cover
Contact Name
Andriyani
Contact Email
andriyani_uin@radenfatah.ac.id
Phone
+6282373800766
Journal Mail Official
muqaranah@radenfatah.ac.id
Editorial Address
Jl. Prof. KH. Zainal Abidin Fikri KM. 3.5 Palembang, Indonesia
Location
Kota palembang,
Sumatera selatan
INDONESIA
Muqaranah
ISSN : 28093658     EISSN : 28094832     DOI : 10.19109
Muqaranah adalah jurnal yang diterbitkan oleh Prodi Perbandingan Mazhab Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang dengan ISSN 2809-3658 dan E-ISSN 2809-4832. Muqaranah terbit dua kali dalam setahun yaitu pada  Juni dan Desember. Jurnal ini menerbitkan konsep dan makalah penelitian terkini tentang perbandingan mazhab dan hukum. Muqaranah adalah jurnal yang menerbitkan artikel-artikel yang berkaitan dengan perbandingan-perbandingan mazhab maupun hukum, seperti: perbandingan mazhab maupun hukum dibidang hukum pidana, hukum perdata, hukum adat, hukum Islam, hukum pidana Islam, hukum perdata Islam, hukum keluarga Islam.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 5 No 1 (2021): Muqaranah" : 7 Documents clear
PERBEDAAN PENDAPAT DALAM PENENTUAN ARAH DAN WAKTU IBADAH (Perbandingan Metodologi Syar’i dan Sains) Ahmad Nizam
Muqaranah Vol 5 No 1 (2021): Muqaranah
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (650.8 KB) | DOI: 10.19109/muqaranah.v5i1.9206

Abstract

Persoalan penentuan arah kiblat, waktu shalat dan penetapan bulan baru pada kalender Hijriah berdasarkan peredaran bulan (lunar kalender) selalu menjadi perhatian di kalangan pemerhati ilmu falak dan astronomi karena objek kajiannya berhubungan erat dengan pelaksanaan Ibadah seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Sahnya ibadah shalat jika terpenuhinya syarat dan rukunnya. Menghadap kiblat dan dikerjakan pada waktunya adalah bagian dari sarat sah shalat. Demikian juga dengan hari raya idul fitri dan idul adha. Begitu Urgennya masalah arah dan waktu-waktu ibadah tersebut sehingga wacana perbincangan dan perdebatan di kalangan Ulama selalu muncul kepermukaan. Definisi kiblat antara mazhab Syafi’iyah dengan Jumhur tidak sama. Menurut mazhab Syafi’iyah seseorang wajib menghadap bangunan ka’bah ketika shalat walaupun domisilinya jauh dari masjidil haram, tapi mazhab Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah cukup arahnya (jihat) saja. Fokus masalah penelitian ini adalah apa penyebab perbedaan pendapat dalam penentuan arah kiblat dan waktu-waktu ibadah serta bagaimana metode penentuannya. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi penyebab terjadinya beda pendapat dalam penentuan kiblat, waktu-waktu ibadah serta bagaimana metode penentuannya berdasarkan syar’i dan sains. Dari penelitian ini penulis mendapatkan informasi, bahwa akar masalah terjadinya perbedaan pendapat dalam penentuan kiblat, waku shalat dan awal bulan qamariah di Indonesia penyebabnya ada dua, yaitu mazhab fiqh dan non fiqh. Dalam fiqh terjadi silang pendapat dikalangan fuqaha memaknai suatu dalil dalam nash sehingga hasil ijtihad mereka juga berbeda. Sedangkan dari sisi non fiqh disebabkan masyarakat terlalu yakin dengan tokoh, organisasi dan mazhab yang diyakini. Metode yang digunakan juga tidak sama ada teori bayangan dan teori sudut dalam penentuan arah kiblat, ada metode hisab dan rukyat pada penentuan waktu shalat dan awal bulan. Kata kunci: Perbedaan, Kiblat, Waktu ibadah, Syar’i, Sains. Abstract The issue of determining the direction of Qibla, prayer times and the determination of the new moon on the Hijri calendar based on the circulation of the month (lunar calendar) has always been a concern among observers of astronomy and astronomy because the object of study is closely related to the implementation of worship such as prayer, zakat, fasting and hajj. Prayer is valid if the conditions and pillars are fulfilled. Facing the Qiblah and doing it on time is part of the legal requirements of prayer. Likewise with Eid al-Fitr and Eid al-Adha. So urgent is the problem of direction and times of worship that discourses of discussion and debate among Ulama always come to the fore. The definition of Qibla between the Shafi'iyah and Jumhur schools is not the same. According to the Shafi'iyah school, a person must face the Ka'bah when praying, even though his domicile is far from the Haram Mosque, but the Hanafi, Malikiyah, and Hanabilah schools of thought are sufficient for jihad. The focus of this research problem is what causes differences of opinion in determining the direction of Qibla and times of worship and how the method of determining it is. This study was conducted to obtain information on the causes of differences of opinion in determining the Qibla, times of worship and how the method of determination is based on syar'i and science. From this study, the authors obtain information that the root cause of the difference of opinion in determining the Qibla, prayer times and the beginning of the month of qamariah in Indonesia has two causes, namely schools of fiqh and non-fiqh. In fiqh, there is a difference of opinion among the jurists in interpreting a proposition in the texts so that the results of their ijtihad are also different. Meanwhile, from the non-fiqh perspective, it is caused by people being too sure of the figures, organizations and schools they believe in. The method used is also not the same as the shadow theory and angle theory in determining the Qibla direction, there are reckoning and rukyat methods in determining prayer times and the beginning of the month. Keywords: Difference, Qibla, Time of worship, Syar'i, Science.
PERAN DAN PENDEKATAN MADZAHIB FIQHIYYAH DALAM MENGUKUHKAN PERSATUAN UMAT Ikhwan Fikri
Muqaranah Vol 5 No 1 (2021): Muqaranah
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.929 KB) | DOI: 10.19109/muqaranah.v5i1.9207

