cover
Contact Name
Firmansyah Putra
Contact Email
ljc.hukum@unja.ac.id
Phone
+6285267376700
Journal Mail Official
firmansyahputra@unja.ac.id
Editorial Address
https://online-journal.unja.ac.id/Limbago/editor
Location
Kota jambi,
Jambi
INDONESIA
Limbago: Journal of Constitutional Law
Published by Universitas Jambi
ISSN : -     EISSN : 27979040     DOI : https://doi.org/10.22437/limbago
Core Subject : Humanities, Social,
Limbago: Journal of Constitusional Law (ISSN Online 2797-9040) merupakan terbitan ilmiah berkala bidang hukum konstitusi dan tata negara. Jurnal ini diterbitkan oleh Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi sebagai media publikasi ilmiah dan diseminasi hasil penelitian bidang hukum tata negara dan konstitusi. Nama "LIMBAGO" berarti Lembaga dalam Bahasa Melayu, nama ini dipilih untuk merespons dinamika dan perubahan sosial. Terbit tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan Februari, Juni dan Oktober, Limbago: Journal of Constitusional Law menggunakan model open access journal dengan sistem double blind peer review. Limbago: Journal of Constitusional Law berkomitmen menjadi forum diskusi dan pengkajian isu-isu kontemporer berkaitan dengan hukum tata negara dan konstitusi di Indonesia dan perspektif global.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 80 Documents
TINDAK LANJUT TERHADAP PENERAPAN ELEKTRONIK VOTING DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Beni Willia Saputra; Bahder Johan Nasution
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (299.491 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i2.14377

Abstract

The thesis focuses on determining the application of Electronic Voting used for the General Election of Regional Heads in Indonesia. Electronic Voting is a system that utilizes electronic devices and processes digital information to create ballots, cast votes, calculate vote acquisitions, display vote acquisitions and maintain and generate audit trails. E-voting is considered to be applied for utilization on the scale of General Elections to Regions that one may achieve election effectiveness and efficiency. Aside from that, it can decrease costs of realization, shorten the voting time to the vote-counting process, and certain other advantages obtained from the realization of Electronic Voting. The problem of this research is how to follow up the juridical regulation on the realization of e-voting in the utilization of Regional Head Election based on the laws and regulations in Indonesia, furthermore find out the legal problems of implementing e-voting in the Regional Head Election in Indonesia. The type of research used is normative juridical, namely legal research methods execute by examining library materials or secondary materials. The previous section has broadly described that there is a vacuum of Electronic Voting system in the application of the General Election to the Regions. After all, there is no KPU regulation whichever would be used as the basis for applying this Electronic Voting system, as much as this system demand to be reviewed It be implemented yet because there are deficiencies in the application of the Electronic Voting System process that would eventually fail the implementation.
ANALISIS KONSTITUSIONALITAS DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 MENURUT HUKUM TATA NEGARA INDONESIA Ferdiansyah Hanafi; Ansorullah Ansorullah
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 3 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (677.677 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i3.15358

Abstract

Abstrak Ketika diartikan dalam arti luas maupun sempit, maka tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi. Dalam arti luas konstitusi dimaknai sebagai sistem pemerintahan suatu negara dan merupakan himpunan peraturan yang mendasari serta mengatur pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya, dapat bersifat hukum (legal) maupun yang bukan hukum (non legal atau ekstra legal), sementara dalam arti sempit dimaknai sebagai sekumpulan peraturan ketatanegaraan suatu negara yang dimuat dalam suatu dokumen.Salah satu peristiwa besar dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah diumumkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, “Dekrit ini menegaskan untuk memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia”. Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak bisa dilepaskan dari kegagalan Konstituante membentuk sebuah UUD baru pengganti UUD Sementara 1950. Tindakan yang di keluarkan Presiden Soekarno menjadi kontroversi di kalangan masyarakat maupun ahli-ahli hukum, mulai dari kedudukan Hukum Dekrit Presiden 5 Juli 1959, apa yang mendasari di keluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan implikasi nya terhadap ketatanegaraan Indonesia.Bahan hukum yang di gunakan terdiri dari bahan hukum primer,bahan hukum skunder, bahan hukum tersier,serta pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui penelusuran kepustakaan.penelitian ini menunjukkan kedudukan hukum dekrit presiden 5 juli 1959 dalam hukum tata Negara Indonesia,Latar Belakang di keluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959,Konstitusionalitas Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan Implikasi nya terhadap Ketatanegaraan Indonesia. Problematika dasar hukum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menjadi perbincangan yang hangat di antara masyarakat Indonesia,yang mempertanyakan apa dasar Hukum dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959. dan juga mempertanyakan apakah langkah yang di tempuh oleh Presiden Soekarno merupakan langkah yang Konstitusional atau inkonstitusional. Kata Kunci: Konstitusionalitas, Dekrit Presiden 5 Juli 1959,Kedudukan Hukum, Implikasi
ANALISIS TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGERA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Fira Natasha; Ridham Priskap
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 3 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (393.045 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i3.15911

