cover
Contact Name
I Nyoman Surata
Contact Email
kerthawidyajurnalhukum@gmail.com
Phone
+6287863150060
Journal Mail Official
kerthawidyajurnalhukum@gmail.com
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Panji Sakti Jl. Bisma No. 22, Banjar Tegal, Singaraja, Bali, Indonesia - 81125
Location
Kab. buleleng,
Bali
INDONESIA
Kertha Widya : Jurnal Hukum
ISSN : 24072427     EISSN : 29628431     DOI : https://doi.org/10.37637/kw.v10i1
Core Subject : Social,
Kertha Widya : Jurnal Hukum is a peer-reviewed journal published by the Faculty of Law, Universitas Panji Sakti. This journal is published twice a year in August and December. It contains scientific writings on the results of research or conceptual thoughts in the context of developing law and justice.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 159 Documents
PENERAPAN HUKUM TERHADAP PELANGGAR RAMBU-RAMBU LALU LINTAS YANG DI BUAT OLEH DINAS PERHUBUNGAN (STUDI DI POLRES BULELENG) Gede Dharma Utama; Ni Ny. Mariadi
Kertha Widya Vol 7, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (204.7 KB) | DOI: 10.37637/kw.v7i1.510

Abstract

Kota Singaraja kini mulai ramai serta padat kehidupan kotanya berdampak pada ketertiban lalu lintas. Kota Singaraja, seperti kota lainnya menghadapi masalah pelanggaran rambu kendaraan roda 4 (empat) atapun kendaraan roda 2 (dua). Dalam hal ini tegaknya hukum tersebut merupakan jawaban dari jaminan ketertiban, kepastian hukum, dan keamanan kepentingan bersama sebagai pengguna jalan raya. Penelitian ini meneliti upaya yang di lakukan oleh penegak hukum terhadap pelanggar rambu-rambu lalu lintas di Kabupaten Buleleng dan sanksi yang diberikan kepada pelaku pelanggar terhadap rambu-rambu lalu lintas di Kabupaten Buleleng.Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum empiris, Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Sumber data adalah lapangan dan kepustakaan. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara kualitatif.Upaya yang di lakukan oleh penegak hukum terhadap pelanggar rambu-rambu lalu lintas di Kabupaten Buleleng meliputi upaya preventif dan upaya represif. Sanksi yang diberikan kepada pelaku pelanggar terhadap rambu-rambu lalu lintas di Kabupaten Buleleng berupa tilang (tindakan langsung).
PELASANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA SEBAGAI UPAYA MENGATASI TIMBULNYA RESIDIVIS DILEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB SINGARAJA Sri Adyanti Pratiwi; I.Nyoman Lemes
Kertha Widya Vol 6, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.835 KB) | DOI: 10.37637/kw.v6i1.492

Abstract

Negara Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi hukum sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Penegakan hukum di Indonesia sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga penegakan hukum di Indo Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial agar Narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana serta kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya.Dapat memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai upaya yang dilakukan lembaga pemasyarakatan dalam mengurangi jumlah residivis dan hambatan yang ditemui dengan memberikan pembinanbagi narapidana.Sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, sejak tahun 1964 sistem pembinaan bagi Narapidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem pemenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Upaya yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Singaraja dalam mengatasi timbulnya narapidana residivis sesuai dengan sasaran yang ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan secara pribadi maupun mayarakat.
PELAKSANAAN KEPUTUSAN MAJELIS UTAMA DESA PAKRAMAN BALI NOMOR 01/KEP/PSM-3/MDP BALI/X/ 2010 KHUSUSNYA MENGENAI KEDUDUKAN WANITA BALI DALAM KELUARGA DAN PEWARISAN DI DESA PAKRAMAN PATEMON, KECAMATAN SERIRIT, KABUPATEN BULELENG Putu Indra Lesmana; I Nyoman Lemes
Kertha Widya Vol 4, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.187 KB) | DOI: 10.37637/kw.v4i1.460

