cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. banyumas,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal YIN YANG
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 9 No 2 (2014)" : 10 Documents clear
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PENDAYAGUNAAN ZAKAT Hilyatin, Dewi Laela
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (557.067 KB)

Abstract

Abstrak: Kemiskinan sangat erat kaitannya dengan gagalnya kebijakan tata kelola kekayaan sumber daya alam. Konsepsi membangun kesejahteraan itu sendiri berdiri di atas dasar pengukuran normatif yang pada temuan titik lemahnya pastilah akan ditemukan fenomena subordinasi, marginalisasi, partriarki dan anggapan bahwa persoalan ekonomi adalah urusan manusia yang mekanismenya diserahkan sepenuhnya kepada manusia (Godless). Perempuan sebagai kunci kesinambungan natalis suatu peradaban manusia merupakan entitas yang kurang diperhitungkan di dalam strategi pembangunan kejayaan ekonomi. Bahkan, nyaris sekali pada konsepsi pelaku dan sasaran pembangunan ekonomi menurut ajaran Islam yang berbasis altruistik (pendayagunaan zakat). Diskursus laten ini tentu sudah saatnya mengalami deskontruksi asasi yang pola aplikasinya integral dan dikembalikan pada akar masalah itu sendiri, yaitu perempuan sebagai clue suatu kejayaan suatu peradaban. Abtract: Povertyis closely related with the failure of natural resource wealth governance policy. The concept of building prosperity itself stands on the basis of normative measurements on the findings that on the weak point it must be found to the phenomenon of subordination, marginalization, and the patriarchal assumption that the economic problems of human affairs that the mechanism is left entirely to humans (Godless). Women askey to the sustainability of human civilization generation are underestimated in the heyday of the economic development strategy. In fact, they are nearly left at all the conceptions of perpetrators and targets of economic development in Islam based on altruistic (utilization of zakat). This latent discourse certainly at time of basic deconstruction that the pattern of application is integral and returned to the problem it self, i.e. women as atriumph of civilization clue. Kata Kunci: Perempuan, Zakat, Kesejahteraan.
PENAFSIRAN QASIM AMIN TENTANG HIJAB Munfarida, Elya
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (702.895 KB)

Abstract

Abstrak: Persinggungan Arab Islam dengan kolonialisme dan modernitas melahirkan dinamika intelektual Arab Islam yang menandai satu fase kebangkitan Islam yang berpretensi untuk melakukan reinterpretasi tradisi Islam. Qasim Amin sebagai salah satu tokoh kebangkitan Islam juga berupaya untuk menafsirkan kembali ajaran dan tradisi Islam, terutama yang terkait dengan perempuan, dengan mengakomodir pemikiran-pemikiran dan budaya modern. Berbasis pada kritiknya terhadap pemakaian niqab dan burqa yang dianggap sebagai praktik hijab yang berlebihan dan justru mensubordinasi perempuan, Amin berupaya untuk memaknai kembali tradisi hijab tersebut dengan mengkaji historisitas hijab, menggali kembali teks-teks al-Qur’an dan hadis yang berbicara tentang perempuan dan hijab, penafsiran para ulama terhadap kedua teks tersebut, nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar dari syari’at Islam yang melandasi legislasi Islam, serta pemikiran feminisme liberal. Dalam konteks hijab, Amin menawarkan model hijab syar’i (moderat) yang tidak menutup seluruh tubuh perempuan dan menyisakan bagian muka dan kedua telapak tangan dalam kondisi terbuka. Secara teologis, model ini justru sesuai dengan teks-teks al-Qur’an dan hadis yang membolehkan perempuan memperlihatkan kedua bagian itu, karena dalam sejarah manusia keduanya sangat penting untuk melakukan aktivitas sehari-hari baik dalam ruang privat maupun publik. Sementara secara sosial, hijab syar’i lebih sesuai dengan syari’at Islam terutama terkait dengan prinsip kemudahan, karena lebih memungkinkan perempuan untuk bisa terlibat baik dalam urusan domestik maupun publik secara lebih mudah dan leluasa. Kemudahan dalam partisipasi sosial ini akan berdampak secara signifikan bagi peningkatan kualitas intelektual dan kesejahteraan sosial perempuan. Secara makro, partisipasi perempuan yang lebih luas dalam ranah publik akan berkontribusi penting bagi pencapaian progresi bangsa, sehingga bangsa-bangsa Arab mampu mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai oleh bangsa-bangsa Barat. Abstract: Intersection between Islamic Arab with colonialism and modernity make Islamic Arab intellectual dynamics that mark the Islamic revival phase that pretend to perform a reinterpretation of Islamic tradition. Qasim Amin as one of the leaders of Islamic resurgence has also sought to reinterpret the teachings and traditions of Islam, especially those related to women, to accommodate the ideas and modern culture. Based on his criticism of the use of the niqab and burqathat is regarded as excessive and practice of hijab, actually it is a practice of subordinating women. Amin attempted to re-interpret the hijab tradition by examining the hijab historicity, dig up the texts of the Qur'an and hadiths that talk about women and hijab, the interpretation of the scholars of the two texts, the values ​​and principles of Islamic Shariah underlying Islamic legislation, as well as the idea of ​​liberal feminism. In the context of hijab, Amin offers hijab syar'i models (moderate) that do not cover the entire female body and leaves the face and both palm of the hands in an open condition. Theologically, this model precisely in accordance with the texts of the Qur'an and the Hadith which allow women shows both that part, because in human history are both very important to perform daily activities in both the private and public spaces. While socially, hijab syar'i more in line with Islamic Shari'ah principles, especially related to convenience, since it allows women to be involved in both domestic and public affairs more easily and freely. The ease in social participation will significantly impact to the improvement of the quality of the intellectual and social well-being of women. At the macro level, the wider participation of women in the public sphere will contribute significantly to the achievement of the progression of the nation, so that the Arabs are able to achieve such progress that has been achieved by Western nations. Kata Kunci: Penafsiran, Seklusi Perempuan, Hijab Syar’i.
SEXISME BAHASA DALAM TELEVISI Heriyanti, Rina
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (514.294 KB)

