cover
Contact Name
JUNAIDI
Contact Email
junnaidie@gmail.com
Phone
+62711-418873
Journal Mail Official
jurnallexstricta@stihpada.ac.id
Editorial Address
Jl. Animan Achyat (d/h Jln. Sukabangun 2) No. 1610 Kota Palembang Prov. Sumatera Selatan Telp/Fax : 0711 - 418873
Location
Kota palembang,
Sumatera selatan
INDONESIA
Lex Stricta : Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : -     EISSN : 29636639     DOI : -
Diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda (STIHPADA) Palembang berisikan tulisan ilmiah, hasil pembahasan penelitian, pembahasan buku dan pendapat yang mendukung. Artikel Hukum yang dipublikasikan pada jurnal ini merupakan Hasil Karya Ilmiah Mahasiswa dan Dosen yang telah memenuhi Pedoman Penulisan bagi Penulis (Author Guidelines) yang telah ditentukan oleh Lex Stricta : Jurnal Ilmu Hukum. Semua artikel yang dikirimkan oleh penulis dan dipublikasikan dalam jurnal ini ditelaah melalui peer review process. Jadwal penerbitan setahun 3 (tiga) kali pada bulan April, Agustus, Desember. Tulisan yang dikirim harus berpedoman pada Metode Penulisan Ilmiah dan petunjuk penulisan sebagai terlampir. Isi konten tulisan tanggung jawab sepenuhnya penulis. Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap isi konten tulisan.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 20 Documents
ANALISIS PERTIMBANGAN PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PRABUMULIH NOMOR: 25/PID. B/2021/PN/PBM) Sanjaya; Rizki Fitri Amalia; Affreddyan; Roby; Darwin Butar Butar
Lexstricta : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 1 (2022): Agustus
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (558.599 KB) | DOI: 10.46839/lexstricta.v1i1.2

Abstract

Abstrak Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah, bagaimana analisa hakim didalam menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa apakah telah memenuhi unsur keadilan, baik terhadap keluarga korban maupun terhadap pelaku itu sendiri. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Prabumulih dalam menjatuhkan Putusan Pidana Nomor: 25/Pid.B/2021/PN Pbm terhadap tindak pidana pembunuhan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif (Legal Research), pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan Kasus (Case Approach). Hakim dalam menjalankan kekuasaan kehakimannya wajib menafsirkan hukum demi rasa keadilan masyarakat dan menemukan atau menafsirkan hukum sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat itu, sebab hakim tidak terlepas dari masyarakat dimana ia berada dalam melakukan tugasnya. Sebagai penegak hukum, hakim mempunyai tugas dibidang yudisial, yaitu menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Kata Kunci: Hakim, Putusan, Tindak Pidana Pembunuhan Abstract The problem raised in this study is how the judge's analysis in imposing criminal sanctions on the defendant has fulfilled the elements of justice, both to the victim's family and to the perpetrator himself. What factors were taken into consideration by the judges of the Prabumulih District Court in passing the Criminal Decision Number: 25/Pid.B/2021/PN Pbm against the crime of murder. The methods used in this research are normative juridical (Legal Research), the statute approach and the conceptual approach, the case approach. Judges in exercising their judicial power are obliged to interpret the law for the sake of the community's sense of justice and find or interpret the law in accordance with the sense of justice in that society, because judges cannot be separated from the community where they are in performing their duties. As law enforcers, judges have a duty in the judicial field, namely to receive, examine, decide and settle every case submitted to him.
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) DALAM PROSES PENDAMPINGAN TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KOTA PALEMBANG Rajisa Putri; Andries Lionardo; Tugan Siahaan; Sandradi
Lexstricta : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 1 (2022): Agustus
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (763.044 KB)

