cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Perspektif : Review Penelitian Tanaman Industri
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 14128004     EISSN : 25408240     DOI : -
Core Subject : Education,
Majalah Perspektif Review Penelitian Tanaman Industri diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan yang memuat makalah tinjauan (review) fokus pada Penelitian dan kebijakan dengan ruang lingkup (scope) komoditas Tanaman Industri/perkebunan, antara lain : nilam, kelapa sawit, kakao, tembakau, kopi, karet, kapas, cengkeh, lada, tanaman obat, rempah, kelapa, palma, sagu, pinang, temu-temuan, aren, jarak pagar, jarak kepyar, dan tebu.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 2 (2009): Desember 2009" : 5 Documents clear
Pemanfaatan Teknologi Transgenik Untuk Perakitan Varietas Unggul Kapas Tahan Kekeringan EMY SULISTYOWATI
Perspektif Vol 8, No 2 (2009): Desember 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n2.2009.%p

Abstract

ABSTRAKDiantara cekaman abiotik yang berpengaruh terhadap kapas, maka cekaman kekeringan merupakan faktor utama  pembatas  produktivitas  dan  pengembangan kapas.  Pengembangan kapas Indonesia kedepan lebih difokuskan pada lahan-lahan kering tadah hujan, maka upaya untuk perbaikan ketahanan varietas terhadap kekeringan   sangat   diperlukan.    Hasil   pengujian ketahanan   terhadap   kekeringan   secara   langsung ataupun  tak  langsung  menggunakan  simulasi  PEG telah    menghasilkan    informasi    tentang    tingkat ketahanan  beberapa  aksesi  plasma  nutfah  kapas. Pemanfaatan plasma nutfah kapas dalam persilangan melalui   pengumpulan   dan   piramida   gen   toleran kekeringan dan serangan hama penghisap A. biguttula telah menghasilkan dua varietas baru yaitu Kanesia 14 dan   Kanesia 15. Selain   pendekatan   pemuliaan konvensional,  juga  terbuka  peluang  pengembangan varietas   baru   kapas   tahan   kekeringan   melalui transformasi gen yang menghasilkan kapas transgenik tahan kekeringan.  Pendekatan transgenik berpeluang untuk   mengkombinasikan   beberapa   gen   penyandi sifat-sifat yang berbeda yang berasal dari spesies lain ke   dalam   genom   kapas.    Beberapa   gen   telah ditransformasikan ke dalam beberapa tanaman antara lain arabidopsis, tembakau, tomat, padi, dan kapas yang   telah   menghasilkan   varietas   baru   tahan kekeringan. Dukungan teknologi berupa varietas tahan kekeringan   atau   sifat-sifat   unggul   lainnya   harus diimbangi dengan dukungan teknologi budidaya yang efisien sehingga peningkatan produksi kapas secara signifikan dapat tercapai.Kata kunci: Gossypium hirsutum L., transgenik, toleran kekeringan ABSTRACTThe  Use of  Transgenic Approach in  Developing Drought Tolerant Cotton VarietiesAmong abiotic stresses, drought is the most crucial factor   that   influence   cotton’s   productivity   and development.  As cotton development in Indonesia is focused in dry-rainfed areas,  measures for developing drought tolerance varieties are needed.  Evaluation of cotton accessions tolerance to drought has been done directly in the field, or indirectly by PEG simulation and resulted in drought tolerance cotton accessions. Hybridization by genes pooling or gene-pyramiding approaches involving selected accessions which are tolerant to drought and jassids attack, A. biguttula, have resulted in two new cotton varieties namely Kanesia 14 and Kanesia 15.  In addition to conventional breeding, there are new avenues to engineer transgenic cotton varieties  resistant  to  drought.  by  transforming  the identified genes responsible  for drought resistance. Transgenic technologies could combine several genes  responsible for different characters in cotton genome. A  number  of  genes  have  been  transformed  into various plants such as arabidopsis, tobacco, tomato, rice,   and   cotton,   and   have   conferred   improved resistance to drought.  Technology support in terms of high yielding promising varieties resistant to drought or  other  characters  should  be  accomplished  with efficient farming techniques so that significant increase in cotton production can be achieved.Keyword: Gossypium hirsutum L., transgenic, drought tolerant
Ekstrak Biji Mimba Sebagai Pestisida Nabati: Potensi, Kendala, dan Strategi Pengembangannya SUBIYAKTO SUBIYAKTO
Perspektif Vol 8, No 2 (2009): Desember 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n2.2009.%p

