Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

KEKUATAN PEMBUKTIAN SERTIFIKAT DALAM SENGKETA HAK ATAS TANAH Ramli Usman; Ilyas Ismail; Azhari Yahya
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 3: Agustus 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.005 KB)

Abstract

Abstract: Certificate is an evidence tool based on Article 19 of the Act Number 5 Year 1960 regarding to the Fundamental Rules of Agrarian (UUPA). However, in practice, the evidence degree of land owning certificate might be nullified by the evidence of opponent which was an underhand deed like a civil case Number 04/Pdt.G/2009/PN-Sgi so that the letter from the head of village brought by the prosecutor to the court could able to defeat the Usage Right Certificate that was brought by the defendant in the court. Normative law method was used in this research. The results showed that the evidence degree of the Usage Right Certificate Number 02 Year 1986 really depended on the belief and trust of the judges on the correct procedure of getting the Usage Right Certificate and the ability of the defendant in providing land book of the certificate in the court. Although the defendant had provided the certificate to prove that the disputed land was legally owned showing from the legal land certificate, but if the judges did not believe the defendant, the certificate was then finally determined by the judges as an illegal and had no legal binding.  Keywords: Degree of evidence, certificate, land right. Abstrak: Sertifikat merupakan alat pembuktian menurut Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). Namun dalam prakteknya kekuatan pembuktian sertifikat hak atas tanah dapat dipatahkan oleh alat bukti lawan berupa akta di bawah tangan, seperti dalam kasus perdata No.04/Pdt.G/2009/PN-Sgi sehingga Surat Keterangan Kepala Desa yang disampaikan oleh penggugat kepada Majelis mampu mengalahkan alat bukti Sertifikat Hak Pakai yang disampaikan oleh tergugat di persidangan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan pembuktian Sertifikat Hak Pakai Nomor 02 Tahun 1986 ternyata sangat tergantung kepada keyakinan dan kepercayaan hakim terhadap kebenaran prosedur perolehan sertifikat hak pakai dan kemampuan tergugat dalam menghadirkan buku tanah/warkah dari sertifikat tersebut ke persidangan. Walau pihak tergugat telah memberikan data untuk menguatkan bahwa tanah sengketa telah dikuasai dengan cara sah bahkan telah memperoleh sertifikat hak atas tanah, namun apabila Majelis tidak mempercayainya, sertifikat tersebut akhirnya tetap dinyatakan oleh majelis cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum.Kata Kunci : Kekuatan pembuktian, sertifikat, hak atas tanah.
TANGGUNG JAWAB PRIBADI DIREKSI TERHADAP PERBUATAN HUKUM PERSEROAN YANG MERUGIKAN PIHAK KETIGA Haspan Yusuf Ritonga; Azhari Yahya; Dahlan Ali
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 4: November 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.997 KB)