Abstract

Abstrak Kekerasan terhadap anak merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit, atau penderitaan karena Anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Perlindungan terhadap anak adalah suatu usaha untuk menciptakan kondisi supaya setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Selain itu perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai bidang, kehidupan bernegara dan bermasyarakat, termasuk dalam bidang hukum. Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Per-lindungan Anak yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Peng-hapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sebagai bentuk perlindungan terhadap anak yang mendapatkan kekerasan atau diskriminasi dari pihak manapun. Proses pendampingan Lembaga Swadaya Masyarakat terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Kota Palembang hanya sebatas rujukan-rujukan dari Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Palembang. Dalam proses pendampingan maka lembaga swadaya masyarakat hanya berperan sebagai pendamping saja (pengganti orang tua/keluarga) karena lembaga swadaya masyarakat merupakan organisasi non pemerintah dan belum memiliki aturan hukum yang pasti dalam proses pelaksanaan pendampingan. Kata Kunci: Anak, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Lembaga Swadaya MasyarakatAbstractViolence against children is a form of action that is more physical in nature that results in injury, disability, illness, or suffering because children as buds, potentials, and the younger generation who succeed the ideals of the nation's struggle have a strategic role, characteristics, and special characteristics so that they must be protected from all forms of violence. forms of inhumane treatment that result in human rights violations. Protection of children is an effort to create conditions so that every child can carry out his rights and obligations. In addition, child protection is the embodiment of justice in a society. Thus, child protection must be sought in various fields, state and social life, including in the field of law. The government has enacted Undang-Undang No. 35 of 2014 concerning Child Protection which is an amendment to Undang-Undang No. 23 of 2002 concerning Child Protection and Undang-Undang No. 23 of 2004 concerning Elimination of Domestic Violence as a form of protection for children who experience violence or abuse. discrimination from any party.The process of assisting Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) for children who are victims of domestic violence in Palembang is only limited to referrals from the Palembang Women's and Children's Protection Service. In the mentoring process, Lembaga Swadaya Masyarakat act as a companion (substitute for parents/family) because Lembaga Swadaya Masyarakat is non-governmental organization and do not yet have definite legal rules in the process of implementing mentoring.
SAKSI A DE CHARGE DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI Lisa Wahyuni; Fatria Khairo
Lexstricta : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 1 (2022): Agustus
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (596.64 KB)

Abstract

AbstrakTidak ada perkara pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu bersandar pada pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi. Permasalahan dalam penelitian ini Siapa saja yang berhak menghadirkan saksi a de charge dalam perkara tindak pidana korupsi. Bagaimana tanggungjawab hukum saksi a de charge dalam mempengaruhi keputusan hakim. Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Metode yuridis yaitu suatu metode penulisan hukum yang dilakukan berdasarkan pada teori-teori hukum, literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan metode empiris yaitu suatu metode dengan melakukan observasi atau penelitian secara langsung kelapangan untuk mendapat kebenaran yang akurat dalam proses penyempurnaan penelitian ini. Penelitian menunjukan bahwa, yang berhak menghadirkan saksi a de charge dalam perkara tindak pidana korupsi adalah Menghadirkan Saksi ADe Charge dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi adalah terdakwa atau Penasihat Hukum (PH), saksi a de charge dalam proses persidangan TIPIKOR memiliki kedudukan yang sama dengan saksi a charge. Keterangan dari saksi a de charge merupakan keterangan yang menguntungkan terdakwa pada saat persidangan. Dan Penyidik dapat juga meminta bantuan saksi A Charge dan keterangan seorang ahli hukum guna membuat terang suatu perkara, dan tanggungjawab hukum saksi a de charge dalam mempengaruhi keputusan hakim saksi a de charge dapat membantu terdakwa untuk membuktikan diri bahwa bisa saja terdakwa tidak melakukan perbuatan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap diri terdakwa. Keterangan saksi a de charge juga dapat membantu untuk mengungkapkan kebenaran dari suatu TIPIKOR. Keterangan saksi a de charge yang dapat digunakan sebagai alat pembuktian dalam sidang TIPIKOR tentu harus berhubungan dengan kasus Tipikor dan juga harus memiliki bobot pembuktian yang kuat yang dapat memberikan pengaruh kepada hakim bahwa memang benar keterangan yang diberikan oleh saksi a de charge benar dan mendukung dari keterangan yang diberikan oleh terdakwa. Kata Kunci : A Charge, Saksi, Korupsi AbstractThere is no criminal case that escapes the evidence of witness testimony. Almost all evidence in criminal cases always relies on examining witness statements. At least in addition to proving with other evidence, it is still necessary to prove it by means of witness testimony. The problem in this study is who has the right to present a de charge witness in a corruption case. How is the legal responsibility of a de charge witness in influencing the judge's decision. This research method uses an empirical juridical approach. The juridical method is a method of legal writing which is based on legal theories, literatures and laws and regulations that apply in society. While the empirical method is a method by conducting direct observation or research in the field to get accurate truth in the process of perfecting this research. The research shows that those who have the right to present a de charge witness in a corruption case are to present an Ade Charge Witness in a Corruption Crime Case, namely the defendant or Legal Counsel (PH), the a de charge witness in the TIPIKOR trial process has the same position as witness a. charge. The testimony of a de charge witness is a statement that favors the defendant at the time of trial. And investigators can also ask for help from witness A Charge and testimony from a legal expert to make a case clear, and the legal responsibility of witness a de charge in influencing the judge's decision, witness a de charge can help the defendant to prove himself that the defendant may not have committed the act that was charged. Public Prosecutor (JPU) against the defendant. The testimony of a de charge witness can also help to reveal the truth of a Corruption Crime. The testimony of the a de charge witness that can be used as a means of proof in the TIPIKOR trial must of course be related to the Corruption case and must also have a strong evidentiary weight that can influence the judge that it is true that the information given by the a de charge witness is correct and supports the statement. given by the defendant.
IMPLEMENTASI PASAL 13A PERATURAN PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 2021 TENTANG PENGADAAN VAKSIN DAN PELAKSANAAN VAKSINASI TERHADAP MASYARAKAT Tito Dalkuci; Herman Junaidi; Indraweni Asahi; Jamaludin; Candra Setia
Lexstricta : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 1 (2022): Agustus
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (735.959 KB)