Abstract

The presence of the Constitutional Court is one of the demands of the state administration, changes in the state administration of the Republic of Indonesia after the amendment. The Constitutional Court has an important authority, one of the powers of the Constitutional Court is to resolve disputes over authority between state institutions. Disputes on authority between state institutions are possible because of the implementation of a system of checks and balances in the Indonesian constitutional system as a consequence of the separation of powers as regulated in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia on state institutions. In view of the Constitution of the Republic of Indonesia and Law Number 24 of 2003 in conjunction with Law Number 8 of 2011 concerning the Constitutional Court, they do not explain in detail the implementation of this authority. For this reason, it is necessary to conduct research on the analysis of the authority of the Constitutional Court in resolving disputes over the authority of state institutions based on the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Keywords: Authority of the Constitutional Court, Disputes on Authority of State Institutions. Kehdiran Mahkamah Konstitusi salah satunya merupakan tuntutan ketatanegaraan, perubahan ketatanegaraan Republik Indonesia setelah amandemen. Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan yang penting, salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga negara. Sengketa kewenangan antar lembaga negara dimungkinkan terjadi karena diterapkannya sistem checks and balances dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sebagai konsekuensi adanya pemisahan kekuasaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terhadap kelembagaan negara. Mengingat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia maupun Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 jo Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi tidak menjelaskan secara detail pelaksanaa kewenangan tersebut. Untuk itu perlu dilaksanakan penelitian mengenai analisi terhadap kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kata Kunci : Kewenangan Mahkamah Konstitusi, Sengketa Kewenangan Lembaga negara.
ANALISIS TERHADAP NETRALITAS APARATUR SIPIL NEGARA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Arif Rahmansyah; Irwandi Irwandi
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 3 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (519.361 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i3.16197

Abstract

Abstract The purpose of this study is to analyze how the neutrality of the state civil apparatus in the implementation of the Regional Head Election in Indonesia. The reason is, there are still neutrality violation cases of the state civil apparatus in regional head elections. Where the author reviews from the point of view of the position and role of the State Civil Apparatus Commission (KASN) in maintaining the neutrality of ASN. As mandated in Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus, article 29 states that KASN is domiciled in the state capital. The formulation of the problem in this study is how the role of KASN in overseeing the neutrality of ASN in the election of regional heads according to Law Number 5 of 2014 and how good regulation is in monitoring the neutrality of the State Civil Apparatus in the election of regional heads. The type of research used is normative juridical, namely legal research methods carried out by examining library materials or secondary materials. The result of this research is the weak regulation on the position of the State Civil Apparatus Commission. Keyword : Neutrality, State Civil Apparatus, Regional Head Election Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana netralitas aparatur sipil Negara dalam pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia. Karena masih sering terjadi kasus pelanggaran netralitas aparatur sipil Negara dalam pemilihan kepala daerah. Dimana penulis meninjau dari sudut pandang kedudukan serta peran Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dalam menjaga netralitas ASN. Sebgaimana diamantkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara pasal 29 mengatakan KASN berkedudukan di ibukota Negara. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peran KASN dalam mengawasi netralitas ASN dalam pemilihan kepala daerah menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 dan bagimana pengaturan yang baik dalam hal mengawasi netralitas Aparatur Sipil Negara dalam pemilihan kepala daerah. Tipe penelitiann yang digunakan ini adalah yuridis normatif yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah lemah nya pengaturan tentang kedudukan Komisi Aparatur Sipil Negara. Kata Kunci: Netralitas, Aparatur Sipil Negara, Pemilihan Kepala Daerah.
ANALISIS TERHADAP PERATURAN KAPOLRI NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGRI SIPIL Penti Zahara; Syamsir Syamsir
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 3 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (373.044 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i3.16198

