cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC
Published by Universitas Bakrie
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Politik" : 10 Documents clear
SUDAHKAH ADA HARMONISASI INSTRUMEN HUKUM DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN HUMAN TRAFFICKING DI KAWASAN ASEAN? Gumbira, Seno Wibowo
Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC Politik
Publisher : Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (714.672 KB)

Abstract

Kejahatan Human Trafficking merupakan permasalahan baik bersifat nasional maupun global, karena modus operandi yang terus berkembang dan bersifat transnasional. Indonesia dan Negara ASEAN lainnya juga tidak luput dari kejahatan Human Trafficking. Tujuan Artikel ini adalah memberikan penjelasan Instrumen hukum dalam menanggulangi Kejahatan Human Trafficking di kawasan ASEAN telah Harmoni dan jika belum bagaimana solusinya. Rumusan masalah dalam artikel ini yakni apa ada upaya harmonisasi instrument hukum dalam menanggulangi kejahatan Human Trafficking di kawasan ASEAN? Penelitian ini menggunakan metodelogi yang digunakan adalah Yuridis Doctrinal. Dalam Pembahasan saat ini ditemukan problematika upaya harmonisasi intrumen hukum dalam menanggulangi kejahatan Human Trafficking adalah sistem hukum yang berbeda, daya berlaku hukum suatu Negara hanya berlaku secara territorial Negara tersebut sehingga tidak dapat menjerat pelaku kejahatan Human Trafficking yang dilakukan di Negara lain yang mana dampak atau korbannya meliputi warga Negara lain, selain itu diantara Negara-negara di ASEAN belum semuanya memiliki perjanjian extradisi antara satu dengan lainnya. Selain itu, ditemukan perlunya dibentuk regulasi bersifat unifikasi dan harmonisasi hukum yang mengikat semua Negara Anggota ASEAN. Perlunya di Bantuk Badan Penyelesaian Sengketa Dalam Memutus Kompetensi Mengadili Pelaku Kejahatan Human Trafficking jika merugikan atau melibatkan korban lintas Negara ASEAN. Guna menjamin dipatuhinya regulasi yang bersifat unifikasi dan harmonisasi sebagai upaya menanggulangi kejahatan Human Trafficking perlu di bentuk Dewan ASEAN baik bidang eksekutif, legislatif serta Yudikatif seperti Lembaga Regional UNI EROPA. Kata Kunci: Human Trafficking, Harmonisasi Hukum, ASEAN. Topik : Human Trafficking
KEMISKINAN SEBAGAI PENYEBAB STRATEGIS PRAKTIK HUMMAN TRAFFICKING DI KAWASAN PERBATASAN JAGOI BABANG (INDONESIA-MALAYSIA) KALIMANTAN BARAT Niko, Nikodemus
Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC Politik
Publisher : Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.9 KB)

Abstract

This paper aims to describe the poverty phenomenon is the cause of the Human Trafficking practice in the border area Jagoi Babang, Bengkayang District West Kalimantan. The fact that it happens that the border area is still very vulnerable to the illegal smuggling. Poverty has become factor's falling border residents in a circle phenomenon of trafficking, either as perpetrators or as victims. In fact, women and children are particularly vulnerable groups are victims of trafficking in the border area. Keyword: Poverty, Border Area, Human TraffickingMakalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang fenomena kemiskinan yang menjadi penyebab terjadinya praktik Human Trafficking di wilayah perbatasan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Fakta yang terjadi bahwa wilayah perbatasan masih sangat rawan terhadap berkembangnya penyelundupan baik berupa barang maupun manusia secara ilegal. Kemiskinan menjadi salah satu faktor penyebab terjerumusnya warga perbatasan dalam lingkaran fenomena trafficking, baik sebagai pelaku maupun sebagai korban. Pada kenyataannya perempuan dan anak menjadi kelompok yang sangat rentan menjadi korban trafficking di wilayah perbatasan. Kata Kunci: Kemiskinan, Wilayah Perbatasan, Human Trafficking
RELASI LOKALITAS DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR INDONESIA TAHUN 2005-2015 Bhagaskoro, S. Hub, Pradipto; Pasopati, S. Hub. Int, Rommel Utungga; Syarifuddin, S. Hub. Int., M. Si., Syarifuddin
Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC Politik
Publisher : Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (540.025 KB)

