Hastin Dyah Kusumawardani
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Potensi Tepung Pisang Uter (Musa Acuminata) Sebagai Pangan Fungsional Untuk Menurunkan Kolesterol Hastin Dyah Kusumawardani; Yustinus Marsono; Agnes Murdiati; Mohamad Samsudin
Buletin Penelitian Kesehatan Vol 47 No 4 (2019)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.851 KB) | DOI: 10.22435/bpk.v47i4.1589

Abstract

Abstract Cholesterol is needed in certain concentration as to avoid health effects. Efforts to handle hypercholesterolemia can be done by utilizing the content of resistant starch in Uter bananas flour. The aim of this study was to prove the hypocholesterolemic effect of Uter Banana flour in hypercholesterolemic Spraque-Dawlwy rats. Therefore, experimental research using animals to determine the hypocholesterolemic effect of Uter banana flour was carried out for 28 days, in Spraque Dawlwy male rats aged 2 months, weighing ± 200 grams. Rats were divided into 5 treatment groups. Group I was normal rats group, group II was hypercholesterol rats without treatment, group III was hypercholesterol rats with pulp fruit flour diet, group IV was hypercholesterol rats with whole fruit flour diet, group V was hypercholesterol rats with peel fruit flour diet. Each diet contained 100 mg / kgBB. Statistical analysis showed that a diet of pulp fruit flour and whole fruit flour can reduce levels of total cholesterol, triglycerides, and LDL significantly (p<0.05). Digesta characteristics differed among the treatment group and the hypercholesterolemia group without treatment (p <0.05). The whole fruit flour has ability to lower cholesterol better than pulp fruit flour, whereas, peel fruit flour has no hypocholesterolemic effects. Keywords: hypercholesterolemia, resistant starch, Uter Banana Flou Abstrak Kolesterol dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah tertentu agar tidak membahayakan kesehatan. Upaya penanganan hiperkolesterolemia dapat dilakukan dengan memanfaatkan kandungan pati resisten dalam pisang Uter. Tujuan dari penelitian ini adalah membuktikan efek hipokolesterolemik tepung Pisang Uter pada tikus Sprague Dawley hiperkolesterol. Untuk itu penelitian eksperimen dengan hewan coba untuk mengetahui efek hipokolesterolemik tepung pisang Uter dilakukan selama 28 hari, pada tikus Spraque Dawlwy jantan umur 2 bulan, dengan berat ± 200 gram. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Kelompok I adalah kelompok tikus normal, kelompok II adalah tikus hiperkolesterol tanpa perlakuan, kelompok III tikus hiperkolesterol dengan diet tepung daging buah, kelompok IV adalah tikus hiperkolesterol dengan diet tepung buah utuh, kelompok V adalah tikus hiperkolesterol dengan diet tepung kulit buah, masing-masing diberikan diet 100 mg/kgBB. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa diet tepung daging buah dan tepung buah utuh dapat menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL secara nyata (p<0,05). Karakteristik digesta berbeda antara perlakuan dan kelompok tikus hiperkolesterol tanpa perlakuan (p<0,05).Tepung buah utuh mempunyai kemampuan menurunkan kolesterol lebih baik dibandingkan tepung daging buah. Tepung kulit buah tidak mempunyai efek hipokolesterolemik. Kata kunci: Hiperkolesterol, pati resisten, tepung Pisang Uter
KANDUNGAN GIZI, ORGANOLEPTIK, DAN UMUR SIMPAN BISKUIT DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG KOMPOSIT (DAUN KELOR, RUMPUT LAUT, DAN PISANG) Hastin Dyah Kusumawardani; Slamet Riyanto; Ismi Setianingsih; Candra Puspitasari; Deni Juwantoro; Cicik Harfana; Palupi Dyah Ayuni
Media Gizi Mikro Indonesia Vol 9 No 2 (2018): Media Gizi Mikro Indonesia Juni 2018
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (353.88 KB) | DOI: 10.22435/mgmi.v9i2.543

