Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Hidrokoloid Terhadap Kadar Air dan Daya Serap Air Mi Kering Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Sofia Rahmi; Yuliani Aisyah; Normalina Arpi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 3, No 1 (2018): Februari 2018
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (472.801 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v3i1.6587

Abstract

Abstrak. Ubi jalar oranye adalah salah satu komoditas yang banyak terdapat di Indonesia, pemanfaatan tepung ubi jalar oranye untuk pembuatan mi dapat mengurangi penggunaan terigu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kombinasi perlakuan terbaik antara jenis dan konsentrasi hidrokoloid, sehingga dihasilkan mi kering ubi jalar dengan mutu yang baik dan diterima konsumen. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial pola 4 x 3 terdiri dari faktor yang pertama adalah jenis hidrokoloid (H) : CMC, karaginan, xanthan gum dan guar gum. Faktor kedua kedua adalah  konsentrasi (K) hidrokoloid : 1%, 1,5%, dan 2% dari total adonan pembuatan mi yamg ditambahkan pada campuran ubi jalar. Analisis yang dilakukan terhadap tepung ubi jalar yaitu kadar betakaroten dan analisis terhadap mi kering yaitu rendemen, kadar air, kadar abu, cookig loss, daya serap air dan uji organoleptik hedonik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar betakaroten yang terdapat pada ubi jalar yaitu 1,48 mg/ 100 g bk. Berdasarkan analisis produk mi kering terbaik yaitu dengan perlakuan jenis hidrokoloid Xanthan gum dengan konsentrasi 1%. Rendemen 68,23 %, kadar air 6,47%, kadar abu 3,83%, cooking loss 2,57%, daya serap air 249,59%, warna 3,27 (netral), aroma 3,00 (netral), rasa 2,87 (netral), tekstur 2,93 (netral). Abstrack. Orange sweet potato is one of the commodities found abundantly in Indonesia; the utilization of orange sweet potato flour for the production of noodles can reduce the use of wheat flour. The purpose of this study was to determine the best treatment combination between the type and the hydrocolloid concentration,  that can produce orange sweet potato dried noodles with good quality and  acceptable to consumers. This research used Complete Random Design (RAL) factorial 4 x 3 which consisted of 2  factors, the first factor was the type of hydrocolloid (H): CMC, carrageenan, xanthan gum and guar gum. The second factor was the concentration (K) of hydrocolloid: 1%, 1.5%, and 2% of the total noodles dough. Analysis done on the sweet potato flour was the levels of beta-carotene, and analysis done on the dried noodles were  yield, moisture content, ash content, cooking loss, water absorption and hedonic organoleptic. The research results showed that the levels of beta-carotene contained in sweet potatoes flour  was 1.48 mg/ 100 g bk. Based on the analysis, the best dried noodles product was with the treatment of  1% hydrocolloid Xanthan gum with yield of  68,23 %, water content of 6.47%, ash content of 3.83%, cooking loss of  2.57%, water absorption of 249.59%, color of 3.27 (neutral), aroma of  3.00 (neutral), taste of 2.87 (neutral), texture of  2.93 (neutral). 
Kajian Literatur Pembuatan Produk Olahan Tempoyak (Durian Fermentasi) Winny Erfisa; Normalina Arpi; Asmawati Asmawati
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 7, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (171.138 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v7i1.19162

