cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Rekayasa Proses
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 13, No 1 (2019)" : 8 Documents clear
Proses Peruraian Anaerobik Palm Oil Mill Effluent dengan Media Zeolit Termodifikasi Melly Mellyanawaty; Firda Mahira Alfiata Chusna; Estin Nofiyanti
Jurnal Rekayasa Proses Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (582.485 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.39206

Abstract

A B S T R A C TThis work evaluated the effect of modified zeolite as microbial immobilization medium in anaerobic digestion of palm oil mill effluent (POME). The affinity of microorganisms to attach and grow on the media surface could be increased by the addition of micro-nutrient into the media. The effect of micro-nutrient addition was studied in 1000 mL Erlenmeyer flask as batch reactors. Experiments were conducted for 30 days. The concentration of soluble chemical oxygen demand (COD) in substrate was 8000 mg/L. Zeolite was impregnated with nickel (Ni) and zinc (Zn) at individual concentration of 2.7x10-3 mg Ni/g zeolite and 3.5x10‑3 mg Zn/g zeolite. The influence of each modified zeolite was determined by periodic measurement of sCOD, volatile fatty acid (VFA), pH, and biogas production. Cumulative biogas productions in this study were 252.44; 172.13; 57.70 ml from Ni-modified, Zn-modified and natural zeolites, respectively. The highest sCOD removal was obtained in reactor with Zn-modified zeolite with 38.22% removal, followed by 33.96% with Ni-modified zeolite, and 27.87% removal with natural zeolite.Keywords: anaerobic digestion; biogas; methane; palm oil mill effluent; zeoliteA B S T R A KPenelitian ini mengevaluasi pengaruh zeolit yang dimodifikasi sebagai media imobilisasi mikroorganisme pada proses anaerobik limbah palm oil mill effluent (POME). Afinitas mikroorganisme untuk melekat dan tumbuh di permukaan dapat meningkat dengan impregnasi mikronutrien pada media. Efek penambahan mikronutrien dipelajari dengan labu Erlenmeyer 1000 mL sebagai reaktor batch. Experimen dijalankan selama 30 hari. Konsentrasi soluble chemical oxygen demand (sCOD) substrat yang digunakan adalah 8000 mg/L. Zeolit terimpregnasi Ni dan Zn yang digunakan memiliki kadar 2,7 x10-3 mg Ni/g zeolit dan 3,5x10-3 mg Zn/g zeolit. Pengaruh setiap zeolit yang dimodifikasi dievaluasi dengan mengukur konsentrasi sCOD, volatile fatty acid (VFA), pH, dan produksi biogas secara periodik. Akumulasi biogas penelitian ini sebesar 252,44; 172,13; 57,70 ml berturut-turut untuk zeolit modifikasi Ni, zeolit modifikasi Zn dan zeolit alam. Penurunan sCOD terbaik dihasilkan oleh zeolit termodifikasi Zn dengan nilai 38,22%, selanjutnya diikuti oleh zeolit termodifikasi Ni dan zeolit alam dengan nilai 33,96% dan 27,87%.Kata kunci: anaerobic digestion; biogas; metana; palm oil mill effluent; zeolit
Penurunan Logam Hg dalam Air Menggunakan Sistem Sub-Surface Flow Constructed Wetland: Studi Efektivitas Rikhanatul Firdausy Puspitasari; Agus Prasetya; Edia Rahayuningsih
Jurnal Rekayasa Proses Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.332 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.39339

