cover
Contact Name
Rizky Abdulah
Contact Email
r.abdulah@unpad.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
editorial@ijcp.or.id
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
ISSN : 23375701     EISSN : 2337 5701     DOI : -
Core Subject :
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy (IJCP) is a scientific publication on all aspect of clinical pharmacy. It published 4 times a year by Clinical Pharmacy Master Program Universitas Padjadjaran to provide a forum for clinicians, pharmacists, and other healthcare professionals to share best practice, encouraging networking and a more collaborative approach in patient care. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy is intended to feature quality research articles in clinical pharmacy to become scientific guide in fields related to clinical pharmacy. It is a peer-reviewed journal and publishes original research articles, review articles, case reports, commentaries, and brief research communications on all aspects of Clinical Pharmacy. It is also a media for publicizing meetings and news relating to advances in Clinical Pharmacy in the regions.
Arjuna Subject : -
Articles 484 Documents
Efek Penggunaan Antibiotik yang Rasional terhadap Perbaikan Klinis pada Pasien Anak Dirawat Inap dengan Pneumonia Mega Damayanti; Ery Olivianto; Ema P. Yunita
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol 11, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2022.11.2.129

Abstract

Pneumonia merupakan salah satu infeksi saluran pernapasan akut yang menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian pada anak-anak di Indonesia. Penggunaan antibiotik yang rasional harus menjadi perhatian karena berperan sangat penting dalam penatalaksanaan terapi pneumonia pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek penggunaan antibiotik yang rasional dan tidak rasional terhadap perbedaan perbaikan klinis pasien pneumonia anak yang dirawat inap di rumah sakit. Desain penelitian adalah observasional analitik retrospektif dengan metode potong lintang. Instrumen penelitian menggunakan rekam medis pasien pneumonia anak rawat inap selama periode Januari 2019 sampai dengan Desember 2020 di unit rekam medis RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 64 pasien (58,18%) yang menerima antibiotik secara rasional dan 46 pasien (41,82%) yang menerima antibiotik secara tidak rasional. Penggunaan antibiotik yang rasional memberi pengaruh signifikan terhadap perbaikan klinis pada hari kedua meliputi pendeknya lama rawat inap serta kembali normalnya suhu tubuh, laju pernapasan, denyut nadi, dan jumlah leukosit (p=0,001; p=0,001; p=0,001; p=0,001; p=0,024). Perbaikan klinis pada hari kelima ditunjukkan dengan kembali normalnya laju pernapasan dan jumlah leukosit (p=0,009; p=0,001). Simpulan dari penelitian ini adalah penggunaan antibiotik yang rasional mampu mempercepat tercapainya perbaikan kondisi klinis pada pasien pneumonia anak yang dirawat inap.   Kata kunci: Antibiotik, perbaikan klinis, pneumonia, rasionalitas Effects of Rational Use of Antibiotics on Clinical Improvement of Pediatric Inpatients with Pneumonia AbstractAmong acute respiratory infections, pneumonia is the second leading cause of children’s death in Indonesia. The rational use of antibiotics has become a concern, because they play a significant role in managing pneumonia therapy. Therefore, this study aims to analyze the effect of rational and irrational use of antibiotics on clinical improvement in pediatric inpatients with pneumonia. This retrospective-observational analytical study was conducted using a cross-sectional method. The study instruments were the medical records of pediatric inpatients with pneumonia from January 2019 to December 2020 at Dr. Saiful Anwar General Hospital Malang. The results showed that 64 (58.18%) and 46 (41.82%) patients received antibiotics rationally and irrationally, respectively. The rational usage had a significant effect on clinical improvement on the second day, including shorter length of hospitalization, restoration of normal body temperature, respiratory rate, pulse, and leukocyte count (p=0.001; p=0.001; p=0.001; p=0.001; p=0.024). Furthermore, on the fifth day, there was restoration of normal respiratory rate and leukocyte count (p=0.009; p=0.001). Based on the result, the rational use of antibiotics can accelerate clinical condition improvement in pediatric inpatients with pneumonia. Keywords: Antibiotics, clinical improvement, pneumonia, rational 
A Comparison of Potentially Inappropriate Medications Identification Using Beers and STOPP Criteria in Hospitalized Geriatric Patients in Jakarta Daniek Viviandhari; Nurhasnah Nurhasnah; Riska N. Sakinah; Desi Wulandari
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol 11, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2022.11.2.105