Abstract

Abstract In disclosing a case, Civil Servant Investigators with Indonesian National Police Investigators really need the principle of coordination, the Coordination Principle in laws and regulations can be in the nature of coordination, supervision, capacity building and providing instructions. Supervision is the process of observing the implementation of all activities of Civil Servant Investigators in the context of carrying out an investigation that is being carried out which can be justified materially or formally. The Coordination function between Civil Servant Investigators and Polri Investigators aims to unite and adjust activities, connect with each other, involve and adjust activities, regarding linkages so that these activities become a work unit, Civil Servant Investigators as part of The Criminal Justice system has a good and harmonious working relationship with the Indonesian National Police Investigators. Keywords: Coordination, Supervision, Investigator Abstrak Dalam mengungkao suatu perkara, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia sangat memerlukan asas koordinasi, Asas Koordinasi di dalam peraturan Perundang-undangan dapat bersifat Koordinatif, pengawasan, pembinaan kemampuan serta pemberian petunjuk. Pengawasan adalah proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam rangka pelaksanaan penyidikan yang sedang dilakukan dapat dibenarkan secara material maupun formil. Fungsi Koordinasi antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Penyidik Polri bertujuan untuk menyatukan dan menyesuaikan kegiatan-kegiatan, menghubungkan satu sama lain, menyangkut dan menyesuaikan kegiatan-kegiatan, menyangkut pautkan sehingga kegiatan-kegiatan tersebut menjadi suatu unit kerja, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari sistem Peradilan Pidana mempunyai hubungan kerja yang baik dan harmonis dengan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia. Kata Kunci : Koordinasi, Pengawasan, Penyidik
ANALISIS TERHADAP PENGATURAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN ASING BERDASARKAN PENGATURAN PEMERINTAH NOMOR 59 TAHUN 2016 iglesias panjaitan; Kosariza Kosariza
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 3 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (737.911 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i3.16207

Abstract

Abstract This research aims to find out the suitability of the arrangement of foreign community organizations based on Government Regulation Number. 59 of 2016 on foreign community organizations established by foreign nationals and to find out the legal consequences of nonconformity of the arrangement of foreign community organizations in Indonesia. The formulation of the problem in this writing is how the arrangement of foreign community organizations based on Government Regulation Number. 59 of 2016 and what are the legal consequences of the nonconformity of the arrangement of foreign community organizations in Indonesia. The research method used is a type of normative legal research. The research approaches used are the Statutory Approach and the Conceptual Approach. The results showed that the arrangement of foreign community organizations based on Government Regulation Number. 59 of 2016 has not been comprehensively regulated as it should be, this has been seen with the absence of further regulation of the mandate of the law in government regulations. Thus the consequences of the Law are based on the application of the principles of the establishment of the prevailing Laws and Regulations concerning Lex Auperiori derogate Lex Inferiori, Lex Speciallis derogate Lex Generalis and Lex Posteriori derogate Lex Priori. That with the Change to the parent law, Government Regulation Number 59 of 2016 needs to make Changes to 2 Government Regulation Number. 59 of 2016. Keywords : Regulations, Foreign Community Organizations, Government Regulations Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pengaturan organisasi Kemasyarakatan Asing berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2016 tentang organisasi kemasyarakatan asing yang didirikan oleh warga negara asing dan untuk mengetahui akibat hukum dari ketidaksesuaian pengaturan organisasi kemasyarakatan asing di Indonesia. Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah Bagaimana pengaturan Organisasi Kemasyarakatan asing berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2016 dan apa akibat hukum dari ketidaksesuaian pengaturan Organisasi Kemasyarakatan Asing di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian hukum normatif. Pendekatan Penelitian yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-undangan dan Pendekatan Konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaturan organisasi kemasyarakatan asing berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2016 belum mengatur secara komprehensif sebagaimana mestinya, hal ini telah tampak dengan tidak ditemukannya pengaturan lebih lanjut dari amanat undang-undang didalam peraturan pemerintah. Maka akibat Hukumnya berdasarkan penerapan asas-asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku mengenai mengenai Lex Auperiori derogate Lex Inferiori, Lex Speciallis derogate Lex Generalis dan Lex Posteriori derogate Lex Priori. Bahwa dengan adanya Perubahan terhadap Undang-undang induknya maka peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2016 perlu melakukan Perubahan Ke 2 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2016. Kata kunci: Pengaturan, Organisasi Kemasyarakatan Asing, Peraturan Pemerintah
STUDI KOMPARATIF PENATAAN DESA ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA Dhandy Nugraha; A Zarkasi
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 3 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.978 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i3.16208

