Claim Missing Document
Check
Articles

Found 32 Documents
Search

Efektivitas Ondansetron dalam Menangani Mual dan Muntah Pasca Kemoterapi Metotreksat Dosis Tinggi Pada Pasien Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Dewi, N.L.P.R.; Ariawati, K.; Niruri, R.
Jurnal Farmasi Udayana Vol. 3, No. 2, Tahun 2014
Publisher : Departement of Pharmacy, Faculty of Mathematics and Natural Science, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (100.306 KB)

Abstract

Metotreksat dosis tinggi merupakan salah satu obat yang digunakan untuk kemoterapi leukemia pada fase konsolidasi. Metotreksat dosis tinggi termasuk emetogenik kategori moderat yang dapat menyebabkan mual dan muntah akut. Ondansetron adalah salah satu obat golongan antagonis reseptor serotonin (5-HT3) danmerupakan obat premedikasi untuk mencegah kejadian mual dan muntah pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Namun di RSUP Sanglah ondansetron tidak digunakan sebagai obat premedikasi, melainkan digunakan sebagai pengobatan kepada pasien LLA anak yang mengalami mual dan muntah setelah menjalani kemoterapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efek samping ondansetron dalam menangani mual dan muntah pada pasien LLA anak yang mendapatkan kemoterapi metotreksat dosis tinggi. Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross-sectional. Pasien anak (0-12 tahun) dengan LLA mengalami mual dan muntah pasca kemoterapi dengan metotreksat dosis tinggi di RSUP Sanglah periode Januari 2012 – Mei 2014 dijadikan sampel dalam penelitian ini. Dari 25 pasien yang menjalani kemoterapi pada fase konsolidasi, diperoleh 6 pasien yang mengalami mual dan muntah setelah mendapatkan kemoterapi metotreksat dosis tinggi serta mendapatkan ondansetron. Keenam pasien tersebut mengalami complete control, 5 pasien mengalami complete control setelah pemberian ondansetron pertama dan 1 pasien mengalami complete control setelah pemberian ondansetron kedua. Selain itu tidak ada efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan ondansetron tersebut. Disimpulkan bahwa penggunaan ondansetron efektif dalam menangani mual dan muntah yang dialami oleh pasien LLA anak setelah mendapatkan kemoterapi metotreksat dosis tinggi.
HUBUNGAN STATUS GIZI BAYI UMUR 4-6 BULAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, TINGKAT PENDIDIKAN DAN STATUS EKONOMI KELUARGA DI WILAYAH DENPASAR UTARA Putu Dita Arsintha Widma; Ketut Ariawati; I Nyoman Budi Hartawan
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 2 (2019): Vol 8 No 2 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.412 KB)