Abstract

Abstrak Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina, pada Desember 2019. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, permasalahan penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dampak dari penolakan penerapan vaksinasi oleh masyarakat yang telah ditetapkan sebagai penerima vaksin menurut pasal 13A peraturan presiden nomor 14 tahun 2021 adalah a. penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial; b. penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; c. dan/atau denda” kemudian mengenai penerapan sanksi denda pasal 13A ayat (4) Huruf c peraturan presiden nomor 14 tahun 2021 penulis menilai sebuah kebijakan yang tidak tepat, karena dengan dibayarkannya denda oleh masyarakat penolak vaksin maka sudah sepatutnya masyarakat tersebut terbebas dari tuntutan untuk melaksanakan vaksinasi sehingga dapat dipastikan program vaksinasi yang diharapkan pemerintah dapat menanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) akan sulit tercapai. Seharusnya sebaiknya Peraturan Presiden No.14 Tahun 2021 bagi masyarakat yang menolak di vaksin corona virus Disease 19 (Covid-19) tidak perlu mencantumkan sanksi denda terhadap masyarakat yang ditetapkan sebagai penerima vaksinasi covid-19 karena apabila masyarakat sudah membayar denda maka sepatutnya masyarakat tersebut tidak dapat dijatuhkan hukuman lagi terhadap pelanggaran yang telah dilakukan. Kata Kunci: Corona Virus, Impelmentasi, Vaksinasi, Pemerintah AbstrackCorona viruses are a large family of viruses that cause disease in humans and animals. In humans, it usually causes respiratory tract infections, ranging from the common cold to serious illnesses such as Middle East Respiratory Syndrome (MERS) and Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). A new type of coronavirus found in humans since an extraordinary event appeared in Wuhan, China, in December 2019. This thesis research method uses normative legal research, meaning that the issues raised, discussed and described in this study are focused on applying the rules or norms in positive law. The results of the study show that the impact of refusing the application of vaccination by people who have been designated as vaccine recipients according to article 13A of presidential regulation number 14 of 2021 are a. postponement or termination of the provision of social security or social assistance; b. postponement or termination of government administration services; c. and/or fines” then regarding the application of fines in Article 13A paragraph (4) Letter c presidential regulation number 14 of 2021 the author considers a policy that is not appropriate, because with the payment of fines by people who refuse vaccines, they should be free from demands to implement vaccination so that it is certain that the vaccination program that the government hopes to overcome the 2019 Corona Virus Disease Pandemic (Covid-19) will be difficult to achieve. Recommendation, it should be that Presidential Regulation No. 14 of 2021 for people who refuse the corona virus Disease 19 (Covid-19) vaccine should not include fines for people who are designated as recipients of covid-19 vaccination because if the community has paid the fine then the community should cannot be sentenced again for the violation that has been committed.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP GURU TERKAIT TINDAKAN PEMBERIAN HUKUMAN (PUNISHMENT) KEPADA SISWANYA Erlan Efendi; M. Ainal Hakim
Lexstricta : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 1 (2022): Agustus
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (744.185 KB)

