cover
Contact Name
Heppy Yohanes
Contact Email
heppyyohaneslim@gmail.com
Phone
+6287878968652
Journal Mail Official
info@pspindonesia.org
Editorial Address
Perum Puri Bengawan Indah Jl. Karandan Rt.007 Rw.005, Joyontakan, Serengan, Surakarta
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
ISSN : 2797717X     EISSN : 27977676     DOI : https://doi.org/10.54403/rjtpi
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia merupakan wadah untuk memublikasi hasil penelitian ilmiah para dosen / peneliti pada bidang Teologi. Fokus dan Scope pada Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia adalah: Sejarah pada Teologi Kajian Teologi Pentakosta Tokoh gereja Liturgi Musik Gereja Misiologi Kepemimpinan Kristen Pastoral Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia is a forum for publishing the scientific of lecturers / researchers in the field of Theology. Focus and scope on Jurnal Pentakosta Indonesia are: History of Theology The Pentacostal Analysis Theology Church Figure Liturgy Church Music Missiology Christian Leadership Pastoral
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia" : 7 Documents clear
Tinjauan Biblika Pelayanan Profetik Bagi Masa Kini Heppy Yohanes
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i2.45

Abstract

The prophetic ministry is still a hotly discussed issue. The form of prophetic ministry still raises various questions, debates, and contradictions. Prophetic training for Christians with Pentecostal or Charismatic denominations has sprung up in various countries with the aim of awakening people to prophetic ministry. Various questions regarding this matter also arise, such as what is prophetic ministry and how is prophetic ministry? To obtain information about biblical prophetic services and to answer these two questions, this research was conducted qualitatively descriptively with literature study. This study describes aspects of prophetic service and also the form of prophetic service. Prophetic ministers are certainly people who receive a special call and are given special gifts in prophetic ministry. The most important prophetic ministry is to convey the voice of God that is edifying, exhorting, and comforting. The voice of God can also take the form of a vision. The voice of God in prophetic ministry can also be a prediction of what will happen in the future. The gift that God gave to accompany the prophetic ministry can be seen from the ministry for healing and miracles. Prophetic ministry has the main goal of making a person walk and live according to God's Word.Pelayanan profetik masih merupakan sebuah isu yang hangat dibahas. Bentuk pelayanan profetik masih menimbulkan berbagai pertanyaan, perdebatan, dan pertentangan. Pelatihan profetik pada kalangan Kristen berdenominasi Pentakosta atau Kharismatik bermunculan di berbagai negara dengan tujuan untuk membangkitkan orang terhadap pelayanan profetik. Berbagai pertanyaan mengenai hal ini pun timbul, seperti apakah pelayanan profetik itu dan bagaimanakah pelayanan profetik itu? Untuk mendapatkan informasi mengenai pelayanan profetik yang alkitabiah dan untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut, maka penelitian ini dilakukan secara kualitatif deskriptif dengan studi kepustakaan. Penelitian ini memaparkan aspek dalam pelayanan profetik dan juga bentuk dari pelayanan profetik. Para pelayan profetik pastinya merupakan orang yang menerima panggilan secara khusus dan diberikan karunia khusus dalam melayani profetik. Pelayanan profetik yang paling utama adalah menyampaikan suara Tuhan yang bersifat membangun, menasihati, dan menghibur. Suara Tuhan tersebut juga dapat berbentuk penglihatan. Suara Tuhan pada pelayanan profetik juga bisa berupa ramalan tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Karunia yang Tuhan berikan untuk menyertai pelayanan profetik terlihat dari pelayanan untuk kesembuhan dan mujizat. Pelayanan profetik memiliki tujuan utama untuk membuat seseorang dapat berjalan dan hidup sesuai dengan Firman Tuhan.
Implikasi Kemerdekaan dalam Roh terhadap Kebebasan Asasi Kristiani di Era Digital Yuhananik Yuhananik
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i2.42