Abstract

Status gizi pada bayi, merupakan satu hal paling penting yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Asupan nutrisi utama untuk bayi 0 sampai 6 bulan yaitu air susu ibu (ASI). Bayi yang mendapat ASI eksklusif sampai usia 6 bulan akan memiliki berat badan lebih besar dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif dan cenderung memiliki status gizi lebih baik dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir. Perbandingan status gizi bayi yang berbeda-beda di masyarakat dipengaruhi oleh pemberian asupan nutrisi dari ibu terhadap bayi. Pemberian ASI eksklusif sebagai nutrisi untuk bayi juga dipengaruhi oleh pengetahuan ibu yang didasari dari ilmu dan informasi yang diperolehnya. Selain pengetahuan, status ekonomi juga bisa mempengaruhi pemikiran ibu dalam memberikan ASI eksklusif untuk bayinya. Tujuan daripada penelitian ini, untuk mengetahui hubungan status gizi pada bayi usia 4-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif dengan tingkat pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga. Desain penelitian adalah analitik cross-sectional dengan 43 responden yang merupakan ibu dengan bayi berusia 4 sampai 6 bulan di Denpasar Utara. Dilakukan wawancara menggunakan kuisioner. Setelahnya dilakukan persamaan pada variabel perancu yaitu umur dan jenis kelamin bayi, status pendidikan ibu, dan pendapatan keluarga per bulannya, diperoleh bayi yang diberikan ASI eksklusif dengan status gizi baik sebanyak 39 bayi dan yang berstatus gizi buruk sebanyak 3 bayi. Analisis data melalui SPSS secara bertahap menggunakan uji Fisher’s Exact dengan nilai p=0,323 (p>0,05) untuk mengetahui perbedaan rata-rata hubungan antara status gizi bayi dengan tingkat pendidikan ibu dan hubungan status gizi bayi dengan status ekonomi keluarga. Disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara status gizi bayi dengan tingkat pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga pada bayi usia 4-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif di Denpasar Utara. Kata Kunci: status gizi bayi, asi eksklusif, hubungan status gizi bayi dengan tingkat pendidikan, hubungan status bayi dengan status ekonomi keluarga
Hubungan antara Kebiasaan Sarapan dengan Tingkat Memori pada Siswa Sekolah Dasar Negeri di Kota Denpasar I Putu Hendri Aryadi; Ketut Ariawati; I Gusti Ngurah Made Suwarba
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 29 No 3 (2019)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mpk.v29i3.1536

Abstract

Abstract Breakfast is believed to provide many benefits to the growth and development of children, including its memory, but the availability of data that can convince the public regarding this matter is still relatively lacking. This analytic study was conducted to determine the relationship between breakfast habits and memory levels in public elementary school students in the city of Denpasar, with a cross- sectional approach. The research data were primary data obtained from interviews with demographic questionnaire, Breakfast Consumption Habit Questionnaire (BCHQ) for the assessment of chidlren’s habists and Children’s Memory Questionnaire-Revised (CMQ-R) for assessing children’s memory levels. The implementation of study is from May-December 2018 to 16 public elementary schools in Denpasar City. The sample collection technique using cluster random sampling method with a sample size of 399 students. The sample in this study was dominated by male (55.1%) with the majority aged 10 years and above (57.4%). As many as 40.8% of students are classified as malnourished (underweight, overweight, and obese). The economic status of the respondents’ family is dominated by middle class. The majority of the father and mother of each respondents were high school graduates (59.1% and 53.4%), with the most jobs being private employee (39.1%) and not working (30.6%) respectively. More than a third of respondents (37.3%) were not used to have breakfast. Children who are accustomed to breakfast tend to have higher memory levels of 1.737 times more than those are not used to it. Breakfast habits have a significant relationship with the level of memory of children, with a value of p=0.008 (95% CI= 1,153–2,618). Breakfast habits are proven to be a factor that affects the level of memory of children. Further research is needed to find out the specific memory aspect that are affected and the type of breakfast that is most ideal for children development. Abstrak Sarapan dipercaya memberikan banyak manfaat pada tumbuh kembang anak, termasuk memorinya, akan tetapi kesediaan data yang dapat meyakinkan masyarakat terkait hal tersebut masih relatif kurang. Penelitian analitik ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan sarapan dan tingkat memori pada siswa sekolah dasar negeri di Kota Denpasar, dengan pendekatan potong lintang. Data penelitian adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan kuesioner demografik, Breakfast Consumption Habit Questionnaire (BCHQ) untuk penilaian kebiasaan sarapan anak serta Children’s Memory Questionnaire-Revised (CMQ-R) untuk penilaian tingkat memori anak. Pelaksanaan penelitian yaitu dari bulan Mei-Desember 2018 di 16 Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kota Denpasar. Teknik pengumpulan sampel dengan metode sampling acak klaster dengan jumlah sampel 399 orang siswa. Sampel pada penelitian ini didominasi oleh laki-laki (55,1%), dengan sebagian besar berusia 10 tahun ke atas (57,4%). Sebanyak 40,8% siswa tergolong malnutrisi (underweight, overweight, dan obesitas). Status ekonomi keluarga responden didominasi oleh golongan menengah. Ayah dan ibu dari masing-masing responden sebagian besar adalah lulusan SMA (59,1% dan 53,4%), dengan pekerjaan terbanyak yaitu sebagai pegawai swasta (39,1%) dan tidak bekerja (30,6%) berturut-turut. Lebih dari sepertiga responden (37,3%) tidak terbiasa sarapan. Anak yang terbiasa sarapan cenderung memiliki tingkat memori lebih tinggi 1,737 kali lebih banyak daripada yang tidak terbiasa. Kebiasaan sarapan memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat memori anak, dengan nilai p=0,008 (95% CI=1,153– 2,618). Kebiasaan sarapan terbukti mampu menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat memori anak. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui aspek memori spesifik yang dipengaruhi dan jenis sarapan yang paling ideal bagi tumbuh kembang anak.
Toksisitas Kemoterapi Leukemia Limfoblastik Akut pada Fase Induksi dan Profilaksis Susunan Saraf Pusat dengan Metotreksat 1 gram Ketut Ariawati; Endang Windiastuti; Djajadiman Gatot
Sari Pediatri Vol 9, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp9.4.2007.252-8

