cover
Contact Name
Firmansyah Putra
Contact Email
ljc.hukum@unja.ac.id
Phone
+6285267376700
Journal Mail Official
firmansyahputra@unja.ac.id
Editorial Address
https://online-journal.unja.ac.id/Limbago/editor
Location
Kota jambi,
Jambi
INDONESIA
Limbago: Journal of Constitutional Law
Published by Universitas Jambi
ISSN : -     EISSN : 27979040     DOI : https://doi.org/10.22437/limbago
Core Subject : Humanities, Social,
Limbago: Journal of Constitusional Law (ISSN Online 2797-9040) merupakan terbitan ilmiah berkala bidang hukum konstitusi dan tata negara. Jurnal ini diterbitkan oleh Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi sebagai media publikasi ilmiah dan diseminasi hasil penelitian bidang hukum tata negara dan konstitusi. Nama "LIMBAGO" berarti Lembaga dalam Bahasa Melayu, nama ini dipilih untuk merespons dinamika dan perubahan sosial. Terbit tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan Februari, Juni dan Oktober, Limbago: Journal of Constitusional Law menggunakan model open access journal dengan sistem double blind peer review. Limbago: Journal of Constitusional Law berkomitmen menjadi forum diskusi dan pengkajian isu-isu kontemporer berkaitan dengan hukum tata negara dan konstitusi di Indonesia dan perspektif global.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 80 Documents
HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 Kharisma Anisa; Andrizal
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.494 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i1.8442

Abstract

Penelitian ini bertujuan 1) Untuk mengetahui Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Penggunaan Hak Angket oleh DPR Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. 2) Untuk mengetahui Objek dalam Penggunaan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat terhadap KPK sudah Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Tipe penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatif yang dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kekuasaan dalam penggunaan hak angket jika yang menjadi batu uji adalah peraturan yang lebih tinggi berdasarkan Pasal 20A ayat (2) UUD NRI 1945 merupakan kewenangan DPR. Penggunaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat terhadap KPK belum berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
PUTUSAN ULTRA PETITA MAHKAMAH KONSTITUSI: MEMAHAMI FENOMENA HOLISTIK PENEMUAN HUKUM (RECHTSVINDING) YANG PROGRESIF Amanda Dea Lestari; Bustanuddin
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.197 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i1.8635

Abstract

One of the breakthroughs of the Constitutional Court that succeeded in breaking the legal rigidity lies in the courage to issue an ultra petita decision as an effort to find the law (rechtssvinding) made by the judge in progressive thinking. The purpose of this study is to determine the legal considerations of the Constitutional Court in issuing ultra petita decisions, and to find out how the implications of these decisions have on the development of progressive law in Indonesia. By using normative legal research the final results of this study show that the doctrine of the prohibition of ultra petita for the Constitutional Court judges is not generally accepted and absolutely. By using philosophical, theoretical, and juridical considerations it can be said that the Constitutional Court is justified in issuing ultra petita decisions that can be accounted academically and in accordance with the constitution and state law (State Law). Reflecting on the decidendi ratio of the ultra petita decision of the Constitutional Court, basically it was done by referring to the legal principle in the world of judicial power known as dominus litis, which requires the judge to actively seek and find justice as an independent judicial power to administer justice in order to enforce the law and justice. The meaning of justice is not just procedural justice (procedural justice) but also substantive justice (substantive justice) and constitutional justice (constitutional justice)
KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA Virto Silaban; Kosariza
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (496.968 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i1.8636

Abstract

This study aims to find out and analyze the position of the Constitutional Court in accordance with the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, regulated further in Law Number 8 of 2011. To find out the implications of the Constitutional Court's decision which is final and binding. The problem is how is the position of the Constitutional Court in the constitutional system of the Republic of Indonesia based on the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and regulated further in Law Number 8 of 2011? What are the implications of the Constitutional Court's decision which is final and binding? This research approach is Normative Juridical, in this study the author will examine the position of the Constitutional Court in the constitutional system of the Republic of Indonesia and the implications of the Constitutional Court's decision which is final and binding. The results of this study are that the position of the Constitutional Court in the constitutional system of the Republic of Indonesia based on the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is a high state institution encompassed by the judicial authority together with the Supreme Court and the judiciary below which is tasked with upholding the supremacy of the constitution. Decisions issued by the Constitutional Court are final and binding on the principle of Erga Omnes. Conclusion: the position of the Constitutional Court in the constitutional system of the Republic of Indonesia is a judicial institution that runs the judicial power and is separate from the Supreme Court. The decision of the Constitutional Court is final and binding on the principle of erga omnes. Suggestion: the need to affirm the process of filling the position of judge of the Constitutional Court and the prohibition of judges of the Constitutional Court to create the independence of the Constitutional Court. The need for communication between the Constitutional Court and other state institutions for the execution of the Constitutional Court's decision, so that every decision issued by the Constitutional Court erga omnes.
ANALISIS KEWENANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DI BIDANG LEGISLATIF MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 Erik Santio; Bahder Johan Nasution
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (492.772 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i1.8643

