cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Perspektif : Review Penelitian Tanaman Industri
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 14128004     EISSN : 25408240     DOI : -
Core Subject : Education,
Majalah Perspektif Review Penelitian Tanaman Industri diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan yang memuat makalah tinjauan (review) fokus pada Penelitian dan kebijakan dengan ruang lingkup (scope) komoditas Tanaman Industri/perkebunan, antara lain : nilam, kelapa sawit, kakao, tembakau, kopi, karet, kapas, cengkeh, lada, tanaman obat, rempah, kelapa, palma, sagu, pinang, temu-temuan, aren, jarak pagar, jarak kepyar, dan tebu.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 1 (2006): Juni 2006" : 5 Documents clear
Sebaran Curah Hujan Sebagai Dasar Penetapan Waktu Tanam Kapas Pada Lahan Sawah Sesudah Padi di Lamongan, Jawa Timur PRIMA DIARINI RIAJAYA
Perspektif Vol 5, No 1 (2006): Juni 2006
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v5n1.2006.%p

Abstract

ABSTRAKCurah hujan menjadi faktor penentu bagi pengusahaan kapas baik di lahan sawah maupun lahan kering. Analisis sebaran hujan dilakukan berdasarkan seri data curah hujan jangka panjang untuk mengetahui peluang turun hujan pada berbagai jumlah curah hujan di Kabupaten Lamongan (Kec. Mantup) sebagai salah satu indikator keberhasilan pengembangan kapas di Jawa Timur. Dengan mengetahui sebaran hujan selama musim tanam, maka kebutuhan tambahan air irigasi dapat ditentukan.  Curah hujan selama musim hujan terdistribusi mulai Nopember hingga April dan berpeluang turun (60%) antara 200-250 mm/bulan. Mulai Mei hingga Oktober (musim kemarau) rata-rata jumlah  hujan  kurang  dari 50  mm/bulan dengan peluang hujan 60%. Penanaman kapas dan kedelai sebaiknya dilakukan sesegera mungkin, paling lambat seminggu setelah padi dipanen atau awal Maret. Penanaman padi  dilakukan pada awal musim hujan yaitu Nopember atau Desember.  Apabila total curah hujan selama musim tanam kapas lebih dari 500 mm maka kebutuhan tambahan air irigasi pada tanaman kapas berkisar 100 mm yang dapat diberikan dalam dua kali irigasi.  Tambahan air irigasi tersebut dapat dilakukan dengan penyiraman langsung yang sumber airnya berasal dari sumur dangkal yang tersebar di beberapa lokasi.  Kebutuhan air tersebut akan semakin meningkat apabila waktu tanam kapas dan kedelai semakin mundur. Pemanfaatan sumur dangkal dan embung sangat dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan air pada musim kemarau, dan pengelolaan tanaman  antara  lain  dengan  mengatur  kerapatan tanaman dan pemberian mulsa juga dianjurkan untuk menekan evaporasi.Kata kunci : Kapas, Gossypium hirsutum, sebaran hujan, hujan, waktu tanam, Jawa Timur ABSTRACTRainfall Distribution As The Base to Determine Cotton Planting Time on The Rice Field in Lamongan, East JavaRainfall is a determining factor in cotton production on rice field and dry areas.  Rainfall analysis is determined based on rainfall data in the long period, to estimate the probability of having certain amount of rainfall from January to December in Lamongan (Mantup District), East Java as and indicator for successful cotton development in East Java. By recognizing rainfall distribution during planting season, the need for irrigation water can be determined. Total rainfall of 200-250 mm/month occurred during the rainy season from November to April with 60% of probability. Moreover, rainfall less than 50 mm/month occurred during the dry season from May to October with 60 % of probability. Cotton planting should be done as soon as possible, or, a week after rice harvesting (early March).  Rice should be planted early  rainy season in November or December.  When the total rainfall is greater than 500 mm over the growing season, the need for additional irrigation water is only about 100 mm, which can be applied 2 times.  Water from a nearby shallow well was used for watering.  The additional irrigation can be taken from the wells near the location. The need for irrigation water will increase if the cotton and soybean planting is delayed. The use of wells and embung is recommended to supply the additional irrigation waterduring dry season, and crop management, plant density and mulching are also recommended to reduse evaporation.Key  words  :  Cotton,  Gossypium  hirsutum,  rainfall distribution,  rainfall,  planting  time, East Java.
Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu untuk Meningkatkan Produksi dan Pendapatan Usahatani Kapas di Sulawesi Selatan SUPRIYADI TIRTOSUPROBO; SUKO ADI WAHYUNI
Perspektif Vol 5, No 1 (2006): Juni 2006
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v5n1.2006.%p

