cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. serang,
Banten
INDONESIA
Jurnal Furnace
ISSN : 25551801     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
Arjuna Subject : -
Articles 53 Documents
PENGARUH TEMPERATUR DAN JENIS REDUKTOR TERHADAP PEROLEHAN PERSEN METALISASI HASIL REDUKSI BIJIH BESI DARI KALIMANTAN Murti Handayani
Jurnal Furnace Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Jurusan Teknik Metalurgi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (690.651 KB)

Abstract

Salah satu reduktor yang pada umumnya digunakan pada proses iron making adalah reduktor berupa gas alam dan batubara, karena gas alam dan batubara menghasilkan gas hidrogen ataupun gas karbon yang diperlukan untuk mereduksi bijih besi. Namun ketersediaan gas alam dan batubara di bumi setiap tahunnya semakin berkurang, mengingat gas alam dan batubara merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, maka perlu dilakukan penelitian untuk mencari sumber reduktor alternatif pengganti gas alam dan batubara. Salah satu sumber daya alam yang dapat dipergunakan sebagai sumber reduktor alternatif adalah arang kayu dan arang tempurung kelapa yang memiliki kandungan fixed carbon cukup tinggi untuk mereduksi bijih besi. Selain itu plastik/polietilen (PE) juga dapat digunakan sebagai sumber reduktor alternatif tambahan, karena PE memiliki rantai senyawa hidrogen dan karbon yang dapat bereaksi pada suhu tinggi. Selain reduktor, temperatur juga berperan penting pada proses reduksi bijih besi. Diperlukan temperatur yang optimum untuk mereduksi bijih besi, tergantung pada jenis bijih. Perbedaan temperatur reduksi dan penggunaan jenis reduktor yang berbeda akan memberikan pengaruh terhadap perolehan persen metalisasi besi spons hasil reduksi bijih besi. Pengaruh penggunaan PE dalam proses reduksi bijih diteliti dalam variasi temperatur, dan variasi jenis reduktor tambahannya. Campuran bijih besi, polietilen, dengan variasi jenis reduktor berupa batubara ; arang kayu ; dan arang tempurung kelapa ; dibuat briket menggunakan mesin press lalu dipanaskan agar PE meleleh dan dapat menguatkan briket, sehingga tidak diperlukan binder lagi untuk merekatkan briket. Briket kemudian direduksi  menggunakan muffle furnace dengan variasi temperatur 800; 900; dan 1000oC dengan waktu tahan selama 120 menit, lalu dilakukan pengujian untuk mengetahui persen metalisasi dengan menggunakan analisa basah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persen metalisasi tertinggi adalah 97,08% diperoleh pada kondisi temperatur 1000oC dengan jenis reduktor berupa arang tempurung kelapa dan tambahan 7,4% PE dan perolehan logam Fe sebesar 62,90%. Data penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa temperatur dan jenis reduktor berpengaruh terhadap persen metalisasi dan banyaknya logam Fe yang terbentuk. Semakin tinggi temperatur, persen metalisasi yang dihasilkan juga semakin tinggi. Penggunaan jenis reduktor dan kandungan fixed carbon  yang berbeda juga akan mempengaruhi persen metalisasi dan banyaknya logam Fe yang terbentuk, selain itu penambahan PE sebagai reduktor tambahan juga dapat mempengaruhi persen metalisasi dan logam Fe yang  terbentuk pada besi spons
Rekayasa Karbon Aktif Dari Bulu Ayam Untuk Bahan Hydrogen Storage Irmansyah Putra
Jurnal Furnace Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Jurusan Teknik Metalurgi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (626.77 KB)