Abstract

Freedom means not being bound or not subject to anything and anyone and independence also has the connotation of freedom. Christians already who believe Jesus is a person have been set free in the Spirit through rebirth. With an incorrect understanding, Christians are often trapped in the behavior of living freely as a basic principle to act as a 'free' person. The purpose of this research is to guide Christian life as the image of God or imago dei must recognize and respect God's human rights within himself, as a human obedience to God, so that the actualization of Christianity does not experience disruption in this digital era and to transform Christ for this world. . This study uses a descriptive analysis method of literature, and the Bible as the main basis. The conclusion of this study is Freedom in the Spirit means: freedom from punishment, freedom from slavery to sin and death, freedom from the demands of the Law, as the most basic form of Christian human freedom to do God's will, in the midst of the scope of adaptive digitalization practices to realize prophetic communication that express himself well, in word and deed.Merdeka berarti tidak terikat atau tidak tunduk pada apapun dan kepada siapapun dan kemerdekaan juga memiliki konotasi kebebasan. Orang Kristen sudah yang percaya Yesus adalah orang sudah dimerdekakan dalam Roh melalui kalahiran kembali. Dengan pemahaman yang tidak tepat, orang Kristenpun sering terjebak pada perilaku hidup bebas sebagai asasi dasar untuk bertindak sebagai orang ‘bebas’.  Tujuan dari penelitian ini adalah memberi petunjuk hidup Kristen sebagai citra Allah atau imago dei harus mengakui dan menghargai hak asasi Allah di dalam dirinya, sebagai sebuah ketaatan manusia kepada Allah, supaya aktualisasi kekristenan tidak mengalami disrupsi di era digital ini dan untuk mentransformasi Kristus bagi dunia ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan literatur pustaka, dan Alkitab sebagai dasar yang terutama. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Kemerdekaan dalam Roh berarti: merdeka dari penghukuman, merdeka dari perbudakan dosa dan maut, merdeka dari tuntutan Hukum Taurat, sebagai bentuk kebebasan asasi Kristiani yang paling mendasar untuk melakukan kehendak Allah, ditengah lingkup praktik adaptif digitalisasi untuk merealisasikan komunikasi profetik yang menyatakan dirinya baik, dalam perkataan maupun perbuatan.
Implementasi Galatia 3:28-29 Terhadap Teologi Hitam James H. Cone dalam Menghapus Isu Rasial Endik Firmansah; Andreas Joswanto; Simon Simon
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i2.38

Abstract

Whatever the reason, racialism must be abolished in Christianity because it is not in accordance with the teachings of God's Word. Christians who are still racist must repent by accepting the Lord Jesus as their personal Savior and free themselves from racist attitudes. The racial phenomenon that exists in Christianity is a challenge that must be faced and resolved by the church. This is very possible because within Christianity there are still people who see each other through a certain skin color, hair shape, ethnicity and even gender. In discussing the implementation of Galatians 3:28-29 on James H. Cone's Black Theology in eliminating racial issues, the author will describe the contents of Gal. 3:28-29 as a supporting verse to remove racial issues that exist in Christianity. Where from the racial issues that developed, James H. Cone's Black Theology was chosen to be the object of research for comparison with the verses discussed, because Cone is a Black figure who pioneered Black Theology which is quite popular and has contributed theology that can be a reference or reference that seems would justify racial issues within Christianity. So it is hoped that with this discussion the author can add thoughts to free Christians from racist attitudes.ABSTRAKApapun alasannya, rasieme harus dihapuskan dalam kekristenan karena tidak sesuai dengan ajaran Firman Tuhan. Orang Kristen yang masih bersikap rasis harus bertobat dengan menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadinya dan membebaskan dirinya dari sikap yang rasis. Fenomena rasial yang ada di dalam kekristenan adalah tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh gereja. Hal ini sangat mungkin karena di dalam Kristen sendiri masih ada orang yang melihat sesamanya melalui warna kulit tertentu, bentuk rambut, suku dan bahkan jenis kelamin. Dalam pembahasan mengenai implementasi Galatia 3:28-29 terhadap Teologi Hitam James H. Cone dalam menghapus isu rasial, penulis akan memaparkan isi dari Gal. 3:28-29 sebagai ayat pendunkung untuk menghapus isu rasial yang ada di dalam Kristen. Dimana dari isu rasial yang berkembang, Teologi Hitam James H. Cone dipilih menjadi obyek yang diteliti untuk dikomparasikan dengan ayat yang dibahas, karena Cone adalah tokoh Hitam pencentus Teologi Hitam yang cukup popular dan telah memberikan sumbangsih teologi yang dapat menjadi rujukan atau referensi yang seakan-akan membenarkan isu rasial di dalam Kristen. Sehingga diharapkan dengan pembahasan ini penulis dapat menambahkan sumbangsih pemikiran untuk membebaskan umat Kristen dari sikap yang rasis. Kata Kunci: Galatia 3, Teologi Hitam, James H. Cone, Rasial 
Analisis Terhadap Sebutan Nama Tuhan Keadilan Kita di Yeremia 33:16 dan Aplikasinya dalam Kehidupan Kharisda Mueleni Waruwu; Priyantoro Widodo
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i2.39

