cover
Contact Name
Saleha Sungkar
Contact Email
ejki.fkui@ui.ac.id
Phone
+6282123550275
Journal Mail Official
ejki.fkui@ui.ac.id
Editorial Address
Departemen Parasitologi FKUI Jl. Salemba Raya No. 6 Jakarta Pusat
Location
Kota depok,
Jawa barat
INDONESIA
eJournal Kedokteran Indonesia
Published by Universitas Indonesia
ISSN : 23381426     EISSN : 23386037     DOI : http://doi.org/10.23886/ejki
Core Subject : Health, Science,
eJournal Kedokteran Indonesia (eJKI) is a general medical journal, published quadrimester (April, August, December) by Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia. eJKI aims to published the manuscript of students (Bachelor of Medicine (S.Ked), study Program of Medical Profession, magister/specialist, doctoral, and fellow). The journal is a general medical journal that covering all areas of biomedical science, basic medical science, clinical science, medical technology, and medical education. The journal accepts editorial, research article, reviews, evidence-based case report, and also interesting case reports/case study. This work was supported by Faculty of Medicine, Universitas Indonesia.
Articles 107 Documents
Tata Laksana Komprehensif Dermatitis Stasis pada Geriatri Shannaz Nadia Yusharyahya; Natalia Rania Sutanto; Adhika Ayu Lestari; Rhida Sarly Amalia; Melody Febriana Andardewi
eJournal Kedokteran Indonesia Vol 9, No. 3 - Desember 2021
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (150.252 KB) | DOI: 10.23886/ejki.9.1.236-42

Abstract

Dermatitis stasis merupakan penyakit kulit inflamasi yang umum terjadi di ekstremitas bawah, ditandai dengan eritema, skuama, erosi, krusta, dan terkadang juga dapat ditemukan vesikel, serta ulserasi kecil di kulit yang dikenal sebagai ulkus stasis atau ulkus venosum. Faktor risiko dermatitis statis antara lain usia di atas 50 tahun, obesitas, dan jenis kelamin perempuan. Dilaporkan tiga kasus dermatitis stasis pada pasien geriatri laki-laki yang datang ke Rumah Sakit dr.Cipto Mangunkusumo dan ketiganya disertai komorbiditas obesitas. Tata laksana pada ketiga pasien ini melibatan departemen lain (multidisiplin) dan membuahkan hasil yang baik. 
Optimalisasi 1000 Hari Pertama Kehidupan: Nutrisi, Kasih Sayang, Stimulasi, dan Imunisasi Merupakan Langkah Awal Mewujudkan Generasi Penerus yang Unggul Hartono Gunardi
eJournal Kedokteran Indonesia Vol 9, No. 1 - April 2021
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (368.6 KB) | DOI: 10.23886/ejki.9.2.1

Abstract

-
Pars Plana Vitrectomy in Rhegmatogenous Retinal Detachment in Paediatric Patients in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Indonesia 2017 Faresa Hilda; Ari Djatikusumo; Elvioza Elvioza; Gitalisa Andayani Adriono; Anggun Rama Yudantha; Mario Marbungaran Hutapea; Andi Arus Victor
eJournal Kedokteran Indonesia Vol 9, No. 2 - Agustus 2021
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.126 KB) | DOI: 10.23886/ejki.9.4.94