Abstract

Abstract: Article 1 clause 1 of the Limited Company Act (UUPT) Number 40 Year 2017 states that the Limited Company is a legal entity. It is given a legal subject status who is responsible for any legal actions. However, based on the empirical reality, personal directors have been given responsibilities on the risk of legal action of the Limited Company. Duality reponsibilities in UUPT has created a responsibility repel between the Limited Company and the personal directors against whom a third party losses charged. This research was aimed to examine and explain how personal directors were responsible for the company legal act. The research method used was a juridical normative method including the law principles, the act legislation and the court decisions. The results showed that the decisions of judges who apply the imposition of personal directors’ liability against the act of legal company have been found with breakthroughs in the law and the basic principles of directors’ liability such as fiduciary duties, doctrine ultra vires and business judgment rule principles have been applied. However, for the uniformity of law application in society, UUPT should be updated by emphasizing personal directors’ liability against legal actions of the company which prejudice the third party so the UUPT could protect both the Limited Company and community equally and fairly.Keywords: Legal entity, Limited Company Act (UUPT), personal directors’ responsibility, third party. Abstrak: Pasal 1 angka 1 (satu) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menyebut “perseroan” adalah badan hukum, ia diberi status subjek hukum yang bertanggung jawab atas setiap perbuatannya. Namun pada kenyataan empiris, direksi telah dibebani tanggung jawab terhadap resiko perbuatan hukum perseroan. Dualisme pertanggungjawaban dalam UUPT telah menimbulkan tolak menolak tanggung jawab perseroan dengan direksi terhadap siapa kerugian pihak ketiga dibebankan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dan menjelaskan bagaimana semestinya direksi bertanggung jawab terhadap perbuatan hukum perseroan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, meliputi kaidah-kaidah hukum, peraturan perundang-undanga serta putusan-putusan pengadilan. Dari hasil penelitian, ditemukan putusan-putusan hakim yang menerapkan pembebanan tanggung jawab pribadi direksi terhadap perbuatan hukum perseroan dengan terobosan-terobosan hukum serta menerapkan asas-asas dasar pertanggung jawaban direksi seperti prinsip fiduciary duties, doktrin ultra vires dan prinsip bussiness judment rule. Namun demikian, untuk keseragaman penerapan hukum dalam masyarakat, UUPT perlu diperbaharui dengan mempertegas pengaturan tanggung jawab pribadi direksi terhadap perbuatan hukum Perseroan yang merugikan pihak ketiga, sehingga produk hukum UUPT tersebut akan melindungi perseroan dan melindungi masyarakat secara berimbang dan berkeadilan.Kata Kunci: badan hukum, UUPT, tanggung jawab pribadi direksi, pihak ketiga.
HAK ASUH ANAK PASCA TERJADINYA PERCERAIAN ORANGTUA DALAM PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH SYA’IYAH BANDA ACEH Mansari Mansari; Iman Jauhari; Azhari Yahya; Muhammad Irvan Hidayana
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 4, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v4i2.4539