Abstract

Salah satu alternatif penyimpanan hidrogen adalah dengan metode adsorpsi menggunakan karbon aktif karena memiliki kemampuan adsorpsi yang yang besar berkaitan dengan luas permukaan dan ukuran porinya.Untuk meningkatkan daya adsorpsi dari adsorben dapat dilakukan dengan menjadikan sebanyak mungkin porinya yang termasuk kategori micropori sehingga sesuai dengan ukuran molekul hidrogen sebagai  adsorbate.  Dengan  semakin  besarnya  prosentase  mikropori  yang  dimiliki  dibandingkan makropori dan mesoporinya, maka kemampuan adsorpsi dari adsorben tersebut diharapkan akan meningkat. Penelitian ini menggunakan material bulu ayam sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif. Bulu ayam sebelumnya dikarbonisasi dahulu selama 60 menit pada suhu 400oC hingga terbentuk arang/karbon.  Karbon  kemudian  diaktivasi  secara  kimia  yaitu  dengan  cara  mencampurkan  karbon dengan KOH dengan perbandingan 1:2. Dalam penelitian ini karbon aktif dibentuk menjadi dua yaitu bentuk serbuk dan pellet. Pada karbon aktif pellet terjadi penambahan binder sebagai perekat. Setelah tahap pencampuran, karbon kemudian diaktivasi pada temperatur 400oC, 500oC, 600oC selama 60 menit. Hasil percobaan kemudian dikarakterisasi dengan pengujian SEM dan uji BET. Hasil pengujian BET menghasilkan luas permukaan pori tertinnggi dihasilkan oleh karbon aktif serbuk dengan nilai3,257 m2/g dan 3,109 m2/g untuk karbon aktif pellet. Sedangkan hasil terendah didapat karbon aktif bentuk pellet sebesar 1,47 m2/g dan 0,796 untuk karbon aktif serbuk. Pada uji SEM terlihat perbedaan anatar karbon sebelum aktivasi dan sesudah aktivasi yaitu terlihat pori yang terbuka setelah karbon diaktivasi
PENGARUH PROSES AGING PADA PADUAN Co-Cr-Mo TERHADAP KEKERASAN DAN KETAHANAN KOROSI UNTUK APLIKASI BIOMEDIS vicky dewayanto
Jurnal Furnace Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Jurusan Teknik Metalurgi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (959.18 KB)

Abstract

Telah dilakukan penelitian tentang  aging pada paduan berbasis kobalt. Penelitian ini menggunakan paduan Co-Cr-Mo (ASTM F75) hasil invesment casting dengan memvariasikan penambahan karbon 0,15 dan 0,25%C serta penambahan nitrogen 0,2%N. Paduan Co-Cr-Mo kemudian dilakukan solution treatment pada temperatur 1250 OC selama 6 jam. Kemudian material dilakukan proses aging dengan temperatur 600OC dengan waktu tahan aging 0, 2, 6, 12, dan 24 jam secara berturut turut dan kemudian di quench dengan media air. Setelah proses aging, material dilakukan pemeriksaan metalografi untuk mengetahui evolusi mikrostruktur hasil aging. Selajutnya material dilakukan uji kekerasan dengan metode Rockwell C. Untuk analisa fasa yang terbentuk dilakukan proses XRD dengan metode electrolytic extracted dengan menggunakan larutan H2SO4 10% , hasil ekstrak kemudian di saring dengan menggunakan membran saring dalam keadaan vakum untuk mendapatkan presipitatnya. Material selanjutnya dilakukan pengujian korosi dengan menggunakan alat CMS (Corrosion Measurement System) dengan metode Tafel untuk mengetahui laju korosi tiap material. Presipitat yang terbentuk selama proses  aging yakni fasa karbida (Cr23C6). Paduan Co-Cr-Mo dengan kandungan karbon yang tinggi menyebabkan tingkat kelarutan presipitat yang semakin rendah, hal tersebut dikarenakan fasa karbida Cr23C6 terbentuk karena adanya karbon dalam paduan yang menyebabkan presipitat yang terbentuk lebih sulit terlarut. Kadar karbon juga mempengaruhi kekerasan, nilai kekerasan tertinggi pada paduan Co-Cr-Mo dengan kadar karbon 0,25 %C waktu tahan aging 6 jam sebesar 38,9 HRC. Kadar karbon juga mempengaruhi nilai ketahanan korosi, laju korosi yang paling rendah juga terjadi pada paduan Co-Cr-Mo dengan kadar karbon 0,25 %C waktu tahan aging 12 jam sebesar 0,005649 mpy.
PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA BAJA TAHAN KARAT MARTENSITIK 13Cr3Mo3Ni hadi perdana
Jurnal Furnace Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Jurusan Teknik Metalurgi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (397.548 KB)