Abstract

In the past decades, indications for PPV in paediatric patients has been rising with large heterogeneity outcomes among studies. Our objective is to present a pilot descriptive study in Indonesia, regarding pars plana vitrectomy (PPV) success rate in paediatric patients with rhegmatogenous retinal detachment (RRD) in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH). A retrospective study was conducted on 16 paediatric eyes diagnosed for RRD and treated in CMH during the period of January 2017 to December 2017. A total of 16 RRD eyes were identified in 15 individuals. Majority of the patients were male and were in the age group of 12-18 years. There were 13 patients undergone PPV with or without SB. Functional anatomical success rate was determined from the macula status while functional success rate on final BCVA. Among 16 patients, 14 had constant or increased final BCVA and 11 had reattached macula. The success rate of PPV in terms of anatomical outcome was 11 out of 16 eyes and in functional outcome was 8 out of 16 eyes. Keywords: pars plana vitrectomy, paediatric ophthalmology, rhegmatogenous retinal detachment.   Karakteristik dan Hasil Vitrektomi Pars Plana pada Pasien Pediatrik di Divisi Vitreoretina Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Tahun 2017 Abstrak Indikasi tindakan vitrektomi pars plana (PPV) pada pasien pediatrik bertambah secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Penelitian ini dilakukan sebagai studi awal di Indonesia, terkait tingkat keberhasilan PPV pada pasien anak dengan rhegmatogenous retinal detachment (RRD) khususnya di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Studi retrospektif dilakukan terhadap 16 mata RRD pada 15 pasien anak di RSCM pada periode Januari 2017 – Desember 2017. Mayoritas pasien merupakan laki-laki dalam kelompok umur 12-18 tahun. Terdapat 13 pasien yang menjalani PPV dengan atau tanpa scleral buckle (SB). Tingkat keberhasilan anatomi dilihat dari status penempelan makula, sementara tingkat keberhasilan fungsional dinilai dari visus akhir. Tingkat keberhasilan anatomi PPV dalam studi ini adalah 11/16 mata, dan tingkat keberhasilan fungsional mencapai 8/16 mata. Kata kunci: vitrektomi pars plana, oftalmologi pediatrik, rhegmatogenous retinal detachment.
Obstetric and Perinatal Characteristics of Teenage Pregnancies: an Analysis of Five Year Period in dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta Junita Indarti; David Eka Prasetya; Hari Sandi; Imam Rahmadi; Raymond Surya
eJournal Kedokteran Indonesia Vol 9, No. 1 - April 2021
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.595 KB) | DOI: 10.23886/ejki.9.6.18

Abstract

Abstract Teenage pregnancy leads to higher rates of maternal and perinatal complication and has been amajor challenge globally. This study aims to evaluate the obstetric and perinatal characteristics of teenagepregnancies in Indonesian population. A cross-sectional study through medical records was performed attertiary cared dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, from 2014 to 2018. We recruited average maternalage of women and teenagers who carried singleton live pregnancies and delivered at tertiary care. Obstetricalcomplications include anemia at labor, preeclampsia/eclampsia, postpartum hemorrhage, preterm rupture ofmembrane, induction of labor, cesarean section delivery and perinatal outcomes include small-for-gestationalage, stillbirth, intrauterine growth restriction, preterm birth, low birth weight, 5th minimum APGAR score wereassessed. Statistical analysis was done using SPSS 20. There were 4265 eligible subjects during 5-yearperiod. The prevalence of teenage pregnancy (11-19 years old) was 543/4265 (12.7%). Teenage pregnancyhad a higher incidence of preterm deliveries (OR 2.047, 95%CI 1.660–2.524, p<0.001) and anemia at labor(OR 1.433, 95%CI 1.113-1.843, p=0.005). Low birth weight babies (OR 1.520, 95%CI 1.229–1.879, p<0.01)were associated with teenage pregnancy. Teenage pregnancy contributes to higher incidence of pretermdeliveries, anemia at labor, and low birth weight. Keywords: teenage, pregnancy, outcome, maternal, perinatal.   Karakteristik Obstetrik dan Perinatal pada Kehamilan Remaja: Analisis Lima Tahun di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Abstrak Kehamilan remaja meningkatkan komplikasi maternal dan perinatal serta merupakan tantangan global.Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik obstetrik dan perinatal kehamilan remaja di Indonesia.Studi potong lintang melalui rekam medis dilakukan di RSCM, Jakarta, pada tahun 2014 hingga 2018. Kriteriainklusi ialah kehamilan remaja dan usia reproduksi pasien yang melahirkan di RSCM. Komplikasi obstetrikyang dinilai adalah anemia saat persalinan, preeklamsia/eklamsia, perdarahan pascasalin, ketuban pecahdini, induksi persalinan, seksio sesarea, dan luaran perinatal yaitu janin kecil, lahir mati, pertumbuhan janinterhambat, persalinan prematur, berat lahir rendah, dan skor APGAR 5 menit. Analisis statistik menggunakanSPSS 20. Terdapat 4265 subjek selama 5 tahun dengan prevalensi kehamilan remaja (11-19 tahun) 543/4265(12,7%). Kehamilan remaja meningkatkan insidens persalinan prematur yang lebih tinggi (OR 2,047, 95%CI1,660–2,524, p<0,001) dan anemia saat persalinan (OR 1,433, 95%CI 1,113-1,843, p=0,005). Berat badan lahirrendah berhubungan dengan kehamilan remaja (OR 1,520, 95%CI 1,229–1,879, p<0,01). Kehamilan remajamemiliki dampak lebih tinggi terhadap persalinan prematur, anemia saat persalinan, dan berat lahir rendah. Kata kunci: remaja, kehamilan, luaran, maternal, perinatal.
Central Serous Chorioretinopathy Associated with Calcium Channel Blocker Consumption: A Case Report Andi Arus Victor
eJournal Kedokteran Indonesia Vol 9, No. 1 - April 2021
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1525.951 KB) | DOI: 10.23886/ejki.9.7.62

