cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
JURNAL MAGISTER HUKUM UDAYANA
Published by Universitas Udayana
ISSN : 25023101     EISSN : 2302528X     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Magister Hukum Udayana adalah jurnal ilmiah hukum yang mempublikasikan hasil kajian bidang hukum yang diterbitkan secara online empat kali setahun (Februari-Mei-Agustus-Nopember). Redaksi menerima tulisan yang berupa hasil kajian yang berasal dari penelitian hukum dalam berbagai bidang ilmu hukum yang belum pernah dipublikasikan serta orisinal. Jurnal ini selain memuat tulisan / kajian dari para pakar ilmu hukum (dosen, guru besar, praktisi dan lain-lain.) juga memuat tulisan mahasiswa Magister Ilmu Hukum baik yang merupakan bagian dari penulisan tesis maupun kajian lainnya yang orisinal. Tulisan yang masuk ke Redaksi akan diseleksi dan direview untuk dapat dimuat
Arjuna Subject : -
Articles 15 Documents
Search results for , issue "Vol 10 No 1 (2021)" : 15 Documents clear
Perlindungan Karakter Anime Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta Ni Nyoman Dianita Pramesti; I Ketut Westra
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i01.p07

Abstract

The purpose of this paper is to identify, analyze and elaborate legal protection for anime characters based on Indonesia Law Number 28 Year 2014 concerning Copyright, as well as preventive efforts that can be taken by other parties who want to use anime characters. This is a normative legal research using a statutory approach, conceptual approach and analytical approach. The technique of tracing legal materials uses document study techniques, and the analysis of the study uses qualitative analysis. The results of the study show that anime characters are images that are protected under the copyright regime, which will be protected automatically once the work is transformed into work expression and business actors wishing to use anime character images for commercial use are required to have a license. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengelaborasi perlindungan hukum atas karakter anime berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, serta upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh pihak lain yang ingin menggunakan karakter anime. Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan analisis. Tehnik penelusuran bahan hukum menggunakan tehnik studi dokumen, serta analisis kajian menggunakan analisis kualitatif. Hasil studi menunjukkan bahwa karakter anime merupakan gambar yang dilindungi dalam rezim hak cipta secara otomatis dan bagi para pelaku usaha yang ingin menggunakan gambar karakter anime untuk penggunaan secara komersial wajib memiliki lisensi.
Evaluasi Pengaturan Kelembagaan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia Muh Ali Masnun; Eny Sulistyowati; Mahendra Wardhana
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i01.p12

Abstract

This study aims to analyze / evaluate the institutional arrangements for SEZs in Indonesia, particularly the formulation of the composition of the Dewan Kawasan and the provisions for determining strategic steps for problems experienced by SEZs. The research method used is normative research supported by primary and secondary legal materials with prescriptive analysis. The results showed that the institutional arrangements for the Special Economic Zone for the composition of the Dewan Kawasan are still blurred (in terms of quality and quantity) and need interpretation. The meaning of the representative of the Government means that power is the authority of the Central Government. The Government Representative in the determination to be part of the Dewan Kawasan needs to regard to the main activities that are developed, so that the management of SEZs can be managed professionally and able to achieve the mandate of the constitution to advance public welfare. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis/mengevaluasi pengaturan kelembagaan KEK di Indonesia, khususnya formulasi komposisi Dewan Kawasan dan ketentuan penetapan langkah strategis atas permasalahan yang dialami sebuah KEK. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif dengan ditunjang dengan bahan hukum primer dan sekunder dengan analisis preskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan kelembagaaan Kawasan Ekonomi Khusus untuk komposisi Dewan Kawasan masih kabur (dari sisi kualitas maupun kuantitas) dan perlu penafsiran. Makna wakil Pemerintah berarti adalah kekuasaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Wakil Pemerintah dalam penentuan menjadi bagian dari Dewan Kawasan perlu memperhatikan kegiatan utama yang dikembangkan, sehingga pengelolaan KEK dapat dikelola secara professional dan mampu mencapai amanah konstitusi untuk memajukan kesejahteraan umum.
The Penal Policy Formulation in Cyberporn Crime Countermeasures I Made Wirya Darma
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i01.p03