Abstract

Pemerintah Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir memfokuskan pembangunan negeri ini pada aspek infrastruktur. Pembangunan pondasional masih meninggalkan jejak sentralisasi budaya pusat kepada daerah sehingga membentuk ketimpangan daripada sinergi. Pembangunan infrastruktur masih ekonomis berbasis investasi dan mengabaikan aspek lokalitas. Hal inilah yang menggelisahkan; apakah budaya lokal diakomodasi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia pada 2005-2015? Pertanyaan tersebut akan dibahas melalui metodologi eksploratif-deskriptif dengan analisis kualitatif pada sumber-sumber tekstual. Analisis tersebut menjawab relasi pusat dan lokal dalam komunikasi antar-budaya terkait pembangunan infrastruktur. Relasi pertama adalah pembangunan transportasi yang masih bertumpu pada akses daripada pembangunan dan pemerataan ekonomi lokal. Keterbukaan akses nyatanya tidak seketika pula membangun wilayah daerah. Relasi kedua adalah struktur sosial yang berubah dikarenakan pembangunan infrastruktur. Perubahan ini tidak jarang berujung represi dan konflik antara masyarakat lokal dan pemerintah atau perusahaan karena infrastruktur seringkali tidak sesuai dengan keadaan sosial setempat. Relasi ketiga adalah ketimpangan budaya pendidikan yang mengabaikan komunikasi antar-budaya. Pendidikan masih didasarkan pada aspek kuantitatif daripada kualitatif dengan konten lokal. Dari ketiga hal tersebut, pembangunan infrastruktur masih menjadikan lokalitas sebagai objek pembangunan semata. Dengan meninjau kembali tujuan pembangunan, komunikasi dengan aspek lokal hendaknya dibangun tanpa melupakan hakikat pembangunan itu sendiri. Kata Kunci pembangunan infrastruktur, komunikasi antar-budaya, konstruksi sosial, pendidikan, transportasi   In the last ten years, The Government of Indonesia focused this country's development in infrastructure aspect. Meanwhile, this foundational development still left traces of centralistic culture to local that built imbalances rather than synergies. Infrastructure-based development was still aiming to enhance the economy through global investments which unfortunately ignore local aspects of people. From explanation above, a question raised; was local culture accomodated by infrastructure-based development in Indonesia in 2005-2015? This question will be answered through explorative-descriptive method through qualitative analysis on textual data. This analysis would like to answer center-local relations in cross-cultural communication in infrastructure-based development. First relation is about transportation development which still built access rather than shaped equal local economy. Openness through accesibility is not automatically strengthen local region. Second relation is changing social structure as the excess of infrastructure-based development. This change was faced through repression and conflict between government or companies with local people because of such inappropriateness within. Third relation is cultural education which ignored cross-cultural communication. Developments are made only through quantitative aspect rather than local qualitative content. From those three above, infrastructure-based development still indicated locality only as its object. By reflecting the purpose of development, communication with locals should be built without taking out the essence of the development itself. Keywords cross-cultural communication, education, infrastructure-based       development, social construction,  transportation
MODEL KEBIJAKAN ANTISIPATIF MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS DARAT DI KOTA BATAM Janah, S.H., M. Hum, Siti Nur; Emil Adly, S.T., M. Eng, Emil; Lendrawati., SH., M. Hum, Lendrawati
Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC Politik
Publisher : Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (499.82 KB)