Abstract

Posisi pria dalam hukum adat Bali jauh lebih berkuasa dengan garis purusa yang diberikan kepadanya. Setelah lebih dari 110 tahun berlaku, sebuah perubahan besar telah terjadi. Tepatnya ketika Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) yang menghimpun Desa Adat di seluruh Bali menggelar Pasamuhan Agung III pada 15 Oktober 2010. Dalam keputusan dengan Nomor 01/KEP/PSM- 3/MDP Bali/X/2010 disepakati adanya hak waris bagi perempuan. Penelitian ini meneliti: pelaksanaan dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 khususnya mengenai kedudukan wanita Bali dalam keluarga dan pewarisan di Desa Pakraman Patemon, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif. Awig-Awig Desa Pakraman Patemon belum mengadopsi Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010. Perarem yang mendukung juga belum ada. Tokoh masyarakat mendukung Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010. Dalam prakteknya anak perempuan sering memperoleh pemberian dari harta guna kaya orang tuanya. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan Keputusan Majelis Utama Desa pakraman Bali Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 khususnya mengenai kedudukan Wanita Bali dalam keluarga dan pewarisan di Desa Pakraman Patemonadalah: faktor awig-awig belum mendukung, padahal jika terjadi sengketa, awig-awig masih menjadi acuan penting bagi krama di desa Desa Pakraman Patemeon, faktor tokoh masyarakat mendukung, dan faktor aturan hukum memenuhi persyaratan yuridis, sosiologis, dan filosofis.
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DALAM PELAKSANAAN KAWIN KERIS DI DESA ADAT BERATAN SAMAYAJI I Made Ngurah Wedana; Putu Sugi Ardana; I Nyoman Surata
Kertha Widya Vol 9, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.256 KB) | DOI: 10.37637/kw.v9i1.784

Abstract

Perkawinan dengan keris merupakan sebuah perkawinan yang dilangsungkan dimana pihak pria digantikan atau disimbolisasikan sebagai purusa di Bali. Sehungan dengan hal itu, penelitian ini meneliti tata cara pelaksanaan kawin keris di Desa Adat Beratan Samayaji dan implementasi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam pelaksanaan kawin keris di Desa Adat Beratan Samayaji. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan upacara kawin keris di Desa Adat Beratan Samayaji adalah (1) Masadok, (2) Mamadik, (3) Mabyakala, (4) Majaya-jaya, dan (5) Majauman. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam pelaksanaan kawin keris di Desa Adat Beratan Samayaji dapat terimplementasi. Syarat-sayarat dan tujuan perkawinan dapat dipenuhi. Kawin keris merupakan solusi agar upacara perkawinannya dapat disahkan, secara adat dan agama di Desa Beratan Samayaji, dengan demikian status dan kedudukan pengantin perempuan menjadi jelas. Pengantin perempuan berstatus sebagai istri yang sah sebagai pradana, berhak atas hak-hak sebagai istri dan mendapat perlindungan secara adat baik di lingkungan pauman, banjar maupun Desa Adat Beratan Samiyaji. Demikian pula anak yang dilahirkan atas perkawinannya itu, termasuk anak yang sah dan berhak atas warisan yang patut diterimanya sesuai ketentuan hukum.
PERLINDUNGAN SAKSI BERDASARKAN KUHAP DALAM PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN RESOR BULELENG I Wayan Sumada Arianta
Kertha Widya Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (197.633 KB) | DOI: 10.37637/kw.v2i1.428

Abstract

Dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana, perlu diciptakan iklim yang kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum, termasuk menjadi saksi dan memberikan keterangan atas apa yang didengar, dilihat, dan dialami sendiri oleh yang bersangkutan. Penelitian ini hendak mencari jawaban atas permasalahan: bagaimanakah perlindungan saksi diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan bagaimanakah pelaksanaan perlindungan saksi dalam proses penyidikan di Kepolisian Resor Buleleng. Permasalahan dalam penelitian ini didekati dengan menggunakan pendekatan normatif sosiologis. Pendekatan secara normatif sosiologis maksudnya permasalahan terutama didekati dengan berpegangan pada peraturan perundang-undangan, dengan tetap memperhatikan hal-hal nyata yang terjadi di masyarakat. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa perlindungan saksi dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana sudah diatur cukup memadai dalam perkara-perkara pidana pada umumnya. Perlindungan saksi dalam proses penyidikan di Kepolisian Resor Buleleng dapat dilakukan dengan baik. Salah satu indikasinya adalah kesediaan masyarakat untuk menjadi saksi. Umumnya belum ditemukan adanya masyarakat yang tidak bersedia menjadi saksi karena merasa kurangnya perlindungan oleh petugas kepolisian.
PERANAN PENETAPAN PENGADILAN TERHADAP PERKAWINAN BERISTRI LEBIH DARI SEORANG DI KELURAHAN PENARUKAN KABUPATEN BULELENG Dewa Ketut Satria Wibowo; Putu Sugi Ardana; I Nyoman Lemes
Kertha Widya Vol 5, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.704 KB) | DOI: 10.37637/kw.v5i2.483