Abstract

Criminal law reform must refer to the penal policy. The penal policy can be interpreted as holding a selection to achieve the best results of criminal legislation that meets the requirements of justice and effectiveness. Penal policy in the eradication of cyberporn is always associated with the advancement of technology that can not be separated from the development of the society that utilizes internet technology in various fields both in the fields of education, offices, and companies and so on. Through crime countermeasures policies using penal means, the existence of a law is obviously expected to further enhance the repressive function of criminal law. One of the efforts to tackle cyberporn crimes through the penal means is to apply the provisions of applicable laws such as the Criminal Code, Law Number 40 of 1999 concerning the Press, Law Number 32 of 2002 concerning Broadcasting, Law Number 19 of 2016 concerning Information and Electronic Transactions, Law Number 33 of 2009 concerning Film. However, apparently, the law still has limitations to compensate for the increasingly rapid development of cyberporn, including the provision of unclear pornographic restrictions. Therefore it is necessary to have a revision in Indonesian criminal law, especially against the Criminal Code which is a product of the legacy of the Dutch colonial era.
Hak Cipta Sebagai Agunan Kredit Bank Angelina Putri Suhartini; Dewa Gde Rudy
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i01.p08

Abstract

The general purpose of this research is to find out the criteria of copyright as collateral. In addition, the mechanism of copyright execution in case of debtor’s default was also investigated. In this study, normative legal method was applied using the statute approach and legal concept analysis in which the vague norm was initially examined. The regulation concerning copyright as collateral is stipulated in Article 16 paragraph 3 of Copyright Law. This study showed that copyright could be used as fiduciary collateral since it is an intangible moving object and a collateralizable economic right. The stipulation on copyright as fiduciary collateral has been in accordance with the provision of encumbrance, registration, and transfer of fiduciary collateral stipulated in Law Number 42 of 1999 on Fiduciary. Due to the absence of regulation on the procedure of fiduciary encumbrance on copyrights, several criteria are used to determine the economic value of a copyright. Among other criteria, the copyright should be registered in the Directorate General of Intellectual Property of Ministry of Law and Human Right, containing an economic value and should be liable, managed by a collective management institution to find out the royalty value, and providing another form of security in the form of personal guarantee to protect such copyright. Based on Article 29 paragraph (1) of Law Number 42/1999 on Fiduciary, when a debtor is deemed default, the execution of the copyright can be carried out through executorial title, public auction, and private sale. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memahami apasaja kriteria hak cipta sehingga bisa dijadikan sebagai jaminan kredit. Selanjutnya untuk mengetahui mekanisme eksekusi hak cipta jika debitur melakukan wanprestasi Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian dalam hukum normatif dimana kajiannya diawali dari adanya norma kabur, dengan memakai pendekatan perundang-undangan serta analisis konsep hukum. Pengaturan hak cipta dijadikan objek jaminan terdapat pada Pasal 16 ayat 3 Undang-Undang tentang hak cipta. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Pada prinsipnya Hak Cipta dapat dijadikan sebagai objek Jaminan Fidusia karena Hak Cipta merupakan benda bergerak yang tidak berwujud dan hak ekonomi yang dapat dijaminkan. Pengaturan mengenai Hak Cipta sebagai objek Jaminan Fidusia sudah sesuai dengan ketentuan pembebanan, pendaftaran dan pengalihan Jaminan Fidusia pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Dengan tidak adanya peraturan undang-undang yang mengatur secara lanjut perihal tata cara pembebanan dari fidusia terhadap hakcipta, terdapat beberapa macam dari kriteria yang diperoleh menjadi acuan dasar dari penilaian ekonomis hak cipta menjadi jaminan dari kredit, diantaranya : harus dicatatkan di Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum HAM, mempunyai nilai yang ekonomis dan bisa dipertangungjawabkan, di kelola lembaga Manajemen Kolektif agar nilai royalti mampu diketahui, memberikan jaminan yang lain dalam bentuk personal guarantee perusahaan yang melindungi karya cipta tersebut. Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) UU 42 No. 1999 tentang Jaminan Fidusia, apabila debitur setelah disepakati para pihak, dipandang wanprestasi, eksekusi terhadap hak cipta dapat dilakukan dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial, menjual atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum dan penjualan di bawah tangan.
Perbandingan Penerapan Prinsip Pertanggungjawaban Mutlak Pada Putusan Hakim: Studi Kasus Perkara Lingkungan di Indonesia I Wayan Dedi Putra; Kadek Agus Sudiarawan
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i01.p13

