Salmariza Sy
Baristand Industri Padang

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Pengaruh penambahan natrium tetra boraks untuk pengawetan limbah batang kelapa sawit A Ardinal; Salmariza Sy; S Sofyan
Jurnal Litbang Industri Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24960/jli.v11i1.6981.59-66

Abstract

Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini kurang lebih 11 juta hektar. Selain menghasilkan buah kelapa sawit yang melimpah, kebun sawit ini juga menghasilkan limbah replanting berupa batang kelapa sawit pada saat dilakukan regenerasi kebun. Tujuan dari penelitian ini adalah pengawetan limbah replanting batang kelapa sawit dengan natrium tetra boraks (Na2B3O4). Perlakuan yang dilakukan yaitu dengan memvariasikan bagian batang sawit (kayu bagian dalam dan bagian luar batang sawit).  Konsentrasi pengawet natrium tetra boraks yaitu 1; 2,5 dan 5% dengan waktu perendaman 2, 4, dan 6 hari. Dari analisis awal limbah kayu bagian dalam sebelum pengawetan diperoleh rata-rata kadar air 35,1%, kuat lentur 26,48 kg/cm2, kuat tekan 3,73 kg/cm2, dan kerapatan 0,19 g/cm3. Sedangkan kayu bagian luar sebelum pengawetan memiliki rata-rata kadar air 25,5%, kuat lentur 32,16 kg/cm2, kuat tekan 5,47 kg/cm2, dan kerapatan 0,25 g/cm3. Perlakuan terbaik diperoleh pada kayu bagian luar dengan perendaman selama 4 hari dan konsentrasi natrium tetra boraks 2,5%. Setelah dilakukan pengawetan terjadi peningkatan kuat tekan,  kuat lentur, dan kerapatan. Kayu perlakuan terbaik memiliki rata-rata kuat lentur 44,71 kg/cm2, kuat tekan 6,47 kg/cm2, dan kerapatan 0,30 g/cm3. Kadar air rata-rata menurun setelah proses pengeringan menjadi 8,25%. Kayu  hasil pengawetan dapat digunakan untuk membuat produk asesoris dan produk furniture lainnya.
Reduksi pencemar limbah cair industri tahu dengan tumbuhan melati air (Echinodorus palaefolius) dalam sistem kombinasi constructed wetland dan filtrasi Monik Kasman; Anggrika Riyanti; Salmariza Sy; Muhammad Ridwan
Jurnal Litbang Industri Vol 8, No 1 (2018)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.213 KB) | DOI: 10.24960/jli.v8i1.3832.39-46

Abstract

Tofu industry wastewater contains high organic material which reduces dissolved oxygen, contaminates water, and odor that potentially contaminates and pollutes receiving surface water. Constructed wetland is one of the recently proven efficient technologies for wastewater treatment. This is due to vegetation diversity. Constructed wetland systems have been developed using water jasmine plants combined with filtration systems for the reduction of BOD, TSS, and oil and grease in tofu wastewater as a function of detention time. Detention times were varied at 5, 7, 9, 11, 13, and 15 days. The results revealed that the reduction of BOD, TSS, and oil and grease was influenced by detention time. The reduction efficiency of BOD, TSS, and oil and grease decreased with increasing the detention time. The combined system of constructed wetland and filtration using water jasmine plants effectively reduces the pollution parameters in tofu industry wastewater with a reduction efficiency for BOD, TSS, and oil and greasel of 52-95%, 45-67%, and 59-78% respectively with concentration of 97 mg/L, 40 mg/L, and 4.2 mg/L at the detention time of 15 days. This results fulfill the requirement of the liquid waste standard according to the Minister of Environment Regulation No. 5 year 2014.AbstrakLimbah cair industri tahu mengandung bahan organik tinggi yang dapat menurunkan oksigen terlarut, mengotori, dan menimbulkan bau menyengat sehingga berpotensi mencemari perairan penerima. Constructed wetland merupakan salah satu teknologi pengolahan limbah cair yang efisien, efektif, dan tepat guna karena menggunakan keragaman vegetasi. Penelitian sistem constructed wetland menggunakan tanaman melati air (Echinodorus palaefolius) yang dikombinasikan dengan sistem filtrasi bertujuan untuk penurunan pencemar BOD, TSS, dan minyak lemak dalam limbah cair industri tahu sebagai pengaruh variasi waktu detensi. Waktu detensi meliputi 5, 7, 9, 11, 13, dan 15 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reduksi pencemar BOD, TSS, dan minyak lemak dipengaruhi oleh waktu detensi. Efisiensi reduksi BOD, TSS, dan minyak lemak meningkat dengan bertambahnya waktu detensi. Sistem kombinasi constructed wetland dan filtrasi menggunakan tumbuhan melati air efektif mereduksi parameter pencemar limbah cair industri tahu dengan efisiensi reduksi untuk BOD, TSS, dan minyak lemak berturut-turut 52-95%, 45-67%, dan 59-78% dengan konsentrasi 97 mg/L, 40 mg/L dan 4,2 mg/L pada waktu detensi 15 hari. Hasil ini mememenuhi baku mutu limbah cair industri tahu sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun  2014.
Remediation of hydrocarbon contaminated soil using alkyl benzene sulfonate: preliminary study Monik Kasman; H Hadrah; Salmariza Sy
Jurnal Litbang Industri Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24960/jli.v11i1.6995.73-78