Abstract

Batam, a city that is leading the industry forms a metropolitan city with the goal of developing the City. Each year, the number of new vehicles to grow 5-7 %, while the road length increased only 0.1%. A part from that, in 2007 vehicles circulating in Batam reached about 204,000 units. That does not include about 5,000 illegal car's not pay the tax. The increase in motor vehicles each year in the Batam city reached 4.05% per year. With the presence of these symptoms should not be seriously contemplated that the term preventive measures from Government Of Batam within policy. Keywords: policy, settle, road traffic congestion Transportasi merupakan salah satu sarana yang dapat menjadi media penghubung antar manusia dengan dengan tempat tujuan tertentu. Transportasi memberikan kemudahan bagi manusia dalam melaksanakan aktivitasnya sehari – hari, baik dalam pemenuhan kebutuhan hidup maupun dalam melakukan interaksi antar manusia. Kota Batam merupakan kota Metropolitan dengan industri sebagai andalan pendapatan daerah. Kota tujuan industry secara tidak langsung berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk yang baik didasarkan dari kelahiran maupun urbanisasi. Urbanisasi berdampak pada peningkatan jumlah penduduk yang sejalan dengan itu akan berdampak pada kebutuhan sarana transportasi sebagai pemenuhan kebutuhan hidup sehari – hari. Seiring dengan peningkatan kebutuhan transportasi tersebut, maka berdampak pada kenaikan angka kendaraan yang diakibatkan oleh kebutuhan transportasi yang semakin meningkat.   Atas dasar hal tersebut di atas, maka dipandang perlu adanya suatu kajian dengan tujuan: 1). Mengkaji peningkatan angka kendaraan yang berdampak kemacetan, 2). Menginventarisir permasalahan utama dan hambatan utama dalam hal transportasi darat di Kota Batam, 3) Membentuk model kebijakan dalam rangka mengatasi pertumbuhan kemacetan transportasi darat yang timbul di wilayah kota Batam,  4) Terbentuknya model kebijakan antisipatif dalam rangka mengantisipasi lonjakan kemacetan transportasi darat di wilayah Kota Batam, 5) Pembentukan Jurnal Publikasi terakreditasi dan bahan ajar Teknik Sipil dan Perencanaan.  Metode yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metoda kuesioner langsung dengan masyarakat kota Batam serta wawancara kepada pemangku kebijakan serta pakar yang ahli dalam bidang Transportasi. Selanjutnya data yang telah terkumpul akan diolah secara kualitatif dengan pendekatan Deskriptif Analitis, sehingga menghasilkan luaran kebijakan untuk mengantisipif lojakan kemacetan di Kota Batam. Keywords: Kemacetan, Kebijakan, Transportasi Darat, Dampak
KAJIAN STRATEGIS PEMEKARAN KECAMATAN DI DAERAH PERBATASAN (Studi Pemekaran Kecamatan Selat Gelam Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau) Adhayanto, Oksep; Handrisal, Handrisal; Irman, Irman
Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC Politik
Publisher : Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (653.829 KB)

