cover
Contact Name
ROBERT PURBA
Contact Email
jurnalpneumatikos@stapin.ac.id
Phone
+6281329494800
Journal Mail Official
jurnalpneumatikos@stapin.ac.id
Editorial Address
Linkungan Pasir Asih No. 802-821 RT. 03 RW. 10 Majalengka 45411
Location
Kab. majalengka,
Jawa barat
INDONESIA
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi/Kependetaan
ISSN : 22524088     EISSN : 26858002     DOI : https://doi.org/10.56438
PNEUMATIKOS merupakan wadah untuk memublikasikan hasil penelitian teologi, baik penelitian literatur maupun lapangan, yang dilakukan oleh para dosen Sekolah Tinggi Teologi STAPIN Majalengka dan STT lain di seluruh Indonesia. Focus dari Jurnal ini ialah: Biblika (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) Dogmatika Kristen Historika Gereja Pentakostalisme Teologi Praktika
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 48 Documents
Kekayaan dan Kemiskinan dalam Kehidupan Umat Allah Masa Kini: Sebuah Refleksi Teologis Rapi Gultom; Pieter Anggiat Napitupulu
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 10 No. 1: Juli 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1481.542 KB)

Abstract

Roma pasal 12:1-2 merupakan peralihan dari pengajaran tentang pembenaran oleh iman ke dalam praktek hidup harian. Orang percaya setelah mendapat pengajaran tentang pembenaran oleh iman, dapat hidup sesuai hakekat barunya tersebut. Sebagai orang yang telah dibenarkan oleh iman, setiap orang percaya harus memiliki gaya perilaku yang berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Ada dua hal yang terjadi di dalam hidup orang percaya. Setiap orang percaya mendapat tantangan dan perubahan hidup. Setiap orang percaya mendapat tantangan untuk mempersembahkan dirinya sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah. Di sisi berikutnya setiap orang percaya harus mengalami perubahan. Mereka tidak lagi menjadi serupa dengan dunia tetapi harus serupa dengan gambar Kristus. Setiap orang percaya harus mengalami perubahan moral, mental dan motivasional. Ini semuanya merupakan ibadah yang sejati.
Paradigma Orangtua terhadap Anak Perempuan dalam Pendidikan Memasung Emansipasi Aprianus Simanungkalit
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 10 No. 1: Juli 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1555.27 KB)

Abstract

Roma pasal 12:1-2 merupakan peralihan dari pengajaran tentang pembenaran oleh iman ke dalam praktek hidup harian. Orang percaya setelah mendapat pengajaran tentang pembenaran oleh iman, dapat hidup sesuai hakekat barunya tersebut. Sebagai orang yang telah dibenarkan oleh iman, setiap orang percaya harus memiliki gaya perilaku yang berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Ada dua hal yang terjadi di dalam hidup orang percaya. Setiap orang percaya mendapat tantangan dan perubahan hidup. Setiap orang percaya mendapat tantangan untuk mempersembahkan dirinya sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah. Di sisi berikutnya setiap orang percaya harus mengalami perubahan. Mereka tidak lagi menjadi serupa dengan dunia tetapi harus serupa dengan gambar Kristus. Setiap orang percaya harus mengalami perubahan moral, mental dan motivasional. Ini semuanya merupakan ibadah yang sejati.
Makna Uang Menurut Keluarga Kristen Keturunan Tionghoa Syukurniawati Gea; Aprianus Simanungkalit
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 10 No. 1: Juli 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1000.592 KB)

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan pentingnya pemahaman doktrin soteriologi kepada mereka yang memberitakan Injil. Penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif pada penyelidikan literatur untuk memperoleh pandangan beberapa tokoh yang kompeten di bidangnya untuk menemukan sintesa teologi tentang dibutuhkannya kemampuan para pemberita Injil terhadap pemahaman doktrin soteriologi yang benar. Kesimpulannya, bahwa perlu adanya kemampuan yang benar dan tepat tentang pemahman doktrin soteriologi bagi pada kegiatan memberitakan Injil.
Anak Cucunya Tidak akan Meminta-minta: Parenting dan Grandparenting Heli Herlina; Nehemia Parmonangan Pasaribu
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 10 No. 1: Juli 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (987.538 KB)