Abstract

Latar belakang. Toksisitas kemoterapi dipengaruhi oleh sifat antiproliferasi obat sitostatik dan akanmerusak sel yang mempunyai aktivitas proliferasi yang tinggi. Oleh sebab itu pemberian kemoterapi dapatmenimbulkan efek samping.Tujuan. Mengetahui efek samping kemoterapi leukemia limfoblastik akut (LLA) pada fase induksi danfase profilaksis susunan saraf pusat secara klinis maupun laboratoriumMetode. Penelitian retrospektif deskriptif terhadap semua pasien leukemia limfoblastik akut baru dalamperiode Januari 2005 – Desember 2006 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM JakartaHasil. Didapatkan 41 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dari 126 kasus baru LLA, terdiri dari pasienrisiko tinggi (12 orang), dan risiko biasa (29 orang). Median usia 5,5 tahun, median lama pengamatan 39minggu. Remisi setelah fase induksi didapatkan 86,2% pada risiko biasa, 75% pada risiko tinggi. Pada faseinduksi penurunan terendah terjadi setelah pemberian kemoterapi yang pertama dan kedua. Pada faseprofilaksis penurunan kadar hemoglobin, leukosit, ANC, trombosit yang terendah terjadi bervariasi yaitusetelah pemberian metotreksat (MTX) 1 g/m2 yang pertama, kedua, dan ketiga. Peningkatan kadar SGOT/SGPT yang tertinggi yaitu 7 – 12 kali normal terjadi pada fase induksi minggu kedua, sedangkan pada faseprofilaksis peningkatan tertinggi yaitu 8,5 – 10 kali normal terjadi setelah pemberian (MTX) 1 g/m2 yangpertama. Didapatkan 7 orang dengan neuropati perifer setelah pemberian vinkristin yang kedua.Kesimpulan. Toksitas kemoterapi LLA pada fase induksi terjadi setelah pemberian kemoterapi yang pertamadan kedua, sedangkan pada fase profilaksis SSP dengan MTX 1gram/m2 terjadi setelah pemberian pertama,kedua, dan ketiga.
Peran Suplementasi Seng dalam Menurunkan Intensitas Mukositis Oral Akibat Kemoterapi Fase Konsolidasi pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut Manik Trisna Arysanti; Ketut Ariawati; Ida bagus Subanada
Sari Pediatri Vol 23, No 1 (2021)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp23.1.2021.15-22

