cover
Contact Name
Rio Era Deka
Contact Email
riopascaunisma@gmail.com
Phone
+6282198932510
Journal Mail Official
magisterkenotariatan193@gmail.com
Editorial Address
Jl. Mayjen Haryono 193 Malang 65144
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
International Significance of Notary
ISSN : -     EISSN : 30253993     DOI : https://doi.org/10.33474/SIGN.v7i3
Core Subject : Social,
International Significance of Notary is an open access and peer-reviewed journal that aims to offer an international academic platform for cross-border legal research in several notary laws, particularly in developing and emerging countries. These may include but are not limited to various fields such as notarial, civil law, criminal law, constitutional and administrative law, customary institution law, religious jurisprudence law, international regime law, legal pluralism governance, and another section related to contemporary issues in legal scholarship.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 53 Documents
ANALISIS YURIDIS NOTARIS NON MUSLIM DALAM MEMBUAT AKTA SYARIAH M Dhafan Firmansyah
International Significance of Notary Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2020/ison.v2i2.11247

Abstract

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainya sebagaimana dimaksud dalam UUJN atau berdasarkan undang-undang lainya. Akta autentik sendiri merupakan alat bukti yang sempurna oleh karnanya disetiap perbuatan hukum hendaknya melakukan pencatatan dalam bentuk akta yang autentik, hal ini pula yang dibutuhkan diranah perbankan karena di dalam ranah perbankan banyak terjadinya perbuatan hukum antara pihak nasabah dan bank itu sendiri, begitu pula bank yang memiliki system syariah, banyak akad-akad syariah yang harus dicatatkan sebagai akta autentik yang disebut dengan akta syariah. Akta Syariah sendiri memiliki prinsip-prinsip syariat Islam didalamnya, namun dalam hal ini bagaimana jika Notaris yang membuat akta tersebut nonmuslim yang berarti kurangnya pemahaman tentang syariat Islam. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dalam penelitian ini bermaksud untuk menganalisa kewenangan notaris nonmuslim dalam membuat atau meresmikan akta syariah dan kedudukan akta syariah yang dibuat atau diresmikan notaris nonmuslim.Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif atau doktrinal. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder berupa sumber bahan hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan melalui cara dokumentasi (kepustakan). Sumber bahan hukum yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan deskriptif analisis.Notaris merupakan pejabat umum yang netral artinya tidak ada unsur keagamaan dalam menjalankan tugasnya dan menurut pasal 15 UUJN notaris berwenang untuk membuat akta apapun begitu pula akta syariah maka dari itu notaris nonmuslim berwenang dalam pembuatan atau peresmian akta syariah dan jika kita melihat kewenanganya maka kedudukan akta syariah yang dibuat atau diresmikan oleh notaris nonmuslim tetap menjadi akta autentik selama proses pembuatannya tidak melanggar UUJN.Maka dapat disimpulkan bahwa notaris nonmuslim berwenang atas pembuatan akta syariah dan kedudukan akta syariah yang dibuat oleh notaris nonmuslim tetap menjadi akta yang autentik selama proses pembuatanya tidak melanggar UUJN Kata Kunci: Notaris, Perbankkan Syariah, Akta Syariah  Notary is a public official who is authorized to make authentic deeds and has other powers as referred to in the UUJN or based on other laws. The authentic deed itself is perfect evidence, because every legal action should record in the form of an authentic deed, this is also what is needed in the banking realm because in the realm of banking there are many legal actions occurring between the customer and the bank itself, as well as banks that are involved. having a sharia system, many sharia contracts that must be listed as authentic deeds are known as sharia deeds. The Sharia Deed itself has Islamic principles in it, but in this case what if the Notary who made the deed is non-Muslim, which means a lack of understanding of Islamic law. Based on this statement, this research intends to analyze the authority of non-Muslim notaries in making or formalizing sharia deeds and the position of sharia deeds made or inaugurated by non-Muslim notaries.This research is a type of normative or doctrinal legal research. This research was conducted using a statutory approach and a conceptual approach. The type of data used is secondary data in the form of legal material sources. The technique of collecting legal materials is used through documentation (librarian). The source of the legal material obtained was analyzed using descriptive analysis.Notaries are neutral public officials meaning that there is no religious element in carrying out their duties and according to article 15 of the UUJN notaries are authorized to make any deed as well as sharia deeds, therefore non-Muslim notaries are authorized to prepare or inaugurate sharia deeds and if we look at their authority, the position of the deed Sharia laws made or formalized by non-Muslim notaries remain authentic deeds as long as the manufacturing process does not violate UUJN.So it can be concluded that non-Muslim notaries have the authority to make sharia deeds and the position of sharia deeds made by non-Muslim notaries remains an authentic deed as long as the making process does not violate UUJN. Keywords: Notary, Syariah Banking, Syariah Deed
STATUS HUKUM KEPEMILIKAN APARTEMEN HAK GUNA BANGUNAN YANG DIBANGUN DIATAS TANAH HAK MILIK KEPUNYAAN PEMILIK LAHAN Rahmatika Nur Dillah
International Significance of Notary Vol 2, No 2.2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2020/ison.v2i2.2.12302

