cover
Contact Name
Aqil Luthfan
Contact Email
walisongo@walisongo.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
aqilluthfan@walisongo.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
ISSN : 08527172     EISSN : 2461064X     DOI : -
Core Subject : Humanities, Social,
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan is an international social religious research journal, focuses on social sciences, religious studies, and local wisdom. It is intended to communicate original research and current issues on the subject. The subject covers literary and field studies with various perspectives i.e. philosophy, culture, history, education, law, art, theology, sufism, ecology and much more.
Arjuna Subject : -
Articles 21 Documents
Search results for , issue "Vol 25, No 1 (2017)" : 21 Documents clear
Is Islam Compatible With Democracy? Islamist Movement’s Trajectory on Democratization in Indonesia Ahyar, Muzayyin
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 25, No 1 (2017)
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.25.1.1335

Abstract

The democratization process in Indonesia is in line with the emergence several Islamic mass organizations which accept or rejected the concept of democracy. Since the pre-independence era, Indonesia has been facing some Islamist groups that opposed to state’s ideology of democracy. This article presents the discussion among scholars about the compatibility between Islamic norms and democratic values, and in what position Indonesia is. The dealing question with the discussion is; does the proliferation of radical Islamist movement signify the incompatibility of Islam and democracy? By using sociological and historical approach, this paper analyzes in order to what extent the values of democracy and Islamism adapt in the frame of a democratic country. The analysis of this research results that the existing radical Islamist movement is not a failure of Indonesia’s effort to harmonize Islam with democracy. Thus, neither the presence of pro-democracy Islamic mass organizations nor the radical Islamist movement cannot be used as the final argument to answer whether Islam compatible with democracy or not. The results of this study reveal that democratization in Indonesia has been accompanied by the proliferation of Islamist movements. The proliferation of Islamist movements nowadays precisely indicates that democracy in Indonesia has a special experience regarding new formula of peacefully religion-state relations.Proses demokratisasi di Indonesia berjalan seiring lahirnya berbagai organisasi masyarakat Islam yang mendukung maupun menolak demokrasi. Sejak era pra-kemerdekaan hingga era reformasi, Indonesia terus dihadapkan dengan fenomena gerakan Isalmisme yang bersebrangan dengan ideologi Negara. Artikel ini menghadirkan diskusi yang selama ini masih banyak didiskusikan mengenai kesesuaian Islam dan demokrasi, dan di mana posisi Indonesia dalam hal kesesuaian dan ketidaksesuaian Islam dan demokrasi tersebut. Pertanyaan kunci dari artikel ini apakah proliferasi gerakan Islamis radikal menandakan ketidaksesuaian Islam dan demokrasi? Dengan menggunakan pendekatan sosiologi dan historis, artikel ini menganalisis sejauh mana nilai-nilai demokrasi dan Islamisme beradaptasi dalam bingkai Negara yang demokratis. Hasil analisis dari kajian ini menemukan bahwa eksistensi gerakan Islamis radikal bukan sebuah pertanda akan kegagalan usaha keras Indonesia dalam mengharmonisasikan Islam dan demokrasi. Sehingga, kehadiran ormas Islam, baik pendukung maupun penolak demokrasi, keduanya tidak dapat dijadikan jawaban final bahwa Islam sesuai atau tidak dengan demokrasi. Hasil dari kajian ini menekankan bahwa demokratisasi di Indonesia selalu diwarnai dengan proliferasi gerakan Islamis. Proliferasi gerakan Islamis akhir-akhir ini justru membuktikan bahwa demokrasi di Indonesia memiliki pengalaman khusus terkait formula hubungan agama-negara dalam masyarakat yang demokratis.
Sharia, Two Sides of the Same Coin: The Contradictions between Sharia and Adat (Case Studies of Minangkabau’s Matrilineal and Land Tenure System) Wanto, Adri
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 25, No 1 (2017)
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.25.1.1833