Abstract

A B S T R A C THigh amount of Mercury contamination is commonly found in traditional gold mining areas. This problem might occur due to the use of amalgamation process in traditional gold extraction process by dissolving the gold-bearing rocks with mercury (Hg). The utilization of mercury in gold mining activity has contaminated the water with Hg which might lead to serious health problems. This research was carried out by discharging the Hg-contaminated wastewater to enter a system called the Sub-Surface Flow Constructed Wetland (SSF-SW). The system employed a mixture of soil and the fibers of water hyacinth as the media on which Echinodorus palaefolius L. was planted. The wastewater containing HgCl2 at 8.59 mg/L was flown. The flow rate and pH were set to 6.3 L/hour and 6-7 pH at room temperature. Samples were collected at 0; 3.5; 7; 10.5 hours every day. The SSF-CW system was continually run for 10.5 hours and 13.5hour batch. The result of this research showed that the efficiency of Hg removal reached 92.79%. The results showed that the SSF-CW offers a stable system to reduce the mercury levels as shown in the growth of the plant and the total Hg removal efficiency. Plants with Hg exposure have distinct patterns of chlorosis. Some leaves turning yellow and die, others start with new growth. In addition, the growth of Echinodorus palaefolius L. was also influenced by the amount of nutrients in the soil.Keywords: Echinodorus palaefolius L., mercury, sub-surface flow constructed wetland A B S T R A KPencemaran merkuri banyak ditemukan pada penambangan emas tradisional. Pada umumnya proses yang diterapkan dalam penambangan emas tradisional dalam ekstraksi emas adalah proses amalgamasi, yaitu dengan cara mencampur bijih emas dengan merkuri (Hg). Aktivitas penambangan dengan memanfaatkan Hg menyebabkan tercemarnya air dengan Hg yang dapat membahayakan kesehatan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah Hg ke dalam sistem Sub-Surface Flow Constructed Wetland (SSF-CW). Media yang digunakan berupa campuran tanah dan serat eceng gondok serta ditanami dengan Echinodorus palaefolius L. Penelitian dilakukan dengan mengalirkan air limbah HgCl2 berkonsentrasi 8,59 mg/L. Percobaan menggunakan laju alir 6,3 L/jam dengan pH sekitar 6-7 pada suhu ruangan. Pengambilan sampel dilakukan pada jam ke 0; 3,5; 7 dan 10,5 pada setiap harinya. Operasi sistem SSF-CW dijalankan 10,5 jam kontinu dan 13,5 jam batch. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi penurunan Hg sebesar 92,79%. Penelitian menunjukkan bahwa sistem SSF-CW cukup stabil. Kestabilan sistem SSF-CW dalam menurunkan kadar Hg dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman dan total penurunan yang diperoleh. Tanaman yang terpapar Hg terlihat bercak klorosis. Beberapa daun menguning dan mati, sebagian lain tumbuh tunas baru. Pertumbuhaan Echinodorus palaefolius L. tidak lepas dari pengaruh unsur hara yang terdapat di dalam tanah.Kata kunci: Echinodorus palaefolius L., merkuri, sub-surface flow constructed wetland
Mekanisme Fouling pada Membran Mikrofiltrasi Mode Aliran Searah dan Silang Iqbal Shalahuddin; Yusuf Wibisono
Jurnal Rekayasa Proses Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (495.405 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.40458

Abstract

A B S T R A C TMicrofiltration is a low pressure driven membrane process of about 1 bar trans-membrane pressure which is used frequently for separating dissolved particles within 0.1 to 10 μm size. Microfiltration membranes are utilized in water and wastewater treatment processes either during pretreatment, treatment, or post-treatment steps. Moreover in bioprocessing, microfiltration is used in upstream process for substrate sterilization or in downstream process for microbial suspension separation. Fouling is one major concern of membrane filtration processes, including microfiltration. In this article, the fouling mechanism on microfiltration membrane is explained based on the blocking model refer to cake filtration due to the complexity of fouling phenomena. Fouling mechanism on dead-end and cross-flow modes microfiltration are explained, and basically distinguished into four different mechanisms, i.e. complete blocking, standard blocking, intermediate blocking and cake filtration. The proposed models are based on constant pressure operation on the uniform membrane pores, both for dead-end and cross-flow modes. Cross-flow mode, however, is restricted on the beginning of filtration until critical flux condition is reached.Keywords: bioprocess; blocking model; cake filtration; fouling; microfiltration; wastewater A B S T R A KMembran mikrofiltrasi merupakan salah satu teknologi membran yang menggunakan tekanan rendah sekitar 1 bar sebagai gaya pendorong dan digunakan untuk proses pemisahan partikel terlarut yang berukuran antara 0,1 hingga 10 μm. Membran mikrofiltrasi banyak digunakan baik dalam proses pra-pengolahan, pengolahan, maupun pasca-pengolahan air dan air limbah. Pada bioproses, mikrofitrasi juga digunakan pada proses hulu untuk sterilisasi substrat atau pada proses hilir untuk pemisahan suspensi mikrob. Masalah yang paling utama dalam proses filtrasi membran adalah fouling. Dalam artikel ini, mekanisme terjadinya fouling pada membran mikrofiltrasi dijelaskan dengan menggunakan model pemblokiran yang mengacu pada filtrasi deposit partikel (cake) untuk menguraikan kerumitan fenomena fouling dalam mikrofiltrasi. Pada tulisan ini dijelaskan lebih rinci mengenai mekanisme fouling baik pada mikrofiltrasi searah (dead-end) maupun aliran silang (cross-flow). Mekanisme fouling pada proses mikrofiltrasi bisa dimodelkan dengan empat model yaitu pemblokiran pori, penyempitan pori, pemblokiran pori bersamaan dengan endapan permukaan dan formasi endapan permukaan. Mekanisme tersebut berlaku pada kondisi operasional bertekanan tetap dan ukuran pori yang seragam, baik pada aliran searah ataupun silang. Hanya saja, model mekanisme pada aliran silang hanya berlaku pada kondisi awal filtrasi hingga tercapai kondisi fluks kritis.Kata kunci: air limbah; bioproses; filtrasi cake; fouling; mikrofiltrasi; model pemblokiran
Pengaruh Komposisi Subtrat dari Campuran Kotoran Sapi dan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) terhadap Produktivitas Biogas pada Digester Semi Kontinu Agus Haryanto; Rivan Okfrianas; Winda Rahmawati
Jurnal Rekayasa Proses Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (559.219 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.41125