Abstract

Central serous chorioretinopathy (CSC) is one of the leading causes of blindness in middle-aged population. This case report describes case of CSC associated with amlodipine consumption. A 62-years old woman came with blurry vision on the right eye (RE) for 25 days, prior to admission. Patient was hypertensive and on routine calcium channel blocker (CCB, amlodipine) for the last two months. Initial best corrected visual acuity (BCVA) was 0.3 for her RE and 0.8 on her left eye (0.8). Anterior segment examinations of both eyes were within normal limits. Funduscopy revealed serous retinal detachment on the macula of RE. Optical coherence tomography (OCT) of RE showed subretinal and below choroid fluid accumulation and central macular thickness of 352 µm. Patient was treated with non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID) and vitamins but the complaint worsened. Amlodipine was ceased on the third month of treatment. CSC resolved and final BCVA was 1.0. There might be an association between CCB consumption to incidence of CSC. Our study was the first to describe such occurrence. Further study is required to confirm this association Keywords: Central serous chorioretinopathy, calcium channel blocker, amlodipine, calcium ion, pathogenesis.   Korioretinopati Serosa Sentral Terkait Penggunaan Penghambat Kanal Kalsium: Sebuah Laporan Kasus Abstrak Central serous chorioretinopathy (CSC) merupakan salah satu penyebab utama kebutaan pada populasi usia paruh baya. Laporan kasus ini mendeskripsikan sebuah kasus CSC yang berkaitan dengan konsumsi Amlodipine. Seorang wanita berusia 62 tahun datang dengan keluhan pandangan buram pada mata kanan sejak 25 hari sebelum datang ke Rumah Sakit. Pasien didiagnosis dengan hipertensi dan rutin mengkonsumsi calcium channel blocker (CCB, amlodipine) dalam 2 bulan terakhir. Pemeriksaan tajam visual terbaik / best corrected visual acuity (BCVA) di awal menunjukkan hasil 0.3 pada mata kanan dan 0.8 pada mata kiri. Pemeriksaan anterior segmen pada kedua mata dalam batas normal. Pemeriksaan funduskopi menunjukan ablasio retina serosa pada makula mata kanan. Pemeriksaan optical coherence tomography (OCT) pada mata kanan menunjukkan hasil akumulasi cairan pada subretina dan dibawah koroid, serta ketebalan makula sentral yaitu 352µm. Pasien diberikan tatalaksana berupa non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID) dan vitamin, namun keluhan dirasa memburuk. Konsumsi amlodipine dihentikan pada bulan ke 3. CSC dinyatakan sembuh dengan BCVA akhir 1.0. Terdapat kemungkinan hubungan antara konsumsi CCB dengan insidensi CSC. Studi kami merupakan studi pertama yang mendeskripsikan kejadian tersebut. Dibutuhkan studi lebih lanjut untuk mengkonfirmasi hubungan tersebut. Kata kunci: Korioretinopati serosa sentral, penghambat kanal kalsium, amlodipine, ion kalsium, patogenesis
Three Years Retrospective Study of Melanocytic Lesion in Tertiary Hospital: Comparing Benign & Malignant Data Fitri Ayu Ramadhini
eJournal Kedokteran Indonesia Vol 9, No. 1 - April 2021
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (536.228 KB) | DOI: 10.23886/ejki.9.10.24