Abstract

Latar belakang. Kebutuhan iodium harian dapat dipenuhi dengan beberapa alternatif diantaranya dengan pembuatan produk pangan dari beberapa macam tepung yang mengandung iodium tinggi. Biskuit merupakan salah satu produk pangan yang sering dikonsumsi masyarakat yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan iodium masyarakat. Agar tujuan pengembangan biskuit untuk mendukung perbaikan asupan iodium tercapai, diperlukan pengembangan terkait iodium. Penggunaan tepung komposit dalam pembuatan biskuit terbukti dapat memperbaiki nilai gizi produk. Uji organoleptik dan umur simpan produk diperlukan untuk menentukan keberhasilan pembuatan biskuit dengan kandungan iodium yang diharapkan. Tujuan. Penelitian bertujuan untuk membuat produk biskuit dengan substitusi tepung komposit dan mengetahui organoleptik, kandungan gizi, serta umur simpannya. Metode. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Balitbangkes Magelang dalam dua tahap sebagai berikut: tahap pertama adalah pembuatan tepung dan analisis zat gizi. Tahap kedua penyusunan formulasi biskuit, pembuatan biskuit dan analisis zat gizi. Uji organoleptik dilakukan untuk memilih komposisi terbaik dan dilanjutkan dengan analisis umur simpan dengan metode pendekatan kadar air kritis. Hasil. Tepung komposit yang digunakan adalah tepung kelor sebagai sumber vitamin C, tepung rumput laut sebagai sumber iodium, dan tepung pisang sebagai sumber vitamin A. Formula biskuit yang terpilih adalah biskuit dengan substitusi tepung komposit 25 persen. Kandungan vitamin A, vitamin C, iodium biskuit terpilih berturut-turut adalah 1388,821 µg/100 g, 77,0761 mg/100 g, 22,3353 µg/g. Umur simpan biskuit dengan kemasan PET adalah 2,14 bulan sedangkan biskuit dengan kemasan VMPET mempunyai umur simpan 4,73 bulan. Kesimpulan. Substitusi tepung komposit yang dapat diterima adalah 25 persen. Substitusi tepung komposit yang memiliki daya terima terbaik adalah biskuit dengan substitusi tepung komposit 25 persen dengan kandungan iodium sebanyak 2233,53 µg/100g, vitamin A 1388,82 µg/100g, vitamin C 77,076 mg/100g, dan zink 0,1106 g/100g, umur simpan biskuit dalam kemasan PET 2,14 bulan, dalam kemasan VMPET 4,73 bulan.
PENGARUH PEMBERIAN KEDELAI DAN SUSU TINGGI KALSIUM TERHADAP FUNGSI TIROID DAN MASSA TULANG PADA TIKUS HIPERTIROID Sri Nuryani Wahyuningrum; Hastin Dyah Kusumawardani; Ismi Setianingsih; alfien susbiantonny; Candra Puspitasari; Catur Wijayanti
Media Gizi Mikro Indonesia Vol 9 No 1 (2017): Media Gizi Mikro Indonesia Desember 2017
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.818 KB) | DOI: 10.22435/mgmi.v9i1.571

Abstract

Latar belakang. Hipertiroid merupakan masalah gangguan hormonal yang cukup banyak terjadi, disamping diabetes melitus dan osteoporosis. Hipertiroid memiliki risiko kejadian 2-5%. Kasus hipertiroid di Klinik Litbang GAKI semakin bertambah tiap tahun, terdapat 141 kasus (29,9%) di tahun 2014 dan 181 kasus (39,5%) di tahun 2015. Kondisi hipertiroid menyebabkan hipermetabolisme pada tulang, antara lain meningkatkan proses penggantian tulang hingga dua kali lipat dan meningkatkan risiko hilangnya mineral tulang. Tujuan. Membuat formula pangan dari bahan dasar kedelai dan susu, kemudian menilai pengaruh formula tersebut terhadap fungsi tiroid dan massa tulang pada tikus hipertiroid. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian pre-klinis eksperimental menggunakan hewan coba tikus putih Galur Wistar betina, usia tiga bulan, berat badan 200±50 gram. Tikus diadaptasikan selama satu minggu, kemudian dibuat hipertiroid menggunakan euthyrax secara oral dengan dosis 50 µg/hari, selama enam minggu. Kondisi hipertiroid pada tikus diketahui dengan analisis kadar TSH dan fT4. Tikus dibagi empat kelompok secara random, yaitu: (1) kelompok kontrol positif, (2) kelompok Propiltiourasil (PTU), (3) kelompok formula pangan (FP), (4) kelompok PTU+FP. Tiap kelompok diberi perlakuan selama enam minggu. Formula dibuat dengan perbandingan kedelai : susu yaitu 2,7 : 3. Kadar TSH, fT4, PTH dan kalsitonin dianalisis dengan metode ELISA, sedangkan densitas massa tulang dianalisis menggunakan metode digital microradiography. Hasil. Penelitian ini mendapatkan formula dengan kandungan kalsium 0,92%, protein 28%, fosfor 0,53%, iodium 24,2 ppm, genistein 94,4 mg/g dan daidzein 36,1 mg/g. Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kadar TSH, FT4, kalsitonin dan densitas massa tulang antar kelompok pada saat sebelum dan sesudah intervensi, namun densitas massa tulang pada kelompok yang diberikan formula menunjukkan tren peningkatan paling tinggi. Terdapat perbedaan bermakna kadar hormon paratiroid, dimana tren peningkatan paling tinggi terdapat pada kelompok yang diberikan formula. Kesimpulan. Formula yang diberikan selama enam minggu belum dapat memperbaiki fungsi tiroid dan densitas massa tulang pada tikus hipertiroid.
KANDUNGAN IODIUM DALAM KELOMPOK BAHAN MAKANAN DI DAERAH PEGUNUNGAN DAN PANTAI Hastin Dyah Kusumawardani; M Arif Musoddaq; Candra Puspitasari
Media Gizi Mikro Indonesia Vol 8 No 2 (2017): Media Gizi Mikro Indonesia Juni 2017
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.893 KB) | DOI: 10.22435/mgmi.v8i2.998