Abstract

Pembangunan tubuh Kristus merupakan agenda utama gereja dalam rancangan Allah. Hal itu bertalian dengan amanat Agung Yesus Kristus. Perintah untuk memberitakan Injil sampai ujung bumi, memuridkan semua bangsa dan membaptis di dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus mengindikasikan, bahwa di pundak gereja diberikan tanggungjawab untuk bertumbuh dalam kedewasaan sehingga dapat berkembang untuk memenuhi bumi dengan ajaran Kristus. Gereja harus melakukan ekspansi (misi) besar-besaran ke dalam kehidupan manusia, agar dapat menghadirkan pemerintahan Allah di bumi ini. Hal itu sejajar dengan doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, “Datanglah kerajaan-Mu dan jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga”. Oleh sebab itu, esensi dari pembangunan tubuh Kristus adalah mencapai kepenuhan Kristus yang menghasilkan pendewasaan umat, sehingga mereka menjadi alat Tuhan yang mendorong pertumbuhan sesama anggota tubuh Kristus. Terang Injil yang menyelamatkan menjangkau dan memenuhi kehidupan umat manusia.
Kualifikasi dan Tanggung Jawab Gembala Jemaat: Perspektif Teologis Pieter Anggiat Napitupulu
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 10 No. 2: Januari 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (592.355 KB)

Abstract

Pastors as pastors have a strategic position in church leadership. Is it right for a pastor without qualified qualifications to lead the congregation? The profession of a pastor should not be considered a lower occupation than other professions. A shepherd must be willing to emulate Jesus who gave His life for the flock (His people). Thus a shepherd must understand correctly his responsibilities. He must prepare himself in such a way before becoming a shepherd. Having ability and commitment in carrying out his duties according to the vision in the church where he serves. Duties and responsibilities and operational tasks that are not light should be done as well as possible. He can fulfill the mandate of God's trust in caring for the sheep that God has entrusted to him. Abstrak Pendeta sebagai gembala jemaat memiliki posisi strategis dalam kepemimpinan jemaat. Apakah tepat seorang gembala jemaat tanpa kualifikasi yang mumpuni dalam memimpin jemaat? Profesi seorang gembala tidak boleh dianggap sebagai pekerjaan yang lebih rendah dibanding profesi lain. Seorang gembala harus bersedia meneladani Yesus yang menyerahkan nyawa-Nya untuk kawanan domba (umat-Nya). Dengan demikian seorang gembala harus mengerti dengan benar akan tanggung-jawabnya. Dia harus mempersiapkan dirinya sedemikian rupa sebelum menjadi gembala. Mempunyai kecapakapan dan berkomitmen dalam melaksanakan tugasnya sesuai visi dalam satu gereja di mana dia melayani. Tugas dan tanggung-jawab serta tugas opera-sionalnya yang tidak ringan hendaknya dilakukan sebaik-baiknya. Dia dapat menunaikan amanah kepercayaan Tuhan dalam memelihara domba-domba yang Tuhan percayakan kepadanya.
Menerapkan Manajemen Pelayanan Berbasis SOP di Gereja Maria Wijiati
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 10 No. 2: Januari 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (656.202 KB)

Abstract

When viewed at the present time, church service management based on SOP (Standard Operating Procedures) in providing quality of service is less considered. This can be seen by the dependence of subordinates / workers / staff to the leader in running the service so that errors often occur in it and as a result can not provide good quality of service to the congregation, the services provided by the church are not in accordance with the expectations of the congregation. Management of church services is a very important process in serving the congregation. Every minister in all areas of service in a church should have a standard operating procedure that has been determined. Such as the attitude of serving the congregation, appearance when serving the congregation, knowledge and skills in serving the congregation according to their respective fields of service. The purpose of this paper is to determine the quality of services that exist in the church, to know the extent of service management based on SOP (Standard Operating Procedures) in the church and to determine the standardization of service management in the church. Based on the results of this paper, we get the fact that by implementing service management based on SOP (Standard Operating Procedures) in the church, the congregation can be served well and effectively so as to produce satisfaction for the congregation. Abstrak Jika dilihat pada masa sekarang ini, manajemen pelayanan gereja yang berbasis SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam memberikan kualitas pelayanan kurang diperhatikan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya ketergantungan bawahan/ pengerja/ staff kepada pemimpin dalam menjalankan pelayanan tersebut sehingga seringkali terjadi kesalahan di dalamnya dan akibatnya tidak dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada jemaat, pelayanan yang diberikan oleh gereja tidak sesuai dengan harapan jemaat. Manajemen pelayanan gereja ini merupakan proses yang sangat penting dalam melayani jemaat. Setiap pelayan dalam semua bidang pelayanan di gereja seharusnya mempunyai standar operasional prosedur yang sudah ditentukan. Seperti sikap melayani jemaat, penampilan saat melayani jemaat, pengetahuan dan keterampilan dalam melayani jemaat sesuai bidang pelayanan masing-masing. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui mutu pelayanan yang ada pada gereja, mengetahui sejauh mana manajemen pelayanan berbasis SOP pada gereja dan untuk mengetahui standarisasi manajemen pelayanan yang ada pada gereja. Berdasarkan hasil penulisan ini, memperoleh fakta bahwa dengan diterapkannya manajemen pelayanan berbasis SOP di gereja, maka jemaat dapat terlayani dengan baik dan efektif sehingga menghasilkan kepuasan bagi jemaat.
Jiwa Entrepreneurship Pemimpin dalam Penatalayanan Gereja Markus Kusni
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 10 No. 2: Januari 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (619.393 KB)