Abstract

Adverse Drug Events (ADE) are closely related to Potentially Inappropriate Medications (PIMs) among the elderly, and can cause an increase in morbidity, mortality, and medical cost. The tools often used to assess PIMs include Beers and Screening Tool of Older Persons’ Prescriptions (STOPP) Criteria. Therefore, this study aimed to compare the PIMs identification using Beers 2019 and STOPP version 2 2016 Criteria. A descriptive-analytical method was used, and data were collected retrospectively from the medical records of 340 patients at Pondok Kopi Islamic Hospital period in 2018. The results showed that among 324 patients who met the inclusion criteria with Beers 2019, PIMs were present in 136 (41.85%), with 181 cases. Most of them were on criteria 3, namely 46 (25.41%) and 33 (18.23%) cases of furosemide and spironolactone, respectively. Meanwhile, out of 308 patients who met the inclusion criteria with STOPP, PIMs were found in 14 (4.55%) with a total of 18 cases. The use of aspirin or clopidogrel was observed in 7 people (38.89%) with uncontrolled severe hypertension, while NSAID usage was found in 3 uncontrolled severe hypertension patients (16.67%). Furthermore, there were 3 cases of aldosterone antagonist or ARB usage, which was combined with other drugs that can increase potassium without proper monitoring of the serum level (16.67%). In Pondok Kopi Islamic Hospital, Beers 2019 criteria can describe PIMs data better than the STOPP version 2 2016 due to data availability. Clinician and pharmacist collaboration is also needed in formulating the critical supporting data.Keywords: Beers 2019, geriatrics, PIMs, STOPP version 2 2016 criteria Perbandingan Identifikasi Obat yang Berpotensi Tidak Tepat Menggunakan Kriteria Beers dan Kriteria STOPP pada Pasien Geriatri Rawat Inap di JakartaAbstrakReaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) berkaitan erat dengan Obat yang Berpotensi Tidak Tepat (PIMs) pada lanjut usia dan selanjutnya menyebabkan peningkatan morbiditas, mortalitas, dan biaya pengobatan. Instrumen yang sering digunakan untuk menilai PIMs pada pasien lanjut usia adalah kriteria Beers dan STOPP. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan identifikasi PIMs menggunakan kriteria Beers 2019 dan kriteria STOPP versi 2 2016 pada pasien geriatri rawat inap di Rumah Sakit Islam (RSI) Pondok Kopi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis. Data dikumpulkan secara retrospektif berdasarkan rekam medis RSI Pondok Kopi periode tahun 2018. Populasi data adalah 340 pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 324 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dengan kriteria Beers 2019, PIMs ditemukan pada 136 pasien (41,85%), dengan 181 kasus. Sebagian besar PIMs yang ditemukan berada pada kriteria 3, yaitu menggunakan furosemid sebanyak 46 kasus (25,41%) dan diikuti dengan penggunaan spironolakton sebanyak 33 kasus (18,23%). Sedangkan dari 308 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dengan kriteria STOPP versi 2 2016, PIMs ditemukan pada 14 pasien (4,55%), sebanyak 18 kasus. PIMs yang paling banyak ditemukan adalah penggunaan aspirin atau clopidogrel dalam 7 kasus (38,89%) pada pasien dengan hipertensi berat yang tidak terkontrol diikuti oleh penggunaan NSAID pada pasien hipertensi berat yang tidak terkontrol pada 3 kasus (16,67%) dan antagonis aldosteron atau penggunaan ARB bila dikombinasikan dengan obat yang dapat meningkatkan kalium tanpa pemantauan kadar kalium serum pada 3 kasus (16,67%). Di RSI Pondok Kopi, kriteria Beers 2019 menggambarkan data PIMs lebih baik dibandingkan kriteria STOPP versi 2 2016 mempertimbangkan ketersediaan data. Kolaborasi klinisi dan apoteker diperlukan dalam merumuskan data pendukung yang diperlukan dalam menilai PIMs.Kata kunci: Beers 2019, geriatri, PIMs, kriteria STOPP versi 2 2016
Influence of Therapy Compliance Using Medication Possession Ratio Method for Patients with Metabolic Syndrome Christianus H. Setiawan; Phebe Hendra; Dita M. Virginia; Lisa K. Sari
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol 11, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2022.11.2.145