Abstract

Abstract Melanocytic lesion is defined as skin symptom due to proliferation of melanocytes. It may be considered benign, commonly diagnosed as melanocytic nevus (MN), or may also be malignant as malignant melanoma (MM). Publication of epidemiologic data about melanocytic lesion in Indonesia is limited. The aim of this study was to evaluate the epidemiologic findings of melanocytic lesion based on histopathology and clinical data. This descriptive study was done by collecting retrospective pigmented lesion from histopathology database at Department of Anatomical Pathology dr. Cipto Mangunkusumo National Hospital from 2014 - 2017. Retrieved data were analyzed descriptively for MN and MM include clinical diagnosis, age, sex, location, size and clinical working diagnosis. There were 121 cases of melanocytic lesions consisting of 87.6% MN. Females were more frequent for benign lesions. MN cases were mostly seen at the age below the fourth decade, while from 12 cases of MM found above fourth decade. MN was located mostly on the head and neck, while MM mostly in the lower extremities and soles. There were 75 lesions size and 4 lesions location were unknown data missing. MM is still considered rare. Completing clinical finding in the histopathology request form by surgeons will aid in defining better characteristic of melanocytic lesion in our population. Keyword: epidemiology, melanocytic lesion, nevus melanocytic, malignant melanoma.   Studi Retrospektif Lesi Melanositik dalam Tiga Tahun di RS Tersier: Perbandingan Data Jinak dan Ganas Abstrak Lesi melanositik didefinisikan sebagai lesi kulit akibat proliferasi melanosit. Lesi melanositik dapat dianggap jinak, umumnya didiagnosis sebagai nevus melanositik (NM), atau merupakan ganas yaitu melanoma maligna (MM). Publikasi data epidemiologi tentang lesi melanositik di Indonesia masih terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi gambaran epidemiologis lesi melanositik berdasarkan data histopatologi dan klinis. Penelitian deskriptif ini dilakukan dengan mengumpulkan data retrospektif lesi berpigmen dari basis data histopatologi di Departemen Patologi Anatomi Rumah Sakit Nasional dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun 2014 - 2017. Data dianalisis secara deskriptif untuk NM dan MM termasuk diagnosis kerja, usia, jenis kelamin, lokasi, ukuran, dan diagnosis klinis. Terdapat 121 kasus lesi melanositik yang terdiri atas 87,6% NM. Lesi jinak lebih banyak ditemukan pada wanita. Terdapat 75 dan 4 kasus dengan data ukuran lesi dan lokasi tidak tercantum. MM masih dianggap jarang. Kasus NM sebagian besar terlihat pada usia di bawah dekade keempat, sedangkan dari 12 kasus MM di atas dekade keempat. NM sebagian besar terletak di kepala dan leher, sedangkan MM ditemukan di ekstremitas bawah dan telapak kaki. Melengkapi temuan klinis dalam formulir permintaan histopatologi oleh dokter bedah akan membantu dalam menentukan karakteristik lesi melanositik lebih baik pada populasi ini. Kata kunci: epidemiologi, lesi melanositik, nevus melanositik, melanoma maligna
Prognostic of Recurrence of Ankle Sprain Injury in Athletes who Return to Sports Early Chikih Chikih; Nani Cahyani Sudarsono; Elina Widiastuti; Anggia Prathama Nasution
eJournal Kedokteran Indonesia Vol 9, No. 2 - Agustus 2021
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.38 KB) | DOI: 10.23886/ejki.9.11.137

Abstract

Ankle sprains can occur in all athletes. The injuries are often considered minor but can occur repeatedly which can cause chronic complications. This evidence-based case report aims to determine the prognosis of recurrent ankle sprains resulting from returning to exercise too early. This report uses two databases for evidence collection, namely PubMed and Cochrane. Of the four articles, it was found that recurrent ankle sprains incidence rate was 33%, and neuromuscular training significantly reduced ankle sprain recurrence rates with relative risk 0.63 (95 % CI: 0.34-0.99) and hazard ratio 0.18 (95 % CI: 0.07-0.43). The healing time to the pre-injury state reached 93.8 ± 1.2 days for conventional therapy and 97.6 ± 1.5 days for a surgical procedure, and the time to return to exercise was 46.6 (95 % CI:15.4-70) days for conventional treatment and 55.2 ± 15.8 (95 % CI: 41.7 ± 9.8) days for surgical procedure. Using an ankle brace can help in healing and preventing recurrent injuries. Future more, proper handling and education about injuries and when is the optimal time to return to exercise can prevent relapse. Keywords: ankle sprain, return to sports, recurrence injury.   Prognosis Kekambuhan Cedera Sprain Pergelangan Kaki Olahragawan Setelah Kembali Berolahraga Lebih Awal Abstrak Cedera sprain pergelangan kaki dapat terjadi pada semua atlet. Cedera tersebut sering dianggap ringan namun jika terjadi berulang dapat menyebabkan komplikasi kronik. Laporan kasus berbasis bukti ini bertujuan untuk mengetahui prognosis kejadian berulang cedera sprain pergelangan kaki akibat kembali berolahraga terlalu awal. Dua basis data digunakan dalam pengumpulan bukti, yakni PubMed dan Cochrane. Dari empat artikel didapati cedera sprain pergelangan kaki dapat terjadi berulang dengan incidence rate 33% dan menyatakan neuromuscular training secara signifikan mengurangi tingkat kekambuhan sprain pergelangan kaki dengan relative risk 0.63 (95% CI: 0.34-0.99) dan hazard ratio 0.18 (95% CI: 0.07-0.43). Waktu penyembuhan ke keadaan sebelum cedera 93.8±1.2 hari untuk terapi konvensional, 97.6±1.5 hari untuk tindakan operatif, waktu kembali berolahraga adalah 46.6 (95% CI:15.4-70) hari untuk tindakan konvensional dan 55.2 ± 15.8 (95 % CI: 41.7 ± 9.8) hari untuk tindakan operasi. Penggunaan penyangga pergelangan kaki dapat membantu proses penyembuhan dan pencegahan cedera berulang. Oleh karena itu penanganan dan edukasi yang tepat mengenai cedera dan menetapkan waktu yang tepat untuk kembali berolahraga dapat mencegah kekambuhan. Kata kunci: cedera pergelangan kaki, kembali berolahraga, cedera berulang.
Posterior Segment Pathologies in Leprosy Patients with Visual Impairment: A Case Series Gitalisa Andayani Adriono; Andi Marsa Nadhira; King Hans Kurnia; Yunia Irawati
eJournal Kedokteran Indonesia Vol 10, No. 1 - April 2022
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.241 KB) | DOI: 10.23886/ejki.10.12.71-6