Abstract

A B S T R A C TThis study aims to determine the effect of substrate composition on biogas production from a mixture of cow dung and elephant grass using semi-continuous digester. Fresh cow dung and elephant grass were obtained from Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Lampung. Elephant grass was knife-chopped, crushed using a blender and then mixed with cow dung at a total solid (TS) ratio between elephant grass and cow dung varies from 35:65 (P1), 40:60 (P2), 45:55 (P3), and 50:50 (P4). This mixture was then diluted with tap water until its TS content reach 5% and was used as substrate. Four semi-continuous digesters (labeled as P1 to P4) having a capacity of 36 L and working volume of 28 L were initially loaded with 22 L of diluted fresh cow dung (dilution ratio of 1:1) as a starter (source of bacteria) and were left until stable condition. When the biogas was produced, the prepared substrate was added daily into the respective digester at a loading rate of 500 mL.d-1. Parameters to be observed included daily temperature and pH of the substrate, daily biogas production, TS and VS content, and biogas quality. The results showed that the digester worked at average pH of 6.9 and the daily temperature 26.3 to 29.7°C. The total biogas production for 60 days was 608.4, 676.8, 600.0, and 613.3 L, respectively for P1, P2, P3, and P4. Biogas yield after the substrate achieving the designed composition was 254 (P1), 260 (P2), 261 (P3), and 271 L.m-3 of the substrate (P4). The addition of elephant grass up to 50% could maintain high production of biogas.Keywords: biogas; cow dung; elephant grass; productivity; semi-continuous A B S T R A KPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi substrat terhadap produktivitas biogas dari campuran kotoran sapi dan rumput gajah pada digester semi kontinu. Rumput gajah dan kotoran sapi segar diperoleh dari Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Rumput gajah dipotong menggunakan pisau dan dihancurkan dengan blender hingga halus dan dicampurkan dengan kotoran sapi pada perbandingan berat padatan kering (TS) 35:65 (P1), 40:60 (P2), 45:55 (P3), dan 50:50 (P4). Campuran ini diencerkan dengan air hingga kandungan TS mencapai 5% dan digunakan sebagai substrat. Empat digester semi kontinu (diberi label P1 hingga P4) dengan volume kerja 28 L mula-mula diisi dengan 22 L starter kotoran sapi segar yang diencerkan dengan air pada perbandingan berat 1:1 dan dibiarkan hingga stabil. Setelah gas mulai diproduksi, substrat yang telah dipersiapkan (sesuai label) ditambahkan ke dalam masing-masing digester dengan laju pembebanan 500 mL hari-1. Parameter yang diamati meliputi suhu harian, pH substrat, kandungan TS dan VS, produksi biogas, dan kualitas biogas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa digester bekerja pada pH rata-rata 6,9 dan suhu harian antara 26,3–29,7°C. Total produksi biogas selama 60 hari adalah 608,4; 676,8; 600,0; dan 613,3 L berturut-turut untuk P1, P2, P3, dan P4. Produktivitas biogas setelah substrat mencapai komposisi yang direncanakan adalah 254 (P1), 260 (P2), 261 (P3), dan 271 L/m-3 substrat (P4). Penambahan rumput gajah hingga 50% masih menghasilkan biogas yang tinggi.Kata kunci: biogas; kotoran sapi; produktivitas; rumput gajah; semi-kontinu
Pemanfaatan Limbah Kulit Kakao Menjadi Briket Arang sebagai Bahan Bakar Alternatif dengan Penambahan Ampas Buah Merah Syarifhidayahtullah Syarif; Rochim Bakti Cahyono; Muslikhin Hidayat
Jurnal Rekayasa Proses Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.77 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.41517