Abstract

Abstrak: Artikel ini mengungkapkan penggunaan bahasa di media massa yang merefleksikan bahasa laki-laki dan perempuan. Berbagai progam di televisi menampilkan secara jelas perbedaan bahasa di atara keduanya. Para lelaki semakin berani muncul dengan gaya perempuan dan bertutur seperti perempuan untuk tujuan menarik dan mengihur pemirsa. Selain itu juga muncul stigma yang melekat terhadap perempuan sebagai obyek dalam media massa ini yang dapat dilihat dari bahasa yang digunakan yang berpotensi mempengaruhi pemaknaan yang terjadi pada pemirsa. Kondisi ini tentu menimbulkan dampak negatif bagi audien. Oleh karenanya, desain program siaran hendaknya mempertimbangkan segi-segi kebahasaan yang berpotensi menimbulkan gejala kurang baik di masyarakat. Pertimbangan demi menembus rating tertinggi tidak serta merta menutup mata terhadap potensi bahasa yang bisa merendahkan atau melecehkan suatu kaum. Abstract: This article discusses the use of language in the massmedia that reflect the language of men and women. Some various programs on television show a clear difference between the two. The men appear more daring to imitate women style and speak like women for the purpose of attracting and entertaining the audience. It also appearst he stigma attached to women as objects in the massmedia that can be seen from the language used that could potentially affect the meaning that occurs in the viewer. This condition would cause a negative impact to the audience. Therefore, the design of broadcast programs should consider the aspects of language that could potentially cause adverse effect in the community. Consideration to get the highest rating does not necessarily turn into a blind eye to the potential language that could degrade or harass people. Kata Kunci: Media Massa, Televisi, Pesan, Bahasa Laki-laki, dan Makna.
KETIMPANGAN GENDER DALAM PENDIDIKAN Astina, Chairani
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (533.304 KB)