Abstract

ABSTRAKProvinsi  Sulawesi  Selatan merupakan  salah  satu daerah pengembangan  kapas  terluas  di  Indonesia, namun produktivitas kapas di   Sulawesi Selatan rendah. Salah satu kendala usahatani kapas adalah serangan hama yang dapat menimbulkan kerugian mencapai 20-30% dari potensi produksi, bahkan pada waktu  serangan  berat  dapat  menggagalkan  panen. Untuk menekan populasi hama dan kehilangan hasil telah direkomendasikan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang meliputi penanaman jagung sebagai perangkap,  pemanfaatan  serasah  dan pemantauan populasi hama. Penerapan PHT kapas yang penekanannya pada komponen teknologi pengendalian non-kimiawi telah diperagakan selama 4 tahun   berturut-turut   di   Kabupaten   Jeneponto, Bulukumba dan Bone (Sulawesi Selatan). Penerapan komponen PHT layak untuk dilaksanakan, baik secara teknis maupun  secara ekonomis sangat menguntungkan. Hal ini terbukti bahwa para petani kooperator (petani PHT)  mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan petani IKR (Non PHT), hal ini ditunjukkan lebih tingginya produktivitas kapas (971-1828 kg/ha) dan lebih rendahnya penggunaan insektisida (0 - 0,49 lt/ha). Sedangkan nilai B/C ratio yang diperoleh petani PHT (1,25 - 1,98) lebih tinggi dibandingkan petani Non PHT (0,08-0,44). Komponen teknologi PHT kapas belum semua diterima dan diadopsi petani. Pada penanaman jagung sebagai  tanaman  perangkap  masih  rendah,  hanya berkisar 0-65%. Pemanfaatan serasah cukup bisa diterima petani dengan tingkat adopsi berkisar 34-100%.  Sedangkan komponen pemantauan populasi hama diadopsi petani, hanya berkisar 35-100%.Kata  kunci  :  Kapas,  Gossypium  hirsutum,  teknologi PHT,  pendapatan,  adopsi  teknologi ,Sulawesi Selatan. ABSTRACTApplication of Integrated Pest Management (IPM) to Increase Cotton Production and Farm IncomeSouth Sulawesi Province is the largest cotton areas in Indonesia.  One  of  the  constrains  that  causes  low productivity in South Sulawesi is insect infestation that causes yield loss by 20-30% of production potency. Under heavy insect infestation, yield loss can reach 100%.  To control insect pest and to reduce yield loss, it is recommended, that the integrated pest management (IPM)  technique  is implemented, including the planting of maize as trap crops, mulching, and pest monitoring. The implementation of cotton IPM which is based on the non-chemical pest control has been performed for 4 years in Jeneponto, Bulukumba and Bone Regions of South Sulawesi.  The IPM technique has been proven to benefit cooperator farmers.  This was resulted from higher cotton yield (971 - 1828 kg seed cotton/ha) and lower insecticide usage (0 - 0.49 l/ha).  The B/C ratio received by cooperator farmers (1.25 - 1.98) was higher than non cooperator farmers (0.08-0.44).  Not all of the introduced IPM components could be adopted by farmers.  The adoption rate of maize as trap crops was low, ranging from 0% to 65%. Mulching  was  moderately  adopted  by  cooperator farmers 34 - 100%, while pest monitoring component could be adopted by cooperator farmers 35 - 100%.Key words : Cotton, Gossypium hirsutum, IPM techno-logy, income, technology adoption, South Sulawesi.
Permasalahan Gambir (Uncaria gambir L.) di Sumatera Barat dan Alternatif Pemecahannya AZMI DHALIMI
Perspektif Vol 5, No 1 (2006): Juni 2006
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v5n1.2006.%p