Abstract

Salah satu kesulitan dalam penanganan buah durian ketika musim panen raya adalah sifatnya yang mudah rusak, sehingga tidak tahan lama di suhu ruang. Dalam bentuk utuh berkulit, daging buah durian yang telah masak umumnya daya tahannya selama 4- 6 hari. Fermentasi durian dapat mengatasi masalah melimpahnya buah durian pada masa panen puncak. Pengolahan durian dengan fermentasi menghasilkan produk yang disebut tempoyak. Pembuatan tempoyak bervariasi tergantung hasil akhir yang diinginkan. Beberapa masyarakat melakukan penambahan bahan seperti gula, garam dan kunyit namun ada juga yang tidak menambahkan apapun. Lama fermentasi pada pembuatan tempoyak juga bervariasi mulai dari 3 hingga 7 hari. Pembuatan tempoyak yang bervariasi menghasilkan tempoyak dengan kualitas kimia, mikrobiologi dan sensori yang berbeda. Tempoyak dengan penambahan gula 6% dan lama fermentasi 5 hari yang menghasilkan kadar air 61,500%, aktivitas air 0,835, total asam 1,719%, total bakteri asam laktat 7,4976 log cfu/gr, kadar gula total 6,502%, kadar alkohol 1,605%, serat kasar 2,46 %, nilai tekstur 4,17 (lembut) dan warna 2,20 (kuning), nilai rasa 4,73 (sangat suka) dan aroma 4,80 (sangat suka). Pada tempoyak dengan penambahan kunyit 2%, garam 3% dan lama fermentasi 3 hari menghasilkan kadar air dan total asam laktat yang mengalami pengingkatan namun pH dan total gula mengalami penurunan serta total bakteri asam laktat tertinggi. Tempoyak dengan penambahan kunyit dengan fermentasi 7 hari menghasilkan tempoyak dengan kadar air 66.49%, pH 4.05, total asam 2.30%, total gula 30.50%, total bakteri asam laktat 99×1010 CFU/g dan total khamir 18×106 CFU/g. Tempoyak tanpa penambahan bahan apapun dengan fermentasi selama 7 hari menghasilkan total padatan terlarut yang mengalami penurunan hingga 1,03%, dan total asam laktat mencapai 0,38%.
Pengaruh Lama Fermentasi Alami Pati Sagu terhadap Mutu Sensori Mi Basah dengan Substitusi Tepung Non Terigu (Mocaf, Tepung Ubi Jalar Kuning Terfermentasi, Tepung Kacang Hijau) Mulizani Mulizani; Yanti Meldasari Lubis; Normalina Arpi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 2, No 4 (2017): November 2017
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.701 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v2i4.5487

Abstract

Abstrak. Pemanfaatan pangan lokal sagu dapat mengurangi konsumsi terigu dalam  pembuatan mi. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari pembuatan mi basah dari pati sagu terfermentasi dan substitusi tepung (MOCAF, tepung ubi jalar fermentasi, dan tepung kacang hijau).  Penelitian pembuatan mi basah menggunakan  Rancangan Acak Kelompok  (RAK) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama, lama fermentasi pati sagu yang terdiri atas tiga taraf yaitu FI= 7 hari, F2=14 hari, dan F3= 21 hari. Faktor ke dua adalah substitusi pati dengan tepung (80%:20%), dengan  tiga  taraf yaitu S1=pati sagu fermentasi:MOCAF, S2=pati sagu fermentasi:tepung ubi jalar kuning fermentasi, dan S3=pati sagu fermentasi:tepung kacang hijau. Analisis yang dilakukan adalah  uji organoleptik secara deskriftif  yaitu kelengketan, elastisitas,warna, aroma, dan overall mi basah. Pembuatan mi basah menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi pati sagu F1(7 hari) menghasilkan  nilai elastisitas mi basah yang lebih tinggi (lebih baik) (P≤0,05), dibandingkan mi basah dari pati sagu F2 (14 hari) dan F3 (21 hari), walaupun kelengketan, dan aroma asam mi basahnya rendah (kurang baik) (P≤0,05).  Produk mi basah terbaik  yaitu mi  yang  terbuat dari pati sagu yang difermentasi 7 hari (F1) dengan substitusi tepung ubi jalar fermentasi, kelengketan 2,05 (lengket), elastisitas 2,43 (tidak elastis), warna 2,30  (tidak cerah) aroma asam 2,80 (tidak asam), rasa asam 2,88 (tidak asam), overall  2,60 (baik).Effectts of  Natural Sago Starch Fermentation  Quality Sensory of  Wet Noodles Made by Substituted no wheat  Flour (Mocaf, Fermented Sweet Potato Flour, Mung Bean)Abstract. Utilization of local food sago can reduce the consumption of wheat in the manufacture of noodles. The purpose of this research was to study making wet noodles of fermented sago starch and the use of flour substitution (mocaf, fermented sweet potato flour, and mung bean flour) in the manufacture of wet noodles. A randomized block design with 2 factors was use in the manufacture of wet noodles. First factor is sago starch fermentation period consist of three levels ie FI = 7 days, F2 = 14 days, and F3 = 21 days. Second factor is the substitution of sago starch with flour (80%: 20%), there are three levels ie S1 = fermented sago starch : mocaf, S2 = fermented sago starch : fermented yellow sweet potato flour, and S3 = fermented sago starch: mung bean flour. Analysis of the sago starch and substituted flour include descriptive organoleptic tests  stickiness, elasticity, color, flavor, and overall of wet noodles. Manufacture of wet noodles showed that sago starch fermentation time F1 resulted in higher (better) (P≤0,05) breaking test and elasticity wet noodles compared to wet noodles from sago starch F2 and F3, although the adhesiveness and the sour aroma of the wet noodles were low (worse) (P≤0,05). descriptive organoleptic values of stickiness 2.05 (sticky), elasticity 2.43 (inelastic), color 2,30 (not bright), sourness aroma 2.80 ( not sour), sourness taste 2.88 (not sour), overalls 2.60 (good). 
Warna Seduhan Kopi Liberika (Coffea Liberica) Dengan Variasi Derajat Penyangraian dan Metode Penyeduhan Taskiyatun Nufus; Normalina Arpi; Eko Heri Purwanto
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 8, No 2 (2023): Mei 2023
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17969/jimfp.v8i2.24437