Abstract

Abstrak: Pendidikan yang dapat mencerdaskan bangsa adalah pendidikan yang terbebas dari unsur diskriminasi gender. Laki-laki dan perempuan, sama-sama berhak memperoleh pendidikan tinggi, sama-sama berhak mengabdikan ilmu yang telah diperolehnya untuk kebaikan manusia, baik dalam lingkungan rumah tangga maupun diluar rumah tangganya. Meskipun saat ini sudah banyak perempuan yang mengenyam pendidikan akan tetapi mereka tetap belum mendapatkan kesempatan sepenuhnya untuk mengembangkan kualitas diri mereka dengan cara meneruskan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi lagi, dikarenakan beberapa faktor yaitu: ekonomi, sosial, fasilitas pendidikan, dan pembagian peranan menurut jenis kemamin. Ada pula beberapa ketimpangan yang terjadi dalam pendidikan yaitu: 1) kurikulum yang bias gender, 2) kebijakan sekolah yang diskriminatif, dan 3) stigmatisasi disiplin ilmu.Untuk mengembangkan masyarakat, ada beberapa prinsip yang harus ditumbuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan emansipatori : Pemerataan atau kesetaraan, berkelanjutan, produktifitas, dan pemberdayaan dari setiap individu. Adapun tujuan dari pendidikan berperspektif gender di antaranya: mempunyai akses yang sama dalam pendidikan, kewajiban yang sama, dan persamaan kedudukan dan peran. Jika ini dapat direalisasikan maka kita bisa mengurangi terjadinya ketimpangan-ketimpangan gender yang ada dalam pendidikan. Abstract: Education that can educate the nation is the education that is free from gender discrimination element. Men and women are equally to get higheducation, are equally to devote knowledge that has been gained for the benefit of human, both inside and outside the household. Although there are lots of women who get education, they still do not get a chance to fully develop their qualities by continuing their education to a higher level, due to several factors: economic, social, educational facilities, and the division of roles according to gender. There are also some inequality in education: 1) curriculum gender bias, 2) discriminatory school policy, and 3) the stigmatization of disciplines. In developing society, there are several principles that must be grown in the implementation of emancipatory education: Equity, sustainability, productivity, and empowerment of every individual. The purpose of gender perspective include: equal access to education, equal obligations, and equalrole. If this can be realized, we can reduce the occurrence of gender inequalities that exist in education. Kata Kunci: Ketimpangan Gender, Pendidikan, dan Kesetaraan Gender
KONTRIBUSI KONSTRUKSI SOASIAL BUDAYA PADA KEBERHASILAN WIRAUSAHA WANITA (STUDI ASPEK KONFLIK PERAN GANDA) Shafrani, Yoiz Shofwa
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (561.916 KB)

Abstract

Abstrak: Keberhasilan perempuan pengusaha di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal dan kepribadian perempuan. Persepsi gender dibuat oleh konstruksi sosial-budaya. Konstruksi sosial-budaya dapat dilihat dari budaya keluarga mereka. Tulisan ini akan menjelaskan tentang peran ganda konflik yang akan muncul pada wanita karir. Ada tujuh aspek dalam konflik peran ganda menurut Kopelman & Burley. Aspek tersebut adalah masalah mengasuh anak, kebutuhan sepihak dalam pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan keluarga, waktu yang terbatas untuk keluarga, tekanan kerja dan tekanan keluarga, dan persepsi suami tentang peran ganda wanita. Seorang wanita pengusaha bisa sukses ketika dia dapat memainkan peran ganda dengan baik. Titik awal keberhasilan perempuan pengusaha adalah saat mampu mengurangi penyebab konflik peran ganda. Penyebab konflik peran ganda adalah faktor pekerjaan, faktor keluarga, faktor masyarakat, nilai individual. Jadi, menjadi pengusaha wanita sukses akan mulai dari mengurangi konflik pribadi dan mereka memiliki keyakinan nilai-nilai individu pada peran transisi, peran ganda, Peran egaliter dan peran kontemporer. Abstract: The success of entrepreneur women in Indonesia are not only influenced by internal factors and personality of women. The perception of gender was made by social-culture construct. Socio-cultural constructions can be seen from their family's culture. It will describe on dual roles of conflict which will appear in a careerwomen. There are seven aspects of the dual role conflictsaccording to Kopelman & Burley. They are parenting problems, necessity from a kind of parties in the household jobs, communication and interaction with family, limitedtime for families, job pressure and family pressure, and perception of husband about the dual role of women.An entrepreneur woman can be successful when they can play multiple roles well. The starting point of the success of entrepreneur women is able to reduce the cause of dual rolesconflict. The cause of dual rolesconflict are work factors, family factors, community factors, the value of the individual.So to be successful woman entrepreneur will start from reduce a personal conflict and they have the confidence of individual values on transitionsrole, rolesmultiple, egalitarianrole and rolescontemporary. Kata Kunci: Konstruksi Sosial-Budaya, Konflik Peran Ganda, dan Perempuan Pengusaha Sukses
PEMBELAAN ISLAM TERHADAP PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) Masyhud, Masyhud
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (775.212 KB)