Abstract

Since the implementation of regional autonomy laws in Indonesia, large numbers of sharia-inspired laws have been implemented in the West Sumatera Province. Furthermore, some Minangkabau people, the ethnic group indigenous to the province, have insisted in the abolishment of the matrilineal and land tenure system, which they believe is not in accordance with sharia. For hundreds of years, the Minangkabau ethnic have been famous for being one of the world’s largest matrilineal societies, and the inheritance of land and property ownership is handed down according to the matrilineal principle over generations. As a result, conflicts arise within indigenous communities (internal conflict-horizontal) since its proponents and opponents are equally strong in the society. The most interesting aspect to be analyzed is the fact that the disputing groups use sharia to legitimise their points of view. Some argue that the matrilineal and land tenure system is in accordance with sharia while the others argue otherwise. This study will focus on the discourse beyond the epistemic claim made by the disputing groups. This paper argues that the mix of ideological, political and economic interests play a significant role behind the struggle for control of the religious discourse, particularly related to the matrilineal and the land tenure system in the Minangkabau post reformasi era.Sejak pelaksanaan undang-undang otonomi daerah di Indonesia, banyak terbentuk undang-undang yang terinspirasi dari hukum syariah dan telah diterapkan di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Terlebih, beberapa kelompok masyarakat Minangkabau sebagai etnis asli provinsi tersebut, bersikeras dalam hal penghapusan budaya matrilineal dan sistem kepemilikan tanah, yang mereka percaya tidak sesuai dengan syariah. Selama ratusan tahun, etnis Minangkabau terkenal sebagai salah satu masyarakat matrilineal terbesar di dunia, demikian pula pemberian warisan tanah dan kepemilikan lahan atau bangunan diturunkan sesuai dengan prinsip matrilineal tersebut. Sebagai akibatnya timbul konflik dua kubu dalam masyarakat adat yang sama kuat. Aspek yang paling menarik untuk dianalisis adalah kenyataan bahwa kelompok yang bersengketa itu menggunakan syariah untuk melegitimasi pandang mereka masing-masing. Sebagian kelompok berpendapat bahwa sistem kepemilikan matrilineal dan tanah adalah sesuai dengan syariah sementara yang lain berpendapat sebaliknya. Studi ini akan fokus pada wacana klaim epistemologis yang dibuat oleh kelompok-kelompok yang bersengketa. Tulisan ini berpendapat bahwa campuran kepentingan ideologi politik dan ekonomi memiliiki peran penting di balik perjuangan untuk mengendalikan wacana keagamaan, terutama berkaitan dengan matrilineal dan sistem kepemilikan tanah di Minangkabau pada era pasca reformasi.
Pesantren as the Source of Peace Education Francoise, Jeanne
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 25, No 1 (2017)
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.25.1.1161

Abstract

This paper gives a new perspective about pesantren (Islamic boarding school) as the source of peace education in Indonesia using three concepts; First is a collective opinion that reflected in the UN Declaration of Culture of Peace, second is the definition of peace education based on peace and conflict resolution studies, and third is the historical side of Islam in Indonesia. To explain the main idea about pesantren as the source of peace education, this paper uses the qualitative method in analyzing the data from interviews in some pesantren in Madura Island in 2014. This paper constructs a hypothesis that pesantren is the unique source and very potential for creating Indonesian peace leaders in the future. This idea is simply coming from a common sense that Muslims majority in Indonesia send their children to the pesantren to have a good education and good manner as well. But on the other side, some pesantren precisely create some radicals, so I would like to uphold this issue by telling the Union European historical experience to handle radicalizes through peace education by harmonizing state-religion relationship.Makalah ini memberikan perspektif baru tentang pesantren sebagai sumber pendidikan perdamaian di Indonesia dengan menggunakan tiga konsep; Pertama adalah pendapat kolektif yang tercermin dalam Deklarasi Budaya Damai PBB, kedua adalah definisi pendidikan perdamaian berdasarkan studi resolusi perdamaian dan konflik, dan ketiga adalah sisi historis Islam di Indonesia. Untuk menjelaskan tentang ide utama pesantren sebagai sumber pendidikan perdamaian, makalah ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menganalisis hasil wawancara di beberapa pesantren di Pulau Madura pada tahun 2014. Makalah ini membangun sebuah hipotesis bahwa pesantren adalah sumber unik dan sangat potensial menciptakan pemimpin perdamaian Indonesia di masa depan. Gagasan ini muncul dari fenomena kecenderungan mayoritas Muslim Indonesia, yang mengirim anak-anak mereka ke pesantren agar mendapatkan pendidikan dan perilaku yang baik. Namun di sisi lain beberapa pesantren justru menciptakan radikalis. Oleh karenanya penulis ingin mengemukakan masalah ini dengan berkaca pada pengalaman sejarah Uni Eropa dalam menangani para radikalis melalui pendidikan perdamaian dan menyelaraskan hubungan antara Agama dan Negara.
Empowering Teacher of Religious Education in Multicultural Society Muslih, M
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 25, No 1 (2017)
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.25.1.1213

