cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Rekayasa Sipil
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Engineering,
Arjuna Subject : -
Articles 476 Documents
Pengaruh Penambahan Fly Ash pada Self Compacting Concrete (SCC) Terhadap Kuat Tekan dan Modulus Elastisitas Wahyu Kartini
Rekayasa Sipil Vol 3, No 2 (2009)
Publisher : Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (141.804 KB)

Abstract

Teknologi beton baru yang efektif dan efesien yaitu beton yang dapat memadat sendiri atau self compacting concrete (SCC). Material yang digunakan mempunyai karakteristik yang sedikit berbeda dari beton konvensional, yaitu pengurangan jumlah dan diameter maksimum agregat kasar, penambahan jumlah agregat halus, penambahan bahan halus (fines) yang berfungsi untuk meningkatkan dan memelihara kohesi, mengurangi panas hidrasi dan sebagai pelumas sehingga dapat meningkatkan flowability dan workabilitynya. Dan admixture yang digunakan berjenis high range water reducer (HRWR) yang bersifat mengurangi air.Pada penelitian SCC ini menggunakan faktor air semen 0,41, penambahan fines berupa fly ash dengan dosis 0%, 10%, 20%, 30% dan 40% dari berat binder dan admixture Viscocrete-10 dengan dosis 1% dari berat binder. Untuk mengetahui kriteria SCC maka dilakukan pengujian workability dan flowability dengan menggunakan alat slump cone test dan L-shaped box test. Untuk mengetahui tingkat kuat tekan beton dilakukan tes kuat tekan pada tiap-tiap komposisi campuran pada umur 7, 28 dan 56 hari dengan benda uji silinder. Dan sebagai tolak ukur kekakukan beton terhadap deformasi yang dipengaruhi oleh modulus elastisitas material, maka dilakukan pengujian nilai elastisitas pada umur 28 hari.Dari pengujian mengengenai workability dan flowability dapat diketahui bahwa semakin banyak fly ash yang digunakan maka semakin menurun tingkat workability dan flowabilitynya. Pada pengujian kuat tekan dan modulus elastisitas beton dapat diketahui bahwa pengaruh fly ash yang paling efektif pada kadar 10 % dari berat binder dan menghasilkan kuat tekan umur 28 hari sebesar 755,81 kg/cm2 dan umur 56 hari sebesar 801,11 kg/cm2, dan nilai modulus elastisitas beton sebesar 42194,62 Mpa. 
Pengaruh Variasi Kepadatan pada Permodelan Fisik Menggunakan Tanah Pasir Berlempung Terhadap Stabilitas Lereng Indrawahyuni, Herlien; Munawir, As'ad; Damayanti, Ifone
Rekayasa Sipil Vol 3, No 3 (2009)
Publisher : Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (846.635 KB)