Abstract

Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang paling banyak digunakan. Pembangkit listrik tenaga uap merupakan salah satu tempat yang dapat menghasilkan energi listrik. Turbin adalah komponen terpenting dalam pembangkit listrik tenaga uap, terutama pada bagian sudu turbin. Komponen sudu turbin berfungsi mengubah energi potensial uap menjadi energi kinetik yang selanjutnya diubah menjadi energi mekanik untuk memutar poros turbin dan menghasilkan energi listrik.[1] pada umumnya bahan baku untuk membuat sudu turbin adalah baja tahan karat martensitik tipe 410, akan tetapi baja tahan karat tipe 410 mudah terjadi kegagalan dikarenakan lingkungan kerja yang korosif dan putaran yang tinggi. Salah satu cara menanggulangi hal ini adalah dengan cara memodifikasi baja tahan karat tipe 410 tersebut. Baja yang telah di modifikasi diberikan proses hot forging yang kemudian di anil. Setelah itu sampel di preparasi dan dipotong menjadi ukuran 1x1x0,5 cm. Setetlah itu sampel tersebut di austenisasi pada temperatur 10500C dan quenching dengan media oli. Setelah itu sampel di tempering dengan variasi temperatur 300-7000C dan waktu tahan 1,3 dan 6 jam untuk mengetahui karakterisasi yang terbentuk. Sampel tersebut di uji kekerasan, analisa struktur mikro dan analisa laju korosi dengan acuan ASTM A276. Strukur mikro yang terbentuk adalah fasa martensit lath, austenit sisa, ferit delta, ferit dan senyawa karbida. Kekerasan tertinggi yang dihasilkan sampel ada pada temperatur 5000C dengan waktu tahan 1 jam sebesar 50,6 HRC. Laju korosi terendah sebesar 0,1717 mmpy Sampel baja tahan karat yang dimodifikasi terbukti memiliki sifat kekerasan dan laju korosi yang lebih baik jika dibandingkan sampel 410 tanpa modifikasi.
Proses Roasting Pasir Monasit dari Kepulauan Bangka Belitung dengan NaOH Padat Menggunakan Muffle Furnace Nurly, Hasfi Fajrian
Jurnal Furnace Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Jurusan Teknik Metalurgi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (671.635 KB)

Abstract

Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth (RE) adalah salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Logam tersebut berpotensi digunakan sebagai bahan baku dalam industri elektronik, otomotif, dan militer. Monasit merupakan salah satu bentuk mineral logam tanah jarang yang ketersediannya di alam sangat melimpah di Kepulauan Bangka Belitung yaitu 1.564.707.280 ton (sumber daya tereka) dan 3.100.000 ton (cadangan terkira). Pasir monasit diklasifikasikan sebagai mineral fosfat. Fosfat sangat mengganggu pada proses ekstraksi selanjutnya, oleh karena itu dekomposisi fosfat dilakukan sebagai pre-treatment sebelum tahapan ekstraksi. Pre-treatment dilakukan dengan roasting yang ditambahkan NaOH padat selama 120 menit. Pelarutan kalsin hasil roasting dilakukan untuk melarutkan fosfat dengan aquades pada temperatur 800C selama 60 menit. Bahan baku pasir monasit dilakukan analisa morfologis permukaan. Perhitungan persen dekomposisi melalui hasil perbandingan analisa fosfat terkandung bahan baku awal dengan filtrat. Analisa persen kadar menggunakan data identifikasi bahan baku awal dengan residu hasil pelarutan menggunakan XRF. Hasil percobaan menunjukkan bahwa persen dekomposisi fosfat paling baik pada temperatur 4000C dengan klasifikasi ukuran butir -200#. Sedangkan persen kadar LTJ adalah 65,52% . Semakin kecil ukuran partikel dan semakin tinggi temperatur fosfat terdekomopisi semakin tinggi dan terjadi peningkatan kadar kandungan LTJ. Hasil tinjauan secara termodinamika reaksi roasting tersebut dapat berlangsung secara spontan pada (Ce) ΔG0298 = -1977,71 kJ/mol. Tinjauan secara kinetika reaksi lajudikendalikan secara intermediet dengan Energi aktivasi -4,9 kkal/mol.
KARAKTERISASI PELINDIAN PRODUK PEMANGGANGAN ALKALI (FRIT) DALAM MEDIA AIR DAN ASAM SULFAT Vanessa Intan Zelatifany Nadeak
Jurnal Furnace Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Jurusan Teknik Metalurgi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (56.017 KB)