Abstract

ABSTRAKMahalnya harga pestisida kimia dan dampak negatif penggunaan pestisida kimia  merupakan masalah penting dalam pengendalian hama tanaman. Oleh karena itu perlu dicari pestisida alternatif untuk mensubstiusi pestisida kimia. Pestisida alternatif tersebut harus efektif, mengurangi pencemaran lingkungan, dan harganya relatif murah. Pestisida nabati  seperti Ekstrak Biji Mimba (EBM) dapat digunakan sebagai  alternatif.  EBM dapat berperan sebagai larvisida dan ovisida, menghambat perkembangan  larva,  memperpendek  umur  imago, dan mengurangi fekunditas. EBM sudah dicobakan antara lain untuk mengendalikan hama pada tanaman kapas, tembakau, kedelai, jeruk, dan sayuran. EBM menyebabkan kematian pada ulat jarak Achaea janata 78,9-100%. EBM yang dikombinasikan dengan biopestisida Helicovera armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) untuk mengendalikan  ulat  kapas Helicoverpa sp dapat mengurangi biaya pengendalian hama sampai 63,4%. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan EBM adalah daya bunuhnya lambat, berbeda dengan pestisida    kimia.    Strategi pengembangan pestisida nabati ke depan adalah perlu sosialisasi penggunaan pestisida nabati EBM kepada petani melalui Sekolah Lapang.Kata kunci: Azadirachta indica L., ekstrak biji mimba, pestisida nabati, poten-si, kendala, strategi pengembangan. ABSTRACTNeem  Seed  Extract  as  a  Botanicals  Pesticide: Potency, Problem, and Strategy for  Its Develop-mentA hight cost  of pesticide and effect of chemical pesticide are the main problems  in pest control. Alternative pesticide should be found to substitute chemical pesticide. It is should be effective, reducing polution, and economic. The use of botanicals pesticide with a extraction method for production might be an alternative method. Based on this study, Neem Seed Extract (NSE) can be used as botanicals pesticide. NSE acted as a larvicide and an ovicide. NSE acted as a larvicide that delayed larval development, shorthened adult longivity, and decreased fecundity. NSE acted as an ovicide that decreased precentage of eggs hatching. NSE caused motality for castor oil worm Achaea janata 78.9-100%.  NSE  can  be  combined  with  Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) and  can reduce cost of pest control until 63.4%.  NSE had been used by stakeholders and they interested to using it. The strategy of botanicals pestiscide development can be done by Farmer Field School.Key words: Azadirachta indica L., Neem Seed Extract, botanicals pesticide, potency, problem, strategic for development
Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana : Potensi dan Prospeknya dalam Pengendalian Hama Tungau DECIYANTO SOETOPO; I.G.A.A. INDRAYANI
Perspektif Vol 8, No 2 (2009): Desember 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n2.2009.%p