Abstract

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemda, menyebutkan bahwa Daerah (Kabupaten/Kota) dapat membentuk kecamatan dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat Desa /kelurahan. Kabupaten Karimun merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan negara Singapura. Letak geografis Kabupaten Karimun terdiri dari beberapa pulau-pulau besar maupun kecil menyebabkan terhambatnya akses pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, pemekaran kecamatan yang ada saat ini merupakan salah satu alternatif solusi guna peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian analisis terhadap pemekaran calon Kecamatan Selat Gelam dari Kecamatan Induk Karimun dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan. Disain kajian yang digunakan adalah deskriptif analisis, dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dimana data yang berupa kenyataan empiris dianalisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan dan mempertimbangkan ketentuan normatif, teoritis atau pandangan judgement para ahli dan key informan yang  berhubungan dengan upaya pemekaran kecamatan. Hasil dari kajian ini adalah calon Kecamatan Selat Gelam hanya memenuhi 1 dari 3 persyaratan pembentukan kecamatan, yaitu persyaratan persyaratan teknis. Sementara untuk persyaratan administratif dan fisik kewilayahan tidak terpenuhi. Untuk persyaratan teknis Calon Kecamatan Selat Gelam Memperoleh Skor 340 yang berada pada kategori Mampu dan Direkomendasikan untuk dibentuk menjadi kecamatan baru. Sedangkan Kecamatan Induk Karimun setelah dimekarkan (dibentuk Kecamatan Selat Gelam) masih memenuhi 1 dari 3 syarat pembentukan kecamatan seperti yang diatur di dalam PP No 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan, yaitu persyaratan persyaratan teknis, sedangkan untuk persyaratan administratif dan fisik kewilayah tidak terpenuhi. Untuk persyaratan teknis, Kecamatan Induk Karimun memperoleh skor yang berada pada kategori Mampu dan Direkomendasikan. Kesimpulan dari kajian ini adalah walaupun hanya memenuhi 1 dari 3 persyaratan pembentukan kecamatan, Pemerintah Kabupaten Karimun tetap dapat untuk melakukan pembentukan Calon Kecamatan Selat Gelam. Hal ini dimungkinkan secara aturan, bahwa pemerintah kabupaten/kota dapat membentuk kecamatan  diwilayah yang mencakup satu atau lebih pulau, yang persyaratannya dikecualikan dari persyaratan administrasi, syarat fisik kewilayahan, dan syarat teknis sebagaimana yang telah disebutkan dengan pertimbangan untuk efektivitas dan efisiensi pelayanan serta pemberdayaan masyarakat desa di pulau-pulau terpencil dan/atau terluar. Kata Kunci : Pemekaran, Pemekaran Kecamatan, Daerah Perbatasan, Selat Gelam
MENGANALISIS KESIAPAN INDONESIA DALAM PENANGGULANGAN DAN PENEGAKAN HUKUM KEJAHATAN GLOBAL BERBASIS INTERNET BERDASARKAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Riwanto, Agus
Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC Politik
Publisher : Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (637.955 KB)