Abstract

Persatuan umat Islam merupakan pondasi penting bagi umat beriman sesuai dengan jati diri mereka yang seharusnya memiliki jiwa persaudaraan antara satu dengan yang lain. Kedatangan agama Islam juga telah berperan besar di dalam memperbaiki dan memperbaharui peradaban jahiliyyah yang sebelumnya tercerai-berai dengan segala macam perbedaan suku, ras dan golongan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukuhkan kembali persatuan umatIslam sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ulama madzahib fiqhiyyah. Penelitian ini tidak bertujuan untuk menyatukan berbagai macam madzahib fiqhiyyah, akan tetapi untuk meminimalisir perselisihan yang menjadi efek buruk yang diakibatkan dari kesalahpahaman terhadap hakekat perbedaan pendapat dalam madzahib fiqhiyyah. Diantara contoh peran dan pendekatan yang menunjukkan bahwa para ulama madzahib fiqhiyyah selalu berusaha menghindari akibat buruk dari perbedaan pendapat adalah al-khuruj minal khilaf (keluar dari perselisihan). Salah satu atau sebagian ulama suatu madzhab akan menyatakan sikap untuk keluar dari khilaf (al-khuruj minal khilaf) apabila dirasakan dan diketahui akan menimbulkan efek burukyang diakibatkan dari kesalahpahaman terhadap hakikat perbedaan pendapatdi dalam hukum-hukum syariat Islam. Yang termasuk contoh peran dan pendekatan juga adalah berbagai macam hasil ijma’ yang telah disepakati oleh mayoritas ulama lintas madzhab di dalam permasalahan-permasalahan fiqh yang memiliki peran penting untuk mewujudkan kemaslahatan-kemaslahatan yang dibutuhkan bagi umat Islam dalam jangka waktu yang berkelanjutan. Kata Kunci: Peran, Pendekatan, Madzahib Fiqhiyyah, Persatuan Umat. Abstract The unity of Muslims is an important foundation for the faithful in accordance with their identity which should have a spirit of brotherhood with one another. The arrival of Islam has also played a major role in repairing and renewing the jahiliyyah civilization which was previously scattered with all kinds of ethnic, racial and class differences. The purpose of this study is to reaffirm the unity of Muslims as has been done by the scholars of madzahib fiqhiyyah. This study does not aim to unite the various schools of fiqhiyyah, but to minimize disputes that have a negative effect resulting from misunderstandings about the nature of differences of opinion in madzahib fiqhiyyah. Among the examples of roles and approaches that show that the scholars of madzahib fiqhiyyah always try to avoid the bad consequences of differences of opinion are al-khuruj minal khilaf (getting out of disputes). One or some of the scholars of a madhhab will express an attitude to get out of a mistake (al-khuruj minal khilaf) if it is felt and known that it will cause bad effects resulting from a misunderstanding of the nature of differences of opinion in Islamic Shari'a laws. Examples of roles and approaches also include various kinds of ijma' results that have been agreed upon by the majority of scholars across schools of thought on fiqh issues which have an important role to play in realizing the benefits needed for Muslims in a sustainable period of time. Keywords: role, approach, madzahib fiqhiyyah, the unity of ummah.
QARῙNAH SEBAGAI ALAT BUKTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM Andika Andika; Sutrisno Hadi; Armasito Armasito
Muqaranah Vol 5 No 1 (2021): Muqaranah
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (516.222 KB) | DOI: 10.19109/muqaranah.v5i1.9208