Abstract

AbstrakTugas guru bukan sekedar menumpahkan semua ilmu pengetahuan tetapi juga mendidik seseorang menjadi warga Negara yang baik, menjadi seorang yang berpribadi baik dan utuh. Penelitian ini mengajukan permasalahan sebagai berikut. Bagaimana upaya perlindungan hukum bagi guru terkait kasus tindakan pemberian hukuman (punishment) kepada siswanya. Sejauh manakah tanggungjawab Organisasi Profesi Guru PGRI terhadap guru yang dikriminalisasi. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris merupakan penelitian lapangan (penelitian terhadap data primer). Hasil penelitian menunjukan Upaya perlindungan hukum bagi guru terkait kasus tindakan pemberian hukuman (punishment) kepada siswanya, bahwa kebijakan perlindungan terhadap praktik mengajar guru dari ancaman kriminalisasi ada nota kesepahaman antara PGRI dan Polri. Yang tertuang pada Pedoman Kerja antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Persatuan Guru Republik Indonesia terhadap profesi guru yang bertujuan agar proses perlindungan hukum kepada profesi guru dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dan tanggungjawab organisasi profesi guru PGRI terhadap guru yang dikriminalisasi, Organisasi profesi guru memperjuangkan perlindungan hukum, pembinaan dan perlindungan keselamatan kerja serta menghimpun dan menyalurkan aspirasi anggotanya. Optimalisasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang berada dibawah naungan PGRI diharapkan menjadi salah satu solusi dalam memberikan perlindungan terhadap guru yang tengah menghadapi permasalahan hukum. Kata Kunci : Hukuman, Guru, Perlindungan AbstractThe task of the teacher is not only to shed all knowledge but also to educate someone to be a good citizen, to become a person who has a good and whole personality. This study poses the following problems. How are legal protection efforts for teachers related to cases of punishment for students. To what extent is the responsibility of the PGRI Teacher Professional Organization towards the criminalized teacher. The type of research used in this research is empirical juridical. Empirical juridical research is field research (research on primary data). The results showed that legal protection efforts for teachers related to cases of punishment for students, that the policy of protecting teachers' teaching practices from the threat of criminalization was a memorandum of understanding between PGRI and the National Police. As stated in the Work Guidelines between the Indonesian National Police and the Indonesian Teachers Association towards the teaching profession, which aims to ensure that the legal protection process for the teaching profession can be carried out as well as possible, and the responsibility of the PGRI teacher professional organization to criminalized teachers. law, fostering and protecting work safety as well as collecting and channeling the aspirations of its members. Optimizing the Legal Aid Institute (LBH) under the auspices of PGRI is expected to be one of the solutions in providing protection for teachers who are facing legal problems.
ANALISIS YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN PADA BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (STUDI KASUS PUTUSAN BPSK KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR: 002/P.ARBITRASE/BPSK-LLG/IV/2021) Ferdiyan Ganesha; Firman Freaddy Busroh; Fatria Khairo; Marsudi Utoyo; Herman Fikri
Lexstricta : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (144.512 KB)

Abstract

Abstrak Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen beserta peraturan pelaksananya. Pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen telah diatur secara limitatif di dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001. Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis kewenangan dan proses penyelesaian sengketa konsumen pada BPSK, dan menganalisis putusan BPSK Kota Lubuklinggau Nomor: 002/P.Arbitrase/Bpsk-Llg/IV/2021. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yang dilakukan dengan meneliti bahan kepustakaan (data sekunder) terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Ketenaga listrikan beserta peraturan pelaksananya. Lalu spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis, maksudnya yaitu untuk mengungkapkan penerapan regulasi di bidang perlindungan konsumen terhadap teori-teori hukum yang digunakan dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan dan proses penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK harus memenuhi 2 (dua) unsur yaitu adanya kerugian yang dialami konsumen, dan kerugian tersebut diakibatkan mengonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan oleh pelaku usaha. Serta putusan BPSK Kota Lubuk linggau Nomor: 002/P.Arbitrase/Bpsk-Llg/IV/2021 mengandung cacat formil. Sehingga merekomendasikan untuk dilakukan pembaruan dan harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen beserta peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Kata kunci : Sengketa Konsumen, Konsumen, Pelaku Usaha, BPSK AbstractThe Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK) has the authority to settle consumer disputes out of court as regulated in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection and its implementing regulations. The implementation of BPSK's duties and authorities in consumer dispute resolution has been regulated in a limited manner in the Decree of the Minister of Industry and Trade Number 350/MPP/Kep/12/2001. The objectives of this research are to analyze the authority and process of consumer dispute resolution at BPSK, and to analyze the decision of BPSK Lubuklinggau City Number: 002/P.Arbitrase/Bpsk-Llg/IV/2021. The type of this research is normative juridical, which is carried out by examining library materials (secondary data) on the Consumer Protection Act and the Electricity Law and their implementing regulations. Then the specification of this research is descriptive analysis research, the intention is to reveal the application of regulations in the field of consumer protection to the legal theories used in the research. The results of the study indicate that the authority and process for resolving consumer disputes by BPSK must meet 2 (two) elements, namely the existence of losses experienced by consumers, and these losses due to consuming goods and/or utilizing services produced or traded by business actors. And the decision of BPSK Lubuklinggau City Number: 002/P.Arbitrase/Bpsk-Llg/IV/2021 contains formal defects. Therefore, it is recommended to reform and harmonize Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection and other related laws and regulations.
PERAN POLRI DALAM PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN Zulkipli; Rianda Riviyusnita; Firman Freaddy Busroh
Lexstricta : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (534.678 KB) | DOI: 10.46839/lexstricta.v1i2.8

