Muhammad Noupal
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

SIKAP TAWAKAL DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS XII MADRASAH ALIYAH DI KOTA PALEMBANG Bobi Januar Iskandar; Muhammad Noupal; Kiki Cahaya Setiawan
Psikis : Jurnal Psikologi Islami Vol 4 No 1 (2018): Psikis: Jurnal Psikologi Islami
Publisher : Program Studi Psikologi Islam, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/psikis.v4i1.2158

Abstract

The independent variable in this research is the attitude of tawakal. While the dependent variable is anxiety facing the national exam. Hypothesis research there is correlation between attitude tawakal with anxiety face national exam at student class XII. The samples were taken using Cluster Random Sampling technique. The sample in this study amounted to 165 students class XII IPA 1, XII IPA 2, XII IPA 4, XII IPS 1 and XII IPA 3. Methods of data retrieval in this study using the scale of attitude tawakal and the scale of anxiety face the national exam. Data analysis method used to test the research hypothesis using Pearson Product Moment analysis. All data analysis calculations were performed using the SPSS (Statistical Packager For Social Science) software version 22.00. The conclusion of this research is there is a significant negative correlation between attitude tawakal with anxiety face national examination at student of class XII (r = -0,596; p = 0,000). This suggests that the role of tawakal attitude to anxiety is very important. Humans who have a high tawakal attitude will have a low anxiety and vice versa.
Kritik Sayyid Utsman bin Yahya terhadap Pemikiran Pembaharuan Islam: Studi Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia Muhammad Noupal
Intizar Vol 20 No 1 (2014): Intizar
Publisher : Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang penolakan Sayyid Utsman terhadap ide-ide pembaharuan seperti penafsiran kembali (reinterpretasi) al-Qur’an, penerjemahan al-Qur’an dan membuka pintu ijtihad dilakukan untuk menyelamatkan umat Islam dari bid’ah dan kerancuan pemahaman (ghurur) dalam agama. Sebagai seorang mufti, Sayyid Utsman merasa berhak memberikan peringatan kepada masyarakat akan bahaya ide dan pemikiran kaum pembaharu. Jadi di sini, terlihat perhatian Sayyid Utsman untuk menjaga akidah dan sistem kepercayaan masyarakat Islam di Indonesia berdasarkan akidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah.  Sedangkan kritik Sayyid Utsman terhadap gerakan pembaharuan, belum menyinggung sejarah pembaharuan Islam di Indonesia. Hal ini bisa dimengerti, sebab sampai masa Sayyid Utsman, gerakan pembaharuan di Indonesia belum bersifat gerakan, tapi hanya sebatas ide. Dari penjelasan ini juga dapat dilihat bahwa saluran majalah pembaharuan dan media komunikasi pada saat itu belum menyebar secara luas di tengah masyarakat.This research investigated about the rejection of Syed Othman toward the renewal ideas as reinterpretation of the Koran. The translation of the Koran and opened the gate of ijtihad were done to save the Muslims from heresy and confusion of understanding (ghurur) in religion. As a mufti, Sayyed Osman felt entitled to give warnings to the public about the dangers of ideas and thoughts of the reformer. So here, visible attention of Sayyed Osman to keep faith and belief system of the Islamic community in Indonesia was based on the creed Ahlu Sunnah wal Jama'ah. Namely criticism of Sayyed Osman toward the renewal movement had not touched the history of Islamic renewal in Indonesia. This was understandable because at Syed Othman era the renewal movement in Indonesia was not yet a movement, but it was only limited ideas. From this explanation could also be seen that the renewal of the magazine channels and communication media at the time was not yet spread widely in society.
Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia Abad 19 dari Ortodoksi ke Politisasi Muhammad Noupal
Intizar Vol 22 No 2 (2016): Intizar
Publisher : Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/intizar.v22i2.943