Abstract

Presiden Republik Indonesia adalah sebagaimana di atur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945, Presiden Rpublik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar. Presiden yang memegang kekuasaan pemerintah dalam pasal ini menunjuk kepada pengertian presiden menurut sistem pemerintahan presidensial. Dalam sisterm pemerintah presidensial, tidak terdapat pembedaan atau setidak tidak perlu diadakan pembedaan antara presiden selaku kedudukan kepala negara dan presiden selaku kepala pemerintah. Presiden adalah Presiden, yaitu jabatan yang memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar. Kekuasaan negara yang terpusat pada satu lembaga mengakibatkan timbulnya berbagai efek samping negatif, menjadi salah satu sebab masyarakat menghendaki adanya perubahan pada pembagian kekuasaan yang lebih tegas. Ditambah lagi dengan seruan dari segala penjuru untuk melakukan demokratisasi dalam segala bidang, mengakibatkan kedudukan Presiden dalam UUD 1945 perlu dikaji kembali. Hal ini terwujud dengan diadakannya perubahan terhadap UUD 1945 selama kurun waktu 1999-2002. Dalam UUD 1945 jelas tergambar bahwa dalam rangka fungsi legislatif dan pengawasan, lembaga utamanya adalah DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Pasal 20 ayat (1) menegaskan, “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang”. Bandingkan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi, “Presiden Berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Dengan Perkataan lain, sejak Perubahan Pertama UUD 1945 pada tahun 1999, telah terjadi pergeseran kekuasaan substantif dalam kekuasaan legislatif dari tangan Presiden ke tangan DPR.
ANALISIS SISTEM MULTIPARTAI TERHADAP SISTEM PAMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oga Hivasko Geri Oga; Syamsir
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (507.435 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i1.8644

Abstract

Sistem multi partai adalah salah satu varian dari beberapa sistem kepartaian yang berkembang di dunia modern saat ini. Sistem partai politik ini menjadi sebuah jaringan dari hubungan dan interakasi antara partai politik di dalam sebuah sistem politik yang berjalan. Di Indonesia, jumlah partai politik yang terlalu banyak merupakan salah satu faktor penyumbang tidak efektifnya sistem pemerintahan di Indonesia. Banyaknya partai politik yang ikut dalam pemilu menyebabkan koalisi yang dibangun untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden terlalu gemuk karena melibatkan banyak partai politik. Gemuknya koalisi ini mengakibatkan pemerintahan hasil koalisi tidak dapat berjalan efektif karena harus mempertimbangkan banyak kepentingan.
ANALISIS YURIDIS TENTANG SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Muhammad Alfin Ardian Alfin; Ridham Priskap
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.24 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i1.8645

Abstract

Ditengah membaiknya sistem Presidensial dalam Pemerintahan Indonesia setelah amandemen UUD 1945 yang ditandai dengan pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat dan dibatasinya masa jabatan Presiden. Namun dalam praktiknya dengan melihat kewenangan yang diberikan kepada Presiden selaku kepala Negara dan kepala Pemerintahan yang seharusnya otoritas kewenangannya lebih tinggi karena dijamin oleh sistem Pemerintahan Presidensial, senyatanya Presiden harus kerja lebih ekstra untuk menghadapi gejolak politik di tubuh Parlemen. Presiden dalam menjalankan kewenangannya tersandra oleh politikus-politikus di Parlemen.
IMPLEMENTASI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA JAMBI DALAM PENGELOLAAN PEMAKAMAN UMUM BERDASARKAN PERATURAN DAERAH TENTANG PELAYANAN PEMAKAMAN UMUM Tomi Aidil; Dimar Simarmata
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.744 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i1.8654

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis implementasi kewenangan Pemerintah Daerah Kota Jambi dalam pengelolaan pemakaman umum; mengetahui dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi kewenangan Pemerintah Daerah Kota Jambi dalam pengelolaan pemakaman umum. Metode penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian yuridis empiris dan adapun tata cara penarikan sampel dilakukan dengan cara Purposive Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi kewenangan Pemerintah Daerah Kota Jambi dalam pengelolaan pemakaman umum belum menjalankan kewenangan secara konsisten karena sesuai peraturan daerah, yaitu keadaan pemakaman yang berada di Kota Jambi yang terjadi kini masih ada yang belum sesuai dengan Peraturan yang ada dan pemeliharaan dan perawatan tempat pemakaman umum belum dilakukan sebagaimana mestinya. kendala-kendala dalam implementasi kewenangan Pemerintah Daerah Kota Jambi dalam pengelolaan pemakaman umum dibedakan dalam dua bagian yaitu kendala internal dan kendala eksternal, kendala internal dapat disebabkan bukanlah karena kelemahan struktural, tetapi mengacu kepada jajaran Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman secara perseorangan. Kendala-kendala eksternal yaitu kondisi sosial budaya masyarakat kota Jambi yang tidak berperan serta dalam menjaga dan merawat areal pemakaman dan membayar retribusi tepat pada waktunya.
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.46/PUU-VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK YANG LAHIR DI LUAR PERKAWINAN YANG SAH Muhammad Iqbal Bangun Iqbal; A Zarkasi
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (498.228 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i1.8655