Abstract

This work was aimed to remediate petroleum contaminated soil by soil washing method. This method is among alternative remediation used to remove petroleum pollutant or contaminant from soil using   aqueous chemical surfactan. This studi was preceeded to the characterization of contaminated soil to classify the soil including gain size, oil and gease and Total Petroleum Hydrocarbon (TPH).  Laboratory scale experiment was done to investigate the effect of aqueous chemical surfactan Alkyl Benzena Sulfonate (ABS).  The effect of surfactant and bulking agent to TPH removal was observed by varying the ratio of contaminated soil (g) to bulking agent (silica soil) in g/g units, with the ratio 50:50; 35:65 and 25:75 in variations of surfactant solution . 0%; 0.25%; 0.5%; 0.75% and 1.0% (mL/mL). The results showed that the soil washing was influenced by bulking agent ratio. The higher the ratio of the bulking agent, the higher the TPH reduction. The highest percentage of TPH removal achieved 92%, at surfactant concentration of 0.25% and ratio of soil/bulking agent of 25 : 75.
Biomordan gambir pada pewarnaan kain viskos menggunakan ekstrak pewarna dari limbah kulit jengkol (Archidendron jiringa) F Failisnur; S Sofyan; S Silfia; Salmariza Sy; A Ardinal
Jurnal Litbang Industri Vol 8, No 2 (2018)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.28 KB) | DOI: 10.24960/jli.v8i2.4324.77-82

Abstract

Biomordan merupakan mordan alam yang berfungsi untuk meningkatkan afinitas zat warna terhadap serat dan membangkitkan warna dalam proses pencelupan. Pemanfaatan gambir sebagai biomordan adalah salah satu terobosan baru dalam pemanfaatan komoditi potensi lokal yang dapat menghasilkan kain berwarna yang ramah lingkungan.  Penelitian dilakukan dengan membandingkan antara proses pewarnaan tanpa menggunakan mordan, pemakaian biomordan gambir pada konsentrasi 5, 10, dan 15%, serta pemakaian biomordan gambir yang dikombinasikan dengan mordan kimia CaO. Hasil penelitian menunjukkan terdapat komponen fenol pada ekstrak limbah kulit jengkol yang dapat memberikan warna pada kain viskos. Hasil pewarnaan meggunakan biomordan gambir dapat meningkatkan nilai intensitas warna. Sifat ketahanan luntur warna terhadap pencucian 40⁰C meningkat dari 3 (cukup) dan 4 (baik) menjadi 4-5 (baik sampai sangat baik) serta terhadap pengaruh cahaya dari 3-4 (cukup sampai baik) menjadi 4 (baik).AbstractThe biomordant is a natural mordant that functions to increase the affinity of dyes to the fiber and generate color in the dyeing process. The use of gambier as a biomordant is one of inovation in the utilization of local potential commodities that can produce eco-friendly coloring fabrics. The study was conducted by comparing the dyeing process without using mordant, the use of biomordant gambier at a concentration of 5, 10, and 15%, as well as the use of biomordant gambier was combined with CaO chemical mordant. The results showed that there were phenol components in the extract of dogfruit pod waste which could give color to the viscous fabric. The coloring results using gambier biomordant could increase the color intensity value. The color fastness characteristics of washing 40oC increased from 3 (fairly good) and 4 (good) to 4-5 (good to very good) and to the fastness of light raised from 3-4 (fairly good to good) to 4 (good).
Reduksi pencemar limbah cair industri tahu dengan tumbuhan melati air (Echinodorus palaefolius) dalam sistem kombinasi constructed wetland dan filtrasi Monik Kasman; Anggrika Riyanti; Salmariza Sy; Muhammad Ridwan
Jurnal Litbang Industri Vol 8, No 1 (2018)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.213 KB) | DOI: 10.24960/jli.v8i1.3832.39-46