Abstract

This paper revealed the result of research regarding the position of teacher, focusing on the importance of empowering teacher of religious education in multicultural society, such as Indonesia. Methodologically, it is a qualitative undertaking of literary research. Employing the technique of content analysis this study scrutinized features of multicultural society, an exemplary profile of teacher of religious education, as well as how to empower this kind of teacher in order to fit in with a diverse society. The findings of this research are, multicultural society can be understood as a society which consists of several cultural communities with their overlapping but the distinct conception of the world, a system of meaning, values, forms of social organizations, histories, customs, and practices. The idealized profile of teacher of religious education is a type of teacher who meets the certain qualifications prescribed by Islamic teachings and guided by the law and regulation in Indonesia, in particular.  Teacher of religious education has a very important role in preparing students to be good citizens in a multicultural society. Therefore the teacher of religious education must have an awareness that he or she is part of a multicultural society. The teacher should be empowered to instill in his or her students an inclusive religious understanding to make them tolerant and respectful of other people of different cultures and religions, which is essential in order to strengthen harmony and national unity.Makalah ini mengungkapkan hasil penelitian mengenai posisi guru, berfokus pada pentingnya memberdayakan guru pendidikan agama dalam masyarakat multikultural, seperti Indonesia. Secara metodologis, ini adalah sebuah upaya penelitian literatur (kualitatif). Dengan menggunakan teknik content analysis penelitian ini menganalisa features  masyarakat multikultural, profil ideal guru pendidikan agama, serta bagaimana memberdayakan guru semacam ini agar sesuai dengan kondisi masyarakat yang beraneka ragam. Temuan penelitian ini adalah, masyarakat multikultural dapat dipahami sebagai masyarakat yang terdiri dari beberapa komunitas budaya dengan konsepsi yang tumpang tindih tapi berbeda tentang dunia, sistem makna, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat istiadat dan praktek.  Profil ideal guru pendidikan agama adalah jenis guru yang memenuhi kualifikasi tertentu yang ditentukan oleh ajaran Islam dan dipandu oleh hukum dan peraturan di Indonesia, khususnya. Guru pendidikan agama memiliki peran yang sangat penting dalam mempersiapkan murid-murid untuk menjadi warga negara yang baik di tengah masyarakat multikulural. Oleh karena itu guru pendidikan agama harus memiliki kesadaran bahwa ia adalah bagian dari masyarakat multikultural. Guru tersebut harus diberdayakan untuk menanamkan dalam diri muridnya pemahaman keagamaan yang inklusif untuk membuat mereka toleran dan hormat pada orang lain yang berbeda kultur dan agama, ini penting dilakukan agar dapat mempekuat harmoni dan kesatuan nasional.
Religious Freedom and the Idea of Establishing Islamic State Hapsin, Abu
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 25, No 1 (2017)
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.25.1.1329