Abstract

Metabolic syndrome is still a major problem in developing countries and it has an association with high blood pressure, blood glucose, and lipid profile abnormalities, which can cause cardiovascular disease. This indicates that it is important to provide adequate treatment, but patient compliance has effects on the outcome. Improving patients’ compliance to treatment can provide a better control of the condition. Therefore, this study aimed to determine the association between medication compliance and the therapeutic outcome of metabolic syndrome. This observational analytic study was conducted using a retrospective cohort design for one year of observation, namely April 2020-March 2021. The influence of patient compliance with therapy outcomes in terms of blood pressure, blood glucose, and lipid profile was assessed using the medication possession ratio method. This study was carried out by examining patients’ medical records from the Bethesda Lempuyangwangi Hospital as parameters for compliance, while the outcome parameters were assessed by experts. The data obtained were analyzed using Anova (homogeneous data) or Kruskal-Wallis (not homogeneous data) to determine the differences in the compliance based on patients’ characteristics. The relationship of adherence to therapeutic outcomes was analyzed using logistic bivariate. From 174 patients’ data that was observed, only 151 had a blood test. The average systolic blood pressure, total cholesterol, triglyceride, and HbA1c levels were above the standard threshold. The three levels of compliance had no significant relationship with blood pressure, HbA1c, and lipid profiles (p>0.05). The adjusted data for age and gender on adherence showed patients with low compliance, and they have a 2.08 times risk of having high triglyceride levels compared to others (p<0.05). The results indicated the patients’ low compliance to therapy, hence, health professionals must strengthen education to improve this condition.Keywords: Blood glucose, blood pressure, compliance, lipid profile, medication possession ratio  Pengaruh Ketaatan Terapi menggunakan Metode Medication Possession Ratio pada Penderita Sindrom Metabolik AbstrakSindrom metabolik masih menjadi masalah besar di negara berkembang. Sindrom metabolik berkorelasi dengan tekanan darah tinggi, peningkatan gula darah, dan kelainan profil lipid. Seiring waktu sindrom metabolik akan menyebabkan penyakit kardiovaskular. Terapi yang memadai merupakan hal penting, tetapi seringkali kepatuhan pasien akan memengaruhi hasil terapi. Peningkatan kepatuhan pasien terhadap pengobatan diduga dapat menghasilkan kondisi sindrom metabolik yang lebih baik, sehingga perlu ditentukan hubungan antara kepatuhan pengobatan dan hasil terapi sindrom metabolik. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain kohort retrospektif selama satu tahun (April 2020–Maret 2021). Kami menyelidiki kepatuhan terhadap hasil terapi pasien (tekanan darah, glukosa darah, dan profil lipid) menggunakan metode medication possession ratio. Penelitian dilakukan dengan mengambil rekam medis pasien di RS Bethesda Lempuyangwangi sebagai parameter kepatuhan pasien sedangkan hasil terapi dilihat dari pemeriksaan darah dan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh tenaga ahli. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Anova (data homogen) atau Kruskal-Wallis (data tidak homogen) untuk melihat perbedaan kepatuhan berdasarkan karakteristik pasien. Hubungan kepatuhan terhadap hasil terapi dianalisis menggunakan bivariat logistik. Sebanyak 174 data pasien dikumpulkan dan hanya 151 responden yang datang pada hari pengecekan darah. Rata-rata tekanan darah sistolik, kolesterol total, trigliserida, dan kadar HbA1c pasien berada di atas ambang standar. Tingkat kepatuhan yang terdiri dari 3 tingkatan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tekanan darah, HbA1c, dan profil lipid (p>0,05). Penyesuaian untuk data usia dan jenis kelamin pada tingkat kepatuhan pada statistik menyatakan pasien dengan kepatuhan rendah memiliki peluang 2,08 kali untuk memiliki kadar trigliserida tinggi dibandingkan pasien dengan kepatuhan tinggi (p<0,05). Hasil penelitan mengindikasikan rendahnya kepatuhan terapi pasien sehingga profesional kesehatan harus memperkuat edukasi untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan.Kata kunci: Glukosa darah, kepatuhan, medication possession ratio, profil lipid, tekanan darah
Obat Off-label pada Pasien Pediatri Rawat Jalan: Penelitian Observasi Retrospektif di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung Cheri F. A. Dera; Nurma Suri
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol 11, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2022.11.2.116