Abstract

Understanding of the designation for God among Christians, of course, some know and also have understood it and even become a familiar name. The designation for the name of God or the title given to that name, always has a different background according to what the people experienced at that time. For example "The Lord is my shepherd", the title of this title is motivated by David's reflection in his work as a shepherd over the sheep, David realized how the real relationship between him and his God himself so David said "The Lord is my shepherd ..." (Psalm 23:1). The title "God provided" (Gen 22:14) a name that Abraham remembered when he was tested and God provided a ram to be sacrificed in place of Isaac. The use of the name has a different background which will lead a person to give his own title to his experience of God. However, in the Old Testament there is also a name/title of God that is used without having a story to understand why that name is used. As in Jeremiah 33:16 "Lord our justice!" Based on these problems, the researchers will examine the meaning of the use of the name Tihan our justice. The researcher will use a term study method based on a language dictionary and parsing analysis. In research using this method, the researcher concludes that the name of the God of our justice is related to the Israelites and Judah in a time of suffering in exile. So that they will be called, God who speaks the truth (because He does not break His promise) God is the one who provides justice for humans, especially through His Son, Jesus ChristPemahaman tentang sebutan bagi Tuhan dalam kalangan umat Kristiani tentunya sebagian mengetahui dan juga telah memahaminya bahkan menjadi sebuah nama yang tidak asing lagi. Sebutan untuk nama Tuhan atau gelar yang diberikan kepada nama itu, selalu memiliki latar belakang yang berbeda-beda sesuai dengan apa yang dialami umat pada saat itu. Sebagai contoh “Tuhan adalah gembalaku,” sebutan akan gelar ini dilatar belakangi oleh perenungan Daud dalam pekerjaannya sebagai gembala atas domba-domba, Daud menyadari bagaimana hubungan yang sebenarnya antara ia dengan Allahnya sendiri sehingga Daud berkata “Tuhan adalah gembalaku….” (Mzm 23:1). Sebutan “Tuhan menyediakan” (Kej 22:14) sebuah nama yang dikenang oleh Abraham ketika mengalami ujian dan Allah menyediakan domba jantan untuk dikurbankan sebagai pengganti Ishak. Penggunaan nama tersebut memiliki latar belakang yang berbeda yang akan membawa seseorang memberikan gelar sendiri akan pengalamannya tentang Allah. Namun, dalam Perjanjian Lama juga ada nama/gelar Tuhan yang dipakai dengan tidak memiliki cerita yang menjadi pemahaman mengapa nama tersebut dipakai. Seperti dalam Yeremia 33:16 “Tuhan keadilan kita!.” Berdasarkan masalah tersebut, maka peneliti akan meneliti makna dari penggunaan nama Tuhan keadilan kita. Peneliti menggunakan metode studi istilah berdasarkan kamus bahasa dan analisa parsing. Dalam penelitian menggunakan metode tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa nama Tuhan keadilan kita berkaitan dengan bangsa Israel dan Yehuda dalam masa penderitaan dalam pembuangan. Sehingga mereka akan dipanggil pulang; Tuhan  yang mengucapkan kebenaran (karena Dia tidak mengingkari janji-Nya) Tuhanlah yang menyediakan keadilan bagi manusia terutama melalui Anak-Nya, yaitu Yesus Kristus.
Implementasi Pemimpin Kristen Berhati Hamba Menurut Markus 5:21-43 Heru Subagyo; Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i2.41

Abstract

A leader is a person who gives orders to his followers. To lead means to walk in front, to show the way for followers to follow. This means that the leader is a figure who becomes an example or role model. The concept of Christian leadership is based on the leadership of Jesus. Jesus' leadership style was “servant leadership” and not being served. The purpose of this paper is to make the servant-hearted leadership style a role model for every Christian leader, the figure who becomes the servant-hearted leader is Jairus.This research uses a descriptive literature method, which is to learn about servant-hearted leaders according to Mark 5:21-43. The conclusions that can be conveyed are, first, servant-hearted leadership becomes the lifestyle of every Christian leader. Second, Christian leaders can impart their exemplary ministry style so that it has an impact on the character of the congregation or other God's ministries. Third, it can encourage the emergence of new leaders who have a servant's heart.Pemimpin, adalah orang yang memberi perintah kepada pengikutnya. Memimpin berarti berjalan di depan, menunjukkan jalan agar pengikutnya mengikutnya. Ini artinya pemimpin adalah figur yang menjadi contoh atau teladan. Konsep kepemimpinan kristen berdasar pada kepemimpinan Yesus. Gaya kepemimpinan Yesus adalah “kepemimpinan yang melayani” dan bukan dilayani. Tujuan karya tulis ini agar gaya kepemimpinan berhati hamba menjadi panutan  bagi setiap pemimpin Kristen, tokoh yang menjadi figur pemimpin berhati hamba adalah Yairus.Penelitian ini menggunakan metode diskritif literatur, yaitu mempelajari tentang Pemimpin yang berhati hamba menurut Markus 5:21-43 Kesimpulan yang dapat disampaikan, pertama, kepemimpinan berhati hamba menjadi gaya hidup setiap pemimpin Kristen. Kedua, para pemimpin Kristen dapat mengimpartasikan teladan gaya pelayanannya sehinga berdampak pada karakter jemaat atau pelayanan Tuhan lainnya. Ketiga, dapat mendorong munculnya  pemimpin-pemimpin baru yang memiliki hati hamba.
Review of The Battle For Bali: The Story of Rodger and Lelia Lewis John P. Lathrop
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i2.43