Abstract

Kopi liberika merupakan kopi jenis Liberoid yang berasal dari Liberia (pantai barat Afrika). Kopi liberika seringdisebut sebagai kopi nangka karena memiliki aroma khas yang mirip dengan aroma buah nangka. Penyangraian dan penyeduhan mempengaruhi warna dan citarasa kopi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui warna seduhan kopi liberika akibat variasi derajat penyanggraian dan metode penyeduhan. Penelitian ini dilakukan dengan analisis eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dua faktor. Masing-masing faktor terdiri dari tiga taraf dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah derajat penyangraian (P) yaitu P1= light (200⁰C,7 menit), P2= medium (200⁰C, 8 menit) dan P3= dark (200⁰C, 9 menit). Faktor kedua adalah metode penyeduhan(T) yaitu T1= espresso, T2= tubruk, dan T3= V60. Analisis yang dilakukan yaitu uji warna seduhan yang meliputi nilai L* (kecerahan), a* (kemerahan), b* (kekuningan). Hasil penelitian menunjukkan Nilai L* (kecerahan) seduhan kopi liberika menurun setiap kenaikan derajat penyangraian. Kopi liberika dengan derajat sangrai light dan metode V60 memiliki nilai L* (kecerahan) tertinggi, nilai a* terendah dan nilai b* tertinggi. 
Pelatihan Pemanfaatan Kulit Kopi Arabika Gayo Menjadi Produk Inovatif “Sirup Kaskara” Di Delympus Coffee Kabupaten Bener Meriah Murna Muzaifa; Normalina Arpi; Rita Andini; Heru Prono Widayat; Eva Murlida; Faidha Rahmi
SNHRP Vol. 5 (2023): Seminar Nasional Hasil Riset dan Pengabdian (SNHRP) Ke 5 Tahun 2023
Publisher : LPPM Universitas PGRI Adi Buana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kulit kopi merupakan salah satu limbah kopi terbesar yang dihasilkan dalam pengolahan kopi. Pemanfaatan kopi secara ekonomis masih sangat terbatas. Belum banyak yang mengetahui bahwa kulit kopi dapat dijadikan produk sirup. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pelatihan pembuatan sirup kaskara dari kulit kopi kepada mitra Delympus Coffee di Bener Meriah. Kegiatan ini dilakukan dengan metode ceramah dan demontrasi pembuatan produk. Tahapan kegiatan terdiri atas penyampaian materi mengenai jenis pengolahan kopi, limbah kopi, nutrisi dan potensi pemanfaatannya(1), demontrasi pembuatan produk sirup kaskara dan pengemasannya (2), evaluasi mutu sirup kaskara dan evaluasi kegiatan (3). Produk yang dihasilkan terdiri dari dua formula yaitu dengan penambahan lemon (A) dan tanpa lemon (B). Hasil evaluasi produk menunjukkan bahwa mitra lebih menyukai formula A. Mitra telah memperoleh pengetahuan mengenai pembuatan sirup dari kulit kopi dan telah memperoleh sejumlah fasilitas produksi berupa kemasan yang dilengkapi label, botol kemasan dan paper bag untuk meningkatkan daya tarik produk. Mitra secara umum menyatakan puas terhadap kegiatan yang sudah dilakukan dan berharap mendapat pendampingan penuh untuk kedepannya.