Abstract

Ketidakstabilan suatu lereng dapat menyebabkan bahaya kelongsoran yang merugikan banyak pihak. Untukmencegah bahaya kelongsoran itu maka diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan stabilitas lerengtersebut yaitu dengan peningkatan kepadatan dari tanah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui pengaruh variasi kepadatan dan jenis tanah terhadap beban maksimum yang dapat ditahan olehtanah yang dibentuk model lereng. Penelitian ini dilakukan dengan membuat model lereng dalam sebuahbox (embankments) yang sederhana kemudian diberi beban menggunakan dongkrak hidrolik.Tanah yangdigunakan adalah tanah pasir berlempung dengan indeks plastisitas 18 %. Variasi kepadatan yang dilakukanadalah dengan cara menggilas menggunakan silinder beton sebanyak 0 kali (tanpa pemadatan), 5 kali gilasan,10 kali gilasan, 15 kali gilasan, dan 20 kali gilasan. Masing-masing pemadatan dilakukan pengulangansebanyak 3 kali. Pada penelitian ini juga dilakukan uji kuat geser langsung untuk mengetahui nilai kohesi (c)dan sudut geser (ф), dan uji kepadatan dengan Sand Cone untuk mengetahui berat volume kering tanah (γd).Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan variasi jumlah lintasan penggilas menyebabkanpeningkatan berat volume kering dan kemampuan menahan beban eksisting. Selain itu nilai kohesi dan sudutgeser dalam yang ada juga mengalami peningkatan. Dari penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwahasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variasi kepadatan yang berupa variasi jumlah lintasan penggilasberpengaruh terhadap peningkatan nilai berat volume kering (γd), kemampuan menahan beban hancur(eksisting) serta parameter kekuatan geser tanah yaitu kohesi (c) dan sudut geser dalam tanah (ф). Dan dapatdikatakan bahwa model lereng yang ditingkatkan kepadatannya akan lebih stabil, untuk tidak mengalamikeruntuhan karena pengaruh beban luar (eksisting) tersebut. 
Pengaruh Perbedaan Proses Pendinginan Terhadap Perubahan Fisik dan Kuat Tekan Beton Pasca Bakar Setyowati, Edhi Wahyuni; Anggraini, Retno
Rekayasa Sipil Vol 4, No 1 (2010)
Publisher : Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (771.864 KB)

Abstract

Kebakaran merupakan suatu bencana yang tidak diinginkan datangnya, serta perlu diwaspadai dan diperhatikan dalam suatu pembangunan baik berupa sarana maupun prasarana. Selain terjadinya perubahan temperatur yang cukup tinggi, adanya pengaruh siklus pemanasan dan cara pendinginan menyebabkan struktur beton akan mengalami proses perubahan fase fisis dan kimiawi secara kompleks. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap perubahan perilaku material fisik beton yang mengakibatkan menurunnya kekuatan struktur beton. Dari beberapa penjelasan di atas, maka pada penelitian ini akan dibahas tentang kekuatan struktur beton khususnya perbandingan kuat tekan sisa beton akibat temperatur tinggi suhu pembakaran pada saat kondisi pendinginan normal dengan kondisi pendinginan yang disertai dengan penyiraman serta keadaan beton (perubahan warna, kerusakan, perubahan struktur mikro) yang terjadi.Penelitian ini dilakukan dengan memberikan temperatur pada benda uji yaitu 200°C, 400°C, 600°C, dan 800°C dengan faktor air semen tetap pada umur setelah 28 hari dan akan dilakukan penyiraman setelah beton dibakar pada suhu yang telah ditetapkan. Proses pembakaran dilakukan dengan menggunakan burner dengan kapasitas suhu maksimum 1000°C dengan dimensi 2 x 1,5 x 1,5 m.Dari hasil penelitian didapatkan kuat tekan beton pada benda uji yang diberi temperatur tinggi menurut suhu-suhu yang diinginkan dan melalui proses pendinginan (disiram dan tidak disiram) mengalami penurunan kuat tekan dari benda uji normal yang tidak dibakar. Dari uji statistik analisis varian didapatkan hasil bahwa cara pendinginan memberikan perbedaan pengaruh yang tidak signifikan terhadap kuat tekan. Suhu memberikan perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap kuat tekan dan interaksi antara variasi cara pendinginan dan suhu memberikan perbedaan pengaruh yang tidak signifikan terhadap kuat tekan. Dan dari analisis regresi diperoleh persamaan regresi kuadratik ganda yang menunjukkan bahwa kuat tekan menurun seiring dengan adanya peningkatan suhu (saat pembakaran). Terjadi perubahan warna pada beton setelah mengalami pembakaran di setiap suhu yaitu pada suhu 200°C warna beton berubah menjadi abu – abu keputihan, suhu 400°C warna beton menjadi coklat, suhu 600°C warna beton menjadi coklat susu dengan bintik-bintik merah tua dan suhu 800°C warna beton menjadi putih. Pada tiap suhu pembakaran, beton mengalami kerusakan yang berbeda-beda seperti retak rambut, terkelupas, rapuh, pecah dan muncul pori. 
Hidrograf Satuan Sintetik Limantara (Studi Kasus di Sebagian DAS di Indonesia) Lily Montarcih Limantara
Rekayasa Sipil Vol 3, No 3 (2009)
Publisher : Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.115 KB)