Abstract

Setidaknya ada beberapa hal penting dalam tulisan ini; pertama, perkembangan tarekat Naqsabandiyah pada abad 19 terjadi secara luas. Tidak hanya di Indonesia tetapi di hampir seluruh wilayah muslim. Hal ini disebabkan karena dominasi faham wujudiyah (tasawuf falsafi) yang melekat pada tarekat Syattariyah mulai ditinggalkan oleh masyarakat muslim akibat serangan gencar kaum tradisionalis (tasawuf sunni). Proses peralihan dalam kurun ini menyebabkan tarekat Naqsabandiyah menjadi diminati. Kedua, kritik pedas kaum tradisionalis juga dilakukan oleh para ulama fikih kepada bid’ah tarekat. Kesesuaian dengan al-Quran dan sunnah seperti yang menjadi landasan tasawuf sunni akhirnya membuat tarekat Naqsabandiyah (dan terekat non faham wujudiyah) diminati oleh masyarakat muslim. Ketiga, kekhawatiran pemerintah kolonial Belanda terhadap tarekat, terutama Naqsabandiyah saat itu, diarahkan kepada tarekat dalam arti politik, termasuk di dalamnya gerakan Pan-Islamisme. Tetapi sepanjang tidak berpolitik, pihak konial tidak membatasi tarekat.At least there are some important things in this article; First, the development of widespread Naqsabandiyah congregation in the 19th century. It happens not only in Indonesia but also in almost all Muslim lands. This is due to the dominance of ideology Wujudiyah (Sufism philosophical) attached to Syattariyah congregation begins to be abandoned by the Muslim community as a result of the onslaught of the traditionalists (Sufism of Sunni). The process of transition in this period leads Naqsabandiyah to be desirable. Second, harsh criticism of the traditionalists is also done by the jurists to heretical congregation. Compliance with the Quran and the Sunnah as the basis of Sufism Sunni finally made Naqsabandiyah congregation (and congregation of non wujudiyah’s thought) demand by the Muslim community. Thirdly, the Dutch colonial government fears the congregation, especially Naqsabandiyah. Then, it is directed to the congregation in a political sense, including the movement of Pan-Islamism. But as long as there are no politics, colonial party does not restrict the congregation.
Paradigma Integralistik dan Toleransi Umat Beragama di Kota Palembang Muhammad Noupal; Erina Pane
Intizar Vol 23 No 1 (2017): Intizar
Publisher : Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/intizar.v23i1.1278

Abstract

Paradigma integralistik dalam konteks kajian toleransi umat beragama, dimaknai sebagai paham dan konsep hubungan antar umat beragama yang toleran. Dalam paradigma integralistik, upaya mewujudkan toleransi umat beragama memerlukan kerjasama dan peran dari semua pihak, termasuk pemerintah dan tokoh agama. Hal ini karena, agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat tidak dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu (integrated). Ini juga memberikan pengertian bahwa Negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama. Konsep ini menegaskan kembali bahwa Islam tidak mengenal pemisahan antara agama dan politik atau Negara. Konsep seperti ini sama dengan konsep teokrasi. Toleransi umat beragama dibangun dalam beberapa aspek paradigma integralistik. Aspek-aspek tersebut yakni: toleransi dalam aspek ekonomi. Toleransi dalam aspek budaya. Toleransi dalam aspek sosial keagamaan.
Zikir Ratib Haddad: Studi Penyebaran Tarekat Haddadiyah di Kota Palembang Muhammad Noupal
Intizar Vol 24 No 1 (2018): Intizar
Publisher : Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/intizar.v24i1.2185