Abstract

ABSTRAKTungau menyerang sejumlah besar tanaman, termasuk beberapa komoditas perkebunan penting di Indonesia, seperti: kapas, jarak pagar, jarak kepyar, tembakau, teh, kelapa, dan wijen. Pengendalian tungau sebagian besar   masih   mengandalkan   pestisida   kimia   yang seringkali  malah  mengakibatkan  ledakan  populasi yang semakin sulit dikendalikan. Hingga kini belum ada  teknik  pengendalian hama  tungau  secara non-kimiawi yang efektif dan efisien. Penggunaan varietas tahan mampu menekan populasi, tetapi kenyataannya varietas-varietas   tahan   masih   terbatas   jumlahnya. Beberapa   spesies   serangga   juga   telah   berhasil diidentifikasi sebagai predator tungau, tetapi belum dikembangkan  secara optimal dalam pengendalian. Tulisan   ini   bertujuan   untuk   menginformasikan prospek pemanfaatan jamur entomopatogen B. bassiana dalam   pengendalian   hama   tungau.   B.   bassiana mempunyai prospek cukup baik karena selain kisaran inangnya luas, juga patogenisitasnya terhadap inang tinggi.   Hasil-hasil   penelitian   menunjukkan   bahwa aplikasi   B.   bassiana   efektif   menurunkan   populasi berbagai   spesies  tungau   dan   menekan   kerusakan tanaman. Konidia B. bassiana mampu menyebabkan mortalitas  tungau  hingga  mencapai 80-100%.  Oleh karena itu,  peluang  untuk  meneliti lebih  jauh  dan mengembangkan   B.   bassiana   untuk   dimanfaatkan dalam pengendalian hama tungau terbuka luas, karena koleksi  isolat  yang  tersedia  cukup  banyak  untuk dipilih. Untuk mencapai tujuan ini beberapa penelitian masih  perlu  dilakukan,  seperti  teknik  perbanyakan yang efisien dan formulasi yang tepat, serta penelitian untuk   meningkatkan   patogenisitas   dan   stabilitas jamur.Kata kunci: Entomopatogen, Beauveria bassiana, morta-litas, tungau, patogenisitas. ABSTRACTEntomopathogenic fungi Beauveria bassiana: Its potency and prospects for mites controlMites attack large number of plants including several following  estate  crops,  viz.  cotton,  Jatropha  curcas,Richinus  communis,  tobacco,  tea,  coconut  tree,  and sesame.  The great reliance on chemical pesticides for controlling   mites   had   its   serious   drawbacks, manifested  in  resistance  problems  and  population outbreaks which is more difficult to solve. The effective and  efficient  non-chemical  control  method  has  not available so far to decrease the plant damage. There is resistant  variety  that can  be  used  to  reduce  mites population, in fact, however, some of these varieties are still developed. A number of insect species have been identified as predator of mites, however, most of these species have not been developed for bio-control of  mites.  The  paper  informs  the  potential  use  of entomopathogenic fungus  B. bassiana as a promising control method against mites.  Besides broad spectrum bio-pesticide, this fungus produces high pathogenicity against its hosts.  Research studies showed that B. bassiana effectively reduced both mites population and plant damage.  Mortality of mites infected with the fungus ranged in 80-100%. The possibility of using B. bassiana in pest control would also be a better tool for control mites population.  Several strains of B. bassiana isolate have been collected and might be able to use in further green house and field tests. To achieve this goal, several studies need to be conducted, including appropriate production method and formulation, as well as study to increase pathogenicity and stability of the fungus.Key words: Entomopathogen, Beauveria bassiana,  mor-tality, mites, pathogenicity
Sifat-Sifat Tanah yang Mempengaruhi Perkembangan Patogen Tular Tanah pada Tanaman Tembakau NURUL HIDAYAH; DJAJADI DJAJADI
Perspektif Vol 8, No 2 (2009): Desember 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n2.2009.%p