Abstract

Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan untuk mengetahui akibat dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tersebut. Dalam skripsi ini permasalahan yang akan dibahas adalah pertama Bagaimana pertimbangan Hakim dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Kedua, Apakah implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, objek penelitian ini adalah hukum positif. Dalam penelitian ini ada tiga pendekatan pokok yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini bahwa fungsi yang dimiliki Mahkamah Konstitusi sebagai pelindung hak konstitusional warga negara begitu lemah dan tidak maksimal. Disatu sisi Mahkamah Konstitusi berfungsi sebagai pelindung hak konstitusional warga negara, di sisi lain Mahkamah Konstitusi hanya memiliki kewenangan yang terkait dengan perlindungan hak konstitusional warga negara, yaitu menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tinjauan hukum normatif tentang perkawinan di bawah tangan adalah bertentangan dengan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dinyatakan merupakan komulatif. Perkawinan di bawah tangan mempunyai akibat hukum, yakni akibat yang mempunyai hak mendapat pengakuan dan perlindungan hukum apabila memenuhi Pasal 2 ayat (2). Perkawinan menurut Pasal 2 ayat (1) adalah sah menurut ajaran agama, hal ini dalam pendekatan positifistik belum termasuk kategori perbuatan hukum sehingga belum mendapatkan dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”. Akibat hukum dari perstiwa kelahiran karena kelahiran melalui hubungan seksual adalah adanya hubungan hukum yang di dalamnya termasuk hak dan kewajiban secara timbal balik yang subyek hukumnya meliputi anak, ibu dan bapak
TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 31/PHP.GUB-XV/2017 TENTANG PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI ACEH TAHUN 2017 Winda Maylen Eriza winda; Dasril Radjab
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.311 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i1.8656

Abstract

Abstrak Penelitian ini bertujuan 1) Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum yang digunakan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Aceh Tahun 2017 2) Untuk mengetahui bagaimana implikasi dan Pengaturan ambang batas dalam pengajuan sengketa hasil gubernur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 di daerah Khusus Aceh. Tipe penelitian adalah yuridis normatif, yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatif yang dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, pada dasarnya telah menjawab terkait legal standing Pemohon yang tertera dalam Pasal 158 UU Pemilukada, namun terdapat kerancuan dan kekaburan mengenai aturan manakah yang digunakan dalam penyelesaian sengketa hasil sehingga menimbulkan kekaburan antara lex specialis derogat lex generalis aturan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun Nomor 12 Tahun 2016 sebagai penjelasan lebih lanjut.
ANALISIS PENGATURAN PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Shelly Winda Puspita Sari; Meri Yarni
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.695 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i1.8673

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah 1.) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan pemekaran daerah kabupaten menurut Undang-Undang Nomor 23 thun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah; 2.) Untuk mengetahui dan menganalisis implikasi hukum apabila persyaratan dasar kewilayahan dipenuhi tetapi persyaratan dasar kapasitas daerah tidak memenuhi. Permasalahan penelitian ini adalah 1.) Bagaimana pengaturan pemekaran daerah kabupaten menurut Undang-Undang Nomor 23 thun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah; 2.) Bagaimana menganalisis implikasi hukum apabila persyaratan dasar kewilayahan dipenuhi tetapi persyaratan dasar kapasitas daerah tidak memenuhi. Metode yang digunakan adalah tipe penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1.) Pengaturan pemekaran daerah kabupaten menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah terhadap kriteria maupun ukuran tentang standar minimal persyaratan dasar kapasitas daerah terkait potensi ekonomi, keuangan daerah dan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan sebagai persyaratan pemekaran daerah, tidak diatur secara jelas dan tegas. Terkait pengaturan pembentukan kabupaten di dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah tidak diatur secara spesifik dan hingga saat ini Pemerintah Pusat belum mengeluarkan pedoman/ ketentuan lebih lanjut sebagai turunannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP); 2.) Implikasi hukum apabila persyaratan dasar kewilayahan dipenuhi tetapi persyaratan dasar kapasitas daerah tidak memenuhi, yaitu pada daerah yang baru mekar justru produk hukum daerah masih stagnan sehingga sering terjadi kekosongan produk hukum daerah di daerah pemekaran.