Abstract

Jurnal penelitian ini membahas 1) Apakah kepemilikan apartemen dengan status Hak  Guna Bangunan yang dibangun diatas tanah Hak Pemilik Lahan dapat diperpanjang masa kepemilikannya, 2) Bagaimana penyelesaian hukum jika terjadi sengketa antara pemilik apartemen dengan pemilik lahan, dan 3) Apa saja kekurangan dan kelebihankepemilikan apartemen dengan status Hak Guna Banggunan yang dibangun di atas tanah Hak Pemilik Lahan.Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Analisisnya dilakukan secara deskriptif kualitatif.Kesimpulannya adalah (1) kepemilikan apartemen dengan status hak guna bangunan yang di bangun di atas tanah hak milik kepunyaan pemilik lahan dapat diperpanjang masa kepemilikannya. Hak guna bangunan di atas tanah hak milik terjadi dengan perjanjian oleh pemegang hak milik dengan penerima hak dengan suatu akta yang dibuat olehPejabatPembuatAktaTanah. Hak Guna Bangunan dapat diperpanjang untuk kurun waktu selama 20 tahun. (2) Penyelesaian hukum apabila telah terjadi sengketa antara pemilik apartemen dan pemilik lahan, maka dapat diselasaikan melalui jalur litigasi maupun non litigasi (penyelesaian sengketa di luar pengadilan). Dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disebut “BPSK”), pemilik lahan dan pemilik apartemen akan membuat kesepakatan mengenai besaran ganti-rugi atau kesepakatan lainnya yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Apabila kedua belah pihak merasa keberatan terhadap kesepakatan atau kesepakatan tersebut dilanggar, maka sengketa tersebut diselesaikan melalui jalur litigasi melalui peradilan umum. (3) Kekurangan dan kelebihan pada apartemen dengan status Hak Guna Bangunan yang dibangun di atas tanah hak milik kepunyaan pemiliklahan, adalah:Kelebihannya:1) Tidak perlu mengeluarkan dana besar untuk mendirikan bangunan, 2) Mengurangi penggunaan lahan yang berlebihan. Kekurangannya yaitu:1) Secarahukum HGB bukanlah hak milik atas sebuah lahan. HGB memiliki batasan penggunaan sampai jangka waktu tertentu, 2) tidak bebas dalam melakukan perubahan terhadap bangunan yang berdiri di tanah tersebut.  Kata Kunci : Status Hukum, Kepemilikan Apartemen, Hak Guna Bangunan.
IMPLIKASI HUKUM BAGI PPAT YANG TIDAK MENDAFTARKAN AKTA PPAT Yuridika Galih Pratama Putra
International Significance of Notary Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2020/ison.v2i1.9559