Abstract

The idea of Gamwell on“religion as rational” was based on the concept that religious freedom is nothing other than a political discourse that can be figured out only through a democratic resolution. Changing paradigm from “religion as non-rational” to “religion as rational” is a necessary condition for entering a public debate. Yet, the sole public debate or public view is not enough to solve the modern political problematic. The public debate must be guided by a constitutional procedure affirmed by the body politic so that it fulfills the criteria of formal claim about justice. Applying qualitative research and literature review this research tried to reveal: Gamwell’s idea of religious freedom, the features of the Islamic State as described by Abdul Rauf and Gamwell’s concept of religious freedom and the idea of establishing the Islamic State advocated by Abdul Rauf.Gagasan Gamwell tentang "agama itu rasional" didasarkan pada konsep bahwa kebebasan beragama tidak lain adalah wacana politik yang hanya bisa diraih melalui resolusi demokratis. Mengubah paradigma dari "agama sebagai tidak rasional" menjadi "agama sebagai rasional" adalah syarat yang diperlukan sebelum memasuki debat publik. Namun, debat publik atau pandangan publik saja tidak cukup untuk memecahkan masalah politik modern. Perdebatan publik harus dipandu oleh prosedur konstitusional yang ditegaskan oleh badan politik sehingga memenuhi kriteria klaim formal tentang keadilan. Dengan menggunakan penelitian kualitatif dan kajian pustaka penelitian ini mencoba mengungkapkan: gagasan Gamwell tentang kebebasan beragama, ciri-ciri Negara Islam seperti yang dijelaskan oleh Abdul Rauf, dan konsep Gamwell tentang kebebasan beragama, serta gagasan untuk mendirikan Negara Islam yang dianjurkan oleh Abdul Rauf.
The Potential of Religious Radicalism Movement in Banyumas Widyaningsih, Rindha; Sumiyem, S; Kuntarto, K
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 25, No 1 (2017)
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.25.1.1807

Abstract

Religious radicalism is the trigger for the occurrence of terrorism which is an extraordinary crime and an enemy of all the countries that exist in the world. Since Indonesia as a country has a high vulnerability to religious radicalism, it is important to conduct studies on religious radicalism both nationally and regionally. Knowing the level and potential of religious radicalism is a step for the creation of a comprehensive mechanism of prevention and treatment of religious radicalism. The position of Banyumas as an inter-provincial gateway becomes very strategic for radical groups to spread their ideology and mindset. The ease of inter-regional access underpinned by good supporting facilities and infrastructure is an important point of consideration for radical groups to spread their ideas. Interviews were conducted to obtain data from stakeholders who handle radicalism. the findings were elaborated with supporting literature to provide a more comprehensive result. The results of this study indicate that Banyumas has great potential for the growth and development of religious radicalism, and Banyumas people have high vulnerability to get exposed and influenced by the idea of radicalism caused by factors of religious behavior, geography, culture, technology and information development, and demography. However, so far the level of religious radicalism in Banyumas is still low because there is good cooperation between the stakeholders and the community. Radikalisme agama merupakan pemicu bagi terjadinya terorisme yang merupakan kejahatan luar biasa dan menjadi musuh semua negara yang ada di dunia. Indonesia sebagai negara yang memiliki kerawanan yang tinggi terhadap radikalisme agama penting untuk melakukan kajian-kajian mengenai radikalisme agama baik dalam tingkat nasional maupun regional. Mengetahui tingkat dan potensi radikalisme agama merupakan langkah bagi terciptanya mekanisme pencegahan dan penanganan radikalisme agama yang komprehensif. Posisi Banyumas sebagai pintu gerbang antar provinsi menjadi sangat strategis bagi kelompok-kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi dan pola pikirnya. Kemudahan akses antar wilayah yang ditopang dengan kondisi sarana dan prasarana pendukung wilayah yang baik menjadi poin penting pertimbangan bagi kelompok radikal untuk menyebarkan pahamnya. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data dari stakeholder yang menangani radikalisme. Hasil temuan lalu dielabrasi dengan literatur pendukung untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Banyumas memiliki potensi besar bagi tumbuh dan berkembangnya radikalisme agama, dan masyarakat Banyumas memiliki kerentanan yang tinggi terpapar dan terpengaruh paham radikalisme yang disebabkan karena faktor perilaku beragama, faktor geografis, faktor kultural, faktor perkembangan teknologi dan informasi, serta faktor demografi. Namun demikian sejauh ini tingkat radikalisme agama di Banyumas masih termasuk rendah. Hal tersebut karena adanya kerjasama penanggulangan yang baik antara stakeholder dan masyarakat.
Bullying and Adjustment Problems in Islamic Elementary School Agustina Setiowati, Erni
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 25, No 1 (2017)
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.25.1.1386