Abstract

Informasi pada pelabelan obat data khasiat dan keamanan pada populasi anak terbatas. Keterbatasan informasi mngakibatkan peresepan obat off-label banyak terdapat pada pasien pediatri. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran penggunaan obat off-label pada pasien pediatri. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif observasional dengan pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling dan pengumpulan data secara retrospektif pada Poli Anak RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung periode Januari–Juni 2019. Brosur obat, Pusat Informasi Obat Nasional (PIO Nas), British National Formulary for Children (BNF), dan Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) digunakan untuk identifikasi obat off-label. Anatomical Therapeutical Chemical (ATC) digunakan sebagai rujukan dalam penggolongan obat. Hasil penelitian memperlihatkan ada 120 sampel dengan persentase terbanyak adalah pasien laki-laki (56%) dan karakteristik usia terbanyak pada rentang 6–12 tahun (42%). Diagnosis terbanyak pada sampel penelitian adalah Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS) diikuti dengan epilepsi dan anemia. Ada 393 obat yang diresepkan dan pola peresepan terbanyak merupakan obat golongan analgesik-antipiretik. Hasil analisis memperlihatkan 19,6% obat diresepkan off-label. Off-label kategori usia adalah yang tertinggi, yaitu 16,29% dari total resep off-label yang ada diikuti off-label indikasi 2,81% dan off-label dosis 0,5%. Obat sistem kardiovaskular merupakan golongan obat yang banyak diresepkan secara off-label, diikuti dengan golongan obat sistem pernafasan dan pencernaan-metabolisme. Simpulan penelitian ini yaitu terdapat 19,6% penggunaan obat off-label untuk pasien pediatri dan off-label kategori usia adalah yang terbanyak. Obat sistem kardiovaskular adalah golongan obat yang banyak diresepkan off-label.Kata kunci: Obat off-label, pediatri, rawat jalan Off-label Medication Use in Pediatric Outpatients: A Retrospective Observational Study at Dr. H. Abdul Moeloek Hospital in LampungAbstractSeveral medications are prescribed for infants and children, but adequate information about these drugs are unavailable. Previous studies also revealed that the use of off-label drug is prevalent among pediatric outpatients. Therefore, this study aimed to determine the prevalence of off-label drug use in pediatric outpatients at Dr. H. Abdul Moeloek Lampung Hospital from January–June 2019. This observational descriptive was conducted using simple random and retrospective sampling methods. Drugs were identified using a brochure, British National Formulary for Children (BNF), and Specialist Health Science Formulary from the Indonesian Pediatrician Association (IDAI), followed by classification with the Anatomical Therapeutical Chemical (ATC). The results showed that there were 120 samples, of which 56% are males, while 42% are within the age range of 6–12 years. The most common diagnoses were SNRS, followed by epilepsy and anemia. A total of 393 drugs were used in this study and analgesic-antipyretic was the most prescribed. The prevalence of off-label drug usage in pediatric patients was 19.6%, where the off-label age was higher (16.29%) than indication (2,81%) and doses (0,5). Furthermore, most of these medications were for the cardiovascular, respiratory, digestive, and metabolic systems. There has been a 19,6% prevalence in the use of off-label drug among pediatric outpatients, where off-label age was the highest, and most of the medication are used for the treatment of the cardiovascular system. Keywords: Off-label drug, outpatients, pediatric
Korelasi Kadar Serum Vitamin D terhadap Derajat Keparahan Penyakit Infeksi Covid-19: Sebuah Literatur Review Devyani D. Wulansari; Indi R. Tsani; Rahmad A. Prasetya
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol 11, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2022.11.2.174

Abstract

Dalam beberapa tahun terakhir, penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus menjadi salah satu masalah terbesar bagi kesehatan global, termasuk infeksi coronavirus disease 2019 (Covid-19). Covid-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Paparan virus SARS-CoV-2 pada tubuh akan menimbulkan respon dari sistem imun dan akan berdampak pada reaksi inflamasi yang dapat merusak jaringan. Hiperinflamasi (cytokine storm) pada infeksi Covid-19 dapat menyebabkan risiko keparahan infeksi yang dapat berujung pada kematian. Salah satu cara untuk menurunkan risiko ini yakni dengan memberikan vitamin D sebagai imunomodulator. Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang efek imunomodulator yang dimiliki vitamin D dalam menanggulangi infeksi Covid-19. Literatur review ini dilakukan dengan pencarian literatur melalui beberapa basis data seperti PUBMED dan Science Direct dengan kata kunci “Covid-19”, “immunomodulator”, dan “vitamin D”. Dari 9 artikel yang didapatkan setelah melalui tahapan skrining, 5 artikel merupakan studi retrospektif atau observasional untuk melihat hubungan antara kadar serum vitamin D dan tingkat keparahan pasien dengan infeksi Covid-19, sedangkan 5 artikel lainnya merupakan uji klinis untuk melihat efek suplementasi vitamin D pada pasien Covid-19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi serum vitamin D yang tinggi berhubungan dengan rendahnya konsentrasi sitokin pro-inflamasi sehingga dapat mengurangi kejadian infeksi saluran pernapasan akut dan keparahan penyakit akibat infeksi virus Covid-19. Selain itu, vitamin D, khususnya vitamin D3 berpotensi sebagai imunomodulator pada infeksi virus Covid-19 dengan menurunkan sitokin pro-inflamasi sehingga menurunkan risiko keparahan infeksi.Kata kunci: Covid-19, imunomodulator, SARS CoV-2, vitamin D Correlation between Serum Level of Vitamin D and Covid-19 Infection Severity: A Literature ReviewAbstractIn recent years, infectious diseases caused by viruses have become one of the biggest global health problems, including coronavirus disease 2019 (Covid-19) infection. Covid-19 is caused by severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2), which can induce immune responses and inflammatory reactions, thereby leading to the damage of tissues. Hyperinflammation due to cytokine storm in infected patients increases the risk of severe infection and death. Vitamin D can also reduce the severity of infections because it acts as an immunomodulator. Therefore, this study aimed to determine the immunomodulatory effect of vitamin D on Covid-19 infections. A total of nine articles were collected using literature searching on several databases, such as PUBMED and Science Direct with the keywords of “Covid-19”, “immunomodulator”, and “vitamin D”. Five of them were observational or retrospective studies, which determined the correlation between serum concentration of vitamin D and Covid-19 infection severity. Meanwhile, another four articles were random clinical trials testing the effect of the drugs’s supplementation on infected people. The results showed that high levels of serum vitamin D can cause low concentrations of pro-inflammatory cytokines, which reduces the incidence of acute respiratory infections and the severity of the viral infection. Furthermore, vitamin D, specifically D3, has the potential to act as an immunomodulator in Covid-19 by reducing pro-inflammatory cytokines, thereby reducing the risk of severity.Keywords: Covid-19, immunomodulator, SARS CoV-2, vitamin D
Precautionary Measures, Attitude, and Productive Activities of Students in West Java Province, Indonesia, during Covid-19 Pandemic Rimadani Pratiwi; Intan T. Maisyarah; Nyi M. Saptarini
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol 11, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2022.11.2.155