Abstract

Utilization of information technology, media and internet-based communications have changed the behavior of the global community and civilization.The world is now flooded with information that is fast, accurate and perfect. The crimes accelerating adverse financial, social, cultural and political. Cybercrimes can be categorized as an extraordinary crime because it has crossed the state border. Cybercrimes prevention can not be done using ordinary legal models only (conventional), but also by a special law design (cyberlaw). Indonesia has had Act 11 of 2008 on Information and Electronic Transactions. (UU ITE). This study examines and learn more on this cybercerimes prevention policies based on UU ITE. Is the model of the arrangement was in accordance with the principles of the theory of criminalization policies and efforts to what should be done so that UU ITE can be effectively enforced, when compared with the setting cybercrimes committed several countries. The method used is a socio-legal research, legal research that combines science, law and social science (interdisciplinary) With the approach of the principles / legal purposes. Data obtained from secondary data, literature (library recearch). It was found that, setting criminalization is harmonization with the model adopted set forth in the Convention on Cybercrimes, but do not provide specific about pornography and child exploitation. Then the model is to make special rules. ITE Law does not regulate the matter of crime of Phishing and Spamming. The sanctions pidanya still adhered to the classical model (classic school), reflected by the still imposing sanctions of imprisonment and fines and other sanctions are no alternatives. Criminalization policy in UU ITE is not in accordance with the theories of criminal policy is still multiple interpretations and ambiguous, not in accordance with the principles of the model law adopted in the Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). This law is contrary to the Criminal Code in addition also contrary to the human rights aspects and in granting sanction differ from the prevalence of crime in the setting of a specific nature (lex), like the Election Law, the Child Protection Law, Law on Corruption, the Law Narkoba.Desain criminal policy in this ITE Law can not be effective, especially when compared with the setting cybercrimes committed several countries, namely Azerbaijan, Beylorusia, Georgia, Hungary, Kazakhstan, Latvia, Peru and Russia were put, criminal social work, fines and revocation of certain rights as a way of giving sanctions on crime cybercrimes. In order UU ITE is to be effective then forwards the criminal politics cybercrmes Indonesia needs to adopt the models in these countries. Keywords: Prevention and Law Enforcement, Cybercrimes, ITE Act. Pemanfaatan teknologi informasi, media dan komunikasi berbasis internet telah mengubah perilaku masyarakat maupun peradaban global. Dunia kini dibanjiri informasi yang cepat, akurat dan sempurna. Kejahatannyapun mengalami percepatan yang merugikan finansial,sosial, budaya dan politik. Kejahatan berbasis internet (cybercrimes) dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crimes) karena telah melintasi batas negara (transnational crimes).Penanggulangan cybercrimes tidak dapat dilakukan dengan menggunakan model hukum biasa (konvensional), melainkan dengan melakukan desian hukum khusus (cyberlaw).Indonesia telah memiliki Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (UU ITE). Penelitian ini mengkaji dan mendalami tentang kebijakan penanggulangan kejahatan cybercerimes ini berdasarkan UU ITE. Apakah  model pengaturannya telah sesuai dengan asas-asas dalam teori kebijakan kriminalisasi dan upaya apa yang harus dilakukan agar UU ITE ini dapat efektif ditegakan, bila dibandingkan dengan pengaturan cybercrimes yang dilakukan beberapa negara. Metode yang digunakan adalah penelitian sosio-legal, yakni penelitian hukum menggabungkan ilmu hukum dan ilmu sosial (interdisipliner).Dengan pendekatan asas-asas/tujuan hukum. Data diperoleh dari data sekunder berupa data kepustakaan (library recearch). Ditemukan hasil bahwa, pengaturan kriminalisasinya menganut model harmonisasi dengan kriminalisasi yang diatur dalam Convention on Cybercrimes, namun tidak mengatur secara tegas soal pornografi dan eksploitasi anak. Kemudian modelnya adalah dengan membuat aturan lex specialis. UU ITE ini tidak mengatur soal kejahatan Phising dan Spamming. Adapun pemberian sanksi pidanya masih menganut model klasik (classic school), dicerminkan dengan masih menjatuhkan sanksi pidana penjara dan denda dan tidak menyediakan alternatif sanksi lain. Kebijakan kriminalisasi dalam UU ITE tidak sesuai dengan teori-teori kebijakan kriminal masih multitafsir dan ambigu, tidak sesuai dengan asas model law yang dianut dalam Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). UU ini selain bertentangan dengan KUHP juga bertentangan dengan aspek HAM dan dalam pemberian sanksinya berbeda dari kelaziman dalam pengaturan kejahatan yang bersifat khusus (lex specialis), seperti UU Pemilu, UU Perlindungan Anak, UU Korupsi, UU Narkoba.Desain kebijakan kriminal dalam UU ITE ini tidak dapat berlaku secara efektif, terutama bila dibandingkan dengan pengaturan cybercrimes yang dilakukan beberapa negara, yakni Azerbaijan, Beylorusia, Georgia, Hungaria, Kazakstan, Latvia, Peru dan Rusia yang menempatkan, pidana kerja sosial, denda dan pencabutan hak-hak tertentu sebagai cara memberikan sanksi pada tindak kejahatan cybercrimes. Agar UU ITE ini dapat berlaku efektif maka ke depan politik kriminal cybercrmes Indonesia perlu mengadopsi pada model di negara-negara tersebut. Kata Kunci: Penanggulangan dan Penegakan Hukum, Kejahatan Internet, UU ITE.
POSISI INDONESIA PADA KERJA SAMA ENERGI REGIONAL DALAM MEMASUKI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN STUDI KASUS: ASEAN POWER GRID Harefa, Atika Octavia; Badaruddin, Muhammad
Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC Politik
Publisher : Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (658.433 KB)