Abstract

Penelitian ini berangkat dari banyaknya permasalahan yang timbul pada ruang lingkup pengadilan perdaa dan agama, tak terkecuali pembuktian dengan alat bukti qarῑnah. Alat bukti qarῑnah ialah suatu indikasi yang imbul yang kemudian saling berhubungan antara satu dengan yang lain hingga mencapai titik jelas dan terang juga nyata.yang seperti apakah yang dibenarkan atau diakui oleh hukum baik Hukum Islam maupun Hukum Perdata. Untuk itulah penelitian ini dibuat menjawab permasalahan tersebut. Inti dari penelitian ini untuk Bagaimana Kedududukan serta kekuatan qarῑnah sebagai alat bukti menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Islam. penelitian termasuk dalam penelitian kualitatif yakni Library Research (peneilitian kepustakaan) yakni dengan pendekatan secara normatif. Pendekatan secara normatif berusaha untuk mengkaji atau meniliti fenomena yang muncul dari segi normatif hukum maupun undang-undang yang terkait dengan masalah ini. Hasil penelitian ini diketahui bahwa dalam perspektif hukum perdata di Indonesia alat bukti qarῑnah disebut persangkaan dilihat dari kedudukannya, Sedangkan dalam perspektif hukum Islam dilihat dari kedudukan serta kekuatannya bahwa alat bukti qarῑnah suatu alat bukti yang memutuskan perkara walaupun hanya dengan dirinya sendiri, seperti kisah yang dijelaskan secara merinci dari kisah Nabi Yusuf. As yang dapat dilihat dalam Q.S Yusuf Ayat 23-28, yang pada intinya menceritakan kejadian zhulaika yang ingin mengajak berbuat mesum terhadap Nabi Yusuf. As dengan menarik baju Nabi Yusuf. As sehingga koyak pada bagian belakang. Dan juga beberapa kisah lain seperti penemuan barang temuan yang dapat diberikan kepada yang dapat menunjukkan ciri-ciri dari barang tersebut. Dengan demikian, alat bukti qarῑnah bisa menjadi alat bukti yang kuat serta memiliki kedudukan yang penting, sehingga qarῑnah menjadi suatu alat bukti yang memiliki peranan yang amat penting dalam hukum perdata maupun Hukum Islam. Kata Kunci: Qarῑnah, Alat Bukti, Hukum Perdata, Hukum Islam. Abstract This research departs from the many problems that arise in the scope of civil and religious courts, including proof by means of qarῑnah evidence. The evidence of qarῑnah is an emerging indication that is then interconnected with one another until it reaches a clear and clear point as well as real, which is what is justified or acknowledged by both Islamic law and civil law. For this reason, this research is made to answer these problems. The essence of this research is how the position and strength of qarῑnah as evidence according to the Civil Code and Islamic Law. Research is included in qualitative research, (namely Library Research), namely with a normative approach. The normative approach seeks to study or scrutinize the phenomena that arise in terms of normative laws and laws related to this issue. The results of this study show that in the perspective of civil law in Indonesia, the evidence for qarῑnah is called suspicion seen from its position, whereas in the perspective of Islamic law it is seen from its position and strength that qarῑnah evidence is a means of evidence that decides a case even if only by itself, as the story described. in detail from the story of the Prophet Yusuf. As can be seen in Q.S Yusuf Verses 23-28, which in essence tells of the incident Zhulaika wanted to invite to do obscenity to Prophet Yusuf. As by pulling the clothes of the Prophet Yusuf. Axle so that it breaks at the back. And also several other stories such as the discovery of found items that can be given to those that can show the characteristics of these items. Thus, qarῑnah evidence can be strong evidence and has an important position, so that qarῑnah becomes a means of evidence that has a very important role in both civil law and Islamic law. Keywords: Qarῑnah, Evidence, Civil Law, Islamic Law.
TALAK SUAMI PADA SAAT ISTRI HAMIL MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN BUDAYA LOKAL Fadhilah Fadhilah; Siti Zailia; Syaiful Aziz
Muqaranah Vol 5 No 1 (2021): Muqaranah
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.56 KB) | DOI: 10.19109/muqaranah.v5i1.9209

