cover
Contact Name
Siti Nurul Fatimah
Contact Email
nurul.tarimana@gmail.com
Phone
+6282193269384
Journal Mail Official
alqadau@uin-alauddin.ac.id
Editorial Address
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Hukum Keluarga Islam
Location
Kab. gowa,
Sulawesi selatan
INDONESIA
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam
The subject of Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga covers textual and fieldwork with various perspectives of Islamic Family Law, Islam and gender discourse, and legal drafting of Islamic civil law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 1 No 1 (2014): al-qadau" : 9 Documents clear
PIJAKAN HUKUM FORMIL PERADILAN AGAMA YANG BERLANDASKAN KAIDAH-KAIDAH FIQHIYAH Jamal Jamil
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 1 (2014): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i1.631

Abstract

To uphold substantive law or procedural law required often called formal law. The procedural law is a provision for setting out how the law (substantive) that materialized or can be applied / implemented to meet the subject deeds. Without judicial procedure there is no substantive legal benefits. To enforce the provisions of criminal law required criminal procedural law, for civil law the existing civil procedural law. The procedural law should be controlled by legal practitioners, police, prosecutors, lawyers and judges. Supremacy of law should start from law enforcement itself. The most important it is to begin from the most high-officials of the supreme court ([MA]) should really implement it strictly legal material. will come to pass new laws that actually among subordinates is necessary to know the rules or Qaeda in proceedings in court, the main event of religious courts.
HUKUM ISLAM DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL fatimah fatimah
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 1 (2014): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i1.627

Abstract

Perkembangan dunia yang semakin maju disertai dengan era globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat telah membawa pengaruh yang besar, termasuk persoalan-persoalan hukum.  Masyarakat Islam sebagai suatu bagian yang tidak terpisahkan dari dunia, tidak dapat melepaskan diri dari persoalan-persoalan yang menyangkut kedudukan hukum suatu persoalan tersebut. Peristiwa baru memerlukan keputusan hukum melalui ijtihad. Pada posisi ini ijtihad merupakan inner dynamic bagi lahirnya perubahan untuk mengawal cita-cita universalitas Islam sebagai sistem ajaran yang shalihun li kulli zaman wal makan. Tak disangkal bahwa sumber-sumber hukum normatif-tekstual sangatlah terbatas jumlahnya, sementara kasus-kasus baru tidak terbatas. Karenanya, semangat untuk melakukan ijtihad terhadap kasus-kasus hukum baru perlu terus disemangati. Dengan demikian, Ijtihad merupakan satu-satunya jalan untuk mendinamisir ajaran Islam sesuai dengan tuntutan perubahan zaman dengan berbagai kompleksitas persoalannya yang memasuki seluruh dimensi kehidupan manusia.
PENYERANGAN PENGIKUT AHMADIYAH DALAM PERSPEKTIF HAM Halim Talli
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 1 (2014): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i1.632

Abstract

Menurut Ahmadiyah, tidak boleh membeda-bedakan antara nabi yang satu dengan yang lainnya, sebagaimana yang diajarkan oleh al-Qur'an dan yang dipesankan Nabi Muhammad saw. untuk mengikuti al-Mahdi yang dijanjikan. Demikian pula pemahamannya mengenai wahyu,  menurut Ahmadiyah, wahyu Tuhan tidak terputus sesudah Rasulullah Muhammad saw. wafat. Wahyu yang terhenti hanyalah wahyu tasyri’ atau wahyu syari’at, bukan wahyu mutlak. Wahyu mutlak ini tidak dikhususkan untuk para nabi saja, akan tetapi diberikan juga kepada selain mereka. Paham dan keyakinan kaum Ahmadiyah tersebut sangat berbeda dengan apa yang diyakini oleh umat Islam pada umumnya. Ajaran Ahmadiyah tersebut menyalahi dalil-dalil kuat dan jelas yang menyatakan tidak adanya lagi nabi yang diutus Allah SWT. sesudah Nabi Muhammad saw. Perbuatan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap Jemaah Ahmadiyah, berupa  pengusiran, pengrusakan  atribut dan gapura dan penganiayaan melalui lemparan batu dan kayu, telah mengancam keselamatan harta dan jiwa Jemaah Ahmadiyah yang mengakibatkan hilangnya perasaan aman dan bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia. Perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangan-undang yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas suci, amar makruf nahi munkar, ulama memberikan peringatan khusus kepada yang menunaikannya agar lebih berhati-hati dan menurut cara yang dicontohkan Rasululah. Menunaikan tugas ini tidak boleh tergesa-gesa, apalagi serampangan, sebab dikhawatirkan akan menimbulkan mudarat yang lebih besar. Menjalankan amar makruf dan nahi munkar hendaknya memperhatikan strategi yang tepat dan melalui cara-cara yang telah di tetapkan
MENIMBUN BARANG (IHTIKAR) PERSPEKTIF HADIS andi intan cahyani
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 1 (2014): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i1.628