Abstract

Tofu industry wastewater contains high organic material which reduces dissolved oxygen, contaminates water, and odor that potentially contaminates and pollutes receiving surface water. Constructed wetland is one of the recently proven efficient technologies for wastewater treatment. This is due to vegetation diversity. Constructed wetland systems have been developed using water jasmine plants combined with filtration systems for the reduction of BOD, TSS, and oil and grease in tofu wastewater as a function of detention time. Detention times were varied at 5, 7, 9, 11, 13, and 15 days. The results revealed that the reduction of BOD, TSS, and oil and grease was influenced by detention time. The reduction efficiency of BOD, TSS, and oil and grease decreased with increasing the detention time. The combined system of constructed wetland and filtration using water jasmine plants effectively reduces the pollution parameters in tofu industry wastewater with a reduction efficiency for BOD, TSS, and oil and greasel of 52-95%, 45-67%, and 59-78% respectively with concentration of 97 mg/L, 40 mg/L, and 4.2 mg/L at the detention time of 15 days. This results fulfill the requirement of the liquid waste standard according to the Minister of Environment Regulation No. 5 year 2014.AbstrakLimbah cair industri tahu mengandung bahan organik tinggi yang dapat menurunkan oksigen terlarut, mengotori, dan menimbulkan bau menyengat sehingga berpotensi mencemari perairan penerima. Constructed wetland merupakan salah satu teknologi pengolahan limbah cair yang efisien, efektif, dan tepat guna karena menggunakan keragaman vegetasi. Penelitian sistem constructed wetland menggunakan tanaman melati air (Echinodorus palaefolius) yang dikombinasikan dengan sistem filtrasi bertujuan untuk penurunan pencemar BOD, TSS, dan minyak lemak dalam limbah cair industri tahu sebagai pengaruh variasi waktu detensi. Waktu detensi meliputi 5, 7, 9, 11, 13, dan 15 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reduksi pencemar BOD, TSS, dan minyak lemak dipengaruhi oleh waktu detensi. Efisiensi reduksi BOD, TSS, dan minyak lemak meningkat dengan bertambahnya waktu detensi. Sistem kombinasi constructed wetland dan filtrasi menggunakan tumbuhan melati air efektif mereduksi parameter pencemar limbah cair industri tahu dengan efisiensi reduksi untuk BOD, TSS, dan minyak lemak berturut-turut 52-95%, 45-67%, dan 59-78% dengan konsentrasi 97 mg/L, 40 mg/L dan 4,2 mg/L pada waktu detensi 15 hari. Hasil ini mememenuhi baku mutu limbah cair industri tahu sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun  2014.
Pengaruh penambahan natrium tetra boraks untuk pengawetan limbah batang kelapa sawit A Ardinal; Salmariza Sy; S Sofyan
Jurnal Litbang Industri Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (514.785 KB) | DOI: 10.24960/jli.v11i1.6981.59-66