Abstract

Leprosy is an important infectious disease, which is still prevalent in developing countries including  Indonesia. This disease may affect the skin, extremities, peripheral nerves, and the eyes, causing disabilities of the patient. Leprosy is known to cause various ocular disorders, however, posterior segment abnormalities which involve the retina, choroid dan vitreous, have rarely been reported. Therefore, we present a case series of patients with posterior segment pathologies in visually impaired leprosy patients. These patients were identified during a community-based screening program on 99 leprosy patients, held in July 2019 in Alverno Hospital, Singkawang West Kalimantan. Patient comprised of inpatients and former patients who lived within the city and nearby cities who were invited for the program. All patients underwent comprehensive ophthalmology examination, performed by general ophthalmologists. Visual impairment was found in 15 patients, and their pupils were dilated, followed with posterior segment examination with indirect ophthalmoscopy and fundus photograph, using a handheld fundus camera, done by a vitreoretina specialist. Out of all patients screened, we did not find any leprosy-related posterior segment abnormalities. However, posterior segment pathologies were found in six patients, including peripapillary atrophy, myopic crescent, drusen and chorioretinal atrophy. One patient showed extensive chorioretinal atrophy with pigment clumping, which may be caused by leprosy- related chronic inflammatory process.  
Nilai Pengetahuan Pemanfaatan Air Sungai, Faktor Sosiodemografi, dan Sosioekonomi Warga Daerah Aliran Sungai Citarum Retno Asti Werdhani; Dini Yuliani; Monika Herliana; Eghar Anugrapaksi
eJournal Kedokteran Indonesia Vol 10, No. 1 - April 2022
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (293.765 KB) | DOI: 10.23886/ejki.10.14.13-7

Abstract

Sungai Citarum merupakan sungai tercemar di dunia dan digunakan oleh masyarakat di daerah aliran sungai (DAS). Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan faktor sosiodemografi dan sosioekonomi, denganpengetahuan pemanfaatan air Sungai Citarum pada warga di DAS Citarum, Jawa Barat. Studi potong lintang inimenggunakan data sekunder penelitian Indonesian One Health University Network (INDOHUN) pada tahun 2018.Profil sosiodemografi, sosioekonomi, dan pengetahuan pemanfaatan air diperoleh melalui kuesioner wawancaraterpimpin. Sebanyak 155 orang berusia produktif yang bertempat tinggal di Kelurahan Andir dan Kelurahan/DesaGajahmekar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, terpilih secara acak dengan teknik clustered random sampling.Mayoritas responden merupakan masyarakat berusia 18 - 45 tahun (61,3%), perempuan (78,1%), pendidikan rendah(74,2%), ibu rumah tangga (64,5%), dan memiliki status ekonomi rendah (81,6%). Median nilai pengetahuan 54,55(0–100). Nilai pengetahuan pada kelompok pendidikan rendah dan pendapatan di bawah UMR lebih kecil secarabermakna dibandingkan kelompok pendidikan sedang-tinggi dan pendapatan di atas UMR (masing-masing p=0,027dan p <0,001). Pada kelompok usia dan jenis kelamin tidak berbeda bermakna dengan pengetahuan pemanfaatanair (masing-masing p=0,414 dan p=0,315). Terdapat perbedaan skor pengetahuan pemanfaatan air Sungai Citarumsecara bermakna antar kelompok pendapatan dan tingkat pendidikan masyarakat di DAS Citarum.
Maternal Characteristics, Pregnancy, and Neonatal Outome in Preeclampsia and HELLP Syndrome: a Comparative Study Ali Sungkar; Rima Irwinda; Raymond Surya; Andrew Pratama Kurniawan
eJournal Kedokteran Indonesia Vol 9, No. 1 - April 2021
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.037 KB) | DOI: 10.23886/ejki.9.15.7