Abstract

This study aims to examine the application of strict liability principle in PT WAJ's decision and PT BMH’s decision and also examine the basics of the application of the strict liability principle in environmental cases between PT WAJ’s decision and the PT BMH’s decision. The research method used is normative legal research. The results of this study are the first, there are a difference in opinion of judges in applying strict liability principle in environmental cases in Indonesia, in PT WAJ’s decision, judges applies strict liability principle because it’s considered to have fulfilled the elements of Article 88 of the PPLH Law and precautionary principle. Whereas in the PT BMH’s decision, judges put aside the strict liability principle in their legal considerations and didn’t provide the reasons. Second, the basics of the application of the strict liability principle in environmental cases between PT WAJ’s decision and the PT BMH’s decision, that are the differences in petitum (things requested) from each of the Plaintiffs' lawsuit in the Decision, and judges prioritizes civil procedural law principles in handling act which breaks the law of Environment’s cases. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengkaji penerapan prinsip pertanggungjawaban mutlak dalam Putusan Nomor 456/Pdt.G-LH/2016/PN Jkt. Sel (Putusan PT WAJ) dan Putusan Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Plg (Putusan PT BMH) serta mengkaji dasar-dasar yang membedakan diterapkannya prinsip pertanggungjawaban mutlak dalam perkara lingkungan hidup antara Putusan PT WAJ dengan Putusan PT BMH. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif. Hasil dari penelitian ini, yang pertama adanya perbedaan pendapat majelis hakim dalam penerapan prinsip pertanggungjawaban mutlak dalam perkara lingkungan di Indonesia yaitu dalam Putusan PT WAJ majelis hakim menerapkan prinsip pertanggungjawaban mutlak karena dianggap telah memenuhi unsur-unsur Pasal 88 UU PPLH dan prinsip kehati-hatian, sedangkan dalam Putusan PT BMH, majelis hakim mengesampingkan prinsip pertanggungjawaban mutlak dalam pertimbangan hukumnya dan tidak memberikan alasan atas keputusannya tersebut. Kedua yaitu dasar yang membedakan diterapkannya pertanggungjawaban mutlak dalam perkara lingkungan hidup antara Putusan PT WAJ dengan Putusan PT BMH yaitu adanya perbedaan petitum (hal-hal yang diminta) dari masing-masing Gugatan pihak Penggugat dalam Putusan dan hakim lebih mengedepankan asas-asas hukum acara perdata dalam penanganan perkara PMH Lingkungan.
Determination of the Benoa Bay Maritime Conservation Area in the Effectiveness of Environmental Maintenance Mega Rasnawati; Putu Gede Arya Sumerta Yasa
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i01.p04

Abstract

Reclamation based on the revitalization of Benoa Bay-Bali which is regulated in Presidential Decree No. 51 of 2014 has the goal of increasing competitiveness in the field of tourism destinations. However, many Balinese people reject the reclamation of Benoa Bay-Bali because the Benoa Bay area is a conservation area. With various objections from the Balinese people, KEPMEN KP No: 46/ KEPMEN-KP/2019 was issued regarding the management of the maritime cultural protection area of ??Benoa Bay-Bali by appointing the Bali Provincial Government as the manager. This study aims to examine policies regarding the maritime conservation area of ??Benoa Bay-Bali managed by the Provincial Government of Bali, as well as the determination of the Benoa Bay-Bali maritime conservation area to function effectively in the framework of environmental preservation. Using sociolegal research with a statutory approach and a case approach. The result of the research is that there is no further regulation regarding the Bali Provincial Regulation regarding the management of the Benoa Bay maritime conservation area, so that there is a norm vacuum. It is hoped that the determination of the Benoa Bay maritime conservation area to be able to effectively provide a positive impact in environmental maintenance activities, in which to ensure its wise use and increase the quality of its value and diversity.
Antitesis Pemenuhan Hak Anak Korban Kekerasan Seksual dalam Sanksi Adat: Studi Di Desa Tenganan, Karangasem Ni Nyoman Juwita Arsawati; Putu Eva Ditayani Antari
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i01.p09