Abstract

Titanium dioksida (TiO2) merupakan oksida logam yang paling luas digunakan sebagai pigmen. Penggunaan TiO2 dalam bidang industri sudah menyebar secara global. Hal ini disebabkan dengan sifat yang dimiliki oleh logam Titanium itu sendiri yaitu memiliki ketahanan korosi yang tinggi. Teknologi ekstraksi yang telah dilakukan pada iron sand atau bisa disebut juga sebagai mineral titanoferrous, hanya bisa diekstrak dengan menggunakan alkali sehingga muncul proses baru yaitu dengan metode alkali fusion. Tahapan dari proses pemanggangan alkali, yaitu senyawa Na2O direaksikan dengan mineral titanoferrous menggunakan jalur roasting, dilanjutkan dengan pelindian air  serta pelindian menggunakan asam. Pelindian air dilakukan selama 1 jam, hasil endapan dari pelindian air (frit) kemudian dilakukan pelindian asam dengan kondisi pH sebesar 3 (toleransi ±0,5) menggunakan larutan asam sulfat (H2SO4). Pelindian asam dilakukan pada range suhu 70-80ºC selama 4 jam. Diharapkan pada proses pelindian asam seluruh senyawa-antara Na, Fe serta unsur-unsur pengotor lainnya akan larut sehingga akan didapati residu pelindian asam dengan kadar TiO2 yang tinggi. Analisa endapan hasil pelindian menggunakan X-Ray Fluorescence (XRF) sedangkan unsur Fe yang terlarut menggunakan Atomic Absorption Spectophotometer (AAS). Dari serangkaian penelitian dan analisis diperoleh kadar TiO2 tertinggi yaitu 31,26% dan unsur Fe yang terdapat pada residu sebesar 67,05%.
Rekayasa permukaan material metal matrix composite Al/Al2O3 melalui friction stir processing (FSP) Bunga Rani Elvira
Jurnal Furnace Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Jurusan Teknik Metalurgi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (481.737 KB)

Abstract

Pada penelitian ini, pengembangan metode friction stir processing (FSP) untuk merekayasa permukaan material MMC Al/Al2O3 telah dilakukan. Material MMC Al/Al2O3 yang berbeda fraksi penguatnya (5;7,5;10 vol.% Al2O3) dilakukan pengerjaan FSP sebanyak satu pass. Mikroskop optik dan SEM-EDX digunakan untuk mengidentifikasi mikrostruktur, sedangkan pengujian kekerasan makro dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengerjaan FSP terhadap sifat mekanik material. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan pengerjaan FSP, nilai kekerasan material MMC Al/Al2O3 meningkat karena terjadinya penghalusan butir matriks Al dan homogenisasi distribusi partikel Al2O3. Nilai kekerasan paling maksimum, yaitu 74,27 HBN, dihasilkan pada material MMC Al-10 vol.% Al2O3 setelah dilakukan pengerjaan FSP 1000 rpm. 
PENGARUH PENAMBAHAN INHIBITOR EKSTRAK TEMBAKAU TERHADAP LAJU KOROSI INTERNAL PIPA BAJA API 5L X - 52 PADA ARTIFICIAL BRINE WATER DENGAN INJEKSI GAS CO2 Rapli Nur Ahmadi
Jurnal Furnace Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Jurusan Teknik Metalurgi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (542.293 KB)