Abstract

The Covid-19 pandemic has been ongoing for approximately one year, hence, several activities must be carried out remotely from home. Studying from home for every level of education has its challenges, specifically for university students in terms of maintaining productive activity. Therefore, this study aimed to determine the impact of a one-year pandemic on the precautionary measures, attitudes, and productive activities of students in Indonesia. A descriptive cross-sectional approach was used, and an online questionnaire was distributed between 11–15 January 2021 to 628 undergraduates in West Java Province. The result showed that students still adhere to health protocols by wearing a face mask (93.8%), washing hands (74.7%), and social distancing (64.5%), but they were feeling bored (60.2%) with the online activities carried out at home. A total of 81.4% hope the activity and online class can change to face-to-face to keep social interaction with other people. In productivity, more than 40% can find new hobbies and carry out positive activities while staying at home. They were also feeling more grateful during the pandemic. Based on the results, students are still aware of health protocols and regulations of the government as precautionary measures for the spread of Covid-19. Despite the boredom, they can still stay productive by engaging in positive activities at home.Keywords: Attitude, Covid-19, online activity, precautionary measures, productivity Tindakan Pencegahan, Sikap, dan Aktivitas Produktif Mahasiswa di Provinsi Jawa Barat, Indonesia, selama Pandemi Covid-19AbstrakPandemi Covid-19 sudah berlangsung kurang lebih satu tahun, dan selama waktu tersebut, banyak kegiatan yang harus dilakukan dari rumah. Bagi pelajar di setiap jenjang pendidikan, termasuk mahasiswa, pembelajaran secara daring memiliki tantangan tersendiri khususnya dalam menjaga aktivitas produktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pandemi Covid-19 terhadap tindakan pencegahan, sikap, dan aktivitas produktif mahasiswa di Indonesia selama satu tahun pandemi dengan metode studi potong lintang deskriptif. Kuesioner online disebarkan pada tanggal 11–15 Januari 2021 kepada mahasiswa di Indonesia khususnya provinsi Jawa Barat, dan sebanyak 628 mahasiswa sarjana berpartisipasi sebagai responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa masih mematuhi protokol kesehatan dengan menggunakan masker (93,8%), mencuci tangan (74,7%), dan menjaga jarak (64,5%). Namun mereka merasa jenuh (60,2%) dengan aktivitas yang selalu dilakukan di rumah secara daring. Sekitar 81,4% responden berharap kegiatan dan kelas daring dapat berubah menjadi tatap muka untuk menjaga interaksi sosial dengan orang lain. Dalam aspek produktivitas, lebih dari 40% mahasiswa dapat menemukan hobi baru dan melakukan banyak kegiatan positif selama di rumah dan merasa lebih bersyukur di masa pandemi ini. Sebagai simpulan, para pelajar di Indonesia masih sadar akan protokol kesehatan dan menerapkan peraturan pemerintah tentang tindakan pencegahan penyebaran Covid-19. Meski aspek sikap mereka menunjukkan rasa jenuh, mereka dapat tetap produktif dengan melakukan kegiatan positif di rumah.Kata kunci: Aktivitas daring, Covid-19, produktivitas, sikap, tindakan pencegahan
Khasiat dan Keamanan Kapsul Ekstrak Daun Salam, Sambiloto, Kayu Manis dan Temulawak sebagai Jamu Antihiperglikemia: Studi Klinis dengan Desain Paralel, Random, dan Tersamar Tunggal Ulfa Fitriani; Agus Triyono; Zuraida Zulkarnain; Danang Ardiyanto; Fajar Novianto; Ulfatun Nisa; Peristiwan R. W. Astana; Tyas F. Dewi
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2022.11.3.187