Abstract

A B S T R A C TThe conversion of cocoa shell waste into char briquettes has been carried out through various methods. However, the product characteristics do not meet the SNI briquettes requirements. Therefore, it is necessary to improve process engineering by mixing cocoa peel waste with red fruit pulp to get char briquettes in order to improve quality of briquette products. This research was carried out through pyrolysis process with temperthwatures up to 500 oC and held for 4 hours. The research objective was to produce char briquettes from cacao pod shell waste with the addition of red fruit pulp and its characteristic test. The study was designed with 2 variables, namely independent variables in the form of char raw material powder that passed 50 mesh sieve, weight ratio of cocoa shell char powder and red fruit pulp char powder (100:0, 70:30, 50:50, 30:70, and 0%:100%), pressure (100 kg/cm2), 10% starch adhesive from raw materials, and briquette diameter of 40 mm. Whereas the dependent variables are the moisture content (%), volatile content (%), ash content (%), fixed carbon content (%), and calorific value (cal/g). The results showed that the process of pyrolysis of char briquettes waste cocoa shell with red fruit pulp can increase its calorific value. The best characteristics of briquette were obtained from mixed briquettes (composition of 30%:70%) with moisture content of 5.63%, volatile content of 18.65%, ash content of 9.45%, fixed carbon content of 66.27%, and calorific value of 6422 cal/g.A B S T R A KPemanfaatan limbah kulit buah kakao menjadi briket arang telah banyak dilakukan melalui berbagai metode tetapi belum memenuhi persyaratan SNI briket arang. Oleh karena itu, perlu diupayakan untuk mendapatkan briket arang yang memenuhi persyaratan SNI. Salah satunya dengan cara mencampurkan limbah kulit kakao dengan ampas buah merah karena ampas buah merah memiliki nilai kalor yang cukup tinggi. Penelitian ini dilakukan melalui proses pirolisis dengan suhu sampai dengan 500 oC  dan ditahan selama 4 jam. Tujuan penelitian untuk memproduksi briket arang dari limbah kulit buah kakao dengan penambahan ampas buah merah serta uji karakteristiknya. Penelitian dirancang dengan 2 variabel, yaitu variabel bebas (independent variable) berupa ukuran serbuk bahan baku arang yang lolos saringan  50 mesh, rasio massa campuran serbuk arang kulit kakao dengan serbuk arang ampas buah merah (100:0, 70:30, 50:50, 30:70, dan 0%:100%), tekanan pengempaan (100 kg/cm2), perekat kanji 10% dari bahan baku, dan diameter briket 40 mm. Variabel terikat (dependent variable) yang diukur yaitu kadar air (%), kadar zat mudah menguap (%), kadar abu (%), kadar karbon terikat (%), dan nilai kalor (kal/g). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dengan melalui proses pirolisis briket arang limbah kulit kakao dengan ampas buah merah dapat meningkatkan nilai kalor-nya. Karakteristik briket terbaik diperoleh dari briket komposisi campuran (30%:70%) dengan kadar air 5,63 %, kadar zat mudah menguap 18,65 %, kadar abu 9,45 %, kadar karbon terikat 66,27 %, dan nilai kalor 6422 kal/g.
Pelarutan Emas pada Pelindian Konsentrat Emas Hasil Roasting Menggunakan Reagen Tiosianat Fika Rofiek Mufakhir; J M Sinaga; Soesaptri Oediyani; Widi Astuti
Jurnal Rekayasa Proses Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.236 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.41519