Abstract

Ideally, every watershed has its own particular unit hydrograph. If the physical and hydrologicalconditions in general are quite homogeneous, it would be quite possible to create a new SUH model thatresembles the ones made up by previous researchers. The SUH model is intended purposefully for (1)finding out the nature of watershed responses against precipitation data input, where by it could become thesupportive warning systems to areas that are vulnerable to flooding, (2) resuming up hydrograph dataavailability that are previously vacant due to the operational problem of the Automatic Water Level Recorder(AWLR), and (3) producing a specific SUH model for Indonesia (SUH Limantara) with a simplemathematical model and without the necessary parametric calibration prior of its application.This research was done on Java island (involving 6 watersheds and 67 sub-watersheds), on Bali island(involving 2 watersheds and 13 sub-watersheds) and on the east part of Borneo island / pulau Kalimantan(involving 1 watershed and 9 sub-watersheds). The watershed criteria are that every watershed has an area of< 5000 km2 and both ARR (Automatic Rainfall Recorder) and AWLR. The calibration model to the observedhydrograph refers to as the amount of the minimum least square. Verification of the result was conducted byfilling up to the model the discrepancies of hydrology data. The results of this study are: the peak time ofhydrograph = 5.773 hours, the recession time of hydrograph = 9,859 hours and the base time of hydrograph =15,632 hours; the peak discharge model: Qp = 0,042 * A0,451 * L0,497 * Lc0,356 * S-0,131 * n0,168; the rising curveequation: Qn = Qp * [(t/Tp)]1,107 and the recession equation: Qt = Qp.e0,175(Tp – t). Based on these results, it isconcluded that: 1) The observed hydrograph really typifies the elongated shaped watershed, which has afaster rising characteristic than that of its recession (hydrograph rising time < hydrograph recession time); 2)There are 5 dominant watershed parameters that influence the peak discharge; they are the length of mainriver/stream (L), followed by the areal size of watershed (A), the length of the main river to be measured upto a point location nearest to the watershed weight centre (Lc), the roughness coefficient (n) and the riverslope (S); 3) the SUH of this research is compared with the observation hydrograph and as a model control.The coefficient of determination (R2) and the level of significance 5% are for the peak discharge (R2 =0,841), the rising curve (R2 = 0,980) and the recession curve (R2 = 0,990). Besides the SUH Limantara isalso compared with the SUH Nakayasu and the deviation obtained is 1,224%. 
Kajian Hidrolika Saluran Transisi dan Saluran Peluncur pada Uji Model Fisik Waduk Jehem Kabupaten Bangli Bali Prastumi Prastumi; Herdin Primadi
Rekayasa Sipil Vol 3, No 3 (2009)
Publisher : Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.367 KB)

