yang membolehkan muslim mewarisi non-muslim, tetapi tidak sebaliknya. Al-Qaraḍāwi berpendapat sama dengan minoritas fukaha. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik data liblary research (penelitian kepustakaan). Dari hasil penelitian diketahui bahwa: (1) hadis larangan mewarisi antar agama adalah hadis ahad, dan hadis ahad itu merupakan ẓannī al-wurūd; (2) semua fukaha sepakat bahwa non-muslim tidak bisa mewarisi muslim. Terjadi perbedaan pendapat mengenai hukum muslim mewarisi non-muslim, akibat adanya perbedaan metode ijtihad. Minoritas fukaha dan Al-Qaraḍāwi membolehkan muslim mewarisi non-muslim, namun ada perbedaan dalam metode ijtihad yang ditempuh. Minoritas fukaha yang diwakili Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim melakukan takṣīṣ, sedangkan Al-Qaraḍāwi melakukan takwil; (3) Al-Qaraḍāwi tidak konsisten dengan pandangannya yang menyebutkan bahwa maslahat dalam pewarisan adalah menguatkan ikatan keluarga. Karena secara logika lurus, larangan dzimmī sebagai hasil dari takwil lafaz kafir untuk menerima warisan dari muslim, hanya memandang maslahat secara sepihak, serta rawan terjadinya keretakan hubungan dalam keluarga; (4) kebolehan mewarisi antara muslim dengan non-Muslim, tidaklah bertentangan dengan prinsip umum Al-Quran yang universal.
Regulasi Teori Maslahat Dalam Kajian Fiqh Modern R. Fakhrurrazi
Al-Mizan Vol 4 No 1 (2017): Al-Mizan
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebagai sebuah teori istinbath hukum Islam, dari periode pertama Islam hingga kini, “maslahat” tidak pernah lekang dari produk hukum. Ia selalu mendapat lamaran hukun untuk dijadikan pertimbangan dalam istinbath hukum Islam. Maslahat merupakan nilai inti dari proses pewahyuan hukum Islam. Substansi al-Qur’an dan Hadits Nabi bisa disimpulkan dengan satu kata kunci ” maslahat”. Kewajiban shalat, zakat, puasa dan haji, tidak akan diperintahkan kecuali karena akan mendatangkan kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat. Begitu juga, keharaman mencuri, korupsi, merampok, zina, minum khamr, dan adu domba tidak akan dilarang kecuali akan menjauhkan manusia dari kerusakan baik di dunia ataupun di akhirat. Namun demikian, maslahat yang dimaksud tidak berlaku mutlak dan bebas, akan tetapi ada ketentuan dan regulasi yang harus diperhatikan supaya tidak semena-mena di dalam menggunakan teori maslahat. Tidak dibenarkan memutuskan sebuah hukum berdasarkan maslahat jika belum mengkaji secara ilmiah tentang maslahat yang dimaksud. Karena ada yang berdalih maslahat di dalam istinbath hukum Islam untuk melegalkan keinginan individunya semata.
Hukuman Qishash Dalam Fiqh Jinayat Mira Maulidar
Al-Mizan Vol 4 No 1 (2017): Al-Mizan
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Qishash merupakan salah satu bentuk hukuman pokok dalam sistem hukum pidana Islam yang dianggap oleh sebagian kalangan sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, sehingga tidak diperlukan lagi eksistensinya dalam hukum pidana modern. Pada dasarnya, qishash memang diadobsi dari hukum bangsa Arab pra-Islam namun mengalami beberapa prosedur dalam pelaksanaan eksekusinya. Sehingga qishash ini tidak serta merta dapat dianggap sebagai hukum yang barbar. Beratnya hukuman qishash ini, di samping dijadikan sebagai tindakan represif terhadap pelaku pembunuhan, juga dapat dijadikan sebagai upaya preventif pemerintah untuk meminimalisir tindakan kriminal yang berhubungan dengan nyawa.
Eksistensi Testimonium De Auditu Sebagai Alat Bukti Pada Proses Penyelesaian Perkara Menurut Pandangan Hukum Acara Perdata Dan Fiqh Al-Syāfi’iyyah Faisal
Al-Mizan Vol 4 No 1 (2017): Al-Mizan
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perbedaan pandangan mengenai testimonium de auditu sampai sekarang masih terjadi di kalangan akademik dan kalangan praktisi antara menerima dan menolak testimonium de auditu sebagai alat bukti sehingga berakibat tidak ada standar hukum (law standart) dan tidak mempunyai kesamaan pola tindak, pola pikir atau dalam istilah Peradilan disebut unified legal frame work dan unified legal opinion. Bahkan dalam Fiqh Al-Syāfi’iyyah tidak ditemukan istilah testimonium de auditu tersebut, ini bukan berarti dalam Fiqh Al-Syāfi’iyyah tidak ada bahasan sama sekali, akan tetapi barangkali ada beberapa konsep Fiqh Al-Syāfi’iyyah yang dapat dikaitkan, sehingga timbul suatu persoalan bagaimana eksistensinya dalam sebuah yurisprudensi ketika menyelesaikan suatu perkara? Berangkat dari uraian di atas, maka tulisan ini akan membahas “Eksistensi Testimonium De Auditu Sebagai Alat Bukti Pada Proses Penyelesaian Perkara Menurut Pandangan Hukum Acara Perdata dan Fiqh Al-Syāfi’iyyah”. Testimonium de auditu adalah keterangan yang saksi peroleh dari orang lain, ia tidak mendengarnya atau mengalaminya sendiri, hanya ia dengar dari orang lain tentang kejadian tersebut atau adanya hal-hal tersebut. Fiqh Al-Syāfi’iyyah menyebutnya dengan istilah Khābar Istifādhah yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar dari orang lain, disebut juga kesaksian tidak langsung atau bukan saksi mata yang mengalami. Eksistensi testimonium de auditu sebagai alat bukti pada proses penyelesaian suatu perkara ditinjau menurut Hukum Acara Perdata pada dasarnya masih terjadi perdebatan di kalangan akademisi maupun kalangan praktisi antara kelompok yang menolak dan yang memperbolehkannya, namun untuk mensikapinya adalah tidak serta merta harus menolak sehingga tidak ada nilainya sama sekali, karena dalam keadaan tertentu dapat diterima sebagai alat bukti dengan dengan mempertimbangkan sejauh mana kualitas dan nilai kekuatan pembuktiannya yang melekat pada keterangannya serta dapat dipertimbangkan dari segi kondisionalnya dengan tanpa melepaskan keadaan yang melekat dan mengitarinya, sebagaimana yang terdapat dalam yurisprudensi Mahkamah Agung RI. Adapun tinjauan Fiqh Al-Syāfi’iyyah terhadap keberadaan testimonium de auditu sebagai alat bukti dapat diterima hanya dalam suatu perkara keperdataan saja seperti keturunan, perwaqafan, dan pernikahan. Hal ini berbeda dengan yurisprudensi Hukum Acara Perdata, tanpa mengkhususkan perkara-perkara tertentu saja.

Page 1 of 1 | Total Record : 5