Abstract

Salah satu kewajiban orangtua pasca terjadinya perkawinan adalah memelihara, melindungi, mendidik dan mengasuh anak hingga dewasa. Penentuan orang yang mengasuh anak pasca perceraian sangat ditentukan oleh putusan hakim. Adakalanya hak asuh anak diberikan kepada ibu dan ada pula hak asuh anak diberikan kepada ayah seperti putusan Nomor 55/Pdt.G/2012/Ms-Bna (kepada ibu dan ayah), Putusan Nomor 65/Pdt.G/2011/MS-Bna (kepada ayah), Putusan Nomor 66/Pdt.G/2012/MS-Bna (kepada ayah), Putusan Nomor 225/Pdt.G/2009/MS-BNA (kepada ibu), Putusan Nomor 261/Pdt.G/2010/MS-BNA (kepada ibu). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim menetapkan pengasuh anak, tinjauan yuridis dan konsekuensi hukum terhadap penetapan hak asuh anak pasca perceraian. Penelitian normatif ini menggunakan bahan hukum primer berupa UU No. 1 Tahun 1974, bahan hukum sekunder berupa putusan hakim dan bahan hukum tersier berupa kamus dan eksiklopedia hukum. Penyajian data dilakukan secara deskriptif dan metode analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim menetapkan pengasuh anak pasca perceraian yaitu: adanya tuntutan dari penggugat/tergugat (pemohon/termohon), melalui putusan verstek, demi kepentingan terbaik bagi anak. Penetapan ibu atau ayah sebagai pengasuh anak tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku selama menjamin kepentingan terbaik bagi anak dan baik ibu maupun ayah memiliki hak untuk mengasuh anak meskipun ibu orang yang lebih berhak mengasuhnya. Disarankan kepada hakim agar dalam memutuskan pengasuh anak tidak hanya memperhatikan jenis kelamin orangtua, akan tetapi harus menjamin kepentingan terbaik bagi anak. Disarankan kepada pengambil kebijakan agar menjadi kajian ini sebagai referensi dalam merumuskan kebijakan baru dan disarankan kepada orangtua agar tidak memperebutkan hak asuh anak jikalau tidak mampu mengasuhnya dengan baik.
HARMONISASI DAN SINKRONISASI FASILITAS PENANAMAN MODAL PASCA PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA DI PROVINSI ACEH Farah Diba; Azhari Yahya
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 5, No 3: Agustus 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak – Dilakukannya penelitian ini guna menjelaskan pengaturan secara detail fasilitas penanaman modal di Provinsi Aceh sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan penyesuaian fasilitas penanaman modal di Provinsi Aceh pasca pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Dari bahan terkumpul diperoleh bahwasannya fasilitas penanaman modal yang dialokasikan oleh pemerintah Aceh “dianggap” kurang memadai yang mengakibatkan keraguan para investor melakukan aktivitas penanaman modal di Provinsi Aceh, salah satu contohnya adalah kurangnya insentif untuk perusahaan eksisting di KEK ARUN dan besarnya pajak bahan mineral. Faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi juga diakibatkan Aceh sendiri belum mempunyai aturan khusus terkait besaran jumlah fasilitas penanam modal yang diberikan. Kemudian pemerintah Aceh belum melakukan harmonisasi dan sinkronisasi pemberian fasilitas penanaman modal seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Disarankan kepada pemerintah Aceh untuk menyusun peraturan gubernur berkaitan dengan penambahan fasilitas penanaman modal, seperti keringanan pajak bagi para penanam modal dan  mengurangi besaran pajak. Upaya ini berlandaskan Pasal 181 ayat (2) Undang-Undang Cipta Kerja dimana mengharuskan pemerintah daerah melakukan harmonisasi dan sinkronisasi setiap peraturan daerah/ peraturan kepala daerah.Kata Kunci : Fasilitas Penanaman Modal, Harmonisasi, Penanaman Modal, Sinkronisasi, Undang-Undang Cipta Kerja.
ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MODAL KERJA BERDASARKAN AKAD MUSYARAKAH (SUATU PENELITIAN PADA BANK SYARIAH MILIK PEMERINTAH ACEH) Nabilah Rizkijulia; Azhari Yahya
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 5, No 3: Agustus 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Penelitian ini bertujuan menjelaskan pelaksanaan pembiayaan modal kerja Bank Syariah Milik Pemerintah Aceh ditinjau berdasarkan Fatwa DSN MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000 dan upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah pada Bank Syariah Milik Pemerintah Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bank Syariah Milik Pemerintah Aceh dalam memberikan pembiayaan modal kerja berdasarkan Fatwa DSN MUI No.08/DSN/-MUI/IV/2000 belum sepenuhnya sesuai dengan Fatwa terkait pembiayaan musyarakah. Dalam pelaksanaan akad musyarakah ini dalam hal terjadi kerugian pandangan bank berbeda dengan fatwa, yang mana fatwa menjelaskan bahwa musyarakah memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan, baik dalam berbagi keuntungan maupun resiko kerugian. Namun pandangan Bank Syariah Milik Pemerintah Aceh bahwa pembiayaan musyarakah ini walaupun sifatnya kerjasama dengan berbagi modal tetapi jika terjadi kerugian bank tetap menganggap bahwa modal tetap harus dapat dikembalikan. Dalam pembiayaan modal kerja yang bermasalah, upaya yang ditempuh untuk penyelesaiannya adalah dengan dengan cara memberikan surat peringatan I,II,III (terakhir). Jika nasabah tidak kooperatif, maka pihak bank akan menyerahkan pengurusan pembiayaan bermasalah kepada balai lelang. Disarankan bagi pihak Bank Syariah Milik Pemerintah Aceh lebih memperhatikan pelaksanaan pembiayaan musyarakah sesuai dengan Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI. Jika Bank Syariah Milik Pemerintah Aceh tidak mengikuti atau menyimpang dari Fatwa, maka DSN bisa memberikan peringatan untuk menghentikan penyimpangan tersebut. DSN-MUI juga bisa mengusulkan kepada OJK, untuk mengambil tindakan tegas apabila tidak diindahkan.Kata Kunci: Analisis, Pelaksanaan, Biaya, Modal Kerja, Akad Musyarakah
HARMONISASI DAN SINKRONISASI FASILITAS PENANAMAN MODAL PASCA PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA DI PROVINSI ACEH Farah Diba; Azhari Yahya
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak – Dilakukannya penelitian ini guna menjelaskan pengaturan secara detail fasilitas penanaman modal di Provinsi  Aceh  sebelum  diberlakukannya  Undang-Undang  Nomor  11  Tahun  2020  Tentang  Cipta  Kerja  dan penyesuaian  fasilitas  penanaman  modal  di  Provinsi  Aceh  pasca  pemberlakuan  Undang-Undang  Nomor  11 Tahun  2020  Tentang  Cipta  Kerja.  Dari  bahan  terkumpul  diperoleh  bahwasannya  fasilitas  penanaman  modal yang  dialokasikan  oleh  pemerintah  Aceh  “dianggap”  kurang  memadai  yang  mengakibatkan  keraguan  para investor  melakukan  aktivitas  penanaman  modal  di  Provinsi  Aceh,  salah  satu  contohnya  adalah  kurangnya insentif  untuk  perusahaan  eksisting  di  KEK  ARUN  dan  besarnya  pajak  bahan  mineral.  Faktor  yang menyebabkan hal tersebut terjadi juga diakibatkan Aceh sendiri belum mempunyai aturan khusus terkait besaran jumlah fasilitas penanam modal yang diberikan. Kemudian pemerintah Aceh belum melakukan harmonisasi dan sinkronisasi  pemberian  fasilitas  penanaman  modal  seperti  yang  diamanatkan  dalam  Undang-Undang  Cipta Kerja. Disarankan kepada pemerintah Aceh untuk menyusun peraturan gubernur berkaitan dengan penambahan fasilitas penanaman modal, seperti keringanan pajak bagi para penanam modal dan  mengurangi besaran pajak. Upaya  ini  berlandaskan  Pasal  181  ayat  (2)  Undang-Undang  Cipta  Kerja  dimana  mengharuskan  pemerintah daerah melakukan harmonisasi dan sinkronisasi setiap peraturan daerah/ peraturan kepala daerah. Kata  Kunci  :  Fasilitas  Penanaman  Modal,  Harmonisasi,  Penanaman  Modal,  Sinkronisasi,  Undang-Undang Cipta Kerja.
Pelaksanaan Pembiayaan Akad Murabahah Pasca Konversi PT. Bank Aceh Menjadi PT. Bank Aceh Syariah Khalid Khalid; Azhari Yahya; Darmawan Darmawan
JURNAL MERCATORIA Vol 11, No 2 (2018): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/mercatoria.v11i2.1636