Abstract

Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini kurang lebih 11 juta hektar. Selain menghasilkan buah kelapa sawit yang melimpah, kebun sawit ini juga menghasilkan limbah replanting berupa batang kelapa sawit pada saat dilakukan regenerasi kebun. Tujuan dari penelitian ini adalah pengawetan limbah replanting batang kelapa sawit dengan natrium tetra boraks (Na2B3O4). Perlakuan yang dilakukan yaitu dengan memvariasikan bagian batang sawit (kayu bagian dalam dan bagian luar batang sawit).  Konsentrasi pengawet natrium tetra boraks yaitu 1; 2,5 dan 5% dengan waktu perendaman 2, 4, dan 6 hari. Dari analisis awal limbah kayu bagian dalam sebelum pengawetan diperoleh rata-rata kadar air 35,1%, kuat lentur 26,48 kg/cm2, kuat tekan 3,73 kg/cm2, dan kerapatan 0,19 g/cm3. Sedangkan kayu bagian luar sebelum pengawetan memiliki rata-rata kadar air 25,5%, kuat lentur 32,16 kg/cm2, kuat tekan 5,47 kg/cm2, dan kerapatan 0,25 g/cm3. Perlakuan terbaik diperoleh pada kayu bagian luar dengan perendaman selama 4 hari dan konsentrasi natrium tetra boraks 2,5%. Setelah dilakukan pengawetan terjadi peningkatan kuat tekan,  kuat lentur, dan kerapatan. Kayu perlakuan terbaik memiliki rata-rata kuat lentur 44,71 kg/cm2, kuat tekan 6,47 kg/cm2, dan kerapatan 0,30 g/cm3. Kadar air rata-rata menurun setelah proses pengeringan menjadi 8,25%. Kayu  hasil pengawetan dapat digunakan untuk membuat produk asesoris dan produk furniture lainnya.
Biomordan gambir pada pewarnaan kain viskos menggunakan ekstrak pewarna dari limbah kulit jengkol (Archidendron jiringa) F Failisnur; S Sofyan; S Silfia; Salmariza Sy; A Ardinal
Jurnal Litbang Industri Vol 8, No 2 (2018)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.28 KB) | DOI: 10.24960/jli.v8i2.4324.77-82

Abstract

Biomordan merupakan mordan alam yang berfungsi untuk meningkatkan afinitas zat warna terhadap serat dan membangkitkan warna dalam proses pencelupan. Pemanfaatan gambir sebagai biomordan adalah salah satu terobosan baru dalam pemanfaatan komoditi potensi lokal yang dapat menghasilkan kain berwarna yang ramah lingkungan.  Penelitian dilakukan dengan membandingkan antara proses pewarnaan tanpa menggunakan mordan, pemakaian biomordan gambir pada konsentrasi 5, 10, dan 15%, serta pemakaian biomordan gambir yang dikombinasikan dengan mordan kimia CaO. Hasil penelitian menunjukkan terdapat komponen fenol pada ekstrak limbah kulit jengkol yang dapat memberikan warna pada kain viskos. Hasil pewarnaan meggunakan biomordan gambir dapat meningkatkan nilai intensitas warna. Sifat ketahanan luntur warna terhadap pencucian 40⁰C meningkat dari 3 (cukup) dan 4 (baik) menjadi 4-5 (baik sampai sangat baik) serta terhadap pengaruh cahaya dari 3-4 (cukup sampai baik) menjadi 4 (baik).AbstractThe biomordant is a natural mordant that functions to increase the affinity of dyes to the fiber and generate color in the dyeing process. The use of gambier as a biomordant is one of inovation in the utilization of local potential commodities that can produce eco-friendly coloring fabrics. The study was conducted by comparing the dyeing process without using mordant, the use of biomordant gambier at a concentration of 5, 10, and 15%, as well as the use of biomordant gambier was combined with CaO chemical mordant. The results showed that there were phenol components in the extract of dogfruit pod waste which could give color to the viscous fabric. The coloring results using gambier biomordant could increase the color intensity value. The color fastness characteristics of washing 40oC increased from 3 (fairly good) and 4 (good) to 4-5 (good to very good) and to the fastness of light raised from 3-4 (fairly good to good) to 4 (good).
Remediation of hydrocarbon contaminated soil using alkyl benzene sulfonate: preliminary study Monik Kasman; H Hadrah; Salmariza Sy
Jurnal Litbang Industri Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.682 KB) | DOI: 10.24960/jli.v11i1.6995.73-78

Abstract

This work was aimed to remediate petroleum contaminated soil by soil washing method. This method is among alternative remediation used to remove petroleum pollutant or contaminant from soil using   aqueous chemical surfactan. This studi was preceeded to the characterization of contaminated soil to classify the soil including gain size, oil and gease and Total Petroleum Hydrocarbon (TPH).  Laboratory scale experiment was done to investigate the effect of aqueous chemical surfactan Alkyl Benzena Sulfonate (ABS).  The effect of surfactant and bulking agent to TPH removal was observed by varying the ratio of contaminated soil (g) to bulking agent (silica soil) in g/g units, with the ratio 50:50; 35:65 and 25:75 in variations of surfactant solution . 0%; 0.25%; 0.5%; 0.75% and 1.0% (mL/mL). The results showed that the soil washing was influenced by bulking agent ratio. The higher the ratio of the bulking agent, the higher the TPH reduction. The highest percentage of TPH removal achieved 92%, at surfactant concentration of 0.25% and ratio of soil/bulking agent of 25 : 75.