Abstract

Abstrak: Makalah ini membahas masalah (1) pembatasan kekerasan dalam rumah tangga, (2) hubungan antara feminisme dan kekerasan dalam rumah tangga, (3) faktor kekerasan dalam rumah tangga Muslim, dan (4) posisi Islam sebagai solusi . Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah berbagai bentuk tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk menyakiti, melukai, membuat penderitaan jasmani dan rohani, bukanlah hal yang mendidik seperti yang diajarkan oleh agama atau undang-undang, (2) gerakan feminis yang menggugat isi ajaran agama Islam yang mengatur pola hubungan suami istri dengan tujuan "menghasut" perempuan tidak akan membuat martabat dan derajat perempuan menjadi lebih mulia dan dihormati, tapi akan membuat perempuan sebagai pelaku kekerasan dalam rumah tangga seperti yang terjadi di Belanda, (3) faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga meliputi: (i) sikap nusyuz suami atau istri, (ii) kurangnya pemahaman, terutama praktek ajaran Islam oleh individu , (iii) terus berkembang "hasutan" kaum feminis, (iv) sikap tercermin dalam budaya keserakahan yang mendahulukan hak dari kewajiban, (v) nilai-nilai budaya patriarki yang menganggap bahwa posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki, (vi) lemahnya tatanan hukum, (vii) faktor sistemik, terutama penerapan sistem kapitalis, yang memisahkan agama dan kehidupan sekuler, dan (viii) faktor yang terkait dengan cacat individu dalam memecahkan masalah seperti kurang mampu berkomunikasi, mengendalikan emosi, dan mencari solusi, dan (4) upaya yang ditawarkan oleh doktrin Islam untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga meliputi: (i) untuk suami sebagai pemimpin atau istri sebagai pengikut mampu melihat dan menghargai sisi baik yang dimiliki oleh pasangan, (ii) memberikan saran dan peringatan untuk pasangan yang penuh kasih sayang nusyu>z sesuai yang diajarkan oleh agama, (iii) mengerahkan kewajiban suami dan istri dengan yang terbaik, dan (iv) berkomunikasi dengan baik. Abstract: This paper discusses the problem of (1) restriction of domestic violence, (2) the relationship between feminism and domestic violence, (3) the factors of violence in the Muslim Household, and (4) the position of Islam as a solution. The results showed that: (1) Domestic Violence are various forms of action that was done deliberately in order to hurt, injure, make the external and the internal suffering, not to educate as taught by religion or legislation, (2) movement feminists who sued the content of religious teachings of Islam who set the pattern of relationship of husband and wife with the aim of "inciting" the women will not make women's dignity and degree of the more noble and respected, but will make the women as perpetrators of domestic violence as had happened in the Netherlands, (3) the factors that influence the occurrence of domestic violence include: (i) the attitude nushuz of husband or wife, (ii) lack of understanding, especially the practice of the teachings of Islam by individuals, (iii) the ever-expanding "incitement" committed feminists, (iv) attitude is reflected in the culture of greed that precede rights than obligations, (v) cultural values of patriarchy that consider that the position of women is lower than men, (vi) the weak of legal order, (vii) systemic factors, especially the application of the capitalist system, which separates religion and secular life, and (viii) the factors associated with individual disability in solving problems such as less able to communicate, control emotions, and find solutions, and (4) efforts offered by the doctrine of Islam to prevent the occurrence of domestic violence include: (i) for the husband as the leader or the wife as a follower able to see and appreciate the good side which is owned by a partner, (ii) provide advice and warnings to the couple who lovingly nushuz appropriate affection taught by religion, (iii) exert obligation of the husband and wife with the best, and (iv) communicate well. Kata Kunci: Rumah Tangga, Kekerasan, Keluarga, Islam, dan Feminisme
MENINJAU KONTRIBUSI WANITA DALAM RAIHAN PENGHARGAAN NOBEL Hardoyono, Fajar; Windhani, Kikin
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1115.173 KB)