Abstract

ABSTRAKTanaman gambir merupakan komoditas spesifik lokasi dan unggulan daerah provinsi  Sumatera Barat. Usahatani gambir adalah salah satu mata pencaharian untuk meningkatkan pendapatan petani. Gambir juga sebagai komoditas ekspor yang memiliki sumbangan besar terhadap PDRB daerah yang pada gilirannya akan meningkatkan devisa Negara. Delapan puluh persen kebutuhan gambir dunia dipasok oleh Provinsi Sumatera Barat dengan negara tujan Bangladesh, India, Pakistan, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Perancis , dan Swiss. Permintaan terhadap gambir terus meningkat sepanjang tahun dan selama periode lima tahun (2000 - 2004) peningkatan volume ekspornya mencapai 87,49% dan nilainya meningkat 17,16%. Kegunaan utama gambir adalah sebagai bahan baku industri obat-obatan,  makanan,  industri  tekstil  serta  bahan baku pewarna yang tahan terhadap cahaya matahari, disamping juga sebagai bahan penyamak kulit. Permasalah utama dari tanaman gambir saat ini adalah rendahnya produktivitas dan kualitas produk sebagai akibat dari cara bercocok tanam dan proses pasca panen                (pengolahan) yang belum optimal dan minimnya dukungan teknologi. Salah satu langkah dalam   mengatasi   masalah   ini   adalah   melakukan identifikasi permasalahan dalam rangka menghasilkan program perencanaan penelitian/pengkajian yang komperhensif, sinergis, dan berkelanjutan. Atas dasar desk study dan informasi dari lapangan, baik data teknis maupun sosial ekonomi sudah diperoleh rumusan permasalahan dan alternatif pemecahannya dalam bentuk matrik program aksi  yang diharapkan dapat  dijadikan langkah awal bagi instansi terkait dalam penanganan permasalahan gambir di Sumatera Barat. Hal ini sangat berguna dalam menghindar duplikasi perencanaan dan pelaksanaan, dan untuk evaluasi program penelitian dan pengkajian, sehingga menghasilkan suatu program aksi yang strategis dan dinamis sejak pra produksi sampai dengan pengolahan dan pemasaran.Kata kunci: Gambir, Ucaria ambir, indentifikasi masalahj, Sumatera Barat ABSTRACTProblem of gambir (Uncaria gambir) in West Sumatera and its their alternative solutionsGambir plant is a specific location commodity of West Sumatera. Gambir farming is  obne  of activities to increase farmers income. It is also  an export commodity which contributes to local PDRB and increases  export  earnings. Around 80% of world demand is fulliled by West Sumatera Province with destiniation  country :  Bangladesh,  India,  Pakistan, Taiwan, Japan, South Korea, France, and Switzerland. Demands for gambir have increased all the years, and during five years (2000-2004) export vlume increased 87.49% and export value increased 17.16%. Gambir is esed  raw  material  for  medicine,  food,  and  textile industries, and also as sunlight proof color agent and for leather processing. The main problems of gambir are low producticvity and low quality resulted from inoptimal  cultivation  and  post  harvest  processing technoloque. One step to value the problems is to identify the problems and to draw a program for research and development  of  gambir  which  are comprehensive, synergic, and  sustainable. This program  in  solving the  gambir  problems  in  West Sumatera, and it is also important to avoid duplication in planning and implementation, and also for research evaluastion so that it can produce action program which is strategic and dynamic since pre-production to post-harvest and marketing.Key word: Gambir, Uncaria gambir, problem identification, West Sumatera.
Pemberdayaan Lahan Podsolik Merah Kuning dengan Tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) di Kalimantan Selatan BUDI SANTOSO
Perspektif Vol 5, No 1 (2006): Juni 2006
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v5n1.2006.%p