Abstract

HELLP syndrome is a complication in pregnancy which may increase maternal morbidity and mortality risk. This study aims to compare maternal characteristics, pregnancy and neonatal outcome between preeclampsia and HELLP syndrome. All preeclampsia without or with severe features and HELLP syndrome using ACOG criteria coming to dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2015 to December 2017 were recruited into this cross-sectional study. Demographic, clinical, laboratories parameters, and neonatal outcomes were compared between HELLP and preeclampsia patients. The SPSS 20 for Windows was used for all analyses. There were 676 deliveries which was complicated by preeclampsia without or with severe features and 113 patients with HELLP syndrome. Gestational age, history of hypertension systolic and diastolic blood pressure, hemoglobin, hematocrit, urea, creatinine, uric acid, and albumin are different significantly between HELLP and preeclampsia patients. History of hypertension in previous pregnancy is considered as a significant risk factor for HELLP syndrome (p=0.001); RR 2.33 (95% CI 1.41–3.9). Based on data of gestational age at delivery which lower in HELLP syndrome, it showed lower median birth weight in HELLP syndrome (1442.5 g) compared with preeclampsia (1442.5 g vs 2400 g, p=; 95%CI There is significant difference in gestational age at delivery, nullipara, blood pressure, and laboratory findings (urea, creatinine, uric acid, albumin) between preeclampsia and HELLP syndrome group. History of hypertension in previous pregnancy is a significant risk factor for HELLP syndrome. Regarding neonatal outcome, baby born from HELLP syndrome has lower median birth weight. Keywords: HELLP syndrome, preeclampsia, risk factor, neonatal outcome.   Karakteristik Maternal, Luaran Kehamilan, dan Neonatal pada Preeklamsia dan Sindrom HELLP: Studi Komparatif Abstrak Sindrom HELLP merupakan komplikasi kehamilan yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal. Studi ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik antara sindrom HELLP dan preeklamsia serta luaran neonatus. Studi potong lintang ini melibatkan seluruh pasien preeklamsia dengan atau tanpa perburukan dan sindrom HELLP berdasarkan kriteria ACOG yang datang ke RS dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Januari 2015 sampai Desember 2017. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi, klinis, laboratorium antara pasien HELLP dan preeklamsia sedangkan analisis multivariat untuk mengetahui karakteristik yang memengaruhi sindrom HELLP. Data dianalisis menggunakan SPSS 20. Terdapat 676 persalinan pada kelompok preeklamsia dengan atau tanpa perburukan dan 113 pasien dengan sindrom HELLP. Usia kehamilan, tekanan darah sistolik dan diastolik, hemoglobin, hematokrit, ureum, kreatinin, asam urat, dan albumin berbeda bermakna antara pasien sindrom HELLP dan preeklamsia. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya dianggap sebagai faktor risiko terhadap sindrom HELLP (p=0,001); RR 2,33 (IK 95% 1,41-3,9). Berdasarkan usia kehamilan saat persalinan yang lebih awal dan bayi lahir lebih rendah pada sindrom HELLP (1442,5 g) dibandingkan preeklamsia (2400 g). Terdapat perbedaan bermakna pada usia kehamilan saat persalinan, tekanan darah, dan parameter laboratorium (ureum, kreatinin, asam urat, albumin) antara kelompok preeklamsia dan sindrom HELLP. Berdasarkan luaran neonatus, bayi dari sindrom HELLP lebih rendah berat lahirnya. Kata kunci: sindrom HELLP, preeklamsia, faktor risiko, luaran neonatus

Page 1 of 11 | Total Record : 107