Abstract

ABSTRAKTanah secara alami banyak dihuni oleh berbagai jenis mikroba,   baik   patogen   maupun   tidak   patogen. Informasi tentang sifat-sifat tanah yang mempengaruhi perkembangan  patogen  tular  tanah  pada  tanaman tembakau masih sedikit, padahal informasi itu sangat bermanfaat untuk menentukan strategi pengendalian patogen.  Dalam makalah ini diulas tentang besarnya kerugian serangan patogen tular tanah pada tanaman tembakau, sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap perkembangan patogen, dan strategi pengendaliannya.Kerugian hasil akibat serangan patogen tular tanah pada  tanaman  tembakau  mencapai  lebih  dari 50% senilai Rp 11,1 M per hektar.  Tiga jenis patogen tular tanah   paling   berbahaya   pada   tembakau   adalah Ralstonia   solanacearum,   Phytophthora   nicotianae,   dan Meloidogyne spp. Ketiga patogen tersebut dapat saling bersinergi  sehingga  menyebabkan  kerusakan  yang lebih parah.  Faktor-faktor tanah yang mempengaruhi perkembangan patogen tular tanah adalah pH, tekstur, bahan organik, suhu, dan unsur hara tanah.  Di antara faktor tersebut, rendahnya bahan organik dan hara merupakan  faktor  pemicu  paling  dominan  dalam perkembangan  patogen.    Oleh  karena  itu,  strategi pengendaliannya adalah dengan penambahan bahan organik sebanyak 22,5 ton/ha dan peningkatan serapan P oleh tanaman tembakau.  Kedua strategi itu dapat menekan kompleks patogen tular tanah pada tanaman tembakau  di  Temanggung  sekaligus  meningkatkan produksi sebesar 40%.Kata  kunci:  Patogen  tular  tanah,  tembakau,  faktor tanah, strategi pengendalian ABSTRACTSoil Characteristics which Induce Soil-Borne Pathogens of TobaccoSoil   is   naturally   inhibited   by   many   types   of microorganisms, either pathogenic or non pathogenic. Information   about   soil   factors   that   induce   the development of soil-borne pathogens on tobacco plant is still limited.  This paper describes various types of soil-borne pathogens, soil factors affecting pathogens, and strategy to control them.  Soil-borne pathogens cause significantly loss on tobacco yield.  The loss of tobacco yield due to soil-borne pathogens is about 50% (equal to 11.1 billion rupiahs per hectare).  Three most important   soil-borne   pathogens   on   tobacco   are Ralstonia   solanacearum,   Phytophthora   nicotianae,   and Meloidogyne spp.  They may synergistically cause more severe lost on tobacco plants.  Soil factors affecting development of these pathogens are pH, temperature, and soil texture, as well as soil organic matter and soil nutrients.  Two of these, i.e. organic matters and soil nutritions, are the most important factors determining development   of   soil-borne   pathogens   on   tobacco plantation.  Therefore, the strategy to control soil-borne pathogens is by increasing organic matters up to 22.5 tons/ha and soil nutrition such as P uptake.  Both factors are effective in reducing soil-borne incidence as well as increasing tobacco yield up to 40%.Key words: Soil-borne pathogens, tobacco, soil factors, control strategy
Peluang Pengembangan Agave Sebagai Sumber Serat Alam SANTOSO, BUDI
Perspektif Vol 8, No 2 (2009): Desember 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n2.2009.%p