Abstract

The church exists in the world because of the will of God who wants it as an extension to deliver the message of peace (shalom) to mankind. Peace brought by the church must be conveyed to the people, both the congregation and also other people outside the congregation. The maximum or failure of the church in carrying out God's mission is influenced by the participation of a leader. Church leaders who are not creative and innovative will make the congregation they lead also not fully experience shalom in their lives let alone people outside the church. Leaders who have entrepreneurial spirit are expected to be able to carry out the task of the church. Because entrepreneurs with an entrepreneurial spirit are able to see opportunities and make breakthroughs for progress coming. Leaders with entrepreneurial spirit are already familiar with the pattern of independence, their courage in innovating to make church programs. The author makes this article by taking data sources through the study of yakbi literature through books and also other sources for data collection which are finally compiled into a scientific work. It is hoped that this article can add knowledge and insight, and may even be used as a reference for conducting leadership practices. Seeing the amount of responsibility carried by the church requires determination and persistence and resilience of a leader. Moreover, the church today stands in an environment that has a complexity of problems. The church's challenge in bringing this shalom can be overcome through spiritual leaders with an entrepreneurial spirit. Abstrak Gereja ada di dunia adalah karena kehendak Allah yang menghendakinya sebagai perpanjangtanganannya untuk menyampaikan kabar damai sejahtera (shalom) kepada umat manusia. Damai sejahtera yang dibawa oleh gereja harus tersampaikan kepada umat, baik itu jemaat dan juga orang-orang lain di luar jemaat. Maksimal atau tidaknya gereja dalam menjalankan misi Tuhan tersebut dipengaruhi oleh peran serta seorang pemimpin. Pemimpin jemaat yang tidak kreatif dan inovatif akan membuat jemaat yang dipimpinnya juga tidak sepenuhnya mengalami shalom dalam hidupnya apalagi masyarakat di luar gereja. Pemimpin yang memiliki jiwa enterpreneurship diharapkan mampu mengemban tugas gereja tersebut. Sebab pemimpin yang berjiwa enterpreneurship mampu melihat peluang dan membuat terobosan-terobosan untuk kemajuan diakan datang. Pemimpin berjiwa enterprneurship sudah terbiasa dengan pola kemandiriannya, keberaniannya dalam berinovasi untuk membuat program gereja. Penulis membuat artikel ini dengan mengambil sumber data melalui studi kepustakaan yakbi melalui buku-buku dan juga sumber-sumber lainnya untuk pengumpulan data yang akhirnya disusun menjadi sebuah karya ilmiah ini. Diharapkan artikel ini bisa menambah pengetahuan dan wawasan, bahkan mungkin bisa juga dijadikan refensi untuk mengadakan praktek kepemimpinan. Melihat besarnya tanggung jawab yang diemban oleh gereja tersebut diperlukan tekat dan kegigihan serta ketangguhan seorang pemimpin. Apalagi gereja di zaman sekarang ini yang berdiri di tengah lingkungan yang memiliki kompleksitas persoalannya. Tantangan gereja dalam membawa shalom ini akan bisa teratasi melalui pemimpin-pemimpin rohani yang berjiwa entrepreneurship.
Penginjilan yang Sesungguhnya: Siapa saja yang Harus Berperan? Eben Munthe
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 10 No. 2: Januari 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (532.336 KB)