Abstract

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji karakteristik yang terjadi pada saluran transisi dan saluranpeluncur, sehingga dapat ditemukan alternatif pemecahan permasalahan yang terjadi pada desain awal (originaldesign). Pengaliran air pada penelitian ini menggunakan variasi debit banjir rancangan Q100th, Q1000th, dan QPMF(Probable Maximum Flood). Uji model fisik dibuat dengan skala 1 : 40 dan dilakukan di Laboratorium Hidrolika JurusanTeknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang.Berdasarkan hasil uji model untuk beberapa variasi debit menunjukkan bahwa, kondisi aliran air salurantransisi dan saluran peluncur cukup stabil setelah dilakukan beberapa perubahan desain. Perubahan tersebutantara lain penambahan sill pada akhir saluran transisi, mengubah dinding pengarah pada saluran samping daritegak menjadi miring, dan menurunkan elevasi dasar saluran pada saluran samping.Angka Froude pada saluran transisi menunjukkan nilai Fr < 1 sehingga termasuk jenis aliran subkritissedangkan pada saluran peluncur menunjukkan nilai Fr > 1 yang termasuk jenis aliran superkritis. Hasilpengujian kecepatan aliran pada saluran transisi dan saluran peluncur cukup merata untuk setiap titik pengukuranpada masing-masing section. Tinggi muka air kanan-as-kiri pada saluran transisi tidak sama, hal ini disebabkanoleh pengaruh belokan saluran dan pelimpah samping. Sedangkan pada saluran peluncur tinggi muka air relatifmerata. Pada pengujian dengan Q100th, Q1000th, dan Q PMF tidak ditemukan terjadinya kavitasi. Pengujianpada akhir saluran peluncur juga sebagai salah satu faktor dalam memilih tipe USBR ( United State Bench Rest )yang akan dipakai. 
Pengaruh Temperatur dan Perendaman Lumpur Lapindo Terhadap Nilai Stabilitas Campuran Aspal Beton (Laston) Hendi Bowoputro; Amelia Kusuma Indriastuti; Asrizal Fahmi Hatta
Rekayasa Sipil Vol 3, No 3 (2009)
Publisher : Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (129.395 KB)

Abstract

Lumpur panas Lapindo yang merusak sebagian badan jalan Tol Surabaya-Malang pada KM 38-39,seringkali merendam perkerasan pada Jalan Raya Porong saat terjadi kebocoran tanggul. Pada saat terjadikebocoran tanggul lumpur panas Lapindo maka lapis perkerasan pada Jalan Raya Porong menjadi terendam.Lumpur panas yang keluar disertai gas hidrogen sulfida (H2S) juga mengandung berbagai macam zat kimia danlogam dengan temperatur awal yang cukup bervariasi. Hal ini diprediksi akan berpengaruh terhadap kekuatan(stabilitas) lapis perkerasan aspal beton pada Jalan Raya Porong.Penelitian dilakukan untuk mengetahuipengaruh variasi temperatur lumpur panas Lapindo dan lama waktu perendaman terhadap nilai stabilitascampuran Laston.Penelitian ini menggunakan 4 variasi temperatur, yaitu 250C, 500C, 750C, dan 1000C dengan 5 variasiwaktu perendaman, yaitu 1, 7, 14, 21, dan 28 hari. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada setiapperlakuan temperatur perendaman 500C, nilai stabilitas benda uji selalu lebih tinggi dibanding dengan yang padaperendaman 250C, dan terjadi penurunan nilai stabilitas pada skenario 750C serta 1000C. Diketahui pula bahwabenda uji yang direndam pada temperatur 1000C selama 28 hari telah mengalami penurunan nilai stabilitas dari1456.5 kg (tanpa perendaman) menjadi sebesar 689.1 kg, yang berarti terjadi penurunan lebih dari50%.Kesimpulan yang diperoleh adalah temperatur dan lama perendaman telah menurunkan nilai stabilitas atauberdampak negatif pada stabilitas LASTON. 
Inspection of Internal Defects In Concrete Structures by Scanning Image Analysis Zacoeb, Achfas
Rekayasa Sipil Vol 4, No 1 (2010)
Publisher : Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.89 KB)

Abstract

This paper describes one of visual inspection devices that developed with small borehole and to be named as Stick Scanner (SS) for internal concrete structure by using scanning technique. The advantage of SS is making the possibility for effective and secure working with a good precision to obtain plural information from one inspection mark such as crack width, crack depth, carbonation depth, corrosion etc in rapid way (about 30 minutes for one inspection mark). The use of small inspection borehole also gives a faster restoration and no significance damage effect towards the integrity of existing structures. The measurement and assessment process are conducted by analyzing of captured image in photograph stage. 
Numerical Study of Tsunami Generation Mechanism Alwafi Pujiraharjo
Rekayasa Sipil Vol 4, No 1 (2010)
Publisher : Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354.292 KB)

