cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Perspektif : Review Penelitian Tanaman Industri
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 14128004     EISSN : 25408240     DOI : -
Core Subject : Education,
Majalah Perspektif Review Penelitian Tanaman Industri diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan yang memuat makalah tinjauan (review) fokus pada Penelitian dan kebijakan dengan ruang lingkup (scope) komoditas Tanaman Industri/perkebunan, antara lain : nilam, kelapa sawit, kakao, tembakau, kopi, karet, kapas, cengkeh, lada, tanaman obat, rempah, kelapa, palma, sagu, pinang, temu-temuan, aren, jarak pagar, jarak kepyar, dan tebu.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 20, No 2 (2021): December 2021" : 5 Documents clear
STRATEGI MENINGKATKAN EKSPOR KOPI INDONESIA KE PASAR UNI EROPA / Strategy for Developing Indonesian Coffee Export to the European Union Market Bedy Sudjarmoko; Abdul Muis Hasibuan; Risfaheri Risfaheri
Perspektif Vol 20, No 2 (2021): December 2021
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/psp.v20n2.2021.63-79

Abstract

ABSTRAK Uni Eropa merupakan importir kopi terbesar di dunia yang menyerap hampir setengah produksi kopi dunia, dan menjadi pasar global terbesar untuk kopi berbasis keberlanjutan yang bernilai tinggi. Namun sebagai salah satu produsen kopi terbesar dunia yang mengekspor produk kopi ke lebih dari 60 negara, pangsa Indonesia di pasar Uni Eropa masih sangat kecil jika dibandingkan dengan negara produsen kopi lainnya seperti Brazil dan Vietnam. Faktor yang menjadi penyebabnya adalah standar pasar Uni Eropa dikenal sangat tinggi terhadap mutu dan keamanan kopi, bahkan seringkali melebihi standar internasional pada umumnya. Di sisi lain, kemampuan Indonesia untuk memproduksi kopi yang sesuai standar tersebut relatif masih kecil yang diakibatkan oleh produsen kopi yang didominasi oleh petani kecil dengan kapasitas dan kapabilitas yang terbatas untuk memenuhi standar keberlanjutan yang menjadi tuntutan pasar, sehingga perlu upaya khusus untuk meningkatkan pangsa ekspor kopi Indonesia ke wilayah tersebut. Untuk itu, Indonesia membutuhkan beberapa terobosan yang perlu didukung oleh semua pemangku kepentingan di dalam negeri, mulai dari level usahatani hingga strategi ekspor. Pada level usahatani, peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani, kualitas produk dan resiliensi petani perlu diperkuat, khususnya terkait dengan sistem produksi kopi yang berkelanjutan. Untuk meningkatkan ekspor kopi Indonesia di pasar Uni Eropa, langkah utama yang harus dilakukan adalah memperhatikan aspek keberlanjutan. Sedangkan strategi ekspor yang harus dilakukan sesuai dengan prioritasnya adalah: pemilihan saluran distribusi dan penetapan harga produk, pemilihan pedagang dan rekanan dagang, mengoptimalkan peran industri pengolahan dan asosiasi kopi, layanan daring, mengikuti pameran dagang dan pelatihan ekspor yang sering diselenggarakan oleh negara-negara Uni Eropa.ABSTRACT European Union (EU) is the world's largest coffee importer that takes up more than half of global coffee production, as well as the largest global market for high value and sustainability-based coffee products. However, as one of the main coffee producers which supply coffee products to more than 60 countries, Indonesian share to the EU coffee market was relatively low, compared to other main producing countries (i.e. Brazil and Vietnam). It is caused by the very high and strict standard for coffee quality and safety in EU market which often exceeds the international standards in general. On the other hand, Indonesian coffee production that meet the EU standard relatively low as the result of the domination of small-scale coffee producers in Indonesia which have low capacity and capability in fulfilling the sustainability and export standard so that it needs to reformulate the strategies to expand the Indonesian coffee market in the EU region. Therefore, strategic and action plans are needed and supported by policy makers and stake holders (i.e. on-farm level through increasing productivity, efficiency, quality and farmers resiliency in order to meet the sustainability and export quality standard), the selection of distribution channels and product pricing, the selection of traders and trading partners, empowering specialty roasters, small-scale roasters, coffee associations, online services, as well as coffee trade exhibition and exports training which often organized by European Union countries.
BIOLOGICAL AGENTS AND THEIR ROLE TO INCREASE PLANT ESSENTIAL OIL UNDER WATER STRESS Agen Hayati dan Peranannya dalam Meningkatkan Minyak Atsiri Tanaman pada Kondisi Cekaman Air Agus Prayitno Kurniawan; Nurul Aini Aini; Moch Dawam Maghfoer; Wiwin Sumiya Dwi Yamika; Restu Rizkyta Kusuma
Perspektif Vol 20, No 2 (2021): December 2021
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/psp.v20n2.2021.80-93