Abstract

PT. Bank Aceh merupakan perusahaan perbankan daerah yang awalnya berbentuk bank konvensional namun saat ini telah dikonversi menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Perubahan sistem dari konvensional menjadi sistem syariah berdampak pada peralihan produk perbankan seperti kredit investasi menjadi pembiayaan murabahah. Landasan yang digunakan bank dalam mengalihkan atau mengkonversikan produk transaksi non-syariah yang telah berjalan menjadi transaksi syariah adalah dengan merujuk Fatwa DSN No. 31/DSN-MUI/IV/2002 tentang Pengalihan Utang. Utang nasabah tidak berpindah ke lain bank, akan tetapi utang tersebut dialihkan menjadi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Selanjutnya, terdapat unsur dari ketentuan Fatwa MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah yang belum terpenuhi pada tahap pelaksanaan akad pembiayaan. Namun, melalui ketetapan PBI nomor 9/19/PBI/2007 dan Surat Edaran BI No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah bahwa transaksi perbankan syariah yang didasarkan pada prinsip jual beli murabahah dimana bank sebagai penyedia dana tanpa membeli atau memiliki barang yang menjadi objek pembiayaan dan tetap merupakan pembiayaan.
LEGAL CERTAINTY OF LAND TITLE IN FACILITATING FOREIGN DIRECT INVESTMENT IN ACEH PROVINCE, INDONESIA Dina Luqyana; Azhari Yahya
Student Journal of International Law Vol 1, No 1: August 2021
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (201.645 KB) | DOI: 10.24815/sjil.v1i1.18076