Abstract

Abstrak: Para wanita dikenal dengan urusan domestik seperti melahirkan, merawat anak-anak dan keluarga, dan menyediakan layanan seksual pada pasangannya. Namun, peran luar biasa dan kontribusi perempuan telah terekam oleh sejarah. Namun mayoritas penerima anugerah Nobel adalah laki-laki, perempuan luar biasa telah dianugerahi Nobel. Empat puluh tujuh dari 862 perempuan di berikan pemenang Hadiah Nobel atas kontribusi yang banyak terhadap manusia dan kemanusiaan dalam bidang fisika, kimia, kedokteran, sastra dan perdamaian. Meskipun kontribusi dalam kompetisi pemenang Nobel itu hanya 5%, itu menunjukkan bahwa peran dan kontribusi perempuan tidak hanya dalam urusan dalam rumah tangga, tetapi juga potensi pengembangan ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, dan sastra. Prestasi pendidikan yang lebih tinggi adalah aktor utama bagi perempuan untuk meningkatkan peran dan kontribusi mereka kepada dunia. Abstract: The women are famous with the domestic affairs such as giving birth, taking care children and family, and to provide sexual services to couples. However, extra ordinary role and contribution of women has been recorder by the history. The Nobel laureates recipients, however the majority of them were men, the extra ordinary women has been awarded the Nobel laureates. Forty seven of 862 women were awarded Nobel laureates due to due to more contribution to the human and humanity in physics, chemistry, medicine, literature and peace. Although the contribution in the Nobel laureate’s competition was only 5%, it shows that the role and contribution of women is not only in domestic affair, but also is potential for development of economy, culture, science and technology, politics, and literature. The higher education achievement is the main actor for women to increase their role and contribution to the world. Kata Kunci: Perempuan, Peran, Kontribusi, dan Peraih Nobel.
GENDER DAN TRADISI TRANSMISI HADIS (MENELUSURI PERIWAYAT PEREMPUAN DALAM SAHIH AL-BUKHARI) Izza, Farah Nuril
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (979.982 KB)

Abstract

Abstrak: Dalam sejarah transmisi hadis, para periwayat hadis cenderung didominasi oleh periwayat laki-laki. Sekalipun ada beberapa periwayat perempuan, tetapi jumlah tersebut tidak signifikan jika dibanding dengan jumlah periwayat laki-laki. Apakah perempuan dianggap tidak memiliki kemampuan (terpercaya) untuk melakukan transmisi hadis, ataukah ada hubungan antara perempuan dengan kriteria keadilan dan kedhabitan periwayat? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh artikel ini. Melalui penelusuran terhadap para periwayat hadis perempuan yang ada dalam Kitab Sahih al-Bukhari -sebuah kitab hadis yang memiliki kedudukan tertinggi dibanding kitab-kitab hadis lainnya- ditemukan jawaban bahwa periwayat perempuan memiliki kemampuan dan kedudukan yang sama dengan periwayat laki-laki. Dalam Sahih al-Bukhari, tidak ada kriteria kelelakian (z|uku>rah) untuk menentukan sahih/tidaknya seseorang melakukan transmisi hadis. Kriteria yang dirumuskan adalah liqa>’ (pertemuan antara periwayat dengan yang diriwayati) dan mu’a>s}a>rah (sezaman antara periwayat dengan yang diriwayati). Dengan demikian, sedikitnya jumlah perempuan sebagai periwayat hadis, bukan karena jenis kelaminnya, tetapi karena setting sosial budaya saat itu yang menyebabkan keterbatasan mereka untuk berkiprah secara massif dalam aktivitas transmisi hadis. Abstract: In the history of the transmission of hadits, the narrators of hadits tend to be dominated by men. Although there are several womennarrators, but the number was not significant when compared with the number of male narrators. Whether women are considered not to have the ability (reliable) for the transmission of hadits, or is there a relationship between women with criteria of justice and the weak narrators? These are the questions that will be answered by this article. Through the search for the woman haditsnarratorsin the Book of Sahih al-Bukhari, a book that has top notch compared to the other hadits Books narrators, it is found answers that women have the equal ability and level with the male narrators. In Sahih al-Bukhari, no criteria for maleness (z|uku>rah) to determine the valid/absence of a person to transmit hadits. The criteria are formulated as Liqa>' (a meeting between the narrator/transmitters with the listener) and mu'a>s}a>rah (contemporaries between the transmitters with the listener). Thus, the small number of women as narrators/transmitters of hadits isnot because of the gender, but because of the socio-cultural setting that causes their limitations to take part massively in the hadits transmission activity. Kata Kunci: Gender, Periwayat Perempuan, dan Transmisi Hadis.
GENDER DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA Ulpa, Maria
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (597.454 KB)