Abstract

A B S T R A C TDissolution of gold from roasting concentrate of gold ore using potassium thiocyanate with the presence of ferric chloride as an oxidizer was investigated. The concentrate was taken from Lengkukai gold mine. Gold ore particles under 53 µm in size were roasted at varied temperature, separated using wet magnetic separator, and finally leached. The X-ray diffraction (XRD) analysis showed that there were phase changes after roasting with the emergence of new phases such as hematite, pyrrhotite, and almandine. Leaching of gold concentrate after roasting and magnetic separation showed that gold was in non-magnetic concentrate at 950oC with the highest gold dissolution of 0.95 mg/L, while magnet concentrate was completely absent. Experiments with the addition of Fe3+ ion oxidizers for 24-hour range did not have significant effect on gold dissolution. The highest gold concentration obtained of 2.29 mg/L was obtained at 12 hours with 0.1 M FeCl3. The increase of thiocyanate reagent concentrations, which showed a linear correlation to gold dissolution, produced up to 2.25 mg/L of gold concentration (12 hours at 0.3 M KSCN).Keywords: ferric ion gold dissolution; gold concentrate; roasting; thiocyanate A B S T R A KPelarutan emas dari konsentrat hasil roasting bijih emas tambang Lengkukai menggunakan reagen pelindi kalium tiosianat dengan penambahan ferric chloride sebagai oksidator telah diteliti. Partikel bijih emas dengan ukuran di bawah 53 µm di-roasting pada berbagai temperatur kemudian dipisahkan menggunakan pemisah magnetik basah dan akhirnya dilindi. Hasil analisis X-ray diffraction (XRD) menunjukkan adanya perubahan fase setelah roasting dengan munculnya fase-fase baru yaitu hematit, pirohitit dan almandin. Pelindian konsentrat emas hasil roasting dan pemisahan magnetik menunjukan emas berada pada konsentrat non magnet temperatur roasting 950 oC dengan pelarutan emas paling tinggi sebesar 0,95 mg/L, berbeda dengan konsentrat magnet yang sama sekali tidak ada. Percobaan dengan penambahan oksidator ion Fe3+ selama rentang 24 jam tidak memberikan efek yang signifikan terhadap pelarutan emas. Dari penelitian ini didapatkan konsentrasi emas tertinggi sebesar 2,29 mg/L pada 12 jam dengan konsentrasi FeCl3 0,1 M. Sedangkan penambahan konsentrasi reagen tiosianat, yang menunjukan hubungan linier terhadap pelarutan emas, menghasilkan konsentrasi besar hingga 2,25 mg/L selama 12 jam pada konsentrasi KSCN 0,3 M.Kata kunci: ion besi III; konsentrat emas; pelarutan emas; roasting; tiosianat
Pengembangan Teknologi Berbasis Media Air Subkritis dan CO2 Bertekanan untuk Intensifikasi Proses Firman Kurniawansyah
Jurnal Rekayasa Proses Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.1 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.41868

Abstract

A B S T R A C TGreen solvent, an environmentally friendly solvent in form of subcritical water (SBCW) and pressurized CO2, has been used as media in process intensification. It has characteristic of having low or even zero toxicity. Hence it can simplify purification procedure. In this communication, development of technology applications of those green solvents, i.e. extraction, particle synthesis, and reaction engineering, is briefly presented. In general, studies show a positive utilization of green solvents of subcritical water and pressurized CO2. For example, in pectin extraction, yield up to 90% has been obtained when the combined solvent was used. In another application, hydrolysis using SBCW-CO2 as combined solvent has facilitated 100% conversion of pinene.Keywords: carbon dioxide; intensification process; subcritical water A B S T R A KGreen solvent, yakni pelarut yang ramah lingkungan dalam bentuk air subkritis (subcritical water, SBCW) dan CO2 bertekanan yang telah dikembangkan untuk media pemrosesan, sebagai salah satu upaya intensifikasi proses. Solven ini dikatakan ramah lingkungan karena tingkat toksisitas air subkritis maupun CO2 sangat rendah, atau bahkan tidak ada sama sekali, sehingga mempersingkat prosedur purifikasi. Pada artikel pendek ini, pengembangan aplikasi teknologi tersebut diulas sebagai telaah (review) pendek dalam teknologi pemisahan (ekstraksi), sintesis partikel, dan rekayasa reaksi. Hasil-hasil studi pada umumnya memberi konfirmasi positif tentang potensi pemakaian dua fluida ramah lingkungan, yaitu SBCW dan CO2, dalam rekayasa proses. Sebagai contoh pada studi ekstraksi pektin, proses menggunakan green solvent berhasil mencapai yield hingga 90%. Hasil serupa dapat dilihat dari konversi pinene melalui proses hidrolisis hingga mencapai 100%.Kata kunci: air subkritis; karbon dioksida; intensifikasi proses
Mathematical Modelling and Simulation of Hydrotropic Delignification Indah Hartati; Wahyudi Budi Sediawan; Hary Sulistyo; Muhammad Mufti Azis; Moh Fahrurrozi
Jurnal Rekayasa Proses Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.363 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.42364

