Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Lex Lata: Jurnal Ilmah Ilmu Hukum

SINKRONISASI PENGATURAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN KEHUTANAN DI DAERAH (Studi Penerapan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Juncto Pasal 66 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) imam komarodin; Suci Flambonita
Lex LATA Vol 2, No 2 (2020): Vol 2, No.2, Juli 2020 : Lex LATA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian tesis ini membahas tentang sinkronisasi kewenangan Pmerintah dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan kehutanan di daerah (Studi Penerapan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemerintahan Daerah) Juncto Pasal 66 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan)).Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pengaturan kewenangan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan kehutanan di daerah terjadi dualisme norma dikarenakan ketentuan Pasal 66 ayat (1) UU Kehutanan menyatakan Pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepada Pemerintah Daerah terhadap penyelenggaraan kehutanan dalam rangka pengembangan otonomi daerah, sedangkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemerintahan Daerah merumuskan bahwa kewenangan penyelenggaraan hutan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi, sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota hanya berwenang mengelola Taman Hutan Raya. Dampak terhadap perbedaan tersebut adalah : terhadap struktur kelembagaan, Gubernur, Bupati/Walikota harus berkoordinasi dengan DPRD dan kementerian/lembaga terkait yang membidangi urusan pemerintahan konkuren meliputi bidang kehutanan, dan melaporkan pelaksanaannya kepada Menteri Dalam Negeri; terhadap hubungan antara Pemerintah Kabupaten dengan Pemerintah Provinsi, apabila tidak cermat dan tidak memperhatikan asas keadilan dan pemerataan dalampengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kehutanan yang secara kewilayahan pada umumnya berada pada wilayah kabupaten/kota, bukan provinsi, maka berpotensi timbulnya sentimen kedaerahan yang berlebihan dan terjadi konflik kepentingan; dan terhadap peraturan perundang-undangan, adalah terdapat dilema dasar peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan pemerintah mana yang berwenang dalam penyelenggaraan kehutanan di daerah, mana yang specialis mana yang generalis. Sinkronisasi dilakukan dengan dua cara, pertama, sinkronisasi vertikal melalui permohonan judicial review Pasal 14 UU Pemerintahan Daerah terhadap Pasal 18 ayat (2) UUD 1945. Kedua, sinkronisasi horizontal antara ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (2) UU Pemerintahan Daerah, melalui pembentukan peraturan pelaksana misalnya dalam bentuk Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai pendelegasian Pemerintah Pusat (Presiden) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Bupati/Walikota) terkait distribusi urusan kehutanan otoritet dan operasional dengan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL Triastuti Andayani; Ruben Achmad; Suci Flambonita
Lex LATA Vol 3, No 1 (2021): Vol 3, No.1, Maret 2021 : Lex LATA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Eksploitasi seksual terhadap anak dapat mempengaruhi psikologi anak, Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang  dan berpartisipasi secaea optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Adapun anak yang menjadi korban eksploitasi seksual diatur dalam undang-undang perlindungan anak No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang Pelindungan hukum terhadap anak korban eksploitasi seksual berdasarkan undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, selain itu juga faktor-faktor penghambat penegakan hukum anak korban eksploitasi seksual. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian kepustakaan dengan cara meneliti bahan Pustaka terkait permasalahan yang diteliti. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Analitis yang digunakan berupa analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk perlindungan hukum terhadap anak dalam undang-undang perlindungan anak dengan cara memberikan hak-hak anak dalam mendapatkan perlindungan hukum yaitu memberikan bantuan hukum, rehabilitasi dan pencegahan. Adapun faktor penghambat penegakan hukum anak korban eksploitasi yaitu subtansi hukum, struktur hukum, budaya hukum, sarana dan prasarana.Kata kunci: Perlindungan Hukum, Anak Korban, Eksploitasi
KEWENANGAN PEMAKZULAN TERHADAP KEPALA DAERAH OLEH MENTERI DALAM NEGERI Rio Muzani Rahmatullah; Suci Flambonita
Lex LATA Vol 4, No 1 (2022): Vol 4, No 1 (2022): Maret 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK:  Wabah pandemi virus covid-19 yang saat ini terjadi tidak hanya mempengaruhi aspek kesehatan masyarakat dibelahan dunia, melainkan juga menembus pula kehidupan sosial, ekonomi, politik dan bahkan hukum. Untuk meminimalisir kasus penularan covid-19 diberbagai daerah di Indonesia, pemerintah lewat Kemendagri membuat produk hukum yang berupa “Instruksi  Nomor 6  Tahun  2020  tentang  Penegakan  Protokol  Kesehatan Untuk  Pengendalian  Penyebaran  Corona Virus  Disease   2019”  yang dalam hal ini  menginstruksikan kepada seluruh Kepala Daerah  agar dapat menegakkan secara konsisten protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran covid-19 yang semakin meningkat. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini ialah Bagaimanakah pengaturan yang seharusnya terkait Pemakzulan Kepala Daerah di masa Pandemi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan Pendekatan filosofis, Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach), Pendekatan Penafsiran dan Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach). Berdasarkan hasil penelitian pengaturan yang ideal terkait Pemakzulan Kepala Daerah pada saat pandemi covid-19 saat ini ialah dengan cara merevisi Undang-Undang Pemerintahan Daerah menambahkan sanksi berupa pemakzulan bagi Kepala Daerah yang melanggar dan tidak menegakkan protokol kesehatan dimasa pandemi.
PENERAPAN SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK (SPBE) DI PEMERINTAH DAERAH UNTUK MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE R.M. Iman Rifai Rusdy; Suci Flambonita
Lex LATA Vol 5, No 2 (2023): Juni 2023
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/lexl.v5i2.2351

Abstract

Abstrak Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) di Pemerintahan Daerah ditujukan untuk mewujudkan proses kerja yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik. Agar pelaksanaan SPBE dapat berjalan sesuai dengan tujuannya, maka dalam rangka penerapannya perlu diatur berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach), Pendekatan Sejarah (Historical Approach) dan Pendekatan Futuristik (Futuristic Approach). Terselenggaranya good governance dapat mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Maka diperlukan pengembangan dan penerapan sistem partisipasi, transparansi dan akuntabilitas yang jelas dan nyata sehingga Penerapan SPBE di Pemerintah Daerah dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab. karena masih ditemukan di beberapa pemerintah daerah yang masih belum melaksanakan SPBE karena itu di masa mendatang dengan membuat dasar hukum yang lebih tinggi daripada Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE agar SPBE dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan sebagaimana mestinya.Kata Kunci: Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), Pemerintah Daerah, Pelayanan Publik, E-government, Good Governance AbstractThe implementation of the Electronic-Based Government System (SPBE) in Regional Governments is aimed at realizing an efficient, effective, transparent and accountable work process, as well as improving the quality of public services. In order for the implementation of the SPBE to run in accordance with its objectives, in the context of its implementation, it is necessary to regulate it based on the principles of Good Governance. The research method used is normative research with the Statute Approach, the Historical Approach and the Futuristic Approach. The implementation of good governance can realize the aspirations of the people in achieving the goals and ideals of the nation and state. Therefore, it is necessary to develop and implement a clear and tangible system of participation, transparency and accountability so that the implementation of SPBE in local governments can take place in an efficient, effective, clean and responsible manner. because it is still found in some local governments that have not implemented SPBE because of that in the future by making a higher legal basis than Presidential Regulation Number 95 of 2018 concerning SPBE so that SPBE can be implemented by local governments properly.Keywords: Electronic-Based Government System (SPBE), Local Government, Public Service, E-government, Good Governance