Abstract

Law Number 25 Year 2007 on Capital Investment facilitates services and/or licensing of Land Rights to Use for investment. Article 22(a) stipulated that land Rights to Use (HGB) can be granted up to 95 years for land cultivation rights, up to 160 years for building use rights, and up to 140 years for land Rights to Use. However, land Rights to Use regulated in Qanun Number 14 Year 2017 on Aceh's Assets Management is only five years subject to certain conditions and requirements for extension. It is clear that there two legislations available in Aceh in terms of facilitating land license for investment. Therefore, a research question raised is which law is applied by the Government of Aceh to speed the process of land license for the investor? This study uses normative legal research by relying on primary and secondary legal resources. Primary legal resources were collected by analyzing related legislations, while secondary legal resources were obtained by reviewing associated literature. The result shows that in facilitating land license for investors in Aceh, the Government of Aceh applies Qanun Number 14 Year 2017 on Aceh's Assets Management instead of Law Number 25 Year 2007 on Capital Investment. This Qanun stipulated that land license for investors is given for five years with specific requirements for extension. This short period for a land license causes legal uncertainty for investors and decreases their motivation to invest in Aceh Province. It is suggested that this Qanun should be amended to be in line with national legislation, namely law Number 25 Year 2007 that provides a longer period of land license for investors. Keywords: Legal certainty; Land license; Foreign Direct Investment. 
PROTECTION OF FOREIGN DIRECT INVESTMENT IN RELATION TO THE APPLICATION OF FAIR AND EQUITABLE TREATMENT PRINCIPLE IN INDONESIA Syarifah Taskia Az-Zahra; Azhari Yahya
Student Journal of International Law Vol 2, No 2: Desember 2022
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/sjil.v2i2.23671

Abstract

This paper aims to find out the arrangements regarding the protection of foreign direct investment and the consistency between the arrangements contained in the rules against the fair and equitable treatment principle in Indonesia. This study used normative legal research, and  found  that the regulatory policy regarding the protection of foreign direct investment in Indonesia as stated in article 6 of law number 25 of 2007 concerning investment is not in accordance to fair and equitable treatment principle. The Indonesian government must pour out matters related to transparency and the absence of overlapping rules so as to create better protection by providing clear legal certainty to investors.
PELAKSANAAN LELANG BARANG SECARA ONLINE MELALUI MEDIA SOSIAL INSTAGRAM (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh) Alwi Yovandy; Azhari Yahya
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 7, No 1: Februari 2023
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak – Penelitian ini bertujuan mengetahui pelaksanaan lelang barang secara online melalui media sosial instagram di Kota banda aceh, mengetahui ada tidaknya kepastian hukum terhadap pelelangan barang secara online melalui media sosial instagram ditinjau dari asas kepastian hukum dan mengetahui ada tidaknya perlindungan hukum bagi peserta lelang barang secara online melalui media sosial instagram. Hasil penelitian diketahui bahwa ketiga akun lelang barang secara online melalui sosial media instagram di Kota Banda Aceh yaitu @titiplelang.idn, @lelangngehe dan @auction.needs dalam pelaksanaanya tidak sesuai yang seharusnya dilaksanakan yaitu tidak adanya risalah lelang, informasi barang yang dilelang kurang jelas dan tidak adanya Bea lelang karena ketiga elemen tersebut sangat penting dalam pelaksanaan lelang. Dalam pelaksanaanya belum dapat memenuhi kepastian hukum dikarenakan dalam pelaksanaanya belum sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan lelang dan dalam pelaksanaan lelang tersebut belum memiliki perlindungan hukum terhadap pemenang lelang, sebab akun penyelenggara lelang melalui media sosial instagram di Kota Banda Aceh tidak memberikan perlindungan hukum yang tepat terhadap pemenang lelang. Disarankan kepada akun instagram yang melaksanakan lelang @auction.needs, @lelangngehe dan @titiplelang.idn untuk mendaftarkan badan usahanya menjadi badan hukum supaya mendapatkan kepastian hukum dan mengurus izin operasional kepada Kementerian Keuangan agar badan usahanya dapat menjadi pelaksanaan lelang yang sah secara hukum di Kota Banda AcehKata Kunci: Pelaksanaan, Lelang, Online, Instagram