Irmadi Nahib
Pusart Survei Sumberdaya Alam Laut, Bakosurtanal

Published : 20 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Application of Remote Sensing and GIS for Monitoring and Evaluation of the Reforestation Activities in Kupang district of East Nusa Tenggara Nahib, Irmadi; Wijaya, Jaya
Forum Geografi Vol 12, No 1 (1998)
Publisher : Forum Geografi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

To support reforestation activities, spatially forestry data are inexorably needed to support the activities. By using multi –temporally data, reforestation activities an be identified and detected. To accomplish the purpose, this research uses Landsat TM data aquired in 1990 and 1995. Remotely sensed data and Geographyc Information System (GIS) are methods that can be applied to gather, monitor as well as analyse data swiftly and accurately. This research uses remotely sensed data to collect land cover features in given area. Geographyc information System is used to capture and to analyse reforestation data. The expected is GIS based forest management strategy making.
APLIKASI DATA INDERAJA MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Fitriah, Nurlaila; Nahib, Irmadi
GEOMATIKA Vol 15, No 2 (2009)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1189.754 KB) | DOI: 10.24895/geomatika.v15i2.246

Abstract

Lokasi penelitian terletak di perairan selatan Jawa bagian barat yaitu pada koordinat: 104° BT-107° BT dan 5° LS - 9° LS dengan wilayah kajian pada koordinat 104.4° BT - 106.5° BT dan 6.8° LS -7.8° LS. Citra yang digunakan adalah citra Aqua MODIS level 3. Algoritma yang digunakan untuk estimasi konsentrasi klorofil-a adalah OC3M. Analisis temporal klorofil-a dan SPL dilakukan dengan metode deret waktu. Untuk melihat hubungan antara klorofil-a dan SPL (suhu permukaan laut) dengan hasil tangkapan dilakukan analisis secara deskriptif dan regresi linier sederhana. Hasil penelitian menunjukkan: Rata-rata SPL tahun 2002-2007 berkisar antara 25°C – 31°C. SPL yang dominan pada wilayah penelitian adalah 29°C - 30°C. Pada Agustus dan September 2006 terjadi IODM, dimana SPL lebih dingin dari biasanya. Secara umum kisaran klorofil-a di wilayah penelitian sebesar 0.1434 mg/m3-1.3689 mg/m3. Kisaran yang dominan pada wilayah penelitian antara 0.4 mg/m3-1.0 mg/m3. Spektrum densitas energi klorofil-a menunjukkan adanya fluktuasi antar tahunan dengan periode 30 dan 20 bulan. Selain itu, fluktuasi tahunan klorofil-a terjadi pada periode 15, 12, dan 10 bulan. Untuk SPL, nilai densitas energi menunjukkan fluktuasi antar tahunan dan tahunan. Periode antar tahunan yang terjadi adalah 30, dan 20 bulan, sedangkan periode tahunan yang terjadi adalah 15, 12, dan 10 bulan.Kata Kunci: Multispektral, Aqua Modis, Klorofil-a, suhu permukaan laut phitoplantonABSTRACTLocation of research is located in the southern waters of west Java on the coordinates: 104-107° East and 5-9° South, and the study area coordinates 104.4 -106.5° East and 6.8-7.8° South. Image used is the image of Aqua MODIS level 3. Algorithm that is used to estimate concentration-chlorophyll is a OC3M. Temporal Analysis chlorophyll - SST (sea surface temperature) and a method carried out with the progression of time. To see the relationship between chlorophyll - SST and a catch made with the results of the analysis is descriptive and regression linier simple. Results of research shows: Average SST years 2002-2007 ranged between 25°C - 31°C. SST at the dominant area of research is 29°C - 30°C. In August and September 2006 occurred IODM, where SPL more cold than usual. In general, the range-a chlorophyll research in the area of 0.1434 mg/m3-1.3689 mg/m3. Dominant in the range of research areas between 0.4 mg/m3 - 1.0 mg/m3. Energy density spectrum chlorophyll-a show of inter-annual fluctuations with periods 30 and 20 months. In addition, chlorophyll-annual fluctuations occurred in a period of 15, 12, and 10 months. For SST, the value of the energy density shows inter-annual fluctuations and annual. Inter-annual period is going 30, and 20 months, while the annual period is going 15, 12, and 10 months.Keywords: Multispectral, Aqua Modis, Chlorophyll-a, Sea Surface Temperature, Phytoplanton.
MAPPING THE FISHERIES RESOURCES MANAGEMENT: A NATURAL RESOURCES ACCOUNTING APPROACH Sutrisno, Dewayany; Nahib, Irmadi; Dewi, Ratna Sari
GEOMATIKA Vol 16, No 2 (2010)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (746.323 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2010.16-2.244