Abstract

The purpose of this paper is to examine the customary law sanctions that are threatened against perpetrators of sexual violence against children, for example in the people of Tenganan Village, Karangasem-Bali, which are Balinese customary law communities who still adhere to their traditions in the era of modernization and globalization that is developing in Bali. Whether the customary sanctions for perpetrators of sexual violence against children in Tenganan Village, Karangasem-Bali are in accordance with the principle of fulfilling children's rights. This research is a type of normative legal research or what is often called doctrinal research. The approach used in this research is the Legislative Approach, the Conceptual Approach and the Comparative Approach. The result of this paper is that customary sanctions against sexual violence against children that occur in Tenganan Village do not position children as victims of sexual violence. On the other hand, children are placed in a position to participate as perpetrators. The customary sanctions do not provide legal protection and fulfillment of children's rights for child victims of sexual violence. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sanksi hukum adat yang diancamkan kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak, contohnya pada masyarakat Desa Tenganan, Karangasem-Bali yang merupakan masyarakat hukum adat Bali yang masih memegang teguh tradisinya di era modernisasi dan globalisasi yang berkembang di Bali. Apakah sanksi adat bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak di Desa Tenganan, Karangasem-Bali telah sesuai dengan prinsip pemenuhan hak anak.Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normative yang menggunakan tiga jenis pendekatanantara lain pendekatan Perundang-undangan, Pedekatan Konseptual dan Pendekatan Perbandingan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sanksi adat terhadap kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Desa Tenganan tidak memposisikan anak sebagai korban kekerasan seksual. Sebaliknya anak ditempatkan pada posisi turut serta sebagai pelaku. Dalam sanksi adat tersebut tidak memberikan perlindungan hukum dan pemenuhan hak anak bagi anak korban kekerasan seksual.
Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Smell Sebagai Merek dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual Ni Made Cindhi Duaty Githasmara; I Made Sarjana
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i01.p14

Abstract

The purpose of writing this journal is to find out how to regulate smell in trademark law in Indonesia and to find out how to regulate smell in trademark law in Indonesia in the future. The research method used in this journal is the normative legal research method, namely research by describing a problem which is then discussed using legal theories in accordance with statutory regulations. Research results show that trademark law in Indonesia in the future needs to regulate smell as a trademark because Indonesia is a member of the WTO-TRIPs which requires adjustments of national law to the agreement. In order to protect smell, Indonesia needs to pay attention to the policies of several countries in brand protection as stated in the brand definition. In addition, the need for regulation of smell is to help provide protection for inventors and speakers who have sacrificed their energy, time, and mind to produce the work, where the work is an original work. Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang smell dalam hukum merek di Indonesia dan untuk mengetahui bagaiamana pengaturan tentang smell dalam hukum merek di Indonesia pada masa mendatang.Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini yaitu metode penelitian hukum normatif, yakni penelitian dengan memaparkan suatu permasalahan yang selanjutnya dibahas dengan menggunakan teori-teori hukum yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Hasil Penelitian menunjukkan bahwa hukum merek di Indonesia pada masa mendatang perlu mengatur smell sebagai merek karena Indonesia tergabung dalam anggota WTO-TRIPs yang mengharuskan penyesuaian hukum nasionalnya terhadap perjanjian tersebut. Agar dapat melindungi smell, Indonesia perlu memperhatikan kebijakan beberapa negara dalam perlindungan merek yang tertuang dalam definisi merek. Selain itu perlunya pengaturan terhadap smell adalah untuk membantu memberikan perlindungan bagi penemu dan pencitpa yang telah mengorbankan tenaga, waktu, serta pikirannya untuk menghasilkan karya tersebut, dimana karya tersebut adalah karya orisinil.
Pengaturan Digitalisasi Peta Terkait Transportasi Online dalam Perspektif Hak Cipta Putu Eka Wiranjaya Putra; I Wayan Wiryawan
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i01.p05