Abstract

The number of bullying cases is getting more significant among students. The effect of bullying covers some conditions of psychology, physic, and adjustment either for bullies, bully-victims or whoever witnesses the action (bystander). The cases of bullying more problematic if the action occurs in Islamic based schools. In the Holy Quran, there are 12 verses which correlate to enmity (i’tada ya’tadi). Besides, it also has 39 verses about scolding (istahzaa yastahziu). Thus, actions relating to harassment should be decreased more than non-Islamic based schools. This study aims to describe bullying behavior and adjustment. The quantitative method is used for this study. The sample involved in this study was 73 students of Islamic elementary schools in the district of Semarang Utara selected by purposive sampling. The data were collected through a questionnaire of bullying behavior, reliability coefficient α=0.890 and corrected correlation coefficients was in the range between 0.268-0.552. SCT (Sentence Completion Test) for Children was used to measure perception of adjustment problems. Data analyzed by a descriptive statistic. The finding indicated that bullying was in a high category and students have some adjustment problems related to interpersonal relationship, in school and family, and self-concept. Kasus bullying akhir-akhir ini terus meningkat di kalangan siswa. Dampak dari bullying antara lain berpengaruh pada kondisi psikologis, fisik, dan penyesuaian baik bagi pelaku, korban, maupun teman korban atau siapapun yang menyaksikan kejadian tersebut. Kasus bullying ini lebih problematik bila terjadi di sekolah berbasis agama Islam. Dalam al-Quran terdapat 12 ayat yang berkaitan dengan kata permusuhan (i’tada ya’tadi). Disamping itu, terdapat 39 ayat mengenai cacian (ihtahzaa yastahziu). Sehingga semestinya kejadian yang berkaitan dengan kekerasan dapat ditekan dibanding pada sekolah umum. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku bullying dan masalah penyesuaian. Sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah 73 siswa dari sekolah dasar islam di kota semarang yang dipilih menggunakan cara purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner perilaku bullying, reliabilitas α=0.890 dan koefisien korelasi antara skor aitem-total bergerak antara 0.268-0.552. SCT (Sentence Completion Test) untuk anak digunakan untuk mengukur persepsi terhadap masalah penyesuaian. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku bullying pada siswa tergolong pada kategori tinggi dan terdapat beberapa masalah penyesuaian yang terkait dengan relasi interpersonal, penyesuaian di sekolah dan keluarga dan masalah konsep diri.
The Effectiveness of Gallery Walk and Simulation (GALSIM) to Improve Students’ Achievement in Fiqh Learning Ismail, I; Anitah W, Sri; Sunardi, S; Rochsantiningsih, Dewi
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 25, No 1 (2017)
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.25.1.1343

Abstract

This article presents the efforts of teacher in enhancing students’ achievement through the implementation of cooperative learning model: Gallery Walk and Simulation (GALSIM). This classroom action research aims to describe the improvement of students’ achievement of Fiqh subject matter. The data was collected by observation, actions, documents, and tests. This two-cycle research used four steps i.e. planning, action, observation and reflection in each cycle. The results show that the implementation of GALSIM could improve students’ activity along the learning process. Moreover, the implementation of this model could also improve students’ achievement at the end of their study on Fiqh. Tulisan ini mengetengahkan upaya guru dalam meningkatkan prestasi siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif berupa Gallery Walk dan Simulation (GALSIM). Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemajuan prestasi siswa pada pelajaran Fikih. Data penelitian terkumpul melalui pengamatan, tindakan, dokumentasi, dan tes. Penelitian dengan dua siklus ini memanfaatkan empat langkah berupa perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi dalam setiap siklusnya. Temuan riset ini menunjukkan bahwa penerapan GALSIM dapat meningkatkan keaktifan siswa selama pembelajaran. Di samping itu, penerapan model ini dapat pula meningkatkan prestasi siswa dalam mempelajari Fikih.
Factors Influencing Non-Performing Financing (NPF) at Sharia Banking Effendi, Jaenal; Thiarany, Usy; Nursyamsiah, Tita
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 25, No 1 (2017)
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.25.1.1540