Abstract

Dalam praktek hal perkawinan yang kedua (poligami) masih menjadi masalah. Apakah syarat perkawinan pertama berlaku sama untuk perkawinan yang kedua, atau untuk perkawinan setelah yang pertama berlaku ketentuan yang berbeda. Artinya, apakah jika perkawinan setelah yang kedua, meskipun dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan belum dianggap sah jika syarat yang ditentukan Undang-undang Perkawinan belum dipenuhi. Syarat yang dimaksud adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang menyatakan bahwa pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri, seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai tata cara perkawinan seseorang beristri lebih dari seorang di Kelurahan Penarukan Kabupaten Buleleng dan peranan penetapan pengadilan terhadap perkawinan beristri lebih dari seorang di Kelurahan Penarukan Kabupaten Buleleng. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif. Tata cara perkawinan lebih dari seorang di Kelurahan Penarukan tidak jauh berbeda dengan tata cara perkawinan pertama, hanya disayaratkan adanya izin dari pengadilan. Pengadilan hanya mengizinkan dengan syarat-syarat tertentu dan ada persetujuan dari istri/istri terdahulu. Putusan pengadilan berupa izin untuk kawin lagi merupakan syarat materiil umum, sehingga berlaku mutlak bagi perkawinan berikutnya, yang tanpa izin tersebut perkawinan tidak dapat didaftarkan.
PELAKSANAAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT (STUDI KASUS DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BULELENG) Thomas Alexander Birehina; I Gede Surata
Kertha Widya Vol 3, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (188.177 KB) | DOI: 10.37637/kw.v3i2.451

Abstract

Penguasaan Hak Atas Tanah diperlukan alat bukti otentik berupa sertipikat sebagai tanda bukti yang menyatakan kepemilikan Hak Atas Tanah. Untuk peralihan hak atas tanah melalui jual beli harus ada penyerahan yuridis yang dilakukan dengan pembuatan akta dihadapan PPAT, akta tersebut didaftarkan di Kantor Pertanahan untuk proses balik nama sehingga diterbitkannya sertipikat atas nama pemilik yang baru. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris, yang berawal dari adanya kesenjangan antara teori dengan praktek sehingga menggunakan data primer maupun sekunder, yang dikumpulkan dengan studi pustaka maupun penelitian lapangan. Data dikumpulkan dengan melakukan studi dokumen dan wawancara, dengan analisis kualitatif. Permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana prosedur jual beli hak atas tanah yang belum bersertipikat. 2. Apa akibat hukum terhadap jual beli hak atas tanah yang belum bersertipikat. Prosedur jual beli hak atas tanah yang belum bersertipikat didahului dengan pembuatan pengikatan jual beli dihadapan PPAT untuk mangamankan kepentingan kedua belah pihak. Selanjutnya dilakukan pendaftaran melalui konversi terhadap tanah tersebut di Kantor Pertanahan, sehingga terbitnya sebuah sertipikat hak milik atas tanah. Akibat hukum terhadap jual beli hak atas tanah yang belum bersertipikat belum sah menurut hukum, kecuali dapat dilakukan terlebih dahulu melalui konversi di Kantor Pertanahan dan didahului pembuatan pengikatan jual beli oleh kedua belah pihak dihadapan PPAT. Sehingga hak atas tanah beralih dari penjual kepada pembeli.
PELAKSANAAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMOLISIAN MASYARAKAT, SEBAGAI UPAYA PREVENTIF TERJADINYA TINDAK PIDANA DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR BULELENG I Nyoman Tawa; Saptala Mandala
Kertha Widya Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (317.395 KB) | DOI: 10.37637/kw.v8i2.647