Abstract

Abstrak Penelitian ini berjudul Talak Suami Pada Saat Istri Hamil Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Budaya Lokal Di Masyarakat Rt.04 Rw.02 Kelurahan 29 ilir Kota sering terjadi di masyarakat dan terjadi pula di lokasi Rt 04 Rw 02 Kelurahan 29 Ilir Kota Palembang, sehingga peneliti ingin menggali latar belakang di masalah tersebut dan mengetahui hukum talak terhadap wanita hamil. Adapun rumusan masalah skripsi ini sebagai berikut bagaimana hukum talak yang di jatuhkan suami pada saat istri hamil menurut Kompilasi Hukum Islam? dan bagaimana persepsi budaya lokal masyarakat RT 04 RW 02 Kelurahan 29 Ilir Kota Palembang terhadap talak yang dijatuhkan suami pada saat istri hamil. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dokumentasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa menurut pandangan KHI tidak dilarang namun terdapat massa iddahnya tunggu sang istri sampai melahirkan dan menurut budaya Masyarakat Rt.04 Rw.02 Kelurahan 29 Ilir Kota Palembang dilarang karena hendaklah suami memikirkan kondisi istrinya yang dalam kondisi hamil seperti ini sangat memerlukan perhatian untuk kesehatan janin yang ada dalam kandungan istrinya tersebut. Kata kunci: Talak, Wanita Hamil, Budaya Lokal Abstract This research is entitled Husband's divorce when the wife is pregnant local culture community Rt.04 Rw.02 Kelurahan 29 Ilir, Palembang City. The reason the researcher wants to discuss this problem is because this often occurs in the community and also occurs at the location of Rt 04 Rw 02 Kelurahan 29 Ilir, Palembang City, so the researcher wants to explore the background on the problem and know the law of divorce against pregnant women. The formulation of the problem of this thesis is as follows, how is the law of divorce imposed by a husband when a pregnant wife is pregnant according to the compilation of Islamic law? and how the local cultural perceptions of the community at RT 04 RW 02 Kelurahan 29 Ilir, Palembang City regarding talak that was dropped by the husband when the wife was pregnant. The method used is a qualitative approach, the data sources used in this study are primary and secondary, the data collection methods used in this research are field interviews and documentation. according to view compilation Islamic law on divorce by a wife who is pregnant is not prohibited in KHI but there is a mass of iddahnya waiting for her to give birth and according to the culture of Rt.04 Rw.02 Kelurahan 29 Ilir, Palembang City thinking about the condition of his wife who is pregnant like this really requires sufficient attention to maintain health and a healthy and nutritious diet that is sufficient for the health of the fetus in his wife's womb. Key words : Talak, Pregnant woman, Regional Culture
BADAL HAJI UNTUK ORANG YANG TELAH WAFAT DALAM PERSPEKTIF MAZHAB MALIKI DAN MAZHAB SYAFI’I M. Saiv Mahival; Muhammad Zuhdi; Legawan Isa
Muqaranah Vol 5 No 1 (2021): Muqaranah
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (536.116 KB) | DOI: 10.19109/muqaranah.v5i1.9211