Abstract

ASEAN Power Grid merupakan sebuah kerja sama interkoneksi listrik ASEAN yang telah diamanatkan pada tahun 1997 di bawah Visi ASEAN 2020. Selain itu, percepatan pembangunan ASEAN Power Grid juga dicantumkan dalam cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN menuju 2015. ASEAN menyadari bahwa energi memiliki peranan penting dalam medukung aktivitas ekonomi, termasuk listrik. Namun, sampai pada tahun 2015 realisasi pembangunan ASEAN Power Grid masih belum mengalami kemajuan yang signifikan. Sebagai pengguna energi terbesar di ASEAN dan aktivitas ekonomi serta industri yang terus berkembang, kerja sama ASEAN Power Grid ini dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pasokan energi dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Di Indonesia belum ada ASEAN Power Grid yang sudah selesai terinterkoneksi, namun proyek interkoneksi listrik tersebut sedang dalam konstruksi sebesar 600 MW yang akan menghubungkan Sumatra dengan Malaysia, dan sebesar 230 MW yang akan menghubungkan Kalimantan dengan Serawak. Adapun interkoneksi yang akan mengubungkan Batam – Singapura, serta Singapura – Sumatera yang masing-masing sebesar 600 MW masih dalam tahap perencanaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau kembali posisi Indonesia pada kerja sama enerhi regional demi mempersiapkan diri dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Indonesia, melalui HAPUA, telah berupaya dalam melakukan realisasi atas komitmen perwujudan ASEAN Power Grid. Namun, oleh karena adanya kendala, maka realisasi ASEAN Power Grid di Indonesia cenderung bergerak lambat. Adapun pola kerja ASEAN Power Grid, yaitu melibatkan ASEAN sebagai institusi supra nasional, investor sebagai aktor non negara, dan negara anggota ASEAN sebagai aktor negara. Keywords: Kerjasama Energy Regional, ASEAN Power Grid, Masyarakat Ekonomi ASEAN
DIPLOMASI EKONOMI KADIN JAWA TENGAH DALAM MENINGKATKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI 2011 - 2012 Redjeki, Rr. Eko Setyowati
Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC Politik
Publisher : Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (452.331 KB)

Abstract

Diplomasi ekonomi merupakan media yang paling dominan dan menjadi salah satu kunci utama keberhasilan negara-negara berkembang dalam memanfaatkan peluang dari globalisasi ekonomi Perekonomian Global ditandai dengan makin tingginya intensitas hubungan antara aktor-aktor hubungan international , baik state aktor maupun non state aktor . Sebagaimana perluasan aktor dalam hubungan international , aktifitas ekonomi juga mengalami perluasan pelaku dengan semakin dominannya pelaku swasta . Bahkan merekalah yang sering disebut sebagai aktor utama dibalik aktifias ekonomi negara .Telah tumbuh kesadaran yang semakin luas untuk menerapkan diplomasi multijalur untuk bekerjasama dan mencapai kepentingan negara.  Oleh karenanya maka setiap negara berusaha untuk memperbesar sumber daya ekonominya melalui diplomasi dengan cara – cara damai. Penggunaan kekuatan ekonomi  melalui non state aktor dalam mendukung kebijakan luar negeri juga semakin banyak dijumpai. Organisasi Internasional  Kamar Dagang dan Industri   ( Kadin ) memberi perhatian besar bagi kegiatan yang mendorong perekonomian. Kadin Provinsi Jawa Tengah turut berbenah menopang dalam kapasitas perannya sebagai mitra pemerintah , fasilitator, promotor dan juga terlibat dalam proses pengambilan kebijakan terkait bisnis di Indonesia .  . Kata Kunci : Multitrack Diplomasi Ekonomi , Non State Actor Economic diplomacy media is the most dominant and became one of the key for developing countries in exploiting the opportunities of economic globalization Global economy is marked by the increasing intensity of the relationship between the actors of international relations, both state actors and non-state actors. As the expansion of actors in international relations, economic activity is also undergoing expansion with the increasingly dominant actors private actors. In fact, they are often referred to as the main actor behind the country's economic activity is. Growing awareness of the increasingly widespread for implementing multipath diplomacy to work together and achieve the interests of the state. Therefore, each country seeks to increase the economic resources through diplomacy in a way - the way of peace. The use of economic power through non-state actors in support of foreign policy is also increasingly common. International Organization Chamber of Commerce and Industry (Kadin) gave great attention to activities that stimulate the economy. Chamber of Commerce of Central Java province helped improve the capacity sustain its role as the government's partner, facilitator, promoter and is also involved in policy decisions related to business in Indonesia. , Keywords: Multitrack Diplomacy Economy, Non State Actor
PEDAGANG KAKI LIMA DAN PENGEMBANGAN KOTA ANALIASA KEBIJAKAN PENGELOLAAN PASAR MALAM PKL KOTA JAKARTA DAN KUALA LUMPUR Pamungkas, Bani
Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC Politik
Publisher : Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1179.883 KB)