Abstract

Latar belakang. Mukositis oral merupakan salah satu efek samping kemoterapi yang dapat berdampak buruk terhadap pengobatan kanker. Mikronutrient seng diketahui dapat mempertahankan integritas mukosa oral.Tujuan. Mengetahui efek suplementasi seng dalam menurunkan intesitas mukositis oral akibat kemoterapi.Metode. Uji klinis acak terkontrol tersamar ganda dilakukan pada 40 pasien anak dengan leukemia limfoblastik akut (LLA) yang menjalani kemoterapi fase konsolidasi, dengan membandingkan kejadian dan derajat mukositis oral pada kelompok yang mendapat suplementasi seng atau plasebo. Derajat mukositis oral dievaluasi menggunakan NCI-CTAE versi 3.0. Hasil. Kejadian mukositis oral lebih rendah pada kelompok seng (40%) dibandingkan plasebo (55%), tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan (p=0,342). Derajat keparahan mukositis oral lebih rendah secara signifikan pada kelompok seng dibandingkan plasebo (p=0,024; RR 0,306; IK95%;0,089 sampai 1,048). Analisis kesintasan Kaplan-Meier menunjukkan waktu munculnya mukositis oral beserta derajat keparahannya pada kedua kelompok hampir sama sampai minggu kedua, kemudian mulai menurun sampai akhir pengamatan pada kelompok seng. Analisis multivariat Cox Regression menunjukkan variabel akhir sebagai prediktor kuat terhadap kejadian mukositis adalah usia, status gizi, dan kadar seng.Kesimpulan. Pemberian suplementasi seng tidak dapat menurunkan kejadian mukositis oral akibat kemoterapi pada pasien anak dengan LLA, tetapi dapat menurunkan derajat keparahannya bila dibandingkan dengan plasebo.
Karsinoma Hepatoselular pada Anak Usia 11 Tahun NP Veny Kartika Yantie; K Ariawati; IGN Sanjaya
Sari Pediatri Vol 13, No 3 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp13.3.2011.179-84

Abstract

Karsinoma hepatoselular merupakan tumor epitelial ganas pada hepar dan menempati urutan ketiga tumor hepar terbanyak pada anak. Telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara karsinoma hepatoselular dengan infeksi hepatitis B kronik. Gejala awal tidak khas, dapat dikenali setelah tumor mencapai ukuran bermakna yaitu pada stadium lanjut sehingga diagnosis menjadi terlambat. Seorang anak laki-laki, usia 11 tahun dengan masa multilobus pada hepar, berobat dalam stadium lanjut sehingga tidak dapat dilakukan operasi. Dilakukan pencitraan abdomen dengan CT-scandan evaluasi secara mikroskopis untuk memastikan diagnosis karsinoma hepatoselular. Hasil uji serologi terhadap infeksi hepatitis B menandakan hepatitis B kronik. Pasien mendapatkan kemoterapi siklus pertama dengan cisplatin dan doksorubisin. Prognosis pasien buruk, sehingga meninggal setelah satu setengah bulan didiagnosis.
Profil Pertumbuhan, Hemoglobin Pre-transfusi, Kadar Feritin, dan Usia Tulang Anak pada Thalassemia Mayor Arimbawa Made; Ariawati Ketut
Sari Pediatri Vol 13, No 4 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.109 KB) | DOI: 10.14238/sp13.4.2011.299-304