Abstract

Penelitian hadis tentang ihtikar  dan terkhusus lagi pada hadis yang berkaitan dengan keharaman ihtikar yang menjadi obyek penelitian dalam makalah ini adalah berkualitas Hadis shahih, baik dilihat dari sanad maupun kualitas matannya. Oleh karena itu, hadis tersebut dapat dijadikan landasan hukum dalam penetapan hukum Islam. Hadis menyatakan larangan melakukan perbuatan ihtikar dengan ungkapan “la yahtakiru illa khathi’un”, mengenai hadis tersebut jumhur Ulama sepakat mengenai keharaman ihtikar . Namun demikian,  mereka berbeda pendapat  mengenai cara yang digunakan  dalam menetapkan keharaman ihtikar.  Oleh karena tindakan ihtikar dapat menimbulkan instabilitas dalam masyarakat, maka pelaku ihtikar sangat tepat bila diberi sanksi pidana yang berat dan sesuai dengan perbuatannya.
KONTEKSTUALISASI TEOLOGI KEADILAN DALAM HUKUM KISAS Hamzah Hasan
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 1 (2014): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i1.633

Abstract

Salah satu tujuan disyariatkan hukum Islam adalah untuk mewujudkan dan memelihara  agama, jiwa, akal, kehormatan dan keturunan serta harta. Sebaliknya segala tindakan yang bisa mengancam keselamatan salah satu dari lima tujuan pokok disyari’atkannya hukum tersebut dianggap sebagai perbuatan jahat yang dilarang. Oleh sebab itu kejahatan pembunuhan dan penganiayaan merupakan kejahatan yang diancam dengan hukuman kisas. Kisas ialah mengambil pembalasan yang sama. Kisas itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat pemaafan (pengampunan) dari ahli waris yang terbunuh, dan diganti dengan sanksi diyat (membayar ganti rugi) yang wajar.   Pembayaran diyat hendaknya dilakukan dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik pula, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diyat. Maka terhadapnya di dunia diambil kisas dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih. Jadi mengorbankan satu anggota tubuh untuk menyelamatkan jiwa adalah sesuatu yang tidak bertentangan dengan akal, dan juga berimplikasi pada penyelamatan harta masyarakat secara lebih luas. Tentu saja hukuman seperti itu hanya berlaku bagi negara-negara yang melaksanakan hukum Islam secara utuh, tetapi bagi bangsa Indonesia hukuman potong tangan masih menjadi persoalan bagi masyarakat kebanyakan.
WATAK DASAR HUKUM ISLAM Hadi Mapuna
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 1 (2014): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i1.629