Abstract

Penyakit diabetes merupakan penyakit non-infeksi yang menjadi perhatian dunia. Penggunaan tanaman obat sebagai terapi diabetes banyak dijumpai. Penelitian sebelumnya terhadap rebusan ramuan jamu antihiperglikemia yang mengandung daun salam, sambiloto, kayu manis dan temulawak terbukti efektif menurunkan kadar gula darah puasa (GDP). Sediaan jamu dalam bentuk kapsul ekstrak diketahui lebih stabil dibanding rebusan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesetaraan kemanfaatan dan keamanan antara kapsul ekstrak jamu antihiperglikemia dengan obat standar metformin dosis tunggal. Metode penelitian ini adalah studi klinik dengan desain paralel, random, dan tersamar tunggal terhadap 60 subjek di Rumah Riset Jamu (RRJ) Hortus Medicus yang telah memenuhi kriteria inklusi dan esklusi pada bulan September hingga November 2019. Intervensi penelitian dilakukan selama 28 hari pada pasien yang menerima kapsul ekstrak (n=30) dan metformin (n=30). Parameter keberhasilan yaitu apabila terjadi penurunan kadar GDP pada pasien serta kadar fungsi hati (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase/SGOT dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase/SGPT) dan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) tetap berada pada rentang nilai normal. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar GDP pada kelompok kapsul ekstrak meningkat dari 165,53+33,28 menjadi 168,17+56,47 dan pada kelompok metformin rata-rata kadar gula darah puasa meningkat dari 161,07+33,00 menjadi 165,20+65,67. Sementara itu, kadar SGOT (17,40+5,35), SGPT (27,10+11,83), ureum (29,57+6,77), dan kreatinin (0,99+0,27) setelah intervensi masih dalam rentang normal. Simpulan dari penelitian ini adalah kaspul ekstrak jamu antihiperglikemia tergolong aman, namun tidak dapat menurunkan GDP. Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara kelompok kapsul ekstrak dengan metformin.Kata kunci: Kapsul ekstrak jamu antihiperglikemia, keamanan, khasiat Efficacy and Safety of Extract Capsul of Daun Salam, Sambiloto, Kayu Manis and Temulawak as Antihyperglycemic Herbs: A Randomized, Parallel and Single Mask Design Clinical StudyAbstractDiabetes mellitus is one of the non infectious disease concerns over the world. Numerous medicinal plants have been used for diabetes. Clinical study of decoction of antihyperglycemic herbs containing daun salam, sambiloto, kayu manis and temulawak has been proven to be effective in reducing fasting blood glucose. Herbal capsule is considered more stable than decoctions. This study aimed to assess the equal efficacy and safety of extract capsule of antihyperglicemia herbs and single dose metformin. We performed clinical study with paralel and single mask design among 60 included patients in Rumah Riset Jamu (RRJ) Hortus Medicus between September and November 2019. Subjects received extract capsul (n=30) versus metformin (n=30) for 28 days. The outcome measure was decrease in fasting blood glucose and the value of liver function (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) and Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)) and also renal function (ureum and creatinine) at normal range. The results indicated increased fasting blood glucose with the mean values in exctract capsules group from  165,53+33,28 to 168,17+56,47 and metformin group from 161,07+33,00 to 165,20+65,67. Meanwhile, after 28 days intervention, the values of SGOT (17,40+5,35), SGPT (27,10+11,83), ureum (29,57+6,77) dan creatinine (0,99+0,27) showed in the normal range. This study concluded that exctract capsul of antihyperglycemic herbs was safe but did not decrease fasting blood glucose value. No statistical difference was observed between the groups.Keywords: Efficacy, extract capsul of antihyperglycemic herbs, safety
Bakteri Utama Penyebab Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan Mutiara Apriliansyah; Ade Zuhrotun; Dwie Astrini
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2022.11.3.239