Abstract

Penelitian ini membahas mengenaiadanya pendaftaran akta PPAT ke kantor Pertanahan (BPN) yang melebihi dari 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan di kantor PPAT yang di daftarkan ke Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Ponorogo oleh PPAT tersebut. Sedangkan jelas pada Pasal 40 ayat (1)PP 24/1997 tentang PendaftaranTanah menegaskan bahwa: “selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggalditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajibmenyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumenyang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan (BPN)  Kabupaten/Kota setempat sessuai wilayah kerja PPAT yang bersangkutan untuk didaftar’.Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa terdapat beberapafaktor penghambat dalam penyampaian pendaftaran hak atas tanah oleh PPAT ke Kantor Pertanahan Kabupaten Ponorogo yaitu: 1. Kurangnya penyampaian berkas-berkas yang disampaikan klien kepada PPAT. Seperti: Sertipikat asli; Foto kopi KTP dan KK pihak penjual, apabila tanah tersebut merupakan harta bersama dengan istrinya maka dilampirkan pula foto kopi KTP istri dan foto kopi surat nikah; Foto kopi KTP dan KK pihak pembeli; Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) 5 (lima) tahun terakhir dan tahun berjalan/tahun terakhir, belum e-KTP; 2. Adanya suatu situasi yang mengharuskan PPAT terlambat mendaftarkan akta jual belinya dikarenakan ada hal yang harus dilakukan guna untuk menyelamatkan suatu transaksi jual beli. Pembuatan akta jual beli seperti ini terlihat dalam konstruksi transaksi jual beli dimana pajak-pajak terutang yang telah dibayar belum tervalidasi baik pajak pembeli (BPHTB) maupun pajak penjual (SSP PPh Final)  pada saat penandatanganan akta dilakukan. 3. Terdapat rasa saling percaya yang sangat tinggi di antara sesama PPAT dan antara para pihak dengan PPATdan tidak akan terdapat masalah di kemudian hari yang dapat menyulitkan mereka. 4.Faktor waktu dan kesibukan dari PPAT, sehingga menyebabkan PPAT tidak bisa mendaftarkan kewajibannya untuk mendaftarkan aktanya sebelum 7 hari kerja setelah penandatanganan akta PPAT tersebut.Implikasi hukum terkait dengan tindakan PPAT yang tidak melaksanakan kewajiban menyampaikan berkas pendaftaran tanah sebelum 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Ponorogo adalah dengan cara mengukur sejauh mana ketentuan itu ditaati atau tidak ditaati oleh subyek hukumnya, dalam hal ini adalah PPAT. Terkait dengan hal tersebut, belum adanya hukum yang mengatur dengan tegas tentang sanksi bagi PPAT tersebut dari konsep struktur hukum. Tindakan hukum terhadap pendaftaran tanah yang didaftarkan oleh PPAT ke kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Ponorogo yang melebihi jangka waktu 7 (tujuh) hari, yaitu hanya dikenai teguran lisan dan teguran tertulis yang disampaikan kepada PPAT bersangkutan dan kepada organisasi IPPAT, sedangkan untuk pendaftaran hak atas tanah tetap diproses oleh Kantor Pertanahan.Kata Kunci : Pendaftaran Tanah, PPAT, Sanksi
TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERUBAHAN PENGURUS PERSEROAN YANG TIDAK DIHADIRI OLEH SALAH SATU PENGURUS Dwi Yuliani
International Significance of Notary Vol 2, No 1.2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2020/ison.v2i1.2.10912