Abstract

Abstrak: Selain faktor fisiologis, faktor gender yang dikonstruk dari situasi social dan budaya adalah penyebab adanya perbedaan laki-laki dan perempuan dalam prestasi akademik matematika. Faktor-faktor tersebut meliputi antara lain familiaritas dan persepsi terhadap pelajaran matematika, serta perlakuan guru. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor gender mempengaruhi cara memperoleh pengetahuan matematika, gender merupakan faktor yang berpengaruh dalam proses konseptualisasi ilmu pengetahuan dan berpengaruh pada penggunaan intuisi dalam memahami konsep-konsep matematika. Oleh sebab itu, dalam proses pembelajaran matematika seorang pendidik harus memperhatikan fungsi dan kerja otak antara laki-laki dan perempuan termasuk perbedaan-perbedaan di dalamnya sehingga pencapaian tujuan pembelajaran bisa lebih maksimal. Faktor sosial, budaya, psikologis dan lingkungan juga perlu diperhatikan agar dapat memaksimalkan perkembangan kemampuan matematis serta mencari bentuk pembelajaran matematika yang lebih baik. Abstract: In addition to physiological factors, gender which constructed from social and cultural situation is another factors that causes of the differences in men and women in the academic achievement of mathematics. These factors include, among others, familiarity and perceptions of math, as well as the treatment of teachers. Some research indicates that gender factors influence the way to gain knowledge of mathematics, gender is an influential factor in the process of conceptualization of science and the effect on the use of intuition in understanding mathematical concepts. Therefore, in the process of learning mathematics, educators should pay attention to the functions and workings of the brain between men and women, including differences in them so that the achievement of learning objectives can be maximized. Social, cultural, psychological and environment factors are also needed to be considered in order to maximize the development of mathematical abilities and to find forms of learning mathematics better. Kata Kunci: Gender, Pembelajaran, dan Matematika.
HOMOSEKSUAL DALAM TINJAUAN SOSIAL KEAGAMAAN Novianti, Ida
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (711.598 KB)

Abstract

Abstrak: Artikel ini menguraikan tentang fenomena perilaku homoseksual yang saat ini semakin marak dalam masyarakat. Untuk memahami homoseksual maka dipaparkan pengertian tentang homoseksual, teori-teori dari para ahli dan faktor-faktor yang menyebabkan munculnya homoseksual. Secara garis besar terdapat dua teori yaitu homoseksual diturunkan secara genetika dan teori bahwa homoseksual terbentuk melalui lingkungan. Ajaran agama manapun melarang perilaku homoseksual, dan menempatkan pelaku-pelakunya sebagai orang-orang pendosa. Dalam kehidupan sosial masyarakat mereka disisihkan dan dikucilkan. Akibatnya mereka membentuk komunitas sendiri dan tidak membaur dalam masyarakat. Islam tidak melarang seksualitas, bahkan menempatkan seksualitas sebagai sesuatu yang sakral dan terhormat. Oleh karena itu Islam mengatur seksualitas secara detail, karena seksualitas merupakan gerbang kesinambungan generasi manusia. Seksualitas yang sah yaitu yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan di dalam perkawinan. Islam melarang praktek homoseksual.yang melakukan hubungan seksual sejenis. Dalam konsep Islam, keadaan setiap manusia merupakan ujian dan cobaan, termasuk kondisi seorang homoseks. Dalam keadaan terkena cobaan maka seharusnya orang-orang di sekitarnya membantu untuk bisa keluar dari persoalan yang menimpanya. Untuk itu peran seorang ulama/agamawan diperlukan untuk mendampingi seorang pelaku homoseks, sehingga mereka tidak semakin jauh melakukan perbuatannya. Abstract: This article describes the phenomenon of homosexual behavior that is now increasing in the community. To understand the homosexual,it will be presented the notion of homosexuality, the theories of experts and the factors that led to the emergence of homosexuals. Broadly speaking there are two theories that homosexual genetically inherited and the theory that homosexuals is formed through the environment. All religious teachings forbid homosexual behavior, and put the perpetrators as those sinners. In the communitysocial life, they are ostracized aside. As a result, they form their own community and separate from society. Islam does not prohibit sexuality, even places sexuality as sacred and honorable thing. Therefore, Islam set sexuality in detail, because sexuality is a sustainability gateway of human generations. Legal sexuality is one that performed by men and women in marriage. Islam forbids homosexual practices that do sexual intercourse with the same sex. In the Islamic concept, the state of each human being is a test and trials, including a homosexual condition. In these circumstances, the people around him/hershould help to get out of the problems that happen to such people. Therefore, the role of a scholar / religionist is required to accompany a homosexual offenders, so that they are not getting much do actions. Kata Kunci: Seksualitas, Homoseksual, dan Islam.

Page 1 of 1 | Total Record : 10