Abstract

Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan (KP) merupakan kejadian saat dua orang atau lebih menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama setelah mengonsumsi pangan yang terbukti sebagai sumber keracunan berdasarkan epidemiologinya. KLB KP mengakibatkan angka kesakitan yaitu 46,62% dengan gejala berupa mual, muntah, diare, sakit perut, demam, gatal-gatal, gangguan pernapasan, dan gangguan penglihatan. Angka kematian yang dilaporkan akibat KLB KP yaitu 0,18%. Kasus KLB KP sulit dicegah dikarenakan adanya perbedaan karakteristik dari setiap agen mikroba, sehingga diperlukan antisipasi maupun upaya penanggulangan yang spesifik agar angka kesakitan dan kematian KLB KP dapat diturunkan. Upaya yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan pengetahuan terkait bakteri-bakteri utama penyebab KLB KP berdasarkan data epidemiologi yang tepat dan lengkap, sehingga masyarakat dapat menjadi lebih peka dalam mengolah, memilih, dan mengonsumsi pangan yang aman. Tujuan penulisan artikel review ini adalah untuk mengetahui informasi mengenai bakteri penyebab KLB KP dan cara penanggulangannya sehingga dapat mencegah terjadinya kembali kasus KLB KP. Metode yang dilakukan adalah penelusuran pustaka menggunakan basis data elektronik seperti Google Scholar, ScienceDirect, dan PubMed dengan kata kunci kunci “KLB Keracunan Pangan”, “Bakteri Utama Penyebab KLB KP”, “Epidemiologi KLB KP”, “Cemaran mikroba”, dan kata kunci lainnya terkait mikroba, jenis bakteri cemaran, gejala keracunan, serta penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan penanganannya. Diperoleh 50 artikel yang memenuhi kriteria dan didapatkan beberapa bakteri utama yang mengakibatkan terjadinya KLB KP terutama di Indonesia pada tahun 2020 yaitu Staphylococcus aureus (30%); Bacillus cereus (26,67%); Salmonella spp. (16,67%); Escherichia coli (16,67%); dan Clostridium spp. (6,67%). Kasus KLB KP membutuhkan penanganan khusus, sehingga diperlukan adanya pelaporan kasus kepada bagian yang berwenang serta sanitasi dan kebersihan juga perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya KLB KP.
Analisis Efektivitas Biaya Escitalopram dan Fluoksetin Dibandingkan dengan Sertralin untuk Gangguan Depresi Mayor di Salah Satu Klinik di Kota Bandung Sani A. R. Lestari; Irma M. Puspitasari; Neily Zakiyah; Elvine Gunawan
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2022.11.3.256

Abstract

Gangguan depresi mayor menjadi kontributor utama beban penyakit global yang memengaruhi jutaan masyarakat dari segala usia di seluruh dunia. Di berbagai negara, escitalopram dinilai lebih efektif secara biaya dibandingkan dengan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) lain yang menjadi terapi lini pertama. Di Indonesia, escitalopram tidak termasuk dalam Formularium Nasional (Fornas). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas biaya dari escitalopram dan fluoksetin dibandingkan dengan sertralin, SSRI yang masuk ke dalam Fornas, dalam pengobatan gangguan depresi mayor di salah satu klinik di Kota Bandung. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dari rekam medis pasien di salah satu klinik di Kota Bandung pada periode 2020–2021. Total biaya meliputi komponen biaya langsung berdasarkan healthcare perspective (klinik) yakni biaya jasa dokter, biaya administrasi, dan biaya obat. Efektivitas dihitung berdasarkan per penurunan 1 skor Hamilton Depression Rating Scale (HDRS). Hasil menunjukkan nilai Incremental Cost-effectiveness Ratio (ICER) antara sertralin dengan escitalopram dan sertralin dengan fluoksetin berturut-turut Rp772.076,00 dan (Rp467.326,00) per penurunan 1 skor HDRS. Hasil uji sensitivitas pada nilai ICER antara sertralin dengan escitalopram menunjukkan penurunan skor HDRS dan biaya antidepresan memiliki rentang yang paling panjang. Penurunan skor HDRS dan biaya jasa dokter memiliki rentang terpanjang pada nilai ICER antara sertralin dengan fluoksetin. Escitalopram memiliki efektivitas dan biaya yang lebih tinggi daripada sertralin, sedangkan sertralin lebih cost-saving dibanding fluoksetin. Efektivitas terapi antidepresan merupakan faktor yang memengaruhi dan memiliki peran penting dalam penentuan nilai ICER.Kata kunci: Antidepresan, cost-effective analysis, escitalopram, fluoksetin, gangguan depresi mayor, sertralin Cost-effectiveness Analysis of Escitalopram and Fluoxetine Compared with Sertraline for Major Depressive Disorder in One of Clinics in BandungAbstractMajor depressive disorder is a substantial contributor to the global burden of disease affecting millions of people of all ages around the world. In many countries, escitalopram is more cost-effective than other selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) as first-line therapy. Escitalopram has never listed in the National Formulary (Fornas). This study aims to analyze the cost-effectiveness of escitalopram and fluoxetine compared to sertraline, SSRI included in Fornas for treating major depressive disorder at a clinic in Bandung. Data collection was conducted retrospectively from patients’ medical records from a clinic in Bandung City, Indonesia, in the 2020–2021 period. The total medical cost was reviewed from a healthcare perspective (doctor fees, administration fees, and drug costs), while its effectiveness was calculated based on decreased of Hamilton Depression Rating Scale (HDRS). The value of the Incremental Cost-effectiveness Ratio (ICER) between sertraline and escitalopram and between sertraline and fluoxetine, respectively, Rp772,076.00 dan (Rp467,326.00)  per 1 decrease in the HDRS score. The sensitivity analysis of the ICER value between sertraline and escitalopram showed a reduction in the HDRS score and the cost of antidepressants had the longest range. The decrease in HDRS scores and doctor’s fees had the longest range in ICER scores between sertraline and fluoxetine. In summary, escitalopram has higher effectiveness and cost than sertraline, while sertraline is more cost-saving than fluoxetine. The effectiveness of antidepressant therapy was the most influential factor in determining the ICER value. Keywords: Antidepressants, cost-effective analysis, escitalopram, fluoxetine, major depressive disorder, sertraline
Penggunaan Bronkodilator Tunggal atau Bersama Kortikosteroid dapat Memperbaiki Parameter Sesak, w/h, dan r/h pada Pasien Rawat Inap dengan PPOK Eksaserbasi Akut di RS.X di Jember Tahun 2018 Fifteen Aprila Fajrin; Ika Puspita Dewi; Lelyta - Septiandini; Ajeng Merdeka Putri
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2022.11.3.198