Abstract

Abstrak Adapun bagaimana perumusan masalah ini adalah tentang bagaimana pemekaran desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan bagaimana penataan desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, serta Perbandingan pemekaran dan Penataan Berdasarkan Undang-Undang Tersebut. Tujuan Penelitian Ini merupakan penelitian Yuridis Normatif, dan objek penelitian ini hukum positif. Dalam penelitian ini ada tiga pendekatan pokok yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan kasus. Teknik pengumpulan data dokumetasi menggunakan Kepustakaan dan Jurnal. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil kesimpulan sebagai berikut : Pertama, Terkait dengan pengaturan pemekaran desa berdasrakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa. Dan pengaturan penataan Desa Berdasarkan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Serta perbandingan pemekaran dan penataan Desa. Kedua, Karena kurangnya implementasi dari pemerintah daerah aparatur desa dalam menjalankan undang-undang tersebut. Pengaturan Hukum Efektivitas Penyelengaraan Pemerintah Desa. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini memberikan ruang gerak yang luas untuk mengatur perencanaan pembangunan atas dasar kebutuhan prioritas masyarakat desa tanpa terbebani oleh program-program kerja dari berbagai instansi pemerintah yang selanjutnya disebut 'otonomi desa'..
TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEWENANGAN PRESIDEN DALAM MEMBENTUK UNIT KERJA PRESIDEN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN muhammad ridho; Muhammad Amin
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 3 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (600.865 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i3.16211

Abstract

Abstract This study aims to determine the limits of the President's authority in establishing the Presidential Work Unit and the relationship between the Presidential Work Units and the legal consequences of the judicial process with other institutions. The results show that, not necessarily because Indonesia adheres to the “supreme constitution,” everything the President does if it is not prohibited (textually) by the constitution is constitutional. It should be understood that we adhere to "constitutional supremacy" and understand "democracy," or what is also called a "constitutional democracy". So every policy, whether it is a product of legislation or other political policies, must be in line with the values ​​of the community or in line with the wishes of the people. so the limit of the President's authority to make any policy is to see whether the policy steps that will be taken are in accordance with constitutional democracy, if not it is not in line then it is a limitation that the President cannot do that. Then, the institutional relationship between UKP4 and the State Ministry, Cabinet Secretariat as well as between the Legal Mafia Eradication Task Force and law enforcement agencies such as the KPK, the Police, and the Prosecutor's Office, has the potential for overlapping authorities in the practice of government administration and law enforcement. Keywords: President's Authority, President's Work Unit, Constitutional Democracy ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui batasan kewenangan Presiden dalam membentuk Unit Kerja Presiden dan hubungan Unit Kerja Presiden bagaimana akibat hukum dari proses dari proses yuridis tersebut dengan lembaga lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tidak serta merta karena Indonesia menganut “supreme konstitusi,” segala sesuatu yang Presiden lakukan jika itu tidak dilarang (secara tekstual) oleh konstitusi adalah konstitusional. Perlu dipahami bahwa kita menganut “supreme konstitusi” dan paham “demokrasi,” atau yang juga disebut “Negara demokrasi konsitusional”. Jadi setiap kebijakan baik itu berupa produk Peraturan Perundang-Undangan atau kebijakan politik lainnya harus sesuai/sejalan dengan nilai-nilai masyarakat atau sejalan dengan keinginan rakyatnya. jadi batasan kewenangan Presiden untuk membuat kebijakan apapun adalah dengan melihat apakah langkah kebijakan yang akan dilakukan sesuai dengan demokrasi konstitusional, jika tidak itu tidak sejalan maka itu merupakan batasan bahwa Presiden tidak bisa melakukan hal tersebut. Kemudian, hubungan kelembagaan antara UKP4 dengan Kementerian Negara, Sekretariat Kabinet maupun antara Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dan lembaga penegakan hukum seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan, sangat berpotensi untuk terjadinya tumpang-tindih kewenangan di dalam praktik penyelenggaraan pemerintah dan penegakan hukum. Kata Kunci: Kewenangan Presiden, Unit Kerja Presiden, Demokrasi Konstitusional
ANALISIS TERHADAP KEWENANGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENGAWASAN KINERJA KEPALA DESA DALAM MEMBINA DAN MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DESA BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA Sinta Yusuf; Firmansyah Putra
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 3 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.161 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i3.16212