Abstract

Tsunami can be gererated by seafloor deformation (fault), under water or sub-marine landslides, under water explosions, and asteroids impact. However, most of tsunami cases are generated by fault. Numerical study of tsunami generation mechanisms are investigated. Tsunami generation by faults are studied and focused on the effects of dispersion and nonlinearity on tsunami generation. Simulations included tsunami generation at deep, intermediate, and shallow water regions. Numerical simulation showed that at deep and intermediate water region the dispersion effect reduce the generated tsunami profile by shifting the profile into more than one wave while the nonlinearity effect does not important for this case. At shallow water, both dispersion and nonlinearity did not take effect to generated tsunami profile. Durations of seabed movement are also simulated to investigate the effect of fast and slow event generation of tsunami. For fast event tsunami propagation, generated tsunami profiles are similar to the profiles of bottom motion. 
Pengaruh Perkuatan Anyaman Bambu Dengan Variasi Kedalaman Pondasi dan Jarak Antar Lapis Perkuatan Terhadap Daya Dukung Pondasi Menerus pada Tanah Pasir Poorly Graded Widodo Suyadi; Abdul Kadir Shaleh; Anjang Pradana Dirgantara
Rekayasa Sipil Vol 4, No 1 (2010)
Publisher : Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.368 KB)

Abstract

Salah satu jenis tanah yang tergolong memiliki daya dukung ultimate yang rendah adalah tanah pasir poorly graded. Oleh sebab itu diperlukan suatu perkuatan dengan tujuan meningkatkan daya dukung tanah, pada penelitian ini digunakan anyaman bambu. Variasi kedalaman pondasi dan jarak antar lapis perkuatan digunakan untuk mendapatkan nilai daya dukung tanah yang maksimum. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa dengan adanya variasi kedalaman pondasi dan jarak antar lapis perkuatan akan memberikan angka rasio daya dukung tanah yang bervariasi pula. 
Studi Alternatif Perencanaan Fasilitas Sisi Udara Bandar Udara Blimbingsari di Kabupaten Banyuwangi Achmad Wicaksono; Asril Kurniadi; Ika Rahmawati
Rekayasa Sipil Vol 4, No 1 (2010)
Publisher : Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (107.599 KB)

Abstract

Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, meliputi pada sektor agraris, maritim, industri, perdagangan dan pariwisata. Untuk melanyani tingkat kebutuhan transportasi yang menuntut kecepatan mobabilitas masyarakat dimasa yang akan datang, maka untuk memfasilitaskan pergerakan manusia dan barang sebagai konsukuensi dari usaha peningkatan dan pengembangan sumber daya alam dan manusia dipilih transportasi udara. Untuk kebutuhan sarana transportasi udara pemerintah Kabupaten Banyuwangi membangun Bandar Udara Blimbingsari. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Banyuwangi dengan bertambahnya jumlah penduduk Banyuwangi yang cukup pesat tentunya juga akan mempengaruhi pertumbuhan di bidang ekonomi sehingga mempengaruhi pertambahan jumlah penumpang. Tujuan studi ini adalah mengevaluasi fasilitas sisi udara yang meliputi runway, taxiway, apron dan perkerasan dalam rangka tahap pengembangan tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan jasa penerbangan di tahun yang akan datang.Dalam studi ini pesawat rencana adalah Boeing 737-500 untuk penerbangan domestik. Umur rencana ditentukan 20 tahun. Peramalan penumpang dilakukan dengan metode regresi linier. Dari hasil peramalan didapat :Penerbangan kedatangan tahun 2028 sejumlah 7 pesawat rata-rata per hari.Penerbangan keberangkatan tahun 2028 sejumlah 8 pesawat rata-rata per hari.Perhitungan perencanaan fasilitas sisi udara menggunakan metode FAA. Dari hasil analisis didapatkan bahwa :Panjang runway rencana adalah 3.000 m, lebih panjang dari runway eksisting (2.250 m). Kebutuhan lebar runway adalah 30 m, sama dengan lebar runway eksisting (30 m).Taxiway rencana dengan lebar 30 m, lebih panjang dari taxiway eksisting ( 23 m). Jumlah taxiway rencana sebanyak 2 buah, lebih banyak dari taxiway eksisting (1 buah).Apron eksisting seluas 180x80 m, sedangkan hasil perhitungan didapat 220x100m. Pintu apron (apron-gate) rencana didapat 4 pintu tipe Tahap I (30,6 cm) dan Tahap II (31,7cm), serta area transisi Tahap I (23,6 cm) dan Tahap II (23,9 cm ). Tebal perkerasan eksisting adalah 78 cm (area kritis), 57 cm (area nonkritis), dan 38 cm (area transisi). Hasil A untuk penerbangan.Tebal perkerasan yang didapat berdasarkan hasil perhitungan adalah pada area kritis Tahap I (37 cm) dan Tahap II (38,4 cm), area non kritis perhitungan yang didapat lebih kecil dari kondisi eksisting. 