Abstract

Badal haji untuk orangpyang telahpwafat dalam perspektif mazhab maliki dan mazhab syafi’i yakni dalam pelaksanaan badal haji adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama mazhab, adapyang membolehkanpdan adapyang tidak boleh. Yang membolehkanpialah mazhab syafi’i sedangkan yang tidak membolehkan ialah mazhab maliki. menurut mazhab maliki tidaklah boleh diwakilkan dengan alasan ibadah haji tidak dapat digantikan dengan orang lain sebagaimana shalat dan puasa sedangkan menurut sebagian ulama terkhusus mazhab syafi’i boleh diwakilkan dengan alasan jikalau seseorang yang telah memenuhi syaratnya wajib hajipnamun telah meninggalpdunia sebelumpiapmelaksanakannya maka boleh segera diwakilkan. Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalahpbagaimana badalphaji untukporang yangptelahpwafat dalam pandangan mazhabpmaliki dan mazhab syafi’i dan apa persamaan dan perbedaan badalphaji untukporang yangptelah wafatpmenurut mazhabpmaliki dan mazhab syafi’i. Adapunpmetode yang digunakanpdalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif, sumberpdata yangpdigunakan dalamppenelitian inipadalah sumberpdatapsekunder, metodeppengumpulan datapyang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang melalui studi kepustakaan yang disebut dengan Library reseach, yaitu dilakukan melalui cara mencari, mengkaji, serta menela’ah atau menganalisa pendapat dan perspektif para ulama yang terdapat dalam buku-bukunya sesuai dengan pembahasan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa menurut pendapat mazhab Maliki bahwa siapa pun yang wajib mengerjakan haji pada rukun Islam, yaitu haji fardhu, tidaklah boleh diwakilkan kepada siapa pun untuk mengerjakan haji sebagai pengganti dirinya. Baik dia sehat ataupun sakit yang diharapkan kesembuhannya. Hal ini di dasari dengan ibadah haji merupakan ibadah yang mendominan pada fisik maka hal ini tidak holeh diwakilkan kepada orang lain. Sedangkan menurut pendapat mazhab Syafi’i bahwa badal haji boleh untuk mereka yang lemah (orang yang sakit atau sudah berlanjut usia) dan bagiporang yang telahpmeninggal dunia. Denganpsyarat orang yang meninggal tersebut belum sama sekali melaksanakan ibadah haji. Adapun persamaan antara mazhab Maliki dan mazhab Syafi’i adalah bahwa kedua-duanya mengatakan ibadah haji itu wajib dilaksanakan bagi orang yangpmampu baikpsecara fisik, finansial dan keamanan. Dan keduanya sepakat juga bahwasanya badal haji itu boleh dibadalkan. Namun letak pada perbedaannya bahwa mazhab Maliki mengatakan harus memakai wasiat sedangkan mazhab Syafi’i tanpa dengan wasiat tetap dibolehkan. Kata Kunci: Badal haji untuk orang yang telah wafat. Abstract The badal hajj for people who have died is in the perspective of the maliki and shafimazhab, namely in the implementation of badal haj there are differences of opinion among mazhab scholars, some allow and some are not allowed. The ones that allow are the syafi'i schools while those who do not allow are the maliki schools. according to the Maliki mazhab it cannot be represented on the grounds that the pilgrimage cannot be replaced by other people such as prayer and fasting, while according to some scholars, especially the shafi'i school, it can be represented on the grounds that if someone who has met the requirements is obliged to do Hajj but has passed away before he performs it then he may immediately represented. As for the formulation of the problem in this study is how badal hajj for people who have died in the view of the mazhabmaliki and mazhabsyafi'i and what are the similarities and differences of badal hajj for people who have died according to mazhabmaliki and mazhabsyafi'i. The method used in this research the writer uses a qualitative approach, the data sources used in this research are secondary data sources, the data collection method used in this research is a method through library research called library research, which is done by means of looking for, studying, and analyzing or analyzing the opinions and perspectives of the scholars contained in their books in accordance with the discussion. Thepresults of thispstudy indicatepthat accordingpto the opinionpof the Maliki school, anyone who is obliged to perform Hajj in the pillars of Islam, namely haji fardhu, should not be represented by anyone to perform Haj as a substitute for himself. Either he is healthy or sick, he is expected to recover. This is based on the fact that the pilgrimage is the dominant worship in the physical so that this cannot be represented by other people. Meanwhile, according to the opinion of the Syafi'imazhab that badal haji is allowed for those who are weak (people who are sick or have aged) and for people who have died. With the condition that the person who died has never performed the pilgrimage at all. The similarities between the Maliki mazhab and the Syafi'i school are that both say that the pilgrimage is obligatory for people who are physically, financially and secure. And both of them agreed that the Hajj badal was allowed to be legalized. However, the difference lies in the fact that the Maliki school says that you must use a will, while the Syafi'i school without a will is still permitted. Keywords: Badal Hajj for people who have dead
PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM TENTANG KEDUDUKAN SURAT ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI Septian Nugraha; Ema Fathimah; Gibtiah Gibtiah
Muqaranah Vol 5 No 1 (2021): Muqaranah
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (583.986 KB) | DOI: 10.19109/muqaranah.v5i1.9212