Abstract

ABSTRAKRosela  (Hibiscus  sabdariffa  L)  merupakan  tanaman penghasil serat alam yang dapat digunakan sebagai bahan baku kertas (pulp) berkualitas. Pengembangan rosela   di   lahan   podsolik   merah   kuning (PMK) memberikan harapan yang menjanjikan. Permasalahan yang dihadapi di lahan PMK sangat komplek, terutama mengenai tingkat kesuburan tanahnya. Perbaikan lahan melalui penambahan kapur dan   bahan   organik   serta   pemakaian galur-galur introduksi rosela yang tahan terhadap deraan lingkungan di lahan PMK merupakan langkah yang sesuai   untuk  mengatasi   masalah  tersebut.   Kapur (CaCO3)  yang  berasal  dari  kapur  pertanian  dapat meningkatkan pH, menetralisir pengaruh Al dan Fe serta menaikkan nilai basa dalam tanah. Dosis kapur di lahan  PMK  Kalimantan  Selatan  cukup 1,5  ton/ha. Disamping itu khasiat kapur pertanian mempunyai daya susul/residu dari tahun kedua sampai dengan tahun  ketiga.  Bahan  organik  yang  bersumber  dari blotong dan kotoran unggas memiliki kemampuan yang sama dengan CaCO3 walaupun sifatnya agak lamban.   Keistimewaan   bahan   organik dapat memperbaiki sifat kimia tanah, akibat dari aktivitas mikroorganisme. Penggunaan bahan organik untuk memperbaiki sifat kimia lahan PMK diperlukan sekitar 3 - 5 ton/ha.  Disamping itu, galur-galur introduksi rosela yang tahan terhadap keracunan Al dan Fe di lahan PMK yaitu Hs 53a, Thay 146-H dan CPI 115357. Tingkat produksi serat kering rosela di lahan PMK setelah diperbaiki kondisinya berubah dari 1 ton/ha Menjadi 2,649-2,870 ton/ha. Disamping itu, penerapan pola tumpang sari rosela +  jagung akan meningkatkan pendapatan petani dari Rp 5.400.000 menjadi Rp 7.858.000 atau sebanyak Rp 2.458.000/ha. Hasil  studi  yang  telah  dilaksanakan  menunjukkan bahwa pemberdayaan lahan podsolik merah kuning melalui   pengembangan   tanaman   rosela,   disertai dengan   perbaikan   sifat-sifat   kimia   tanah   dan penerapan pola tanam tumpang sari, rosela + jagung akan  mampu  memperbaiki  pendapatan  petani  di Kalimantan Selatan.Kata  kunci:  Rosela,  Hibiscus  sabdariffa  L.,  podsolik merah kuning, perbaikan lahan, produksi, Kalimantan Selatan  ABSTRACTDevelopment of Yellow Red Podzolic Land for Roselle Plantation in South KalimantanRoselle (Hibiscus sabdariffa L.) is a fiber crop that can produce raw material for paper industry (pulp). The development of roselle in yellow red podzolic land is potential.  However,  the  problems  in  yellow  red podsolic land is also complicated, particularly the soil infertility. Soil improvement through application of lime (CaCO3),  organic  materials,  and  utilization  of roselle promising lines which are resistant to YRP soil are good to solve the problems. The lime (CaCO3) derived from agriculture lime can increase soil pH, netralizer Al and Fe, and increase basa value of the soil. The dosage of lime for YRP soil in South Kalimantan is 1.5 tons/ha. Besides, the lime has residual effect for three years. The organic material which are derived from blotong and chicken manure have the same effect with that of CaCO3 but slower. The advantage of organic material is they improve. The soil chemical characteristics,  as  the  results  from  microorganism activities. It needs 3-5 tons organic materials per ha to improve the soil chemical characteristics. The roselle promising lines which are resistant to Al and Fe are Hs  53a, Thay 146-H, and CPI 115 357. The production of dry  fiber  in  the  YRP  soil  after  the  condition  is improved increased from 1 ton/ha up to 2.65-2.87 tons/ha.  Beside,  intercropping  roselle  with  maize increased farmers’ income from Rp 5,400,000 to Rp 7,858,000 or Rp 2,458,000/ha. The results of the studies that have been conducted showed that the utilization of YRP soil for roselle platnation implemented with the improvement    of    soil    chemical    characteristics, intercropping roselle and maize can increase farmes’ income in South Kalimantan.Key word: Roselle, Hibiscus sabdariffa L., Yellow Red Podzolic,  soil  improvement,  production, South Kalimantan.
Perbaikan Mutu Lada Dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing di Pasar Dunia NURDJANNAH, NANAN
Perspektif Vol 5, No 1 (2006): Juni 2006
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v5n1.2006.%p