Abstract

Terdapatnya brine water yang mengandung NaCl dan HCO3- yang tinggi serta adanya gas CO2 yang terlarut pada pipa penyalur crude oil dapat meningkatkan potensi korosi[4. Penggunaan inhibitor korosi alami menjadi alternatif baru untuk menyelesaikan masalah tersebut. Bahan alam dipilih sebagai alternatif karena bersifat aman, mudah didapatkan, bersifat biodegradable, biaya murah, dan ramah lingkungan. Penelitian ini dilakukan untuk, mengetahui pengaruh penambahan ekstrak tembakau terhadap laju korosi dan efisiensi inhibisi yang dihasilkan. Pengujian pada penelitian ini menggunakan  FTIR, Spectroscopy, Mikroskop Optik, TLC Densitometri, hingga Software Gamry 6.25 untuk pengujian polarisasi Tafel dan EIS. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan data laju korosi mengalami penurunan dengan penambahan ekstrak tembakau. Penurunan optimum laju korosi terjadi pada penambahan 60 ppm ekstrak tembakau pada larutan ABW 1 sebesar 8,95 mpy dan ABW 2 sebesar   9,87 mpy. Peningkatan optimum efisiensi inhibisi terjadi pada penambahan 60 ppm ekstrak tembakau, untuk larutan ABW 1 sebesar 79,51% dan  ABW 2 sebesar 80,94%. Sedangkan efisiensi inhibisi mulai mengalami penurunan kembali pada penambahan 80 ppm, untuk larutan ABW 1 sebesar 42,32% dan ABW 2 sebesar 68,71%. 
PENGARUH TEMPERATUR DAN NITROGEN HASIL HOT ROLLING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Co-Cr-Mo UNTUK APLIKASI BIOMEDIS akhmad mardhani
Jurnal Furnace Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Jurusan Teknik Metalurgi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (971.926 KB)

Abstract

Paduan kobalt merupakan paduan logam yang banyak digunakan untuk mengganti tulang pinggul dan lutut yang rusak. Paduan ini memiliki ketahanan terhadap korosi, sifat mekanik yang sesuai dengan kekuatan tulang manusia dan memiliki ketahanan aus yang tinggi, sehingga baik dipergunakan sebagai material implan. Penelitian ini dilakukan pada paduan Co-28Cr-6Mo-0,25C-(0-0,2)N dengan tujuan untuk mengetahui fasa yang terjadi, struktur mikro, dan kekerasan dari paduan setelah rol panas dengan 90% reduksi pada berbagai temperature proses. Karakterisasi meliputi analisa struktur fasa menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), metalografi, dan kekerasan dengan metoda Vicker’s untuk as cast paduan, paduan setelah homogenisasi, dan setelah hot rolling pada beberapa temperature proses. Hasil XRD dan metalografi menunjukkan terdapat 3 fasa yang terbentuk yaitu fasa M12C, fasa CoCr, dan fasa M23C6, dimana fasa M23C6 merupakan fasa yang dominan dibanding fasa yang lain. Sementara hasil uji kekerasan menunjukkan peningkatan kekerasan dari setiap temperaturnya dan mengalami penurunan setelah homogenisasi yang disebabkan karena adanya penyeragaman butir
PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADUAN Co-Cr-Mo-C-N PADA PERLAKUAN AGING Kisnandar Kisnandar
Jurnal Furnace Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Jurusan Teknik Metalurgi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.402 KB)

Abstract

Telah dilakukan penelitian tentang  aging pada paduan berbasis kobalt. Penelitian ini menggunakan paduan Co-Cr-Mo (ASTM F75) hasil invesment casting dengan memvariasikan penambahan karbon 0,15 dan 0,25%C serta penambahan nitrogen 0,2% N. Spesimen hasil coran tersebut kemudian dipreparasi untuk dilakukan proses solution treatment dengan temperatur pemanasan 1250oC dan dilakukan proses quenching dengan media air es. Setelah itu dilakukan proses aging dengan variasi temperatur 500, 600 dan 700 (oC) dan variasi waktu tahan 0; 7,2; 21,6; 43,2; dan 86,4 (ks). Kemudian spesimen dilakukan analisa struktur mikro dengan pengujian metalografi menggunakan mikroskop optik untuk mengamati struktur mikro yang terbentuk pada spesimen tersebut. Selajutnya spesimen dilakukan uji kekerasan dengan metode Rockwell C, dan untuk analisa fasa yang terbentuk dilakukan proses XRD dengan metode electrolytic extracted dengan menggunakan larutan H2SO4 10% , hasil ekstrak kemudian di saring dengan menggunakan membran saring dalam keadaan vakum untuk mendapatkan presipitatnya. . Presipitat yang terbentuk selama proses  aging  yakni fasa karbida (M23X6) dan juga fasa fasa  di paduan 0.25C0N pada temperatur aging 700oC. Kadar karbon juga mempengaruhi kekerasan, nilai kekerasan tertinggi pada paduan Co-Cr-Mo dengan kadar karbon 0,25 %C waktu tahan aging 6 jam sebesar 38,9 HRC