Abstract

Essential oils are plant natural products resulting from secondary metabolites used for raw materials of various industries such as perfumery, preservative, cosmetics, and pesticide. The major problem of essential oil plants cultivation is the low essential oil content. Enhancing essential oil content is one of the main focuses in developing essential oil plants which can be reached by water management. Growth and yield reduction and changes in some physiological reactions are the responses of a plant toward water supply shortage (water stress). Water stress triggers elicitors and some signal molecules produced for secondary metabolites resulting in higher essential oil percentages. However, it would also decrease essential oil yield following lower biomass production. Some microorganisms can produce phytohormone and enhance nutrient uptake allowing the plant to cope under water stress condition.  Understanding how the environment affected plant secondary metabolite (especially essential oil), as well as microorganism roles for crop production, will provide proper cultivation technology to increase plant essential oil content and oil yield. This review aimed to analyze the potential use of some biological agents to alleviate the negative effect of water stress on essential oil plants.ABSTRAKMinyak atsiri merupakan produk alami tanaman dari hasil metabolisme sekunder yang digunakan sebagai bahan baku berbagai industri seperti parfum, antiseptik, kosmetik, dan pestisida. Budidaya tanaman  minyak atsiri menghadapi kendala seperti rendahnya kandungan minyak yang dihasilkan. Pertumbuhan dan penurunan hasil serta perubahan pada beberapa reaksi fisiologis merupakan respon tanaman terhadap cekaman air. Cekaman air memicu produksi elisitor dan beberapa molekul sinyal pada metabolit sekunder sehingga dapat menghasilkan minyak atsiri yang lebih tinggi, akan tetapi tidak diikuti dengan peningkatan produksi biomassa sehingga produksi minyak atsiri tidak cukup tinggi. Beberapa mikroorganisme mampu menghasilkan fitohormon dan meningkatkan serapan hara yang memungkinkan tanaman dapat bertahan pada kondisi cekaman air. Pemahaman bagaimana lingkungan dapat mempengaruhi metabolit sekunder dari tanaman (khususnya minyak atsiri), serta peran mikroorganisme terhadap produksi tanaman, akan menghasilkan teknologi budidaya yang sesuai untuk meningkatkan kandungan dan hasil minyak atsiri suatu tanaman.  Review ini bertujuan menganalisa potensi penggunaan beberapa jenis agens hayati untuk mengurangi dampak negatif dari cekaman air pada tanaman penghasil minyak atsiri.
SISTEM PRODUKSI MINYAK SERAI WANGI BERKELANJUTAN Sustainable Production System of Citronella Oil Agus Wahyudi
Perspektif Vol 20, No 2 (2021): December 2021
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/psp.v20n2.2021.94-105

