Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Farmaka

PERAN NUTRASETIKAL PADA KANKER PARU-PARU ALIA RESTI AZURA; AJENG DIANTINI
Farmaka Vol 17, No 2 (2019): Farmaka (Agustus)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (136.357 KB) | DOI: 10.24198/jf.v17i2.22044

Abstract

ABSTRAKKanker paru-paru terjadi saat sel abnormal tumbuh pada jaringan paru-paru. Kanker paru-paru menjadi penyakit yang paling umum dalam menyebabkan kematian. Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan pada kanker paru-paru adalah menggunakan nurtrasetikal. Nutrasetikal merupakan suatu nutrisi yang dapat digunakan untuk membantu menjaga kesehatan dan mencegah timbulnya suatu penyakit. Tujuan dilakukan review artikel ini yaitu untuk mengetahui nutrasetikal apa saja yang dapat digunakan pada kanker paru-paru. Hasil yang didapatkan adalah cruciferous vegetable, bawang putih, kacang, kedelai, vitamin D dan minyak ikan memiliki kemampuan untuk menurunkan risiko kanker paru-paru dan meningkatkan kualitas hidup. Dapat disimpulkan terdapat berbagai macam nutrasetikal yang memberikan manfaat pada kanker paru-paruKata kunci: Kanker paru-paru, nutrasetikal, pencegahanABSTRACTLung cancer occurs when abnormal cell growth in lung tissue. Lung cancer becomes the most common disease in causing death. One prevention that can be done for lung cancer is using nutraceutical. Nutraceutical is a nutrient that can be used to help maintain health and prevent the onset of an illness. The purpose of this article review is to know what nutraceutical can be used in lung cancer.  The results were obtained that cruciferous vegetable, garlic, nut, soy, vitamin D dan fish oil have the ability to lower the risk of lung cancer and improve the quality of life. It can be concluded that there are various kinds of nutraceutical that gives benefit for lung cancer.Keyword: Lung cancer, nutraceutical, prevention
CATECHOL-O-METHYLTRANSFERASE VAL158MET GENE POLYMORPHISM IN SCHIZOPHRENIA RISPERIDONE-TREATED PATIENTS Fitri N. Ramadhani; Ajeng Diantini; Shelly Iskandar; Melisa I. Barliana
Farmaka Vol 18, No 4 (2020): Farmaka (Suplemen)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/farmaka.v18i4.42482

Abstract

Catechol-O-Methyltransferase (COMT) gene is located at chromosome 22q11 on a location with a high risk of the occurrence of schizophrenia that has a role in the degradation and inactivation of dopamine neurotransmitters. The COMT Val158Met gene polymorphism has enzymatic activity variation that can affect the availability of COMT enzyme, balance of dopamine level, and availability of dopamine receptors so it can influence the effectiveness of risperidone therapy that varies. The aim of this study was to observe the genetic profile of COMT Val158Met gene polymorphism and its correlation with effectiveness of risperidone therapy either single or combination in schizophrenia patients at Mental Hospital of Prof. Dr. Soerojo Magelang. This study was an observational descriptive study with a cross-sectional plan. Data collection was carried out prospectively through assessment of risperidone therapy effectiveness based on PANSS-EC scores in medical record, whole blood sampling, and identification of COMT Val158Met gene polymorphism using Polymerase Chain Reaction-Amplification Refractory Mutation System (PCR-ARMS) method. The result of study showed that all schizophrenia patients at Mental Hospital of Prof. Dr. Soerojo Magelang had heterozygote Val/Met (GA) genotype. Combination risperidone therapy was the most widely used (90.79%) rather than single with the result that 44 patients of 69 patients (63.77%) responded to the combination risperidone. Combined risperidone clozapine therapy was the most widely used (57.97%) with the result that 23 patients out of 40 (57.50%) responded to the combination therapy.
KORELASI POLIMORFISME GEN ERCC1 RS11615 DENGAN EFEKTIVITAS KEMOTERAPI BERBASIS-PLATINUM PADA PASIEN KANKER PARU JENIS KARSINOMA BUKAN SEL KECIL Muhammad F. Effendi; Nadiya N. Afifah; Ajeng Diantini; Ruri Intania; Melisa I. Barliana
Farmaka Vol 18, No 4 (2020): Farmaka (Suplemen)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/farmaka.v18i4.42350