Abstract

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama kematian ke-empat di dunia yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang bersifat progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi kronis pada saluran napas dan atau paru-paru akibat adanya partikel atau gas yang berbahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien, pola pengobatan serta efek penggunaan bronkodilator dengan atau tanpa kortikosteroid terhadap perubahan nilai sesak, ronki (r/h), wheezing (w/h) dan SaO2 pasien rawat inap dengan PPOK eksaserbasi akut di RS.X di Jember. Penelitian ini bersifat deskriptif non eksperimental dengan pengumpulan data secara retrospektif dari data rekam medik elektronik pasien selama tahun 2018 dan pengambilan sampel menggunakan total sampling dengan jumlah pasien sebanyak 105 pasien. Analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis statistik berupa uji T berpasangan dan uji Wilcoxon dengan derajat kepercayaan sebesar 95%. Pasien PPOK eksaserbasi akut didominasi oleh laki-laki (64,8%), berdasarkan usia yang tertinggi adalah kelompok umur 45-64 tahun (50,5%), status pendidikan terbanyak pada kelompok tamat SD/sederajat (64,8%), dan berdasarkan pekerjaan pasien didominasi oleh petani (32,4%). Bronkodilator yang paling banyak digunakan adalah aminofilin (87,6%) dan kortikosteroid yang paling banyak digunakan yaitu metil prednisolone (63,8%). Hasil analisis berdasarkan parameter sesak, r/h dan w/h pada pasien yang menggunakan bronkodilator dengan atau tanpa kortikosteroid menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara sebelum dan sesudah pengobatan (p<0,05). Parameter SaO2 menunjukkan hasil tidak ada perbedaan bermakna antara sebelum dan sesudah pengobatan bronkodilator dan ada perbedaan yang bermakna setelah pengobatan kortikosteroid. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan bronkodilator dengan atau tanpa kortikosteroid dapat memperbaiki parameter sesak, r/h, dan w/h sesudah pengobatan. Kata kunci: bronkodilator, kortikosteroid, PPOK eksaserbasi akut, ronki, sesak, wheezing The Use of a Bronchodilator Alone or Combination with Corticosteroids Can Improve Shortness of Breath, w/h, and r/h Parameters in Patients with Acute Abstract Exacerbations of COPD at RS.X Jember in 2018 Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is the fourth leading cause of death in the world, characterized by progressive airflow obstruction and is associated with a chronic inflammatory response to the airways and or lungs due to the presence of harmful particles or gases. The purpose of this study was to determine the characteristics of the patient, treatment patterns, and the effect of using bronchodilators with or without corticosteroid on changes in the value of spasms, rhonchi (r/h), wheezing (w/h), and SaO2 of inpatients with acute exacerbation of COPD in RS.X in Jember. This research was descriptive and non-experimental with retrospective data collection from the patient’s electronic medical records during 2018 and using a total sampling of 105 patients. The data analysis used descriptive analysis and statistical analysis with paired T-test and Wilcoxon test with a confidence degree of 95%. Acute exacerbation of COPD patients was dominated by males (64.8%), based on the highest age in the age group of 45-64 years old (50.5%), the most education status in the group graduated from elementary school/equivalent (64.8%), and based on the patient’s job is dominated by farmers (32.4%). The most widely used bronchodilator is aminophylline (87.6%) and the most widely used corticosteroid is methylprednisolone (63.8%). The results of the analysis based on the parameters of spasms, r/h, and w/h in patients using bronchodilators with or without corticosteroids showed a significant difference before and after treatment (p<0,05). However, based on the SaO2 parameter, there was no significant difference between before and after bronchodilator treatment and there were differences that play a role after corticosteroid treatment. The use of bronchodilators with or without corticosteroids could improve the parameters of spasms, r/h, and w/h after treatment. Keywords: acute COPD exacerbation, a bronchodilator, corticosteroid, rhonchi, wheezing