Abstract

 Penelitian tentang Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta Perubahan Pengurus Perseroan yang Tidak Dihadiri Oleh Salah Satu Pengurus ini, menggunakan masalah tentang bagaimana keabsahan akta perubahan susunan pengurus perseroan dengan tidak terpenuhinya syarat pelaksanaan RUPS/ RUPS LB dan bagaimana pertanggungjawaban Notaris terhadap akta perubahan susunan pengurus perseroan dengan tidak terpenuhinya syarat pelaksanaan RUPS/ RUPS LB.Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Bahan hukumnya terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Analisis bahan hukumnya menggunakan deskriptif-kualitatif.Hasil penelitian menunjukkan Keabsahan Akta Perubahan Susunan Pengurus Perseroan Dengan Tidak Terpenuhinya Syarat Pelaksanaan RUPS/ RUPS LB, tentu saja tidak ada keputusan RUPS yang dapat diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pelaksanaan RUPS suatu Perseroan Terbatas baru dapat dilaksanakan jika telah terpenuhinya persyaratan yang telah ditetapkan undang- undang, jika tidak maka konsekuensi logisnya perbuatan tersebut adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum. Akta perubahan susunan pengurus perseroan dengan tidak terpenuhinya syarat pelaksanaan RUPS/RUPS LB tidak dapat dilaksanakan dan merupakan perbuatan melawan hukum apabila tetap dilakukan, maka akta yang dibuat dianggap tidak sah. Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta Perubahan Susunan Pengurus Perseroan Dengan Tidak Terpenuhinya Syarat Pelaksanaan RUPS/ RUPS LB, maka produknya dibatalkan. Pembatalan akta yang diakibatkan kelalaian notaris ini tentunya menimbulkan kerugian bagi pihak tertentu dalam akta dimaksud. Notaris dapat dimintakan pertanggung jawaban secara perdata dan tuntutan itu adalah berdasarkan perbuatan melawan hukum. Suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris yang menimbulkan kerugian kepada Clientnya, dapat dijerat berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata. Kata Kunci: Tanggung jawab Notaris, Akta Perubahan, Pengurus. Research on the Notary's Responsibilities in Making Deed of Change of Company Management which is Not Attended by One of the Management, uses the problem of how the validity of the deed of changes in the composition of the company's management without meeting the requirements for implementing the General Meeting of Shareholders / EGMS and how is the Notary's accountability for the deed of changes in the composition of the company's management with the requirements for the implementation of the GMS / EGMS are not fulfilled.The research method used is normative juridical. The legal materials consist of primary, secondary and tertiary legal materials. Analysis of legal materials using descriptive-qualitative.The results of the research show the validity of the deed of changes to the composition of the management of the company without meeting the requirements for the implementation of the GMS / EGMS, of course, there is no GMS decision that can be notified to the Minister of Law and Human Rights. The implementation of the GMS of a Limited Liability Company can only be carried out if the requirements stipulated by law have been fulfilled, if not then the logical consequence of that action is an illegal act. The deed of change in the composition of the company's management without meeting the requirements for the implementation of the GMS / EGMS cannot be implemented and is an unlawful act if it is still carried out, then the deed made is considered invalid. Notary's Accountability Against the Deed of Changing the Composition of the Company's Management If the requirements for the implementation of the General Meeting of Shareholders / EGMS are not fulfilled, the product is canceled. Cancellation of the deed due to negligence of this notary will certainly cause losses to certain parties in the deed. The notary can be held accountable in a civil manner and the claim is based on an act against the law. An unlawful act committed by a notary that causes losses to his client, can be charged under Article 1365 of the Civil Code. Keywords: Notary Responsibility, Deed of Change, Management
ANALISIS YURIDIS PROSEDUR PEMBUATAN AKTA IZIN ROYA HAK TANGGUNGAN DAN KEDUDUKANNYA SEBAGAI PENGGANTI SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN YANG HILANG Didik Yoandri
International Significance of Notary Vol 2, No 2.2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2020/ison.v2i2.2.12292