Abstract

Pedagang Kaki Lima merupakan suatu fenomena global dari aktivitas ekonomi informal di kawasan perkotaan tanpa terkecuali kota-kota di kawasan ASEAN. Dalam visi ASEAN membangun Masyarakat Ekonomi bersama, sektor informal turut menjadi salah satu topik bahasan yang juga ingin dikembangkan. Jakarta dan Kuala Lumpur merupakan kota yang menyandang predikat ibukota dari 2 (dua) Negara pendiri ASEAN. Permasalahan Pedagang Kaki Lima terjadi pula di kedua Kota tersebut. Keduanya memiliki kebijakan yang kurang lebih sama namun berbeda ditingkat implementasi. Artikel ini merupakan studi komparasi kebijakan publik yang membandingkan kebijakan mengenai satu bidang kajian terfokus yang ada pada 2 (dua) kota yang berbeda (Gupta 2012). Komparasi difokuskan pada kasus pengelolaan Jakarta Kaki Lima Night Market dan Lorong TAR Night Market di Kuala Lumpur, dengan mengikursertakan analisa terhadap dokumen kebijakan terkait dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan (Junevičius & Puidokas 2015). Selain muatan kebijakan dari kedua kota tersebut yang dibandingkan, terdapat 2 (dua) aspek implementasi kebijakan yang menjadi instrument perbandingan yaitu kondisi dalam pelaksanaan dan variasi dari skala kegiatan Pasar Malam PKL. Teknik penggalian data menggunakan kajian literatur (literature review) dan pengamatan (observation). Hasil data yang terkumpul kemudian dideskripsikan, dibandingkan dan dianalisa. Kata Kunci: PKL, sektor informal, pasar malam, kolaborasi.
THE ROLE OF INDONESIA IN ASEAN UNDER JOKOWI’S PRO-PEOPLE DIPLOMACY Andika, Muhammad Tri
Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC Politik
Publisher : Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (431.894 KB)

Abstract

2016 is the very important moment for ASEAN, particularly ASEAN will be economically integrated under ASEAN Economic Community framework. Certainly this would be a challenge for all ASEAN members, including Indonesia. In making AEC could produce more benefit for the members, inevitably it needs more active role from state in the region. However, it seems interesting case for Indonesia when this situation linked with the current foreign policy. Under Jokowi’s administration, he promoted “down to earth diplomacy” or also known as “pro-people diplomacy”. It seems this policy will mostly be inward-looking paradigm compared with his predecessor who emphasized strengthened role of Indonesia in the region.  Against this background, this article explores the role of Indonesia in ASEAN under a new and inward-looking president. How Indonesia should take significant presence in ASEAN under Jokowi’s “down to earth diplomacy”? What are the most likely challenges for Indonesia in dealing with ASEAN that would arise under this new situation? This article suggests that Jokowi’s administration should take careful action in defining pro-people diplomacy in order to avoid signaling a wrong message to other ASEAN members, otherwise the Jokowi’s new paradigm will easily misunderstood in the region. Keywords : Jokowi, Foreign Policy, Pro-People Diplomacy

Page 1 of 1 | Total Record : 10