Abstract

AbstrakHutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan memberikan kontribusi bagi negara berupa pajak dan kesejahteraan rakyat dari nilai log kayu yang ada. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah. Bagaimana Proses Peradilan Terhadap Pelanggaran Hukum Kehutanan. Apakah hambatan penegakan hukum terhadap kejahatan di bidang kehutanan. Metode penelitian ini menggunakan hukum normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses penyidikan terhadap kejahatan di bidang kehutanan diatur secara khusus, yakni dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian/Dinas Kehutanan baik di tingkat Pusat maupun daerah. Di samping penyidik khusus ada pejabat penegak hukum lain yang juga mempunyai kewenangan melakukan penyidikan kejahatan di bidang kehutanan, yaitu penyidik dari Polri, Kejaksaan dan dari TNI Angkata Laut, dan Penegakan hukum terhadap kejahatan di bidang kehutanan mengalami beberapa hambatan baik bersifat yuridis yang berasal dari peraturan perundang-undangan yang mengatur kehutanan, yaitu rumusan delik kehutanan tidak dapat menjangkau pelaku intelektual kejahatan di bidang kehutanan. Proses penyidikan terhadap kejahatan di bidang kehutanan diatur secara khusus, yakni dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian/Dinas Kehutanan baik di tingkat Pusat maupun daerah. Penegakan hukum terhadap kejahatan di bidang kehutanan mengalami beberapa hambatan baik bersifat yuridis yaitu rumusan delik kehutanan tidak dapat menjangkau pelaku intelektual kejahatan di bidang kehutanan. Kata Kunci : Peneggakan Hukum, Kehutanan, Kejhatan. AbstractForests are renewable natural resources and contribute to the state in the form of taxes and people's welfare from the value of existing logs. The problem in this research is. How the Judicial Process Against Forestry Law Violations. What are the barriers to law enforcement against crimes in the forestry sector. This research method using normative law is a legal research conducted by examining library materials. The results of the study indicate that the process of investigating crimes in the forestry sector is specifically regulated, namely carried out by Civil Servant Investigating Officers within the Ministry/Forestry Service at both the central and regional levels. In addition to special investigators, there are other law enforcement officials who also have the authority to investigate crimes in the forestry sector, namely investigators from the National Police, the Prosecutor's Office and from the Navy, and Law enforcement against crimes in the forestry sector has encountered several obstacles, both juridical in nature, stemming from regulations. the laws governing forestry, namely the formulation of forestry offenses cannot reach intellectual perpetrators of crimes in the forestry sector. The process of investigating crimes in the forestry sector is specifically regulated, namely carried out by Civil Servant Investigating Officers within the Ministry/Forestry Service at both the central and regional levels. Law enforcement against crimes in the forestry sector encounters several obstacles, both juridical in nature, namely the formulation of forestry offenses cannot reach intellectual perpetrators of crimes in the forestry sector.
KEDUDUKAN AKTA YANG DIBUAT NOTARIS UNTUK SUAMINYA DALAM PERKAWINAN DIBAWAH TANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN NOTARIS Mursid; M. Agung Putra Perdana; Rm. Yf. Badaruddin; Levi Rayendra; Arief Burmansyah
Lexstricta : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (462.101 KB)