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi adanya fenomena menarik terkait maraknya pembacaan zikir Ratib Haddad di kota Palembang. Sebagaimana diketahui, zikir Ratib Haddad merupakan zikir para penganut tarekat Haddadiyah yang kebanyakan justru dianut masyarakat keturunan Arab Hadramaut. Studi ini menggunakan pendekatan fenomenologis untuk melihat bagaimana zikir ini dibaca dan menjadi gambaran penyebaran tarekat Haddadiyah di Palembang. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa maraknya pembacaan zikr Ratib Haddad di kota Palembang tidak dapat dilepaskan dari peran Syekh Ali Umar Thoyyib dan para muridnya yang tergabung dalam majelis zikir al-Awwabien. Tetapi maraknya pembacaan zikir ini tidak menunjukkan bahwa tarekat haddadiyah dianut masyarakat Palembang; sebab zikir Ratib Haddad lebih dianggap sebagai zikir umum yang pembacaannya boleh dilakukan oleh siapa saja.
KRITIK SAYYID UTSMAN BIN YAHYA TERHADAP GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA : Studi Sejarah Islam di Indonesia Abad 19 dan Awal Abad 20 Muhammad Noupal
Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama Vol 14 No 2 (2013): Jurnal Ilmu Agama : Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kritik Sayyid Utsman terhadap pemikiran pembaharuan Islam merupakan salah satu bentuk kontroversi Sayyid Utsman yang sangat mengemuka. Ia mengkritik pemikiran dan ide-ide pembaharuan Islam khususnya pada awal abad 20 dan menganggapnya sebagai ajaran sesat dan menyalahi syariat Islam. Sebagai seorang mufti sekaligus penasehat pemerintah Hindia Belanda, kritiknya terhadap Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha menjadi salah satu poin penting untuk melihat lebih jelas keterlibatan Sayyid Utsman dalam sejarah sosial intelektual Islam di Indonesia pada awal abad 20. Kritik Sayyid Utsman terdapat dalam sejumlah besar karyanya. Ia setidaknya menulis tujuh buah buku yang berhubungan dengan pembaharuan Islam. Kritiknya bukan saja diarahkan kepada ide dan pemikiran pembaharuan, tetapi juga kepada tokoh-tokohnya; Afghani, Abduh dan Rasyid Ridha. Sayang, dalam buku-buku tersebut, kita tidak mendapatkan banyak informasi bagaimana awal pembaharuan Islam di Indonesia menemukan momentumnya dalam sejarah sosial intelektual Islam di Indonesia. Kritik Sayyid Utsman terhadap pemikiran Islam di Indonesia dapat dilihat dari dua kasus; tentang reinterpretasi al-Quran dan terbukanya pintu ijtihad. Dalam dua kasus ini, Sayyid Utsman menganggap bahwa gerakan pembaharuan Islam dianggap menyalahi ketentuan yang sudah dibuat oleh para ulama sebelumnya. Apalagi secara  teknis, kemampuan untuk menafsirkan al-Quran dan melakukan ijtihad memerlukan persyaratan khusus yang tidak mungkin mampu dimiliki oleh masyarakat Islam saat itu. Dari sisi ini, kita bisa melihat bahwa kritik Sayyid Utsman lebih bersifat formalitas; yang memang sesuai dengan kedudukannya sebagai mufti.
ZIKIR MAHASANTRI MA’HAD AL-JAMI’AH UIN RADEN FATAH PALEMBANG DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU TAREKAT Nyayu Siti Zahrah; Muhammad Noupal; Muhammad Arfah Nurhayat
Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama Vol 22 No 1 (2021): Jurnal Ilmu Agama : Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/jia.v22i1.9014

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang zikir mahasantri Ma’had al-Jami’ah UIN Raden Fatah Palembang yang ditinjau dari perspektif ilmu tarekat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya ritual zikir yang dilaksanakan oleh mahasantri di Ma’had al-Jami’ah UIN Raden Fatah Palembang yang ketika diamati zikir ini memiliki kesamaan dengan ajaran tasawuf dan beberapa tarekat, baik dari segi adab, bacaan, gerakan, nada dan intonasi. Maka dari itu penulis ingin menganalisis zikir mahasantri Ma’had al-Jami’ah UIN Raden Fatah ditinjau dari perspektif ilmu tarekat. Dalam Penelitian ini penyusun menggunakan analisis fenomenologi yang berarti mengamati fenomena-fenomena yang terjadi pada saat penelitian berlangsung. Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa zikir yang dilaksanakan oleh mahasantri Ma’had al-Jami’ah UIN Raden Fatah Palembang memiliki tujuan yang sama dengan tujuan zikir pada ajaran tasawuf yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan dari sisi bacaan, zikir yang dilakukan Mahasantri Ma’had al-Jami’ah sebagian besar memiliki kesamaan dengan bacaan zikir pada tarekat Naqsabandiyah, tetapi dari sisi adab zikir nya lebih kepada adab zikir ajaran Syekh Abdus Shamad al-Palimbani, namun nada dan intonasi zikir yang terdapat dalam zikir ini sebagian memiliki kesamaan dengan nada dan intonasi zikir pada ajaran tarekat Sammaniyah. Sedangkan gerakan zikirnya mengikuti gerakan zikir dari ajaran Syekh Abdus Shamad al-Palimbani. Hal ini dikarenakan imam zikir tersebut yaitu Bapak Munir merupakan pengikut dua aliran tarekat yaitu tarekat Naqsabandiyah dan tarekat Sammaniyah.
Tradisi “Rajah”: Terapi Mistik Dalam Kepercayaan Masyarakat Suku Jawa di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Bayu Pamungkas; Muhammad Noupal; Murtiningsih Murtiningsih; Nur Fitriyana
Jurnal Studi Agama Vol 6 No 1 (2022): Jurnal Studi Agama
Publisher : Program Studi Studi Agama Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/jsa.v6i1.12849