Abstract

Marine resources, especially capture fisheries, become one of the leading sector that need to be improved for the future of national economy. For the need of capture fisheries management, a mapping model should be employed to provide such user friendly information of fisheries sector to the local or national government. Fisheries resources accounting map can fulfill this need by giving some reliable information. Using Poso in Central Celebes province, a model was developed to meet the need of information. The result indicates the prospect of capture fisheries can be developed for further local fishermen prosperity and local regional income. Indeed, the result also indicates the fisheries resource accounting map, a spatial information model, is good tool in providing condition and possible management of capture fisheries sector.Keywords: capture fisheries, fisheries accounting, spatial modelABSTRAKSumberdaya laut, terutama sektor perikanan tangkap merupakan sektor utama yang harus terus ditingkatkan guna menunjang peningkatan pendapatan ekonomi negara. Untuk keperluan manajemen perikanan tangkap ini, maka dirasakan sangat perlu dibuat suatu model spasial guna mendukung program perikanan yang berkesinambungan. Akutansi sumberdaya perikanan dapat memenuhi kebutuhan ini melalui pemodelan ekologi-ekonomi. Sebagai studi kasus digunakan perairan pesisir daerah Poso, Sulawesi Tengah. Hasil yang diperoleh menunjukan, bahwa melalui pemodelan spasial ini dapat dilihat prospek sektor perikanan tangkap untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pendapatan pemerintah kabupaten. Selain itu, hasil kajian ini juga memperlihatkan peran model spasial akutansi sumberdaya perikanan sebagai alat yang dapat diandalkan untuk menunjang manajemen perikanan tangkap. Kata Kunci: perikanan tangkap, akuntansi perikanan, model spasial
ANALISIS SPASIAL SEBARAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Nahib, Irmadi
GEOMATIKA Vol 19, No 2 (2013)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (506.095 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2013.19-2.204

Abstract

Ketahanan pangan merupakan salah satu aspek kehidupan masyarakat yang semakin penting, sekarang dan mendatang. Salah satu pilar penting dalam membangun ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan. Aspek produksi menjadi salah satu aspek terpenting dalam ketersediaan pangan. Informasi tentang ketersediaan pangan di suatu daerah sangat penting kaitannya dengan kecukupan pangan, rawan pangan dan masalah sosial lainnya. Ketahanan pangan suatu wilayah dipengaruhi oleh tingkatan kesejahteraan masyarakatnya dan juga produksi pangan. Kabupaten Lebak adalah kabupaten yang memiliki desa miskin terbanyak di Provinsi Banten. Lebih dari 50% desa di Kabupaten Lebak termasuk dalam kategori desa miskin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola spasial sebaran kemiskinan di Kabupaten Lebak dan menganalisis pola spasial sebaran ketahanan pangan di Kabupaten Lebak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebanyakan desa di Kabupaten Lebak termasuk dalam kategori kemiskinan ”sedang” yaitu sejumlah 191 desa (63,25 %), dalam kategori kemiskinan “rendah” sejumlah 60 desa (19,87 %), dan dalam kategori kemiskinan “tinggi” sejumlah 51 desa (16,89%). Kondisi kemiskinan penduduk juga berpengaruh pada ketahanan pangan. Berdasarkan ketahanan pangan, desa di Kabupaten Lebak didominasi pada kategori “sedang” yaitu sejumlah 168 desa (55,13 %), 49 desa (16,23 %) dalam kategori “rendah” dan 28 desa (28,08 %) pada kategori “tinggi”. Pola distribusi dari area ketahanan pangan di Kabupaten Lebak adalah mengelompok (kluster).Kata Kunci: iklim ekstrim, analisis spasial, ketahanan pangan, kemiskinanABSTRACTFood security is one of important aspects in current society life and in the future. One of the important pillars in developing food security is food production. Information on food availability in a particular area is very important especially that related to food security, food insecurity and other social issues. Food security is affected by level of food production and welfare of society. Lebak Regency is the regency that has the most impoverished villages in Banten Province. More than 50 % of the villages in Lebak Regency fall in the category of impoverished village. This study aimed to: (1) analyse spatial distribution pattern of poverty in Lebak Regency, and (2) analyse distribution pattern of food security in Lebak Regency. The results of this study indicated that most villages in Lebak included in the poverty category of "medium", as accounted for 191 villages (63.25 %), in the poverty category of "low" accounted of 60 villages (19.87 %), and in the poverty category of "high" accounted for 51 villages (16.89 %). The poverty condition of the people also affected the food security. Based on food security analysis, the villages in Lebak Regency was dominated by the category of "medium" as accounted for 168 villages (55.13 %), 49 villages (16.23 %) in the category of "low", and 28 villages (28.08 %) in the category of "high". The pattern of area distribution of the food security in Lebak generally was clustered.Keywords: extreme climate, spatial analysis, food security, poverty
Application of Remote Sensing and GIS for Monitoring and Evaluation of the Reforestation Activities in Kupang district of East Nusa Tenggara Nahib, Irmadi; Wijaya, Jaya
Forum Geografi Vol 12, No 1 (1998)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/forgeo.v12i1.480