Abstract

Abstrak Kemajuan teknologi informasi (Teknologi Informasi) mengakibatkan seluruh kegiatan masyarakat dilakukan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi tersebut. salah satunya seperti banyaknya masyarakat yang menggunakan fasilitas surat elektronik dalam hal melakukan tindakan hukum. Hal ini didasarkan juga dari data survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia juga terhadap pengguna gmail saja sebesar 90,6%, pengguna Yahoo sebesar 4,5% dan pengguna surat elektronik atau email kerja sebesar 0,8%, berdasarkan hal ini terlihat bahwa jumlah orang yang antusias menggunakan surat elektronik baik untuk keperluan bisnis, mengirim email untuk komunikasi dan sebagainya. Dan tidak hanya itu, dengan adanya kecanggihan teknologi ada kemungkinan mempengaruhi peristiwa pembukian di pengadilan, salah satunya dalam hal bukti. Menurut teori perubahan hukum menyatakan bahwa hukum dicoba untuk mengakomodasi semua perkembangan baru, oleh karena itu hukum harus selalu bersamaan dengan peristiwa yang terjadi, termasuk salah satu pengembangan teknologi tersebut. Inti dari penelitian ini adalah untuk memeriksa bagaimana status hukum dan jabatan serta kekuatan surat elektronik sebagai bukti sesuai perspektif hukum perdata dan hukum Islam. Penelitian ini termasuk dalam penelitian literatur kualitatif, khususnya penelitian ini deskriptif analitis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif-yuridis. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa dalam perspektif hukum perdata dan hukum Islam status hukumnya sah sebagai alat bukti. Adapun posisinya jika dalam bentuk print out adalah sebagai perpanjangan dari bukti surat yaitu surat biasa yang posisinya sebagai alat bukti utama jika tidak ada bukti lain, jika ada alat bukti lain maka itu sebagai alat bukti pendukung yang insidental bukan sebagai alat bukti pokkok , jika dalam bentuk digital maka posisinya adalah sebagai alat bukti elektronik berupa informasi elektronik , karena e-mail merupakan bagian dari undang-undang sebagai informasi elektronik. Sedangkan dalam perspektif syariat Islam kedudukan dan kekuatan disamakan dengan bukti tulisan dan bukti kecurigaan karena kesamaan illat dengan dua alat bukti tersebut. Kata Kunci: Surat Elektronik, Bukti, Hukum Perdata, Hukum Islam. Abstract Advances in information technology (Information Technology) result in all community activities carried out by utilizing the sophistication of the technology. one of them is like the number of people who use electronic mail facilities in terms of conducting legal acts. This is based also from the survey data conducted by the Association of Indonesian Internet Service Providers also against gmail users alone by 90.6%, Yahoo users by 4.5% and users of electronic mail or work email by 0.8%, based on this it is seen that the number of people who are enthusiastic about using electronic mail either for business purposes, sending emails for communication and so on. And not only that, with the existence of technological sophistication there is the possibility of influencing the evidentiary event in court, one of which is in terms of evidence. According to the theory of law change states that the law is attempted in order to accommodate all new developments, therefore the law must always be at the same time as the events that occur, including one of the development of such technology. The point of the study is to examine how the legal status and position and strength of electronic mail as evidence according to the perspective of civil law and Islamic law. The research is included in qualitative literature research, specifically the research is analytical descriptive. The approach used is normative-juridical approach. The conclusion of the study is that in the perspective of civil law and Islamic law its legal status is valid as a tool of evidence. As for his position if in the form of print out is as an extension of the proof of letter that is a regular letter whose position as the main evidence tool if there is no other evidence, if there is another evidence tool then it as a supporting evidence tool that is incidental not as a tool of evidence pokkok, if in digital form then its position is as an electronic evidence tool in the form of electronic information , because e-mail is a part of the law as electronic information. Whereas in the perspective of Islamic law the position and strength is equated with the evidence of writing and evidence of suspicion because of the similarity of illat with the two tools of evidence. Keywords: Email, Evidence, Civil Law, Islamic Law.
PENYELESAIAN PEMBATALAN PERTUNANGAN CILIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADAT DAN HUKUM ISLAM Bella Heranda; Muhammad Harun; Muhammad Torik
Muqaranah Vol 5 No 1 (2021): Muqaranah
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (527.554 KB) | DOI: 10.19109/muqaranah.v5i1.9213