Abstract

Kemoterapi berbasis platinum merupakan regimen kemoterapi lini pertama untuk pasien kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) pada stadium lanjut dan non-operasi tanpa mutasi gen Epidermal growth factor receptor (EGFR). Excision repair cross-complementation group 1 (ERCC1) adalah enzim yang mengeksekusi insisi dari untai DNA yang rusak dan menghilangkan aduksi DNA yang diinduksi oleh platinum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi polimorfisme gen ERCC1 rs11615 dengan efektivitas kemoterapi berbasis-platinum pada pasien KPKBSK di RS Paru dr. H. A. Rotinsulu Bandung pada bulan November 2019 sampai dengan Maret 2020. Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan desain penelitian kohort prospektif terhadap 28 pasien. Polimorfisme gen ERCC1 rs11615 diidentifikasi dengan metode DNA squencing, sedangkan untuk efektivitas kemoterapi menggunakan metode response evaluation criteria in solid tumour (RECIST) dan analisis Cytokeratin 19 fragments (CYFRA 21-1). Hasil penelitian menunjukkan adanya frekuensi alel gen ERCC1 rs11615 masing-masing 50% (C/C), 35,7% (C/T), dan 14,3% (T/T). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara polimorfisme gen ERCC1 rs11615 dengan nilai RECIST (OR = 0,417; 95% confidence interval (CI): 0,091-1,908, P=0,256) atau dengan nilai CYFRA 21-1 (OR = 0,417; 95% confidence interval (CI): 0,063-2,768, P=0,357). Kami tidak menemukan bukti yang mendukung penggunaan gen ERCC1 rs11615 sebagai prediktor untuk menentukan efektivitas kemoterapi berbasis platinum. Dibutuhkan sampel yang memadai untuk mengkonfirmasi secara statistik korelasi polimorfisme gen ERCC1 rs11615 terhadap efektivitas kemoterapi.
HIPOKSIA VERSUS NORMOKSIA: UJI PRELIMINARI KONDISI LINGKUNGAN IN VITRO YANG BAIK UNTUK PRODUKSI MEDIUM TERKONDISI SEL PUNCA MESENKIMAL Yanni Dirgantara; Ajeng Diantini; Cynthia R. Sartika
Farmaka Vol 18, No 4 (2020): Farmaka (Suplemen)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/farmaka.v18i4.42347

Abstract

Sel punca mesenkimal (SPM) telah banyak digunakan dalam uji klinis maupun pre klinis dan menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan sebagai alternatif terapi pengobatan penyakit degeneratif. Efektivitas terapi SPM bukan hanya dipengaruhi oleh sel yang ditransplantasikan, tetapi juga oleh efek parakrin SPM melalui sekresi molekul sinyaling berupa protein baik secara in vivo maupun in vitro. Efek parakrin terjadi saat sel menerima signal kerusakan, yang secara in vitro dapat dikondisikan dengan pengaturan lingkungan hipoksia bagi pertumbuhan sel. Penelitian ini membandingkan total protein yang dihasilkan oleh SPM dari dua macam sumber, yaitu jaringan tali pusat dan lemak, yang dikultur dalam kondisi hipoksia dan normoksia selama 24 dan 48 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein yang dihasilkan oleh SPM dari jaringan lemak menghasilkan protein dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan SPM dari tali pusat. Sedangkan jika dilihat dari parameter waktu perlakuan, protein yang dihasilkan setelah perlakuan 48 jam lebih banyak dibandingkan protein yang dihasilkan oleh perlakuan selama 24 jam.