Gede Kambayana
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia

Published : 33 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Penyakit Dalam Udayana

Korelasi Kadar Serum Leptin dengan Aterosklerosis pada Pasien Systemic Lupus Erythematosus Wanita Manaek, Andi; Kambayana, Gede
Jurnal Penyakit Dalam Udayana Vol 1 No 1 (2017): JPD Vol. 1 No.1 2017
Publisher : PAPDI BALI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (685.195 KB)

Abstract

Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian tertinggi di dunia. SLE diduga berkontribusi kuat mempercepat timbulnya aterosklerosis. Baru-baru ini, banyak bukti ditemukan berhubung dengan efek hormon pada sistem imun termasuk efeknya pada penyakit autoimun. Leptin dikenal sebagai hormon yang menyerupai sitokin dengan aksi pleiotropik dalam memodulasi respon imun. Penelitian yang dilakukan sebelumnya mendapatkan level leptin yang tinggi pada pasien SLE dengan plak aterosklerosis namun berkorelasi lemah dengan carotid Intima Media Thickness (cIMT). Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui korelasi serum leptin dengan aterosklerosis pada pasien SLE. Penelitian dilakukan dengan disain analitik potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple sampling. Konsentrasi serum leptin diperiksa dengan menggunakan metode ELISA dan aterosklerosis diperiksa dengan mesin Duplex carotid-intima Doppler Ultrasound oleh satu orang dokter spesialis radiologi. Analisis statistik menggunakan uji korelasi Spearman. Tingkat kemaknaan jika p < 0,05. Sebanyak 54 orang pasien SLE wanita diikutkan dalam penelitian. Rerata kadar serum leptin  adalah 203,83 ± 179,06 ng/ml. Pada pasien didapatkan rerata CIMT adalah 0,48 ± 0,12 mm dengan frekuensi yang mendapat plak 5,5% dan tidak plak 92,7%. Terdapat korelasi lemah antara kadar serum leptin dengan aterosklerosis dalam hal ini yaitu CIMT (r = 0,028; p = 0,843) dan plak (r = 0,008; p = 0,955), tetapi secara statistik tidak bermakna (p < 0,05). Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara kadar serum leptin dengan aterosklerosis pada pasien SLE wanita.
Hubungan Konsumsi Purin Tinggi Dengan Hiperurisemia: Suatu Penelitian Potong Lintang Pada Penduduk Suku Bali di Kota Denpasar Indrawan, IGNM Budiana; Kambayana, Gede; Putra, Tjokorda Raka
Jurnal Penyakit Dalam Udayana Vol 1 No 2 (2017): Vol. 1 No. 2 (2017) June-December 2017
Publisher : PAPDI BALI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.298 KB)

Abstract

Latar Belakang: Hiperusemia adalah istilah yang menggambarkan kadar asam urat darah di atas normal. Konsumsi purin tinggi merupakan salah satu faktor yang erat kaitannya dengan hiperurisemia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan konsumsi purin tinggi dengan hiperurisemia pada penduduk suku Bali di kota Denpasar. Metode: Penelitian ini adalah studi potong lintang analitik yang dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September 2004. Populasi pada penelitian ini adalah penduduk suku Bali yang bertempat tinggal di Kota Denpasar. Sampel ditentukan dengan cara stratified random sampling. Penilaian konsumsi purin dilakukan dengan semi quantitative food frequency questionnaire. Analisis dilakukan dengan tabulasi silang dan regresi logistik. Hasil: Penelitian ini melibatkan 302 orang sampel yang memenuhi kriteria inklusi dengan rata-rata umur 43,35 ± 16,72 tahun yang terdiri dari 137 (45,4%) laki-laki dan 165 (54,6%) perempuan. Didapatkan prevalensi obesitas 22,51% dan prevalensi hiperurisemia 18,2%. Didapatkan hubungan yang bermakna antara konsumsi purin tinggi (RP 13,27; IK 95% 6,79-25,88; p < 0,001) dan obesitas (RP 3,32; IK 95% 2,11-5,23; p < 0,001) dengan hiperurisemia. Pada analisis multivariat didapatkan faktor risiko independen hiperurisemia adalah konsumi purin tinggi (OR 26,72; IK 95% 11,69-61,04; p < 0,001) dan obesitas ( OR 4,06; IK 95% 1,81-9,12; p = 0,001). Simpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi purin tinggi dengan hiperurisemia pada penduduk suku Bali di kota Denpasar.
Kadar interleukin-17 (IL-17) serum berkorelasi dengan rasio receptor activator of NF-κB ligand/osteoprotegerin (RANKL/OPG) pada penderita Sistemik Lupus Eritematosus Tonny, Tonny; Kambayana, Gede; Putra, Tjokorda Raka; Kurniari, Pande Ketut
Jurnal Penyakit Dalam Udayana Vol 2 No 1 (2018): Vol 2 No 1 (2018) January-June 2018
Publisher : PAPDI BALI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (275.652 KB)

Abstract

Latar belakang : Proses inflamasi berperan penting dalam patogenesis SLE. Proses inflamasi yang terjadi pada penderita SLE juga akan mempengaruhi diferensiasi osteoklas dan osteoblast. Interleukin-17 (IL-17) merupakan mediator pro-inflamasi yang dihasilkan akibat proses inflamasi sistemik. Peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi diketahui mengakibatkan perubahan regulasi RANKL, yang selanjutnya akan mempengaruhi osteoprotegerin (OPG). Peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi pada penderita SLE dapat mengakibatkan ketidakseimbangan RANKL/OPG. Tujuan : Mengetahui korelasi antara kadar IL-17 serum dengan rasio RANKL/OPG pada penderita SLE. Metode : Penelitian ini merupakan studi observasional analitik potong lintang yang dilakukan di poliklinik dan bangsal rawat inap. Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia dari bulan Januari-Maret 2018. Penderita SLE berjenis kelamin wanita yang berusia lebih dari 18 tahun dan belum mengalami menopause serta bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent diikutsertakan dalam penelitian. Kadar IL-17 serum diperiksa dengan menggunakan metode high sensitivity ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay). RANKL diukur menggunakan metode Human sRANKL (TOTAL) ELISA, sedangkan OPG diukur menggunakan metode Human Osteoprotegerin ELISA. Rasio RANKL/OPG didapatkan dari perbandingan antara kadar RANKL dan OPG. Hasil : Penelitian ini melibatkan 68 subyek penelitian. Median umur subyek penelitian yaitu 31,32 (17-54). Kadar IL-17 dan rasio RANKL/OPG pada seluruh subyek yaitu 0,435 (0,23-30,65) dan 70,18 (4,98-1060,46). Didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar IL-17 dan rasio RANKL/OPG dengan p=0,010. Dari analisis multivariat didapatkan bahwa kadar IL-17 berkorelasi dengan rasio RANKL/OPG (B=6,554, SE(B)=2,686, p=0,018). Simpulan : Pada penelitian ini terdapat korelasi antara kadar IL-17 serum dengan rasio RANKL/OPG pada penderita SLE.