Abstract

ABSTRAK Minyak serai wangi merupakan produk dari penyulingan daun tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.) yang digunakan dalam industri parfum, kosmetik dan farmasi. Produksi minyak serai wangi dapat berkelanjutan jika didukung oleh budidaya serai wangi, penyulingan dan jaminan bahan baku yang juga berkelanjutan. Keberlanjutan produksi minyak serai wangi sering kali dipertanyakan karena budidayanya berpotensi menimbulkan degradasi lahan, penyulingan yang tidak kontinu karena pasok bahan baku yang sulit mencapai kapasitas minimum. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk mempelajari sistem produksi minyak serai wangi secara berkelanjutan, yaitu tinjauan atas sistem budidaya serai wangi dan penyulingan minyak serai wangi, serta jaminan pasok bahan baku yang menjadi perangkai antara kedua sistem tersebut. Sistem budidaya tanaman serai wangi berkelanjutan dapat diterapkan terhadap aktivitas budidaya tanaman yang terdiri atas penanaman, pemeliharaan dan panen.  Penyulingan minyak serai wangi berkelanjutan diterapkan dengan menjamin pasokan bahan baku tepat mutu, kuantitas dan tepat waktu sehingga penyulingan dapat beroperasi sesuai target kapasitas produksinya. Pasokan bahan baku dari pekebun baik secara langsung kepada penyuling atau tidak langsung melalui pengumpul atau agen dengan pola relasi bebas, kemitraan atau terintegrasi yang semakin tinggi keberlanjutannya. Untuk mencapai keberlanjutan sistem produksi minyak serai wangi dapat dirancang melalui koordinasi antara sistem penyulingan dan sistem produksi bahan baku agar pasok bahan baku terjamin.  Transformasi pola relasi antara perkebunan dan penyulingan diperlukan dari pola relasi bebas menjadi pola kemitraan atau terintegrasi.ABSTRACT Citronella oil is a product of the distillation of the leaves of lemongrass (Cymbopogon nardus L.)  used in the perfume, cosmetics and pharmaceutical industries. The production of citronella oil can be sustainable if supported by the sustainable cultivation of lemongrass, distillation and guaranteeing raw materials. The sustainability of citronella oil production is often questioned because its cultivation has the potential to cause land degradation, and distillation cannot continuously reachs minimum capacity because of the lack of supply of raw materials. The purpose of this review is to study the system of sustainable production of citronella oil, namely a review of the system of lemongrass cultivation and distillation of citronella oil, as well as the guarantee of supply of raw materials that bridges between the two systems.  Sustainable lemongrass cultivation system can be applied by reffering the improvement of environment, economy and social impacts to cultivation activities consisting of planting, maintenance and harvesting. Sustainable citronella oil distillation can be applied by ensuring the supply of raw materials on quality, quantity and on time scheduled, so that the distillers can operate within its production capacity target. The supply of raw materials from growers either directly or indirectly to distillers or through collectors or agents with patterns of free, partnerships or integrated relations that are increasingly sustainable. To achieve the sustainability of the citronella oil production system can be designed through coordination between the distillation and the raw material production systems, hence the supply of raw materials can be guaranteed. Transforming the pattern of relations between growers and distillers is needed, from free relations to partnership or integration pattern.
POTENSI TKKS SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL DAN DIMETIL ETER MELALUI PROSES GASIFIKASI / The Potency of Palm Empty Fruit Bunches as Raw Material for Producing Bioethanol and Dimethyl Ether Using Gasification Process Suryadri, Hadistya; Sumantr, Sepriyanti Putri; Nazarudin, Nazarudin
Perspektif Vol 20, No 2 (2021): December 2021
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/psp.v20n2.2021.106-120

Abstract

Perkebunan kelapa sawit mempunyai ketersediaan biomassa yang melimpah, di mana presentasi jumlah tertinggi adalah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Sehingga TKKS adalah salah satu biomassa yang sangat berpeluang untuk dimanfaatkan. Artikel ini memfokuskan review tentang karakteristik dari biomassa, konversi biomassa, proses gasifikasi TKKS menjadi bioetanol  yang berpontensi sebagai alterhatif  Bahan Bakar Minyak (BBM) dan dimethyl ethyl ether (DME)  yang berpotensi sebagai alternatif  Liquid Petroleum Gas (LPG) beserta potensi nilai tambah yang mengacu pada kendala, peluang serta ketersediaan teknologinya. Sehingga dapat disusun strategi yang mendorong pengembangan TKKS menjadi bioetanol dan DME. Pemanfaatan TKKS melalui jalur konversi termal biomassa dengan teknologi gasifikasi merupakan hal yang tepat karena gasifikasi sangat cocok digunakan untuk mengonversikan TKKS yang memiliki kandungan air cukup besar, yaitu 67%. Laju konversi dan efisiensi proses yang tinggi menjadikan tekonologi gasifikasi untuk pengolahan TKKS sangat potensial untuk diaplikasikan. Proses produksi bioetanol dan DME diawali dengan mensintesa gas sintesis produk gasifikasi menjadi metanol, kemudian dilanjutkan dengan konversi metanol menjadi bioetanol dan DME. Bioetanol dari gasifikasi TKKS diharapkan mampu memenuhi kebutuhan etanol yang diperlukan sebagai campuran untuk bensin dengan tujuan meningkatkan angka oktana dan efisiensi pembakaran pada kendaraan bermotor. Sedangkan DME dari gasifikasi TKKS sebagai salah satu upaya pengurangan ketergantungan impor pada konsumsi Liquefied petroleum gas (LPG) yang terus meningkat. DME memiliki karakteristik hampir sama dengan LPG sehingga dapat digunakan sebagai subsitusi LPG langsung atau digunakan sebagai campuran dengan komposisi massa campuran DME-LPG berkisar 20-30%. Gasifikasi TKKS dari Tandan Buah Segar (TBS) hasil produksi kebun sawit seluas sekitar 163.000 hektaree mampu menghasilkan 140.000 ton/tahun bioetanol dan 170.000 ton/tahun DME dengan keuntungan penjualan US$ 29.604.477/tahun. Diperlukan upaya kerja sama antara pemerintah dan perusahaan pengolahan kelapa sawit untuk dapat mengonversikan TKKS dengan gasifikasi melalui modal bersama agar dapat mendorong percepatan transisi menuju energi baru dan terbarukan (EBT) sehingga memperkokoh ketahanan energi Indonesia.ABSTRACT Palm plantations have an abundance of biomass where a Empty fruit Bunches (EFB) is one of the most abundant biomasses that a potential material to be utilized. This paper reviews the characteristics of biomass and its conversion, gasification of EFB to bioethanol and DME along with the potential added value that refers to the constraints, opportunities and availability of the technology. Therefore a strategy can be arranged that encourages the development of EFB into bioethanol and DME. EFB has very high moisture that content 67% water which is suitable to biomass thermal conversion with gasification technology to produce bioethanol and dimethyl ethyl ether (DME) with high conversion rate and high efficiency. In the beginning of the process to produce bioethanol and DME is a conversion of EFB to syngas and then from syngas to methanol. The next step is to convert methanol to bioethanol and DME.  Bioethanol from gasification of EFB gasification is expected to fill a demand of ethanol as addictive to improve a gasoline octane number and to increase a combustion efficiency in motor vehicles. Meanwhile, the physical properties of DME are almost similar to LPG so that DME can be used as a direct substitute for LPG or used as a mixture with LPG in composition of 20-30% -mass. Therefore, DME from gasification of EFB is one of the solutions to reduce Indonesian dependence on imported LPG. Also gasification of EFB able to produce 140,000 tons/year of bioethanol and 170,000 tons/year of DME along the profit is US$ 29,604,477/year. Close cooperation between the government and the palm oil industries are needed to build up energy from EFB through a sharing fund which is necessary in order to accelerate a transition to sustainable energy and to strengthen the energy security of Indonesia.
RAYAP PADA TANAMAN PERKEBUNAN SERTA TEKNIK PENGELOLAANNYA / Termites on Plantation Crop And Its Management Technique Mahardika Puspitasari; Susilawati Susilawati; Nadzirum Mubin
Perspektif Vol 20, No 2 (2021): December 2021
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/psp.v20n2.2021.121-132