Abstract

There are Christians who feel that they can choose (separate), between the gospel message and social service (struggle for equal rights, peace, love, struggle against injustice, oppression and indifference, poverty, hunger, ignorance, economy, politics, liberated oppressed). Some people say: "It might be good if Christians wrestle with social problems, but the gospel message is far more important. I will use my time to win people to Christ. " Another said, "Of course we want people to acknowledge Christ, but the struggle of the church in society is more important now." I will use my time to serve the poor. By investigating through the controversy literature above, it will be deciphered in this article, so that a correct and biblical understanding becomes the right answer to mediate the debate over the debate above and find a solution that will encourage the progress of the gospel message in the future. Finally, the conclusions still lead to the words, thoughts and behavior of Jesus which is the answer to the controversy above. In the ministry of Jesus the 'sign' that God's Kingdom is shown when he casts out demons, heals the sick, performs miracles, brings good news to the poor, freedom of imprisoned people, restoration of vision for the blind, his concern for, politics and the need to free the oppressed presented clearly (Luke 4: 18-19, 7: 21-23). Abstrak Ada orang-orang Kristen yang merasa bahwa mereka bisa memilih (memisahkan), antara pekabaran Injil dengan pelayanan sosial (perjuangan demi persamaan hak, damai sejahtera, kasih, perjuangan melawan ketidak adilan, penindasan dan masa bodoh, kemiskinan, kelaparan, kebodohan, ekonomi, politik, pembebasan yang tertindas). Ada orang berkata: “barangkali ada baiknya kalau orang-orang Kristen menggumuli masalah masalah sosial, namun pekabaran Injil jauh lebih penting. Saya akan memakai waktu saya untuk memenangkan orang-orang bagi Kristus”. Yang lain berkata, “Tentu kita ingin supaya orang-orang mengakui Kristus, tetapi perjuangan gereja dalam masyarakat lebih penting saat ini”. Saya akan memakai waktu saya iuntuk melayani orang-orang miskin. Dengan penyelidikan lewat literatur-literatur kontroversi diatas akan diurai dalam artikel ini, agar pemahaman yang benar dan Alkitabiah menjadi jawaban yang tepat untuk menengahi pendebatan perdebatan yang terdapat di atas dan ditemukan solusi yang akan mendorong kemajuan pekabaran Injil di masa yang akan datang. Akhirnya yang menjadi kesimpulan tetap bermuara pada perkataan, pikiran dan perilaku Yesuslah yang menjadi jawaban terhadap kontorversi di atas. Dalam pelayanan Yesus 'tanda' bahwa Kerajaan Allah ditunjukkan ketika ia mengusir setan, menyembuhkan orang sakit, melakukan mukjizat, membawa kabar baik kepada orang miskin, kebebasan orang yang terpenjara, pemulihan penglihatan untuk orang buta, kepeduliannya terhadap, politik dan perlunya membebaskan orang yang tertindas tersaji dengan jelas (Luk. 4:18-19, 7:21-23).
Dasar Pelayanan Kristen Bagi Penyandang Tunagrahita Aprianus Simanungkalit
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 11 No. 1: Juli 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (568.948 KB)