Abstract

Latar belakang. Thalassemia adalah kelainan bawaan sintesis hemoglobin, dan salah satu penyakit monogenetik paling banyak dijumpai. Di Indonesia diperkirakan akan lahir 2500 anak dengan thalassemia mayor setiap tahunnya. Berkat kemajuan penanganan medis, sebagian besar pasien akan mengalami pertumbuhan normal pada masa anak-anak namun selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan dan keterlambatan pubertas secara signifikan.Tujuan. Mengetahui gambaran tinggi badan, kecepatan tumbuh, usia tulang, kadar hemoglobin pretranfusi, dan kadar feritin serum pasien thalassemia.Metode. Laporan serial kasus pada anak yang menjalani rawat inap di Sub-bagian Hematologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dari bulan Desember 2010-Februari 2011. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel.Hasil. Limabelas subyek thalassemia mayor, berumur antara 1,9 tahun – 13,5 tahun, 7 laki-laki dan 8 perempuan. Dua anak berumur kurang dari 3 tahun dan 7 anak telah memasuki usia pubertas. Semua pasien telah menjalani terapi kelasi besi deferioksamin namun kualitasnya tidak memadai. Perawakan pendek ditemukan pada 4 anak (26%), semua subjek mempunyai kecepatan tumbuh <5 cm/tahun. Secara klinis satu orang dikategorikan sebagai pubertas terlambat. Kadar hemoglobin rata-rata pre-transfusi dapat dipertahankan ≥8 mg/dl (10), sisanya (5) memiliki hemoglobin rata-rata di bawah 8 mg/dl. Empat anak dengan feritin serum di atas 3000 ng/ml, dan semua subjek mempunyai perawakan pendek. Pada evaluasi radiologi manus sinistra 5 anak memiliki usia tulang terlambat. Kesimpulan. Perawakan pendek didapatkan pada 26% kasus dan semua subjek telah memasuki usia pubertas. Semua subjek mempunyai perawakan pendek dan memiliki kadar feritin serum >3000 ng/ml. Sari Pediatri2011;13(4):299-304.
Reticulocyte hemoglobin content as a predictor of iron deficiency anemia Ni Made Rini Suari; Ketut Ariawati; Nyoman Adiputra
Paediatrica Indonesiana Vol 55 No 3 (2015): May 2015
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.762 KB) | DOI: 10.14238/pi55.3.2015.171-5

Abstract

Background Iron deficiency anemia (IDA) is the most common form of anemia in developing countries, such as Indonesia. Iron deficiency anemia in children is a serious problem because it affects their growth and development. Early detection of IDA and subsequent treatment in childhood may prevent future health problems.Objective To assess the use of reticulocyte hemoglobin content (CHr) to detect IDA in children aged 6-60 months.Methods We performed a cross-sectional study to measure the sensitivity and specificity of CHr compared to serum ferritin which is considered to be the gold standard for IDA diagnosis. The study was conducted from September 2011 to March 2013 in children aged 6-60 months who visited the Pediatric Outpatient Clinic, Sanglah Hospital, and Puskesmas II in West Denpasar. Data analysis was performed by 2x2 table. The results were assessed by area under the curve (AUC) and receiver operating characteristic (ROC).Results Of 121 children underwent blood testing during the study period, 69 children were excluded because they did not have hypochromic microcytic anemia, leaving 52 subjects eligible for the study. The prevalence of IDA in this study was 31%. Reticulocyte hemoglobin content (CHr) ≤ 23.1 pg had 88% (95%CI 71 to 100%) sensitivity and 25% (95%CI 11 to 39%) specificity.Conclusion Reticulocyte hemoglobin content < 23.1 pg may be a good predictor of IDA.
Effect of subdural hemorrhage on term infants development - a prospective study Ketut Ariawati; Soetjiningsih Soetjiningsih; I. K. Kari
Paediatrica Indonesiana Vol 47 No 4 (2007): July 2007
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (368.505 KB) | DOI: 10.14238/pi47.4.2007.156-60