Abstract

Pembuatan Akta Konsen Roya tidak secara tegas diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dalam praktik dibuat sebagai pengganti Sertifikat Hak Tanggungan yang hilang untuk kepentingan pencatatan hapusnya Hak Tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), maka perlu diteliti bagaimana prosedur pembuatan Roya Hak Tanggungan dan apa implikasi akta konsen roya yang merupakan pengganti sertifikat Hak Tanggungan yang Hilang. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, dengan metode pendekatan kepustakaan, perundang-undangan dan kasus, dengan sumber bahan hokum sekunder, primer dan tertier, serta dianalisis dengan metode deskriptif. Dalam praktek akta izin roya dibuat oleh dan di hadapan notaris karena notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik.Secara spesifik akta izin roya/konsen roya tidak ada diatur dalam peraturan manapun tetapi jika dilihat dari segi pembuatan akta maka hal itu menjadi suatu kewewenangan notaris dalam membuat akta autentik tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UU 2/2014. Akta Konsen Roya (Pernyataan dan Kuasa Roya) yang dibuat dihadapan notaris, kedudukannya sebagai pengganti Sertifikat Hak Tanggungan yang tidak ada atau hilang sebagai syarat untuk melakukan roya atau pencoretan Hak Tanggungan pada Hak Atas Tanah.Kata Kunci: Hak Tanggungan, Roya. Making the Roya Consent Deed is not explicitly regulated in the Mortgage Rights Law and Government Regulation Number 24 of 1997. In practice it is made as a substitute for the lost Mortgage Certificate for the purpose of recording the abolition of Mortgage Rights at the Office of the National Land Agency (BPN), it is necessary to investigate what is the procedure for making Mortgage Rights Certificate and what are the implications of the Roya concession deed which is a substitute for the Lost Mortgage Certificate. This research uses normative juridical research, with the method of literature approach, legislation and cases, with secondary, primary and tertiary legal materials, and is analyzed using descriptive methods. In practice the Roya license deed is drawn up by and in front of a notary because a notary is a public official who has the authority to make an authentic deed. Specifically, the Roya / Konsen Roya permit deed is not regulated in any regulation, but from the viewpoint of making the deed, it becomes the notary's authority to make the authentic deed as stated in Article 15 paragraph (1) of Law 2/2014. The Roya Consent Deed (Roya's Statement and Authorization) made before a notary, has its position as a substitute for a Certificate of Mortgage that does not exist or is missing as a condition for conducting roya or withdrawal of Mortgage Rights on Land Rights.Keywords: Mortgage, Roya.
ASAS I’TIKAD BAIK DALAM PENYELESAIAN PEMBAYARAN ATAS PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN CARA DICICIL Iva Qohari; Rahmatul Hidayati Rahmatul Hidayati
International Significance of Notary Vol 1, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2020/ison.v1i2.9175

Abstract

Lahirnya akta PPJB-HAT yang dibuat oleh PPAT merupakan bukti mengenai telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Satuan Rumah Susun. Perbuatan hukum dimaksud yaitu: jual beli, dengan Adanya pencantuman syarat batal dalam PPJB-HAT. maka calon pembeli berhak membatalkanya dan menerima kembali uang muka. Syarat batal yang kedua berbunyi apabila pembangunan telah selesai sesuai waktunya tapi calon pembeli membatalkannya secara sepihak, maka calon pembeli akan kehilangan uang mukanya. Hal ini terdapat ketidakpastian hukum antara pihak.
PELAKSANAAN PENETAPAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN AKIBAT JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN TUBAN Ardian Wahyu Trydana
International Significance of Notary Vol 2, No 1.2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2020/ison.v2i1.2.10643