Abstract

Banyak orang menganggap Bali sebagai tempat liburan yang indah. Memiliki cuaca yang hangat, sinar matahari, dan pemandangan yang indah, ini adalah tempat yang ingin dikunjungi banyak turis. Namun, mungkin sedikit yang berpikir tentang spiritualitas Bali. Ada banyak agama di sana, tetapi itu bukan agama cahaya. Dalam buku ini A. Rodger Lewis membagikan kisah mereka tentang mencoba membawa orang Bali keluar dari kegelapan dan masuk ke dalam terang Kristus.Many people think of Bali as a beautiful vacation spot. It has warm weather, sunshine, and wonderful views, it is a place that many tourists would like to go to. However, few probably think about the spirituality of Bali. There is plenty of religion there, but it is not the religion of light. In this book A. Rodger Lewis shares their story of trying to bring the people of Bali out of darkness and into the light of Christ.
Mengkonfirmasi Ulang Kemesiasan Judaisme di Era Antar Testament (Sebuah Pengenalan ke dalam Perjanjian Lama) Hery Budi Yosef
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i2.44

Abstract

This article presents some of the messianic thoughts that fall within the range of the Inter-Testament especially on the apocryphal books. The author begins with some important terms about the "messiah" that are often used in the Israelite tradition, even in this modern era, of course with a new hermeneutical version of the modern rabbinic version. The discussion is based on a search for sources about the messiah in the Apocryphal books, related to the Messiah contained in additional stories that are also in the additional canon (read: deuterocanonical, and equivalent). It also includes the "Messiah" which describes a strong character contained in the "hero" who is brave and has the spirit to defend his nationalism. And to this day especially after the Temple was torn down, rabbinic speculates about the Messiah, even rebuilding a new qualification (read: worldview) connected with the prophet's sayings throughout the Tanakh. The methodology used by the author is to collect some literature that explains the messiahship in the apocryphal books, along with the meanings implied in the thoughts of the authors of the book. According to Subagyo, qualitative methods in religious contexts, especially those related to texts or scriptures, of course prioritize assessment in the form of comparisons to the object under study. Of course, this refers to interpretation, especially the dynamic assumptions about messiahship in some selected Apocryphal booksArtikel ini menghadirkankan beberapa pemikiran mesianik yang berada di dalam kisaran Antar Testament khususnya pada kitab-kitab apokrifa.  Penulis mengawalinya dengan beberapa istilah penting tentang “mesias” yang sering digunakan dalam tradisi Israel, bahkan di era modern ini, tentunya dengan hermeneutis yang baru versi para rabinik modern.  Pembahasannya berdasarkan penelusuran sumber tentang mesias di kitab-kitab Apokrif, terkait dengan Mesias yang tertuang pada cerita-cerita tambahan yang juga di kanon tambahan (baca: deuterokanonika, dan setaranya).  Di dalamnya juga telah hadir “Mesias” yang menggambarkan sebuah karakter kuat yang terdapat di dalam diri sang “pahlawan” yang berani dan semangat untuk mempertahankan nasionalismenya.  Dan hingga sekarang ini khususnya setelah Bait Suci diruntuhkan, para rabinik berspekulasi tentang sosok Mesias, bahkan membangun kembali kualifikasi baru (baca: worldview) yang terhubung dengan ucapan-ucapan nabi di seluruh kitab Tanakh. Metodologi yang digunakan oleh penulis yakni mengumpulkan beberapa literatur yang menjelaskan tentang kemesiasan dalam kitab-kitab apokrifa, berikut dengan pemaknaan yang tersirat dalam pemikiran penulis kitab tersebut.  Menurut Subagyo metode kualitatif dalam konteks keagamaan, khususnya terkait dengan teks atau kekitaban, tentunya mengedapankan penilaian berupa perbandingan terhadap obyek yang diteliti.  Tentunya disini mengacu kepada penafsiran, khususnya asumsi-asumsi yang dinamis mengenai kemesiasan di beberapa kitab Apokrifa terpilih

Page 1 of 1 | Total Record : 7