Abstract

Latar belakang. Iodium merupakan mikronutrien penting dan dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Manusia tidak dapat membuat iodium dalam tubuhnya, tetapi harus mendapatkan dari luar tubuh melalui serapan iodium yang terkandung dalam makanan serta minuman. Makanan merupakan kontributor utama asupan iodium. Analisis kandungan iodium dalam bahan makanan dapat memberikan informasi tentang variasi asupan iodium dalam diet seseorang. Tujuan. Untuk mengetahui kandungan iodium dalam bahan makanan di berbagai area geografis. Metode. Penelitian ini dilakukan di empat wilayah kecamatan di Kabupaten Wonosobo, yaitu di Kecamatan Kertek, Selomerto, Garung dan Kejajar mewakili daerah dataran tinggi dan pegunungan serta Kabupaten Bantul yaitu di wilayah Kecamatan Sanden, Kretek, Piyungan dan Dlingo mewakili daerah dataran rendah dan pantai. Metode penelitiannya dengan mengambil sampel bahan makanan dari bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat di lokasi penelitian dan hidup di lokasi tersebut. Dari tiap-tiap kecamatan diambil bahan makanan dari golongan sayuran, serealia, umbi, ikan, telur dan unggas, tanah dan air yang diambil langsung dari lokasi penelitian. Sampel bahan makanan kemudian dipreparasi dengan menggunakan microwave digestive, selanjutnya dianalisis secara duplo dengan metode spektrofotometri. Hasil. Kandungan iodium dalam bahan makanan di daerah pegunungan berbeda dengan daerah pantai, akan tetapi tidak berbeda antara dataran tinggi dan dataran rendah. Kandungan iodium bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan bervariasi, dengan kisaran antara 0,73-4,09 µg/g. Susu dan daging sapi mempunyai kandungan iodium tertinggi, 9.89±3.78 µg/g dan 9.2±9.14 µg/g. Kandungan iodium dalam telur antara 0,97-1,98 µg/g. Ikan air tawar mengandung iodium 0,42-1,13 µg/g. Daging unggas mengandung iodium sebanyak 0,69-2,97 µg/g. Tanah di lokasi penelitian mengandung iodium 0,41-4,11 µg/g, sedangkan kandungan iodium dalam air antara 0-23,36 µg/L. Kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan kandungan iodium dalam bahan makanan berbeda-beda menurut letak geografisnya, dan bervariasi meskipun dalam golongan bahan makanan yang sama.
HUBUNGAN STATUS IODIUM DENGAN FUNGSI TIROID DI KOTA YOGYAKARTA, KABUPATEN PURWOREJO, DAN KOTA BUKITTINGGI Suryati Kumorowulan; Sri Nuryani Wahyuningrum; Ina Kusrini; Prihatin Broto Sukandar; Hastin Dyah Kusumawardani; Slamet Riyanto; Ernani Budi Prihatmi; Sudarinah Sudarinah; Dwi Mulyani; Beta Dwi Astuti; Nur Asiyatul Janah
Media Gizi Mikro Indonesia Vol 11 No 1 (2019): Media Gizi Mikro Indonesia Desember 2019
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.619 KB) | DOI: 10.22435/mgmi.v11i1.2530

Abstract

Latar Belakang. Iodium merupakan bahan esensial yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk hormon tiroid. Kecukupan iodium dapat dilihat dari status iodium yaitu kadar iodium urine (UIE) dan kadar tiroglobulin. Status iodium sangat memengaruhi regulasi hormon tiroid dimana kadar TSH dan FT4 sangat berperan dalam mekanisme fungsi tiroid. Defisiensi iodium merupakan permasalahan yang laten sehingga sewaktu-waktu dapat muncul kembali. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan status iodium dengan indikator fungsi tiroid di daerah dengan riwayat kecukupan iodium yang berbeda–beda. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional pada wanita usia subur (WUS) umur 15 sampai 45 tahun di Kota Yogyakarta, Kabupaten Purworejo, dan di Kota Bukittinggi. Besar sampel setiap daerah sebanyak 120 WUS, sehingga total sampel adalah 360 WUS. Variabel yang diukur adalah IMT, TSH, FT4, UIE, dan tiroglobulin. Pengukuran kadar TSH dan FT4 serta tiroglobulin menggunakan metode ELISA sedangkan pengukuran kadar UIE dengan metode spektrofotometri. Hasil. Fungsi tiroid dilihat dari kadar TSH dan FT4 mayoritas normal pada ketiga daerah tersebut. Status iodium dilihat dari kadar median UIE di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Purworejo lebih dari normal, sedangkan di Kota Bukittinggi median UIE < 90 persen atau defisiensi iodium ringan dengan proporsi iodium <50 µg/L lebih dari 20 persen. Terdapat hubungan yang signifikan antara TSH dengan UIE dan tiroglobulin di Kabupaten Purworejo. Kesimpulan. Defisiensi iodium masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kota Bukittinggi. Terdapat hubungan yang bermakna antara status iodium dengan fungsi tiroid di Kabupaten Purworejo.