Abstract

AbstrakPenelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis pelaksanaan penetapan BPHTB di Kabupaten Tuban dan menganalisis hak wajib pajak untuk mengajukan keberatan terhadap penetapan besaran BPHTB. Penetapan atau pemungutannya menggunakan sistem self assessment artinya wajib pajak menghitung, membayar sendiri dan melaporkan pajak terutangnya, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada wajib pajak sehingga nilai perolehan obyek pajak dalam hal jual beli adalah harga transaksi. Sedangkan pengajuan keberatan terhadap penetapan besaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dengan cara melakukan permohonan klarifikasi harga kepada Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Tuban.Kata kunci: BPHTB, Kabupaten Tuban, self assessment. AbstractThis study aims to analyze the implementation of the BPHTB determination in Tuban Regency and analyze the taxpayer's right to object to the determination of the BPHTB amount. Determination or collection using the self assessment system means that the taxpayer calculates, pays himself and reports the tax owed, so that the determination of the amount of tax payable is entrusted to the taxpayer so that the acquisition value of the tax object in terms of sale and purchase is the transaction price. Meanwhile, an objection is filed against the determination of the fee for the acquisition of land and building rights by submitting an application for price clarification to the Regional Financial and Asset Management Revenue Agency of Tuban Regency.Keywords: BPHTB, Tuban Regency, self assessment.
POLITIK HUKUM PELARANGAN KEGIATAN ORMAS DI INDONESIA Abdul Kadir
International Significance of Notary Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2020/ison.v2i2.12244

Abstract

 The idissolution iof iCSOs, iwhich ican ibe icarried iout iunilaterally iby ithe igovernment, ifurther iemphasizes ithe iauthoritarian iattitude iand iopens iup ispace ifor iarbitrariness iagainst iall iforms iof imass iorganizations iin iIndonesia. iThis icertainly ithreatens ithe ifreedom iof iassociation, iassembly, iand iexpression iof iopinion ifor ithe icommunity. iactivities icarried iout ion ibehalf iof iFPI. iIn iwriting ithis iscientific ipaper, ithe iauthor iuses ia inormative ijuridical itype iof iresearch. iWith ithe iobject iof iresearch ior ian iapproach ifrom iIndonesian ilegal istudies ion iLaw iNumber i16 iof i2017 iconcerning iSocial iOrganizations iin iIndonesia, iwith ithe iaim iof iknowing iand iunderstanding iIndonesian ilegal istudies ion ithe iprohibition iof imass iorganizations iactivities iin iIndonesia iin ithe iperspective iof ilegal ipoliticsKeywords: iOrmas, iFPI, iProhibition iand iLegal iPolitics. Pembubaran iOrmas iyang idapat idilakukan isecara isepihak ioleh ipemerintah, ilebih imenonjolkan isikap iotoriter idan imembuka iruang i ikesewenang-wenangan iterhadap isegala ibentuk iormas idi iIndonesia. iHal iini itentu imengancam iterhadap ikebebasan iberserikat, iberkumpul, idan imengeluarkan ipendapat ibagi imasyarakat iKeberadaan iFront iPembelas iIslam i(FPI) idengan isegala i iaktifitasnya iyang idianggap imeresahkan i ioleh ibanyak ikalangan, iterutama ipasca ikepulangan iHabib iRizieq iShihab, imaka ipada itanggal i30 iDesember i2020 ipemerintah isecara iresmi imelarang isetiap ikegiatan iyang idilakukan iatas inama iFPI. ipenulisan ikarya iilmiah iini, ipenulis imenggunakan ijenis ipenelitian ibersifat iyuridis inormatif. iDengan iobyek ipenelitian iatau ipendekatan idari ikajian ihukum iIndonesia i iterhadap iUndang-Undang iNomor i16 iTahun i2017 itentang iOrganisasi iKemasyarakatan idi iIndonesia, idengan itujuan iuntuk imengetahui idan imemahami ikajian ihukum iIndonesia iterhadap ipelarangan ikegiatan i iormas idi iIndonesia idalam i iperspektif i ipolitik ihukum.Kata iKunci: iOrmas, iFPI, iPelarangan idan iPolitik iHukum 
KEABSAHAN AKTA PERJANJIAN NOMINEDALAM PERJANJIAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH YANG DIBUAT OLEH ATAU DIHADAPAN NOTARIS /PEJABAT PEMBUAT AKTA Reni Sri Okti Wulan Dari Ningsih
International Significance of Notary Vol 1, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2020/ison.v1i1.7210

