Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Kajian Komunikasi

Dimensi konsep diri korban cyber sexual harassment di Kota Pekanbaru Welly Wirman; Genny Gustina Sari; Fitri Hardianti; Tegar Pangestu Roberto
Jurnal Kajian Komunikasi Vol 9, No 1 (2021): June 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.853 KB) | DOI: 10.24198/jkk.v9i1.27363

Abstract

Kasus pelecehan seksual cyber kerap terjadi di Kota Pekanbaru, hal ini dapat dilihat  dari pemberitaannya di beberapa media massa. Tidak adanya data akurat di P2TP2A Kota Pekanbaru  tentang pelecehan seksual dunia maya menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan dan kepedulian publik tentang cyberbullying terhadap remaja. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dimensi internal dan dimensi eksternal konsep diri serta pengalaman komunikasi dari remaja korban cyber sexual harrassment. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, teknik pengumpulan data terdiri dari wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik Snowball, dan jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah enam orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah Miles dan Huberman. Sementara teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan perpanjangan keikutsertaan dan triangulasi. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi internal konsep diri pada remaja terdiri dari identitas diri negatif. Perilaku mereka pesimistis, tidak mampu mengendalikan emosi, dan remaja cenderung mendapatkan penilaian negatif dalam bentuk label seksual dari teman-teman mereka seperti “menggairahkan”, “pelacur” dan sebagainya. Kemudian dimensi eksternal yang terdiri dari fisik di mana remaja merasa bentuk fisik atau wajah yang dimiliki dapat memprovokasi pelecehan,  merasa kurang baik dalam hal moral-etika karena mereka tidak mengikuti ajaran yang diajarkan oleh agama, selain itu jika dilihat dari  pribadi adanya kecemasan, berpikir negatif, dan skeptis tentang pujian. Pengalaman komunikasi yang menyenangkan diperoleh dalam bentuk motivasi, perhatian, dan konseling, pengalaman komunikasi yang tid
Bentuk arsitektur sebagai media komunikasi ritual pengobatan suku Akit di pulau Rupat Gun Faisal; Genny Gustina Sari
Jurnal Kajian Komunikasi Vol 7, No 1 (2019): June 2019
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.165 KB) | DOI: 10.24198/jkk.v7i1.16621

Abstract

Salah satu bentuk aktivitas komunikasi terjadi pada ritual Bedekeh yang dilakukan oleh Suku Akit di Pulau Rupat. Ritual Bedekeh merupakan sebuah ritual pengobatan dimana seorang Bomo (dukun) menjadi perantara antara si sakit dengan arwah nenek moyang yang dipercayai mampu menyembuhkan penyakit. Dalam ritual Bedekeh terdapat aktivitas komunikasi ritual yang sarat dengan makna dan simbol khususnya dari segi bangunan arsitektur serta peralatan yang digunakan Bomo dalam ritual ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji bagaimana bentuk arsitektur berfungsi sebagai media pengobatan masyarakat suku Akit. Kajian ini membahas bentuk tidak hanya sebagai bagian dari arsitektur tetapi juga bagian dari ritual dan kebudayaan. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi digunakan dalam penelitian ini. Penelitian dimulai dengan mengkaji bentuk arsitektur vernakular dan ritual Bedekeh sebagai background knowledge, dilanjutkan dengan mengumpulkan informasi mengenai tata cara dan ritual pengobatan tersebut. Selanjutnya melihat elemen-elemen arsitektur yang terdapat dalam cara pengobatan beserta fungsi dan maknanya. Berdasarkan temuan lapangan, model Rumah Roh (Huma) dan Istana (Balai) digunakan sebagai media komunikasi antara Bomo (dukun) dengan para roh, jin, maupun hantu. Bentuk dari model Huma dan Balai tersebut tercipta dari wahyu atau bayangan, maupun mimpi Bomo sesuai dengan keinginan roh tersebut. Proses pembuatan Balai dilakukan oleh Bomo dan keluarganya, sedangkan model Huma dikerjakan oleh keluarga pasien dan tetangga pasien. Jika dilihat dari proses terciptanya bentuk dari Balai dan Rumah Roh tersebut, bentukan itu terlihat lazim seperti bentuk dari rumah suku Akit itu sendiri.
Communication Patterns of Adolescent Self-Harm Suffering in Interpersonal Relationships Genny Gustina Sari; Welly Wirman
Jurnal Kajian Komunikasi Vol 10, No 1 (2022): June 2022
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jkk.v10i1.29384

Abstract

The phenomenon of self-harm is an iceberg phenomenon that generally attacks teenagers. Self-harm is an act of self-harm in which the perpetrator finds pleasure and a feeling of satisfaction and relief. This act of self-harm is not properly recorded, but the times have shown that self-harm sufferers have begun to show their activities on social media such as Twitter. Several previous studies have explained that teenagers self-harm due to a lack of communication and bonding between the perpetrator and his family and closest people. The purpose of this study was to determine the process of social penetration in adolescents with self-harm communication patterns in establishing interpersonal relationships in Pekanbaru City and to determine the communication patterns formed in adolescents with self-harm in establishing interpersonal relationships with family and friends in Pekanbaru City. This study uses a qualitative research method with a phenomenological approach. Based on the findings in the field, the communication pattern found by self-harm sufferers with their families is using permissive communication patterns. Permissive communication patterns of self-harm sufferers are in the form of indifference, indifference, and freedom that goes beyond parents’ boundaries to children. Self-harm sufferers admit minimal verbal and nonverbal interaction with their parents and that self-harm is done not as a form of protest but rather as an emotional outlet. Self-harm is a form of children’s disappointment with their parents, and their actions upload these actions on Twitter as a form of protest and resistance by children against communication patterns and parenting patterns in a wider scope as well as a medium for dancing with friends so that they don’t feel alone.