Abstract

AbstrakNotaris merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah dalam hal ini, Negara. Negara telah memberikan kepercayaan kepada Notaris untuk menjalankan sebagian urusan atau tugas negara, khususnya dalam bidang hukum perdata. Keberadaan Notaris menjawab kebutuhan masyarakat akan bantuan hukum yang netral dan berimbang sehingga melin-dungi kepentingan hukum masyarakat. Akta otentik tersebut merupakan suatu alat bukti yang sempurna, terkuat dan penuh sehingga dapat menjamin kepastian hukum bagi para pihak yang terkait didalamnya. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Bagai-manakah kedudukan akta yang dibuat oleh notaris untuk suaminya dalam perkawinan dibawah tangan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Kedudukan akta yang dibuat oleh Notaris untuk suaminya yang terikat perkawinan dibawah tangan dengannya dapat dilihat dari dua hal: akta tersebut kehilangan otentisitasnya dan berkekuatan pembuktian dibawah tangan, jika perbuatan hukum tersebut tidak diharuskan dituangkan dalam bentuk akta otentik oleh Undang-undang, tetapi jika akta tersebut adalah perbuatan hukum yang bentuknya diharuskan dalam bentuk akta otentik oleh Undang-undang, maka akta tersebut menjadi batal demi hukum. Demi menjaga keluhuran dan martabat Notaris, diharapkan agar Notaris menjalankan tugas dan jabatannya sesuai dengan ketentuan UUJN dan kode etik notaris. Hal ini dimaksudkan agar mampu memberikan pelayanan dan kenyamanan kepada setiap penghadap yang meminta dibuatkan akta otentik. Diharapkan pula Notaris teliti, cermat dan tepat dalam teknik membuat akta dan penerapan aturan hukum yang tertuang dalam akta serta kemampuan menguasai keilmuan dibidang kenotarisan secara khusus dan hukum pada umumnya. Kata Kunci : Kedudukan Akta, Notaris, Perkawinan Dibawah Tangan AbstractNotary is an extension of the Government in this case, the State. The state has given trust to the Notary to carry out some state affairs or duties, especially in the field of civil law. The existence of a Notary Responds to the community's need for neutral and balanced legal assistance so as to protect the legal interests of the community. The authentic deed is a perfect, strongest and complete evidence so that it can guarantee legal certainty for the parties involved in it. This research is a normative juridical research. What is the position of the deed made by a notary for her husband in an underhand marriage based on the Law of the Republic of Indonesia Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning the Position of a Notary. The position of the deed made by the Notary for her husband who is legally bound by marriage with him can be seen from two things: the deed loses its authenticity and has the power of proof under the hand, if the legal act is not required to be stated in the form of an authentic deed by law, but if the deed is is a legal act whose form is required in the form of an authentic deed by law, then the deed becomes null and void. In order to maintain the nobility and dignity of the Notary, it is hoped that the Notary will carry out his duties and positions in accordance with the provisions of the UUJN and the notary code of ethics. This is intended to be able to provide service and convenience to every appearer who asks for an authentic deed to be made. It is also hoped that the Notary will be thorough, thorough and precise in the technique of making a deed and the application of the legal rules contained in the deed as well as the ability to master science in the field of notaries in particular and law in general.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS BERDASARKAN PRINSIP BASED ON FAULT OF LIABILITY (TANGGUNG JAWAB BERDASARKAN KESALAHAN) Intan Rahmadanti; Herman Fikri; Fatria Khairo
Lexstricta : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.711 KB)