Abstract

Perjanjian nominee merupakan perjanjian yang menyatakan suatu tindakan penyelendupan  hukum yang dibuat Warga Negara Asing (WNA) yang bertujuan untuk  mempunyai hak milik atas tanah yang ada di Indonesia. Dengan membuat akta perjanjian nominee untuk melindungi hak-haknya dan membenarkan tindakannya agar tidak menyalahi peraturan hukum yang diterapkan di Indonesia. Tindakan penyelundupan hukum tujuannya menyiasati aturan hukum bangsa dan politik  hukum yang melarang kepemilikan tanah secara hak milik untuk bangsa asing. Keabsahan akta  hak milik daripada tanah dan penguasaannya oleh “ warga Negara asing  “(WNA) yang  dilakukan   Notaris  dengan akta otentiknya/  (PPAT) secara hukum formil tidak bertentangan dengan aturan hukum.  Tetapi pemilikan hak atas tanah oleh WNA itu secara hukum materiil , hukum tidak bisa melindungi ,karena bertentangan dengan pasal 26 ayat 2 UUPA karena upaya penyelundupan  hukum untuk mengalihkan hak milik  atas tanah dari  bangsa Indonesia / WNI untuk  bangsa asing / WNA. Keabsahan akta perjanjian nominee  bertentangan dengan hukum yang ada jadi sesuai syarat sahnya perjanjian ,secara otomatis  dikatakan batal demi hukum, sedangkan secara formil sah menurut hukum yuridis , namun hal tersebut dianggap tidak pernah ada pemilihkan hak .maka akta yang dibuat oleh notaris batal demi hukum. Sedangkan tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yang mempunyai kewenangan membuat akta auntentik ,  dianggap mengerti dengan  aturan hukum yang ada di Indonnesi. Jika diketahui notaris memberi solusi sehingga terjadi tindakan penyelundupan hukum maka  notaris bisa dikenai sanksi adminitrasi bahkan sanksi pidana jika benar –benar unsur–unsur melawan hukum terkandung dalam pembuatan akta yang dibuatnya.Kata kunci : Perjanjian Nominee, Penyelundupan Hukum Dan Keabsahaan Akta.
PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS ATAS KETIDAKHADIRANNYA DALAM PENANDATANGANAN AKTA PERJANJIAN KREDIT M Zahir Fikri
International Significance of Notary Vol 2, No 2.2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2020/ison.v2i2.2.12309

Abstract

 Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Sifat penelitian ini adalah preskriptif analitis dimana penelitian ini berupaya untuk membandingkan beberapa pendapat/argumentasi hukum dari para ahli berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perbankan dan jabatan NotarisPerjanjian kredit dapat dilakukan dengan menggunakan akta di bawah tangan maupun dengan menggunakan akta otentik Notaris.Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh Notaris dalam pembuatan akta perjanjian kredit secara otentik sesuai ketentuan UUJN adalah Notaris wajib menyaksikan secara langsung penandatanganan akta perjanjian kredit tersebut oleh para pihak.Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana kewenangan dan kewajiban Notaris sebagai pejabat umum dalam pelaksanaan pembuatan akta perjanjian kredit, bagaimana akibat hukum terhadap akta perjanjian kredit yang tidak dihadiri oleh Notaris dalam penandatanganan akta.Hasil pembahasan dari permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah kewenangan dan kewajiban Notaris sebagai pejabat umum dalam pelaksanaan pembuatan akta perjanjian kredit didasarkan ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata.Akibat hukum dari penandatanganan akta otentik perjanjian kredit yang dibuat oleh Notaris yang tidak dihadiri/disaksikan oleh Notaris adalah akta otentik tersebut menjadi terdegradasi sebagai akta di bawah tangan yang tidak lagi memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak apabila terjadi sengketa di pengadilan di kemudian hari.Kata Kunci : Pertanggungjawaban Notaris, Ketidakhadiran Penandatanganan Akta, Perjanjian Kredit.