Abstract

 ABSTRAKKopi, karet, dan kakao merupakan komoditas penting perkebunan di Indonesia. Dalam budidayanya, rayap merupakan salah satu hama penting yang menjadi kendala pada tanaman perkebunan dan dapat merugikan secara ekonomis Tulisan ini mengulas rayap sebagai hama pada tanaman kopi, karet, dan kakao, serta perkembangan pengendalian dan strategi pengelolaannya. Beberapa pendukung keberadaan rayap pada suatu areal perkebunan adalah cukup tersedianya bahan pada media tanam dan di sekitar tanaman. Gejala kerusakan yang disebabkan oleh rayap berupa gerekan pada batang dapat menyebabkan terganggunya tanaman yang berdampak pada terhambatnya pertumbuhan dan bahkan kematian tanaman. Pada perbenihan, serangan rayap sering menyebabkan kematian bibit. Teknik pengelolaan penting dalam pengendalian rayap secara kultur teknis adalah dengan menggunakan media pembibitan yang rendah bahan dan melakukan sanitasi lahan. Selain itu, penggunaan pestisida kimiawi ternyata masih menjadi andalan saat ini, sehingga dapat mencegah investasi rayap pada wilayah perkebunan dan dapat menekan tingkat kerusakan sebesar 70-100%. Namun, demikian untuk pengelolaan hama mendukung pertanian modern berkelanjutan, pengendalian rayap yang ramah lingkungan dengan basis pengendalian hayati dan nabati, yang saat ini telah banyak didukung hasil penelitian yang memadai, perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara nyata dengan dukungan seluruh pihak.ABSTRACTCoffee, rubber, and cocoa are leading plantation commodities in Indonesia. In its cultivation, termites are one of the important pests that are a constraint on plantation crops and can be economically detrimental. One factor that supports the termites' activity in a plantation area is the availability of organic material. Symptoms of damage caused by termites are brittle stems that disrupt plants which cause stunted growth and even death of plants. The damage becomes serious in the stage of seedlings. Low organic matter media usage and field sanitation can reduce the termites' population. In addition, chemical pesticides are still a mainstay currently, so they can prevent termite investment in plantation areas and reduce damage levels by 70-100%. However, for pest management to support sustainable modern agriculture, environmentally friendly termite control based on biological and botanical control, which is completed by adequate research, needs to be developed and implemented in real terms with the support of all stakeholders.

Page 1 of 1 | Total Record : 5