Abstract

Abstrak Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah, 1) bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris berdasarkan prinsip Based On Fault Of Liability (Tanggung Jawab Berdasarkan Kesalahan); 2) bagaimana tanggung jawab hukum terhadap Notaris yang melakukan tindak pidana dalam pemalsuan akta otentik. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual.Kesimpulan penelitian ini yaitu perlindungan hukum terhadap Notaris berdasarkan prinsip Based On Fault Liability (tanggung jawab berdasarkan kesalahan) adalah apabila suatu unsur kesalahan tersebut terjadi diantara para penghadap maka sepanjang seorang Notaris tersebut menjalankan kewenangannya sesuai dengan apa yang tercantum di dalam Undang-Undang, Notaris yang bersangkutan tidak dapat diminta pertanggungjawabannya karena Notaris hanya mencatat semua informasi yang diperolehnya dari para penghadap. Kemudian, Tanggung jawab hukum terhadap Notaris yang melakukan tindak pidana dalam pemalsuan akta otentik adalah Notaris bertanggung jawab secara pidana ketika dalam proses pembuktian bahwa Notaris tersebut terbukti melakukan suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur yaitu kemampuan untuk bertanggung jawab, adanya kesengajaan atau kealpaan, dan tidak adanya alasan pemaaf Kata Kunci : Notaris, Perlindungan Hukum, Tindak Pidana Pemalsuan Surat Abstract The problems raised in this study are, 1) how is the legal protection of Notaries based on the principle of Based On Fault Of Liability (Responsibility Based on Errors); 2) what is the legal responsibility of a Notary who commits a crime in forging an authentic deed. The research method used is normative juridical using a law approach, a case approach and a conceptual approach. The conclusion of this research is that legal protection for Notaries based on the principle of Based On Fault Liability (responsibility based on errors) is that if an element of the error occurs between the parties, then as long as a Notary carries out his authority in accordance with what is stated in the Act, the Notary who The person concerned cannot be held accountable because the Notary only records all the information he or she obtains from the appearers. Then, the legal responsibility for a Notary who commits a criminal act in falsifying an authentic deed is that the Notary is criminally responsible when in the process of proving that the Notary is proven to have committed a crime that meets the elements, namely the ability to be responsible, intentional or negligent, and no excuses.
ANALISIS YURIDIS TANGGUNGJAWAB HUKUM HAKIM ATAS KELALAIAN ATAU KESALAHANNYA DALAM TUGAS MENGADILI PUTUSAN DALAM PERKARA NO. 31/Pdt.G/2015/PN.SKY Aidil Fitri Syah; Fatria Khairo; Herman Fikri
Lexstricta : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (503.391 KB)