Abstract

ABSTRAKIndonesia   merupakan   salah   satu   produsen   lada terbesar di dunia, dimana sebagian besar produknya diekspor dalam bentuk lada hitam dan lada putih serta dalam jumlah kecil dalam bentuk lada bubuk dan minyak  lada.  Persaingan  komoditas  lada  di  pasar dunia  pada  saat ini semakin kompetitif karena besarnya penawaran relative seimbang dengan permintaan.  Selain  itu,  persyaratan  yang  diminta negara-negara   konsumen   semakin   ketat   terutama dalam  hal  jaminan  mutu,  aspek  kebersihan  dan kesehatan. Disamping itu, muncul  negara-negara penghasil lada baru yang menaikkan produksi dengan cepat. Untuk memperbaiki mutu lada, Indonesia telah melakukan beberapa usaha di antaranya menghasilkan teknologi yang lebih baik dalam aspek penanganan bahan dan cara  pengolahannya.  Sebagian dari teknologi tersebut sudah dicoba diterapkan, namun belum  dilakukan  dan  diterapkan  secara  baik  dan terintegrasi   sehingga  hasilnya  tidak memuaskan. Beberapa negara produsen lada telah mengantisipasi keadaan ini di antaranya dengan menaikkan mutu produk  sejak  di  tingkat petani. Keberhasilan memperbaiki mutu di negara-negara tersebut  tercapai karena  dilakukan  dari  segala  aspek, dari  mulai budidaya,  pengolahan   sampai   pemasaran   dan kelembagaannya. Meskipun teknologinya tersedia, perbaikan  mutu lada di  Indonesia, tidak dapat diwujudkan  tanpa  dukungan  aspek-aspek  lainnya. Karena itu perbaikan mutu lada harus dilakukan dari tingkat petani, mulai dari aspek budidaya, pengolahan, distribusi dan pemasarannya secara terintegrasi. Selain itu  perlu  dibenahi  faktor  kelembagaannya  supaya dapat berjalan secara konsisten dan berkelanjutan.Kata kunci : Lada, Pepper nigrum, lada putih, lada hitam, mutu, pengolahan ABSTRACTImprovement  of  Pepper  Quality  to  Increase  The Competitiveness In The World MarketIndonesia is  one of the biggest  pepper producing countries. Most of the products are exported in the form of black and white pepper, and only a small amount in the form of ground pepper and pepper oil. The competition of pepper commodity in the world market becomes more stringent because the demand is relatively balanced with the supply. Moreover, the consumers   ask   for   more   stringent   condition   of products, especially quality assurance, hygienic and healthy  aspects.  Besides,  there  are  new  producing countries which increase the pepper production very fast. Indonesia has conducted some efforts to improve the  quality  of  pepper,  such  as  good  processing technology. The improved processing technology has been implemented, but it has not done correctly and integratedly with other aspects, so that the results are unsatisfactory. Some producing countries have already anticipated this condition by improving the quality of pepper products from the farmer level. The succeess in improving quality in these countries has been achieved because the improvement is done at all levels, from pepper berries production, processing until marketing and  its  organization.  The  improvement  of  pepper quality  cannot  be  done  only   by  improving   the processing technology, but it should also include other aspects, from pre harvest, postharvest to marketing, and distribution. Moreover, an organization is needed to organize all aspects involved in order to maintain the  consistency  and  sustainability  of pepper production and quality.Key words : Pepper, Piper nigrum L., white pepper, black pepper, quality, processing

Page 1 of 1 | Total Record : 5