Abstract

Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang tidak memiliki kemampuan apapun, bahkan ada yang mengatakan bahwa mereka ini adalah anak yang gila. Anak tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah secara umum dan juga sulit bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Namun, walaupun demikian anak tunagrahita juga memiliki hak yang sama dengan anak pada umumnya. Salah satu hak yang mereka harus dapatkan adalah menerima pelayanan yang terbaik dari gereja. Gereja dan sesama orang percaya harus bisa memandang penyandang tunagrahita dari kacamata kasih, bukan melihat bahwa hal ini terjadi karena kutukan dari Tuhan. Bagi Yesus penyandang tunagrahita bukanlah orang-orang yang tidak layak dan tidak berdaya sama sekali sebagaimana dalam pandangan umum terhadap mereka. Sebaliknya, Yesus melihat mereka sebagai orang-orang yang juga memiliki kelayakan yang sama dengan anak yang normal, orang-orang yang bisa berperan dalam menyatakan karya Allah yang baik. Mereka malah bisa menjadi orang-orang yang dapat berbuat banyak bagi kita jika mereka diberi ruang, kesempatan dan diberdayakan untuk melakukan itu, dihargai sama seperti kita, sebab mereka juga adalah manusia sama seperti orang-orang normal lainnya. Kita harus segera mengembangkan teologi yang membebaskan dan memberi kehidupan kepada semua. Inilah yang dilakukan oleh Yesus dalam pelayanan-Nya. Cerita tentang penyembuhan seorang yang mati tangan kanannya oleh Yesus dalam Lukas 6:6-11, misalnya, mengajak kita untuk sadar bahwa mereka yang ‘lemah’ itu ada di tengah-tengah kita, di tengah-tengah masyarakat, komunitas iman atau gereja kita, dan karenanya kita tidak boleh mendiskriminasi mereka; sebaliknya kita harus memperlakukan mereka secara khusus, membawa mereka dalam pusat-pusat perhatian kehidupan kita. Jadi, perhatian kepada mereka ini bukan hanya persoalan adil atau tidak adil, melainkan perintah ilahi yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Rupanya, bukan lagi orang tunagrahita/cacat yang perlu disembuhkan oleh Yesus, melainkan gereja dan masyakarat karena ketidakmampuan kita menyatakan Injil yang holistik, karena masih banyaknya penghalang kita untuk peduli terhadap penyandang cacat atau tunagrahita, dan kecenderungan kita mengabaikan saudara-saudara kita yang secara fisik dan menta; “cacat”, yang sering membuat mereka dikesampingkan dan dimarginalisasikan dari komunitas dimana mereka berada. Allah tidak menginginkan diskriminasi terjadi di pelayanan, gereja dan masyarakat
Signifikansi Mentor dalam Membangkitkan Pemimpin Jemaat Pieter Anggiat Napitupulu
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 11 No. 1: Juli 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (535.437 KB)

Abstract

The leader is a determinant in the progress of a church, although it does not neglect other supporting elements of progress. The availability of a leader who is truly ready to lead the congregation is a long conversation from time to time. Although this need is categorized as urgent, many do not understand how to raise up a new leader who has qualified qualifications in the church. Efforts to raise up and bring up leaders in the church is a struggle of its own. The deliberate mentoring process will help equip a subordinate to be ready to become a new leader. A mentor not only has knowledge, but high skills and exemplary living are important things to share with prospective church leaders. The success of mentoring depends more on the quality of the mentor, with careful use of mentoring techniques. On the other hand, it is also expected that obedience and submission of their subordinates during the mentoring process. All of these things become a completeness in making someone appear to be the leader of the church later. Thus the mentoring process becomes significant in church leadership, where new leaders will rise up with high qualities that bring the congregation to progress. Abstrak Pemimpin merupakan penentu dalam kemajuan suatu jemaat, walaupun tidak mengabaikan elemen-elemen penunjang kemajuanlainnya. Ketersediaan seorang pemimpin yang benar-benar siap pakai dalam memimpin jemaat merupakan percakapan panjang dari masa ke masa. Walau kebetuhan ini tergategori mendesak, namun banyak yang kurang memahami bagaimana cara membangkitkan seorang pemimpin yang baru yang memiliki kualifikasi yang mumpuni di dalam jemaat. Upaya membangkitkan dan memunculkan pemimpin di jemaat meru-pakan pergumulan tersendiri. Proses mentoring yang dilakukan secara sengaja akan menolong dalam melengkapi seorang bawahan untuk kelak siap menjadi pemimpin yang baru. Seorang mentor bukan saja memiliki pengetahuan, namun skill yang tinggi dan keteladanan hidup merupakan hal penting untuk dibagikan kepada calon pemimpin jemaat. Keberhasilah mentoring lebih bergantung pada kualitas mentor, dengan kecermatan menggunakan tehnik mentoring. Di sisi lain juga diharapkan ketaatan dan ketundukan bawahannya selama proses mentoring. Semua hal ini menjadi suatu kelengkapan dalam menjadikan seseorang muncul menjadi pemimpin jemaat kelak. Demikianlah proses mentoring menjadi signifikan dalam kepemimpinan jemaat, di mana pemimpin baru akan bangkit dengan kualitas tinggi yang membawa jemaat kepada kemajuan.