Abstract

Abstrak Hakim telah lama diakui sebagai profesi yang terhormat dimana Hakim berperan penting dalam menentukan baik atau buruknya potret penegakan hukum dinegara itu, Oleh karena itu pada prinsipnya Hakim bertujuan menjaga martabat dan keluhuran profesi Hakim tersebut. Hakim sebagai profesi yang juga disebut sebagai paling mengetahui hukum (ius curia novit) serta berperan sebagai menemukan hukum (rechtsvinding) dan membentuk hukum (rechtsvorming). Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan Normatif-Empiris yang berarti penelitian yang menghasilkan data deskripsi dengan cara memperoleh data secara langsung dari subjek sebagai sumber pertama dalam penelitian lapangan. Hasil penelitian didalam penulisan ini adalah Besarnya tanggung jawab hakim ditunjukan melalui putusan pengadilan yang selalu diucapkan Hakim “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” hal ini menegaskan bahwa seorang hakim dimana setiap putusannya bukan hanya dipertanggungjawabkan sesama manusia tapi juga dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Simpulan, Tanggungjawab Hakim Terhadap Putusan Yang Dijatuhkan Mengandung Unsur Kelalaian Dan Atau Kesalahannya Dalam Tugas Mengadili Putusan Perkara No. 31/Pdt.G/2015/Pn.Sky adalah maka pihak yang merasa dirugikan dan tidak puas dengan putusan hakim dapat mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa di Pengadilan Negeri, membuat Laporan/Pengaduan atau dapat mengirimkan Surat Pengaduan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung terkait putusan oleh hakim tersebut. Laporan/Pengaduan tersebut akan ditindak lanjuti oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Didalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisal RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim Bagian Penutup angka 3, 4 dan 5 Yaitu (3) “Hakim yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan ini diperiksa oleh Mahkamah Agung RI dan/atau Komisi Yudisial”. (4) “Mahkamah Agung RI atau Komisi Yudisial RI menyampaikan hasil putusan atas hasil pemeriksaan kepada Ketua Mahkamah Agung” dan (5) “Hakim yang diusulkan untuk dikenakan sanksi pemberhentian sementara dan pemberhentian oleh Mahkamah Agung RI atau Komisi Yudisial RI diberi kesempatan untuk membela diri di Majelis Kehormatan Hakim” dan Hakim Dapat Digugat atas Kelalaian Dan Atau Kesalahannya Dalam Putusan Perkara No. 31/Pdt.G/2015/Pn.Sky Yang Telah Memiliki Kekuatan Hukum Tetap (Inkracht Van Gewijsde) adalah Ya, karena Hakim termasuk Pejabat Negara yang dapat digugat secara perdata. Didalam Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung RI. No : 891.K/SIP/1972 Tanggal 31-10-1974 yang berbunyi : “Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Pejabat Negara tunduk kepada yurisdiksi pengadilan negeri/umum”. Rekomendasi Disarankan Diharapkan kepada Hakim yang melanggar peraturan perundang-undangan dapat segera ditindak dengan cepat dan tegas karena hal tersebut telah diatur didalam Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009-02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Pasal 19 disebutkan yaitu : Sanksi Ringan, Sanksi Sedang dan Sanksi Berat sampai pemberhentian tidak dengan hormat dan Diharapkan kepada Hakim agar tidak terjadi gugatan seperti didalam permasalahan Nomor 2 dalam penulisan ini untuk lebih meningkatkan profesionalisme, mentaati/mengikuti peraturan yang berlaku didalam perundang-undangan serta lebih bijaksana, berwibawa, berbudi luhur dan jujur didalam mengeluarkan putusan pengadilan yang wajib dipertanggungjawabkan secara horizontal dan vertikal kepada manusia dan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kata Kunci : Hakim, Kesalahan dan kelalaian dan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa Abstract Judges have long been recognized as an honorable profession where judges play an important role in determining whether or not the portrait of law enforcement in the country is good. Therefore, in principle, judges aim to maintain the dignity and nobility of the judge's profession. Judges as a profession are also referred to as the most knowledgeable about the law (ius curia novit) and have a role in finding the law (rechtsvinding) and forming the law (rechtsvorming). The research method used is a normative-empirical approach, which means research that produces descriptive data by obtaining data directly from the subject as the first source in field research. The results of the research in this writing are the magnitude of the judge's responsibility is shown through court decisions that are always pronounced by the judge "For justice based on the One Godhead" this is confirmed by a judge where every decision is not only accountable to fellow humans but also accountable before God Almighty . Therefore, the state guarantees the independence of a judge in administering a court to uphold law and justice, not guaranteeing judges to violate law and justice. In conclusion, the Judge's Responsibilities for the Sentences Contain an element of negligence and or errors in the task of adjudicating the Decision of Case No. 31/Pdt.G/2015/Pn.Sky means that parties who feel aggrieved and dissatisfied with the judge's decision can file a lawsuit against the law by the authorities in the District Court, make a Report/Complaint or can send a Letter of Complaint to the relevant Supreme Court Supervisory Body. decision by the judge. The report/complaint will be followed up by the Supervisory Board of the Supreme Court and the Judicial Commission. In the Joint Decree of the Chief Justice of the Supreme Court of the Republic of Indonesia and the Chairman of the Judicial Commission of the Republic of Indonesia Number 047/KMA/SKB/IV/2009 and 02/SKB/P.KY/IV/2009 concerning the Code of Ethics and Code of Conduct for Judges, the Closing Parts number 3, 4 and 5 are (3) "Judges suspected of having violated this regulation shall be examined by the Supreme Court of the Republic of Indonesia and/or the Judicial Commission". (4) "The Supreme Court of the Republic of Indonesia or the Judicial Commission of the Republic of Indonesia conveys the results of the decision on the results of the examination to the Chief Justice of the Supreme Court" and (5) "Judges who are proposed to be subject to temporary suspension and dismissal by the Supreme Court of the Republic of Indonesia or the Judicial Commission of the Republic of Indonesia are given the opportunity to defend themselves. in the Honorary Council of Judges” and the Judge can be sued for his negligence and or error in the Decision on Case No. 31/Pdt.G/2015/Pn.Sky Who Has Permanent Legal Force (Inkracht Van Gewijsde) is Yes, because Judges are State Officials who can be sued in a civil manner. In the Permanent Jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia. No: 891.K/SIP/1972 dated 31-10-1974 which reads: "Actions against the law committed by State Officials are subject to the jurisdiction of the district/general court". Recommendations Suggested It is hoped that judges who violate laws and regulations can be dealt with quickly and decisively because this has been regulated in the Joint Decree of the Chief Justice of the Supreme Court of the Republic of Indonesia and the Chairman of the Judicial Commission of the Republic of Indonesia Number: 047/KMA/SKB/IV/2009- 02/SKB/P.KY/IV/2009 concerning the Code of Ethics and Code of Conduct for Judges, Article 19 states, namely: Light Sanctions, Medium Sanctions and Heavy Sanctions until dismissal is not respectful and it is hoped that the judge will not bring a lawsuit as in problem Number 2 in this paper to further improve professionalism, obey/follow the applicable regulations in legislation and.

Page 1 of 2 | Total Record : 20