Abstract

Kida-kidahan atau yang disebut dengan pertunangan ciIik ini sudah menjadi tradisi yang turun temurun dari zaman nenek moyang sampai zaman modern pada saat ini. Di awaIi dari ahIi pihak Iaki-Iaki datang ke rumah pihak perempuan dengan membawa apa sekedar yang dapat dibawanya sebagai tanda penghormatan kepada keIuarga perempuan. Namun seiring dengan perkembangan tradisi pertunangan ciIik ini Iebih banyak menghabiskan biaya karena perayaan ini setara dengan resepsi pernikahan yang diIaksanakan dengan megah dan mewah. Tujuan peneIitian ini adaIahuntuk mengetahui bagaimana penyeIesaian sengketa pertunangan ciIik di desa Baru Rambang menurut prespektif hukum adat dan hukum IsIam. PeneIitian ini dapat menambah kajian yang Iebih Iuas secara khusus tentang penyeIesaian sengketa pertunangan ciIik daIam kehidupan masyarakat Baru Rambang, serta mampu memberikan khazanah pengetahuan bagi penuIis dan peneIiti seIanjutnya mengenai hukum IsIam, tradisi dan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Metode peneIitian yang digunakan yaitu peneIitian Iapangan (fieId research) dengan sumber data meIaIui data primer dan sekunder dan dikumpuIkan dengan cara observasi, dokumentasi dan wawancara Iangsung dengan tokoh adat, tokoh agama serta perangkat desa yg terIibat. HasiI dari peneIitian ini adaIah bahwa penyeIesaian sengketa pertunangan ciIik ini diseIesaikan dengan cara yang baik yaitu dengan cara kekeIuargaan dan juga musyawarah yang meIibatkan tokoh adat, tokoh agama serta kepaIa desa. Sanksi bagi pihak yang membataIkan sudah di tetapkan oIeh masyarakat setempat supaya bisa bertanggung jawab atas apa yang teIah di perbuat dan juga demi keadiIan bagi kedua beIah pihak yang bersengketa supaya terciptanya kerukunan dan kedamaian. HaI ini pun tidak bertentangan dengan ajaran dan hukum IsIam. Kata Kunci: PembataIan Pertunangan CiIik, Adat dan IsIam. Absract Kida-kidahan or what is known as little engagement has become a tradition passed down from generation to generation from the time of our ancestors to modern times today. At the beginning, the men and women came to the women's house with what they could bring as a sign of respect to the women's family. However, along with the development of this little engagement tradition, it costs more because this celebration is equivalent to a wedding reception which is held grandly and luxuriously. The purpose of this research is to find out how to settle a small-scale engagement dispute in Baru Rambang village from the perspective of customary law and Islamic law. This research can add to a more extensive study in particular on the resolution of civil engagement disputes in the life of the Baru Rambang community, as well as being able to provide a wealth of knowledge for writers and further researchers regarding Islamic law, traditions and culture of the community concerned. The research method used is field research with data sources through primary and secondary data and collected by means of observation, documentation and direct interviews with traditional leaders, religious leaders and village officials involved. The result of this research is that the settlement of this small engagement dispute is resolved in a good way, namely by family methods and also through deliberation involving traditional leaders, religious leaders and village heads. Sanctions for those who break it have been set by the local community so that they can be held accountable for what has been done and also for the sake of justice for both parties to the dispute in order to create harmony and peace. This is also not contrary to the teachings and laws of Islam. Keywords: Cancellation of Civil Engagement, Custom and Islam.

Page 1 of 1 | Total Record : 7