Abstract

The risk of financing is the risk caused by the failure of the customers to fulfill their obligations. Non-performing financing (NPF) is a representation of financing risk that is channeled and has a direct impact on bank profitability. The value of NPF tends to increase annually with a value that is already close to the maximum limit set by Bank Indonesia of 5 percent. This condition is able to lead to the inefficiency of the banking system and in the long run, will have an impact on the sustainability of the bank. Therefore, the analysis of NPF factors should be conducted as a preventive measure and a risks controller of business activities. This research analyzes the factors influencing NPF at sharia banking (BUS) using a quarterly data from first quarter of 2012 until third quarter 2016. The method used in this research is panel data analysis. The result of analysis shows that the factors influencing NPF negatively and significantly are ratio of revenue sharing financing (RR), Return on Assets (ROA), inflation, Capital Adequacy Ratio (CAR) and Bank size while Gross Domestic Product (GDP) and Operating Cost to Operating Income (BOPO) have a significant positive effect.Risiko pembiayaan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan nasabah dalam memenuhi kewajibannya. Non- Performing Financing (NPF) merupakan representasi dari risiko pembiayaan yang disalurkan dan berdampak langsung pada profitabilitas perbankan. Nilai NPF yang cenderung meningkat setiap tahunnya dengan nilai yang sudah mendekati batas maksimum yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 5 persen dapat menyebabkan inefisiensi perbankan dan dalam jangka panjang akan berdampak pada kelangsungan bank. Maka dari itu, analisis faktor-faktor NPF perlu ditinjau sebagai upaya pencegahan dan untuk mengendalikan risiko dari kegiatan usaha. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi NPF pada Bank Umum Syariah (BUS) dengan menggunakan data kuartal dari kuartal I 2012 hingga kuartal III 2016. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data panel. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi NPF secara negatif dan signifikan adalah RR, ROA, inflasi, CAR dan Bank size sedangkan GDP dan BOPO berpengaruh positif signifikan.
Gender Equality in Mosque Management: Women's Involvement in Masjid Raya Mujahidin Pontianak Nurjamilah, Cucu
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 25, No 1 (2017)
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.25.1.1336

Abstract

In the context of da’wah management, the functions of the mosque are not optimal yet. The activities of the masjid are only focused on the center of worship, religious activities, but have not touched the equality yet. In order to answer the problems above, the researcher used fieldwork with the method of case studies. Through an in-depth interview technique, participant observation and study of documentation found that Masjid Mujahidin Pontianak has involved women in the management of masjid, and succeeded in increasing the functions of a mosque. Involving women in the management of mosque will strengthen one dimension that is important in Islam that is Islam seriously upholds the equality of degree in various aspect, including Islam is a religion that highly responsive gender. When the management of mosque is filled with a variety of different groups, including giving places to women, then frictions and clashes caused by differences in the understanding in the society will be minimized, and then the role and function of masjid will be able to touch various aspects such as economics, health, and education. Dalam konteks pengelolaan dakwah, fungsi masjid sebagai media dakwah belum diberdayakan secara optimal. Kegiatan masjid yang ada hanya digunakan sebagai pusat ibadah dan aktivitas keagamaan, selebihnya belum menyentuh pada persoalan gender. Guna menjawab permasalahan di atas, dilakukan studi lapangan dengan metode studi kasus. Melalui teknik wawancara mendalam, observasi partisipan dan dokumentasi, ditemukan bahwa Masjid Raya Mujahidin Pontianak telah melibatkan perempuan dalam kepengurusan masjidnya, dan berhasil dalam peningkatan fungsi masjid. Melibatkan perempuan dalam pengelolaan masjid, akan menguatkan satu dimensi penting dalam Islam yaitu Islam menjunjung tinggi persamaan derajat dalam berbagai segi, termasuk Islam adalah agama yang responsif gender. Ketika kepengurusan masjid diisi dari berbagai golongan, termasuk mengapresiasi kaum perempuan, maka gesekan-gesekan yang disebabkan perbedaan pemahaman di masyarakat akan dapat diminimalisir, serta fungsi dan peran masjid akan mampu menyentuh berbagai aspek seperti bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.

Page 1 of 3 | Total Record : 21