Abstract

Background Subdural haemorrhage (SDH) is a common problemin infants under 6 months of age and it has a risk to develop intodevelopmental delay.Objective To evaluate adverse effects of SDH on the developmentof term infants.Methods It was a prospective cohort study carried out on infantsbelow six months of age admitted to Sanglah Hospital due toSDH. Control was healthy term infants born in Sanglah Hospital.Mullen Scales test was performed at the age of 6 and 12 months.Multivariate analysis was conducted to examine the relationshipbetween several independent variabels and developmentaloutcome.Results Sixty six infants were enrolled in this study (33 infantswith SDH and 33 infants without SDH), 52 (79%) were maleand 14 (21%) were female. Mean age was 1.53 (SD 0.75) monthsvs 1.70 (SD 0.73) months. The result of Mullen Scales test at theage of 6 and 12 months showed that very low category was higherin infants with the history of SDH than that in control group.Multivariate logistic regression analysis showed that only SDHcorrelated with Gross Motor and Cognitive Scale delay at theage of 6 months and 12 months (Gross motor 6 months: P=0.01;OR 13.07; 95%CI 2.04;83.84; Gross motor 12 months: P=0.00;OR 23.58; 95%CI 2.87;193.84); (Cognitive 6 months: P=0.00;OR 12.11; 95%CI 2.44;59.90; Cognitive 12 months: P=0.00; OR26.67; 95%CI 3.25;218.86).Conclusion Term infants with history of subdural haemorrhageare associated with increased Gross Motor and Cognitive Scaledelay at the age of 6 and 12 months.
Penelitian Perbedaan Tarif Riil dan INA-CBG’s Penyakit Talasemia di Ruang Perawatan Anak RSUP Sanglah Bali Tahun 2017 Anak Agung Made Wijaya Kusuma; Ketut Ariawati
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Vol. 2 No. 2 (2018)
Publisher : Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan (Journal of Research and Development in Health Services)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.261 KB) | DOI: 10.22435/jpppk.v2i2.171

Abstract

Abstrak Biaya pengobatan suportif seperti transfusi darah dan kelasi besi seumur hidup pada seorang pasien talasemia sangat besar. Hampir seluruh pasien talasemia di RSUP Sanglah Bali merupakan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang menggunakan sistem pola pembayaran Indonesia Case Based Groups (INA-CBG’s). Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbedaan tarif biaya riil dan INA-CBG’s penyakit talasemia di ruang perawatan anak RSUP Sanglah Bali. Penelitian potong lintang menggunakan desain deskriptif, dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Desember 2017. Data dalam penelitian ini terdiri dari data karakteristik dan perbedaan antara tarif riil rumah sakit dengan tarif INA-CBGs penyakit talasemia di ruang perawatan anak RSUP Sanglah. Terdapat 313 kasus rawat inap dari 29 pasien talasemia yang diikutsertakan dalam penelitian. Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah mendapat nilai positif Rp 534.784.590 (21,8%) dari selisih total tarif paket INA CBG’s dengan total tarif riil rumah sakit pada tahun 2017. Terdapat perbedaan positif antara tarif riil rumah sakit dengan tarif sesuai INA CBG’s pada perawatan anak dengan talasemia di RSUP Sanglah, yang memberi keuntungan bagi pihak rumah sakit. Kata kunci: talasemia, asuransi, JKN, INA-CBG’s Abstract The cost of supportive treatment such as blood transfusion and lifelong iron chelation in thalassemia patient is very expensive. Almost all thalassemia patients at Sanglah Bali Hospital are participants of Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) who use Indonesia Case Based Groups (INA-CBG’s) payment system. The study was conducted to determine the discrepancy hospital and INA-CBG’s fare of Thalassemia disease at pediatric ward Sanglah Bali Hospital. Cross sectional study using descriptive design, conducted in January until December 2017. The data in this study consisted of data on the characteristics and differences between the hospitals real cost with INA-CBG’s fare in the child with Thalassemia disease at Sanglah Hospital. There were 313 inpatient cases of 29 thalassemia patients enrolled in the study. Sanglah Hospital received a positive value of Rp 534,784,590 (21.8%) from discrepancy of the INA CBG’s fare with the total real cost of hospitals in 2017. There is a positive discrepancy between hospital and INA-CBG’s fare of Thalassemia disease at pediatric ward which gives benefits to the hospital. Keywords: thalassemia, insurance, JKN, INA-CBG’s