Abstract

This paper examines the rajah tradition in the beliefs of the Javanese people in the Ogan Komering Ulu Timur. This research is a fieldresearch using qualitative methods. Research data obtained through observation and interviews. Meanwhile, in analyzing the data of this study using descriptive-analytical techniques. This study found that there were seven rajahs used by the community; penglaris tattoo, leather tattoo, vest tattoo, tembang liring tattoo, fence tattoo, belt tattoo, and ring tattoo. The seven tattoos are believed by the Javanese community of Gunung Mas village, Belitang district, Ogan Komering Ulu Timur district to provide alternative solutions to the problems they face. The author also finds that the process of making the tattoo is based on the books of Syamsul Ma'arif and Tajul Muluk, with the following procedure; holy from hadast large and small, holding breath and praying to Allah, solemn, the writing of the tattoo is written neatly. Based on these findings, the authors conclude that belief in rajah can change fate, boost success, healing, and self-security is a form of shirk. However, if the tattoo is believed to be only a medium or a means of asking Allah SWT with the aim of asking for His help for various difficulties experienced, it is an act that is allowed in Islamic teachings, because this kind of belief leads to faith and devotion to Allah. Keywords: Rajah Tradition, Mystical Therapy, Java Society
KEHIDUPAN DUNIA PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Terhadap Kata Al-Hayah Dan Kata Al-Ma’isyah) Muhammad Alif Aziz; Muhammad Noupal; RA Erika Septiana
Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama Vol 23 No 2 (2022): Jurnal Ilmu Agama : Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/jia.v23i2.15084

Abstract

Research entitled the life of the life of the world from the perspective of the Qur’an (study of the word al-Hayah end the word al-Ma’isyah) in this study, the interpretation of the science of interpretation with the word study method (tahlili) is used end this research uses library research, from here the research converys the background, namely the world life of the world al-Hayah end world al-Ma’isyah which contains a different meaning of life in a word of life in life in the Qur’an with the lauguage of the word life. Therefore, this study concludes in the view of the Qur’an that the word al-Hayah has the meaning of life end the word al-Ma’isyah has the meaning of life end livelihood, the meaning of the life of the world is taken from the surah Az-Zukhruf 43:32. The word al-Hayah has many meanings of life in the Qur’an as life in the meaning of line in the from of the life of the world of life which has the life of the world end has the life of the hereafter end the word al-Ma’isyah has two meanings of the word life end livelihood in life in the Qur’an, as life describes the life of the human image in the world end the hereafter in life end livelihood, which explains the picture of life in this world end in the hereafter.
Ngumbai Lawok Ceremony: Social Construction and 'Urf' Perspective of the Coastal Muslim Community of Lampung Muhammad Saidun Anwar; Izomiddin Izomiddin; Endang Rochmiatun; Muhammad Noupal; Choirudin Choirudin
Religious: Jurnal Studi Agama-Agama dan Lintas Budaya Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/rjsalb.v6i2.17587

Abstract

The study aims to explain the process of externalization, objectification, and internalization in the urf study of the implementation of ngumbai lawok. The research uses an ethnographic approach where data is taken by looking directly at the ceremonies and traditions to obtain details of the implementation carried out. Analysis of the data used is a descriptive analysis technique by describing the object's state under study. The results of this study describe ngumbai lawok is a form of traditional ceremony celebrated or carried out by the people of the West Coast as a form of gratitude to Allah swt to get fruitful results and avoid the calamity that will occur. The externalization process creates the ngumbai lawok ceremony, which is obtained based on his beliefs so far. The objectification process, which includes the ngumbai lawok ceremony, is obtained from the externalization process. Institutional agents consist of traditional leaders, community leaders, village heads, and fishing communities. The internalization process is explored in the name of the community again, perceiving and interpreting every meaning of the ngumbai lawok ceremony. Based on the urf theory review, ngumbai lawok is a form of gratitude in God's nature. In addition, it is a custom that has been accepted by the wider community, justified by considerations of common sense, brings good, and rejects damage. In ngumbai lawok, the request is also purely addressed to Allah and hopes for the blessing and salvation. In addition, in the ngumbai lawok ritual, in essence, the Coastal community only respects their previous ancestors and carries out traditions from generation to generation.