Page 5 of 48 | Total Record : 476


Filter by Year

2007 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 18 No. 2 (2024): Rekayasa Sipil Vol. 18 No. 2 Vol. 18 No. 1 (2024): Rekayasa Sipil Vol. 18 No. 1 Vol. 17 No. 3 (2023): Rekayasa Sipil Vol. 17 No. 3 Vol. 17 No. 2 (2023): Rekayasa Sipil Vol. 17 No. 2 Vol. 17 No. 1 (2023): Rekayasa Sipil Vol. 17 No. 1 Vol. 16 No. 3 (2022): Rekayasa Sipil Vol.16. No.3 Vol. 16 No. 2 (2022): Rekayasa Sipil Vol.16. No.2 Vol. 16 No. 1 (2022): Rekayasa Sipil Vol.16. No.1 Vol 15, No 3 (2021) Vol. 15 No. 2 (2021) Vol 15, No 1 (2021) Vol 14, No 3 (2020) Vol 14, No 2 (2020) Vol 14, No 1 (2020) Vol 13, No 3 (2019) Vol 13, No 2 (2019) Vol 13, No 1 (2019) Vol 12, No 2 (2018) Vol 12, No 1 (2018) Vol 12, No 1 (2018) Vol 11, No 3 (2017) Vol 11, No 2 (2017) Vol 11, No 2 (2017) Vol 11, No 1 (2017) Vol 11, No 1 (2017) Vol 10, No 3 (2016) Vol 10, No 2 (2016) Vol 10, No 1 (2016) Vol 10, No 1 (2016) Vol 9, No 3 (2015) Vol 9, No 3 (2015) Vol 9, No 2 (2015) Vol 9, No 1 (2015) Vol. 8 No. 3 (2014) Vol 8, No 2 (2014) Vol 8, No 2 (2014) Vol 8, No 1 (2014) Vol 7, No 3 (2013) Vol 7, No 3 (2013) Vol 7, No 2 (2013) Vol 7, No 1 (2013) Vol 6, No 3 (2012) Vol 6, No 3 (2012) Vol 6, No 2 (2012) Vol 6, No 2 (2012) Vol 6, No 1 (2012) Vol 5, No 3 (2011) Vol 5, No 2 (2011) Vol 5, No 2 (2011) Vol 5, No 1 (2011) Vol 5, No 1 (2011) Vol 4, No 3 (2010) Vol 4, No 2 (2010) Vol 4, No 1 (2010) Vol 4, No 1 (2010) Vol 3, No 3 (2009) Vol 3, No 2 (2009) Vol 3, No 1 (2009) Vol 2, No 3 (2008) Vol 2, No 2 (2008) Vol 2, No 2 (2008) Vol 2, No 1 (2008) Vol 1, No 1 (2007) More Issue