Abstract

ABSTRACT Supervision of the implementation of government, especially towardsThe performance of the Village Head is one of the reasons the BPD was formed. Surveillance effortsregarding the performance of the Village Head is intended to prevent fraudauthority exercised by the Village Head. The authority of the BPD to supervise the performance of the Village Head is divided into four, namely the Village Head directing and managing Village Original Income (PAD) following the national and regional budget systems. PAD management is managed through the APBDdes which is determined every year for the management of Village Original Income (PAD) which is carried out through the stages of planning, budgeting, administration, reporting, accountability, and supervision activities based on the principles of transparency, accountability, participatory as well as orderly and disciplined.The Village Head increases the income of the community and village by establishing a Village Owned Enterprise (BUMDes) in accordance with the needs and potential of the village. BUMDes has a function as a facilitator, mediator and motivator. The Village Head is able to increase employment opportunities for the village community by focusing on community empowerment activities which This is done through the first few activities, creating an atmosphere or climate that allows the community's potential to develop (enabling). Second, strengthening the potential or power possessed by the community (empowering). Third, empowering also means protecting. As well asThe role of the Village Head in directing the geographical conditions of the village as agricultural land can be done by: community development, service and community development.In realizing Performance MonitoringVillage Government by the Consultative BodyVillages should prioritize intense supervision, because supervision is a very important factor for the success of a job and so that the work can be completed according to a predetermined plan. Keywords :Supervision, Village Consultative Body, Village Head Abstrak Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan khususnya terhadapkinerja Kepala Desa merupakan salah satu alasan BPD dibentuk. Upaya pengawasanterhadap kinerja Kepala Desa dimaksudkan mencegah adanya penyelewengan ataskewenangan yang dilakukan oleh Kepala Desa. Kewenangan BPD terhadap pengawasan kinerja Kepala Desa terbagi menjadi empat yaitu Kepala Desa mengarahkan dan mengelola Pendapatan Asli Desa (PAD) mengikuti sistem anggaran nasional dan daerah. Pengelolaan PAD dikelola melalui APBDdes yang ditetapkan setiap tahun pengelolaan Pendapatan Asli Desa (PAD) yang dilakukan melalui tahapan kegiatan perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban, dan pengawasan berdasarkan azas transparan, akuntabel, partisipatif serta tertib dan disiplin. Kepala Desa meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa dengan mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.BUMDes memiliki fungsi sebagai fasilitator, mediator danmotivator. Kepala Desa mampu meningkatkan lapangan kerja bagi masyarakat desa dengan menitikberatkan pada kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui beberapa kegiatan pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering).Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Serta peran Kepala Desa dalam mengarahkan kondisi geografis desa sebagai lahan pertanian dapat dilakukan dengan carapembinaan terhadap masyarakat, pelayanan dan pengembangan terhadap masyarakat.Dalam mewujudkan Pengawasan KinerjaPemerintah Desa oleh Badan PermusyawaratanDesa sebaiknya memprioritaskan pengawasan yang intens, karena pengawasan merupakan faktor yang sangat penting untuk keberhasilan suatu pekerjaan dan agar pekerjaan tersebut dapat selesai sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Kata kunci : Pengawasan, Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa
STUDI KOMPARATIF KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA (MPR-RI) SEBELUM DAN PASCA AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 M. Rifqi Mahardika; Iswandi Iswandi
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 3 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (739.522 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i3.16214

Abstract

Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan MPR-RI sebelum dan pasca amandemen UUD NRI Tahun 1945 serta untuk menganalisis persamaan dan perbedaan dan juga kelebihan dan kekurangan kedudukan MPR-RI sebelum dan pasca amandemen UUD NRI Tahun 1945. Rumusan masalah yang terdapat di dalam penelitian ini yakni bagaimana kedudukan MPR-RI sebelum amandemen UUD NRI Tahun 1945?, bagaimana kedudukan MPR-RI pasca amandemen UUD NRI 1945?, serta bagaimana perbandingan kedudukan MPR-RI sebelum dan pasca amandemen UUD NRI Tahun 1945?. Metode penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yakni penelitian yang memfokuskan untuk mengkaji dan menganalisis peraturan perundang-undangan, literatur, teori, konsep, dan asas hukum. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan historis (history approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Kedudukan MPR-RI sebelum dan pasca amandemen UUD NRI Tahun 1945, memilik banyak perbedaan dan sedikit kesamaan, dalam kedudukan, bentuk, tugas, maupun wewenang MPR-RI.