Abstract

A B S T R A C TDelignification is a fundamental step in bio-refinery for lignocellulose feedstock processing. Hydrotropic delignification is considered as a promising alternative compared to other conventional delignification processes due to the use of mild chemicals. In this paper, a quantitative description of hydrotropic delignification for a cylindrical biomass particle is presented by using fundamental concepts of chemical kinetics and transport processes. The development of hydrotropic delignification model was based on following assumptions: i) lignin in the biomass is immobile, ii) delignification is considered as a simultaneous process which involves intra-particle diffusion of hydrotropic agent followed by second order reaction for lignin and hydrotropic chemical, as well as intra-particle product diffusion. Finite difference approximation was applied to solve the resulting partial and ordinary differential equations. The simulation results of the proposed model may describe the concentration profiles of lignin, hydrotropic agent and soluble product distributions in a cylindrical solid particle as a function of radial position and time. In addition, the model could also predict the concentration of hydrotropic agent and soluble product in the liquid phase as well as the yield and conversion as a function of time. A local sensitivity analysis method using one factor at a time (OFAT), has been applied to investigate the influence of particle size and hydrotropic agent concentration to the yield and conversion of the hydrotropic delignification model. Validation of the proposed model was conducted by comparing the numerical results with an analytical solution for a simple case diffusion in cylinder with constant surface concentration and in the absence of chemical reaction. The validation result showed that the hydrotropic delignification model was in good agreement with the analytical solution.Keywords: cylindrical particle; delignification; hydrotropic; modelling; simulation A B S T R A KDelignifikasi merupakan tahap penting dalam proses biorefineri biomassa berlignoselulosa. Delignifikasi hidrotropi adalah salah satu alternative proses yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan proses-proses delignifikasi konvensional karena tidak menggunakan bahan kimia berbahaya. Dalam artikel ini disajikan deskripsi kuantitatif proses delignifikasi hidrotropi untuk partikel berbentuk silinder dengan menggunakan konsep fundamental kinetika reaksi dan proses-proses perpindahan. Penyusunan model proses delignifikasi hidrotropi dilakukan berdasarkan asumsi-asumsi bahwa i) lignin pada biomassa bersifat immobile, ii) proses delignifikasi dipandang sebagai suatu rangkaian proses simultan yang terdiri atas proses difusi intrapartikel senyawa hidrotrop, reaksi order dua terhadap lignin dan senyawa hidrotrop, serta difusi intrapartikel produk delignifikasi. Finite difference approximation (FDA) digunakan untuk menyelesaikan persamaan simultan berbentuk persamaan diferensial ordiner dan persamaan diferensial parsial dalam tahap pemodelan. Hasil simulasi memberikan gambaran profil distribusi konsentrasi lignin, konsentrasi senyawa hidrotrop dan produk delignifikasi di dalam partikel padatan yang berbentuk silinder sebagai fungsi posisi dan waktu. Model yang dikembangkan juga dapat memprediksi konsentrasi senyawa hidrotropik dan produk di fasa cairan, serta yield dan konversi sebagai fungsi waktu.  Metode analisis sensitivitas lokal, yakni metode one factor at a time (OFAT), digunakan untuk mengkaji pengaruh ukuran partikel dan konsentrasi senyawa hidrotropik terhadap yield dan konversi proses delignifikasi. Validasi model yang diajukan dilakukan dengan membandingkan hasil analisa numerik dengan hasil penyelesaian analitis untuk kasus difusi pada silinder dengan konsentrasi permukaan yang konstan serta tidak melibatkan reaksi kimia. Hasil validasi model menunjukkan bahwa model delignifikasi hidrotropi yang diajukan memiliki kesesuaian yang tinggi dengan hasil penyelesaian analitis.Kata kunci: delignifikasi; hidrotropi; pemodelan; silinder; simulasi

Page 1 of 1 | Total Record : 8