Abstract

Pemahaman seseorang terhadap hukum Islam, apalagi seorang orientalis, tentu tidak terlepas dari latar belakang dan pemahamannya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan hukum  Islam itu sendiri. Joseph Schacht, misalnya, mengintrodusir pemahamannya mengenai sejarah dan                                                     garis-garis besar sistem hukum Islam melalui bukunya yang sangat terkenal An Introduction to Islamic Law (Pengantar Hukum Islam). Sementara itu ia sendiri tidak mengakui hadis sebagai salah satu sumber hukum Islam.Tulisan ini merupakan respon atau tanggapan penulis terhadap salah satu bagian dari tulisan Joseph Schacht dalam  buku, yakni bagian kedua pembahasan nomor 26. Bagian ini  diberi judul "The Nature of Islamic Law".
REMISI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Rahmatiah Rahmatiah
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 1 (2014): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i1.645

Abstract

Hukum pidana merupakan sarana yang penting dalam penanggulangan kejahatan atau mungkin sebagai obat dalam memberantas kejahatan yang meresahkan dan merugikan masyarakat pada umumnya dan korban pada khususnya dan Tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan berdasarkan kemauan.Pencipta manusia sehinggaterwujud ketertiban dan ketentraman masyarakat.Hukum pidana Islam juga mengenal dengan adanya gugurnya hukuman karena sebab tertentu, sedangkan hukum Nasional kita, Presiden melalui Menteri Hukum dan HAM setiap tahun ketika hari-hari besar kenegaraan dan hari besar agama memberikan suatu pengurangan masa tahanan atau yang sering disebut dengan Remisi.
OPTIMALISASI PERAN FATWA ULAMA SEBAGAI PRODUK PEMIKIRAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA Supardin Supardin
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 1 (2014): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i1.634

Abstract

Hukum Islam sebagai bagian dari hukum nasional di Indonesia telah memiliki empat produk pikiran hukum sebagai bagaian dari hukum Islam, yaitu produk pemikiran fikih, produk pemikiran fatwa ulama, produk pemikiran yurisprudensi, dan produk pemikiran undang-undang. Produk pemikiran fatwa ulama inilah yang menjadi kajian dari optimalisasi peran fatwa ulama pada hukum Islam di Indonesia. Dalam ilmu usul fikih, fatwa merupakan sebuah pendapat  yang dikemukakan oleh seseorang mujtahid atau fakih (mufti) sebagai jawaban yang diajukan oleh peminta fatwa (al-mustafti) dalam suatu kasus yang sifatnya tidak  mengikat atau memaksa. Sifatnya tidak mengikat/memaksa karena fatwa ulama tidak masuk dalam hirarki perundang-undangan. Oleh karena itu, fatwa ulama seyogyanya dimasukan sebagai sebuah produk hukum Islam yang sifatnya mengikat pada kasus-kasus yang sifatnya universal, seperti penentuan dan penyatuan dalam melaksanakan hari raya lebaran sebagaimana yang diterapkan pada negara tetangga (Malaysia).
PERKAWINAN MUT'AH: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM NASIONAL Muhammad Saleh Ridwan
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 1 (2014): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i1.630

Abstract

Alquran menjelaskan bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Allah berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan dan manusia (laki-laki) secara naluriah di samping mempunyai keinginan terhadap anak keturunan, harta kekayaan dan juga sangat menyukai lawan jenisnya perempuan), demikian pula sebaliknya. Untuk memberikan jalan terbaik bagi terjadinya “perhubungan” manusia dengan lain jenisnya itu, Islam menetapkan jalan atau suatu ketentuan yaitu perkawinan. Perkawinan yang baik adalah memelihara hakekat dan tujuan perkawinan. Telah dikenal ada banyak jenis perkawinan, salah satunya adalah kawin mut’ah. Bagaimana kawin mut’ah ini menurut Hukum Islam dan Hukum Nasional?. Nikah mut’ah ini merupakan salah satu pernikahan yang kontroversial. Uniknya, nikah mut’ah ini bahkan dilanggengkan dan dilestarikan oleh segolongan dengan mengatasnamakan agama. Nikah mut’ah di Indonesia dikenal juga dengan istilah kawin kontrak, secara kuantitatif sulit untuk didata, karena perkawinan kontrak itu dilaksanakan selain tidak dilaporkan, secara yuridis formal memang tidak diatur dalam peraturan apapun. 

Page 1 of 1 | Total Record : 9