Abstract

ABSTRAKAgave   merupakan   tanaman   penghasil   serat  alam potensial   dengan   keunggulan   serat   kuat,   tahan terhadap kadar garam tinggi, dapat diperbaharui dan ramah   lingkungan.   Serat   alam   agave   banyak dimanfaatkan   antara   lain   dalam   industri   rumah tangga, bahan interior mobil dan tali-temali. Produksi serat agave dunia pernah mencapai 300.000 ton yang dihasilkan dari Brazil, China, Kenya, Tanzania, Mada-gaskar,  Indonesia  dan  Thailand.  Agave  masuk  di Indonesia pada awal abad ke-19, yaitu sebelum perang dunia ke II.  Pada tahun 1939, salah satu perkebunan besar di Indonesia telah menanam agave seluas 10.000 hektar dengan produksi serat sebesar 23.000 ton, dan Indonesia pernah menghasilkan serat agave sebanyak 80.000 ton. Namun, dalam perkembangan selanjutnya pertanaman agave  semakin menurun.    Pada  tahun 2007 kebutuhan serat agave internasional 319.000 ton, namun produksi serat hanya mencapai 281.800 ton sehingga masih kekurangan pasokan sebanyak 37.200 ton.  Kebutuhan serat agave dalam  negeri periode 2006-2009 mencapai 1.982 ton/tahun; sebagian besar, yaitu 1.340 ton dipasok dari luar negeri, sisanya 642 ton diperoleh dari dalam negeri.  Rendahnya harga serat    agave    merupakan    salah    satu    kendala pengembangan  di  dalam  negeri; harga  serat agave dalam   negeri   hanya   Rp. 5.000,-/kg   dibandingkan dengan harga serat impor mencapai Rp. 9.000,-/kg. Input teknologi untuk mengembangkan industri serat agave sebenarnya sudah cukup memadai dan apabila tanaman  ini  diusahakan  dengan  asupan  teknologi yang   ada   maka   usahatani   agave memberikan keuntungan yang cukup signifikan dengan B/C ratio 1,29.  Dengan demikian pengembangan tanaman agave di dalam negeri masih prospektif, terutama di daerah yang secara tradisional sudah mengembangkan agave, seperti  di  Jawa  Timur  yang  memiliki    agroklimat, kesuburan tanah dan jenis tanah yang sesuai, seperti di Kabupaten Pamekasan, Sumenep, Sampang, Banyu-wangi,  Jember,  Lumajang,  Malang,  Blitar,  Tulung-agung, Trenggalek, Pacitan, Ngawi, Tuban, Bojonegoro dan Lamongan.Kata kunci: Agave cantala, A. sisalana, serat alam, lahan batu kapur, industri kelengkapan mobil.ABSTRACT Prospect of Agave Development as A Source of Natural FiberAgave is a prospective natural fiber-producing crop with superior fiber strength, resistant to high salinity, can   be   renewable,   and   environmentally   friendly. Agave natural fiber is widely used among others in household industry, interior materials and rigging. The world production of agave fiber had reached 300,000 tons  produced  by  Brazil,  China,  Kenya,  Tanzania, Madagaskar, Indonesia, and Thailand.  Agave was first introduced to Indonesia in the early 19th century that is before the World War II.  In 1939, one of the big estates in Indonesia planted 10,000 acres of agave with fiber production of 23,000 tons, and Indonesia had produced agave fiber as much as 80,000 tons. However, in the further  development  the  cultivation  of  agave  was declined. In 2007, the international demand of agave fiber   was            319,000   tons;   nevertheless,   the   fiber production  was  only  reached  281,800  tons,  so  still shortages of 37,200 tons.  In 2006-2009, the domestic demand of agave fiber reached 1,982 tons/year; most of 1,340 tons were supplied from abroad, the rest (642 tons)  was  supplied  from  the  country.  One  of  the constraints in the national development of agave fiber was the low of price. The domestic price of agave fiber was only Rp. 5,000/kg compared to the price of fiber import (Rp. 9, 000,-/kg). In fact, technological input to improve  the  fiber  industry  of  agave  was  quite sufficient,  if  this  crop  is  cultivated  with  existing technology  input;  thus,  the  agave  farming  system provides significant benefit with the B/C ratio of 1:29. Hence,  the  domestic  development  of  agave  is  still prospective especially in areas that traditionally had developed agave as in East Java that has suitable agro-climate,   soil   fertility,   and   soil   type   such   as   in Pamekasan, Sumenep, Sampang, Banyuwangi, Jember, Lumajang, Malang, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Pacitan, Ngawi, Tuban, Bojonegoro, and Lamongan districts.Key word: Agave cantala, A. sisalana, natural fiber, lime  stones area, car assesories industries.

Page 1 of 1 | Total Record : 5