Abstract

Sebagai suatu model kebijakan, ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan pemolisian masyarakat. Penelitian ini meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi, kendala-kendala, dan upaya mengatasi kendala sehubungan dengan pelaksanaan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan Perkap Polri Nomor 3 Tahun 2015 antara lain: faktor hukumnya atau undang-undang, faktor penegak hukumnya, faktor sarana atau fasilitas yang sangat  mendukung penegakkan hukum baik jumlah maupun kualitasnya, faktor masyarakat yang pada umumnya sangat mendukung, dan faktor kebudayaan. Kendala-kendala yang antara lain; jumlah personil yang masih kurang; dinamika masyarakat yang berubah pesat dan arus informasi yang tidak bertanggung jawab (hoaks) yang sulit dibendung; keterbatasan sarana komunikasi; kurangnya kesadaran masyarakat dalam membantu penyelesaian masalah hukum, kesadaran hukum masih perlu ditingkatkan. Upaya-upaya  yang dilakukan antara lain: mendorong dan aktif membantu pemberdayaan petugas-petugas keamanan yang ada di desa/ kelurahan; meningkatkan wawasan dan pengetahuan Pengemban Polmas; mengefektifkan sarana-sarana komunikasi yang ada; mengefektikan fungsi Bhabinkamtibmas untuk membimbing dan menyuluh di bidang hukum dan Kamtibmas.
METODE PENELITIAN HUKUM NORMATIF I Gusti Ketut Ariawan
Kertha Widya Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.518 KB) | DOI: 10.37637/kw.v1i1.419

Abstract

Penelitian hukum lebih banyak dikaitkan dangan penelitian lapangan (field research) atau penelitian sosiologis, sehingga penelitian hukum yang tidak melibatkan penelitian sosiologis, tidak dianggap sebagai suatu kegiatan ilmiah Pra-anggapan ini berlanjut pada adanya pandangan sinis bahwa penelitian hukum bukanlah kegiatan ilmiah dan tidak dilihat sebagai suatu ‘research’ atau penelitian. Orang-orang yang bergelut dalam bidang profesi hukum, baik teoretis maupun praktis tidak pernah terlepas dari ’legal research’. Metode penelitian hukum tidak dapat dilepaskan dengan sifat keilmuan ilmu hukum yang preskriptif dan karakter ilmu hukum yang sui-generis. Sifat sui-generis dicirikan dengan: sifat empiris analitis, yg membuat pemaparan dan analisis tentang isi (struktur) hukum yang berlaku; mensistimatisasi gejala-gejala yang dipaparkan dan dianalisis itu; hermeneutik/ menginterpretasi; memberikan penilaian terhadap hukum yang berlaku; memberikan model teoritis terhadap praktek hukum.
EFEKTIFITAS TILANG ELEKTRONIK (E-TILANG) BAGI PELANGGAR BERKENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULELENG (Studi di Pengadilan Negeri Singaraja Kelas IB) Komang Sastrini; I Nyoman Surata
Kertha Widya Vol 6, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (215.748 KB) | DOI: 10.37637/kw.v6i2.501

Abstract

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui efektifitas pelaksanaan e- tilang di Kabupaten Buleleng dan (2) mengetahui pengaruh e-tilang terhadap pengendara di Kabupaten Buleleng. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris. Sifat penelitian dari penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Sumber data yang akan diteliti adalah data berupa hasil studi langsung di lokasi penelitian (penelitian lapangan) yaitu di Pengadilan Negeri Singaraja Kelas IB dan data berupa bahan-bahan hukum (penelitian kepustakaan). Data-data yang diperoleh dalam penulisan ini di analisis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan analisis data kualitatif induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pelaksanaan e-tilang di Kabupaten Buleleng dinilai belum berjalan dengan efektif, sebab masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui sistem e-tilang sehingga masyarakat pelanggar tidak mengikuti prosedur dalam sistem e-tilang tersebut. Sistem e-tilang dianggap bersifat berbelit-belit dan memberatkan masyarakat karena harus membayar denda maksimal di Bank, sehingga masyarakat memilih untuk tidak melakukan penitipan pada Bank melainkan tetap datang ke persidangan. (2) Sistem e-tilang tidak dapat memberikan pengaruh yang signifikan bagi masyarakat di Kabupaten Buleleng, hal ini dapat dilihat dari adanya banyak kelemahan yang dimiliki sistem ini, sehingga masyarakat tidak mematuhi aturan tersebut. Dan sistem e-tilang dirasa belum mampu memberikan efek jera bagi masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran lalu lintas, sehingga tingkat pelanggaran lalu lintas masih tidak mengalami penurunan.

Page 5 of 16 | Total Record : 159