Abstract

The purpose of writing this article is to examine the map digitization arrangement from a copyright perspective and to examine legal sanctions for parties who violate the map digitization arrangement. The research method used in this article is the normative legal research method, in which this research aims to study and provide information about all new things that are not yet known by the general public. The results of this study indicate that the regulations regarding map digitization are basically strictly regulated in Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. In addition, the arrangement for digitizing maps can also refer to Article 1 paragraph 1 and paragraph 4 of Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions and its amendments, as well as adopting the Singapore Copyright Act. Legal sanctions for parties who violate the map digitization arrangement are civil sanctions based on Article 1365 of the Civil Code and criminal sanctions as regulated in Article 113 paragraph (3) in the form of imprisonment for 4 (four) years and a fine of Rp. 1,000,000,000.00. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji pengaturan digitalisasi peta dalam perspektif hak cipta dan mengkaji sanksi hukum bagi pihak yang melanggar pengaturan digitalisasi peta. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah metode penelitian hukum normatif, di mana penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan memberikan informasi mengenai segala sesuatu hal baru yang belum diketahui oleh khalayak umum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan mengenai digitalisasi peta pada dasarnya telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Disamping itu, pengaturan digitalisasi peta dapat pula merujuk pada Pasal 1 angka 1 dan angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan perubahannya, maupun mengadopsi Undang-Undang Hak Cipta Singapura. Sanksi hukum bagi pihak yang melanggar pengaturan digitalisasi peta yaitu sanksi perdata berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata dam sanksi pidana sebagaimana diatur pada Pasal 113 ayat (3) berupa pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 1.000.000.000,00.
Studi Perbandingan Legalitas Pengaturan E-Cigarettes di Indonesia dengan Beberapa Negara Asia Tenggara I Made Kresnayana; I Nyoman Bagiastra
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i01.p10

Abstract

The purpose of this study is to analyze the provisions of e-ciggarette in several countries in Southeast Asia and then to examine the existing regulations in Indonesia to date. The research method used in this study is a normative legal research method with an invitation approach and a comparative approach. Results from smoking studies (show) that in neighboring countries, policies towards e-cigarettes vary. In Brunei Darussalam, Malaysia, Singapore and Vietnam, e-cigarettes are equated with tobacco cigarettes so that they use existing regulations in terms of importation, sale, and so on. Meanwhile in Cambodia, there are new regulations at the level of a Circular, Ministry of Assistance that increase sales, and places where e-cigarettes are not permitted. Thailand chose to combine existing regulations and issue new regulations related to e-cigarettes. However in Indonesia this has not been done and is only profit-oriented 57% of the customs according to the country. Tujuan studi ini adalah untuk menganalisis ketentuan e-ciggarette pada beberapa Negara di Asia Tenggara yang kemudian dikaitkan dengan regulasi yang ada di Indonesia hingga saat ini. Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Hasil dari penelitian menyatakan (menunjukkan) bahwa di negara-negara tetangga, kebijakan terhadap rokok elektrik bervariasi. Di Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura dan Vietnam rokok elektrik disamakan dengan rokok tembakau sehingga menggunakan aturan yang sudah ada baik itu dalam hal importasi, penjualan, dan sebagainya. Sementara di Kamboja, ada ada aturan baru setingkat Surat Edaran Kementerian yang mengatur impor, penjualan, dan tempat-tempat yang tidak diperbolehkan mengonsumsi rokok elektrik. Thailand memilih mengombinasikan antara aturan yang sudah ada dan menerbitkan regulasi baru terkait rokok elektrik. Namun di Indonesia hal tersebut belum dilakukan dan hanya berorientasi pada keuntungan 57% dari bea cukai yang dibayarkan kepada negara.

Page 1 of 2 | Total Record : 15