Abstract

To support reforestation activities, spatially forestry data are inexorably needed to support the activities. By using multi –temporally data, reforestation activities an be identified and detected. To accomplish the purpose, this research uses Landsat TM data aquired in 1990 and 1995. Remotely sensed data and Geographyc Information System (GIS) are methods that can be applied to gather, monitor as well as analyse data swiftly and accurately. This research uses remotely sensed data to collect land cover features in given area. Geographyc information System is used to capture and to analyse reforestation data. The expected is GIS based forest management strategy making.
SURVEI DAN PEMETAAN UNTUK PENGEMBANGAN TAHURA SEBAGAI ASET DAN POTENSI PLURALITAS DAERAH Wijaya, Jaya; Nahib, Irmadi
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 2, No 1 (2000)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1703.717 KB)

Abstract

Taman Hutan Raya (Tahura) pada dasarnya untuk dikembangkan sebagai kekayaan daerah untuk kepentingan pembangunan ekonomi dan konservasi. Merujuk UU No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Tahura mempunyai peranan yang penting bagi pemerintah daerah otonom. Tahura diperkirakan akan mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi dai aktivitas konservasi daerah seperti kegiatan riset, pendidikan, pariwisata, pengembangan masyarakat sekitar kawasan, dan konservasi keanekaragaman hayati. Dalam penelitian ini, Tahura Herman Johannes dipilih sebagai studi kasus kegiatan survei dan pemetaan dalam rangka pengembangan tahura yang merupakan asset dan pluralitas daerah otonom.ABSTRACTThe great forest park (Tahura/province park) is basically promoted to be a local richness to meet conservation and development interests. By virtue of law number 22/1999 about local government and law number 41/1999 about forestry, the province park plays an important role in fulfilling the interests of autonomous local governments. The role of Indonesia’s Tahura in local levels is to bolster economic developments and conservation activities such as education and research developments, tourist activities, local human resources improvement and biodiversity conservation. For this instance, Herman Johannes Park is fetched up to describe the role of surveys and mapping in developing the Tahura as an asset and plurality of autonomous region.Kata Kunci : Tahura, Survei dan Pemetaan, Pluralitas Daerah, Otonomi DaerahKeyword: Great Forest Park, Survey and Mapping, Regional Plurality, Regional Autonomy
KAJIAN SPASIAL EVALUASI RENCANA TATA RUANG BERBASIS KEBENCANAAN DI KABUPATEN KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH Suryanta, Jaka; Nahib, Irmadi
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 18, No 1 (2016)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.979 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2016.18-1.392

Abstract

ABSTRAKPemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dokumen RTRW diharapkan menjadi dasar dalam pengaturan, pengendalian dan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten/Kota sehingga pembangunan dapat dilakukan secara berkelanjutan dan terhindar dari bencana, mengingat di setiap wilayah administrasi Kabupaten di Indonesia selalu dijumpai bagian yang rawan bencana. Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi dokumen RTRW Kabupaten Kudus berdasarkan data spasial kebencanaan. Metode yang digunakan adalah analisis overlay data spasial rawan bencana terhadap pola ruang dan struktur ruang serta wighting/scoring. Analisis spasial menunjukkan pola ruang yang sudah didesain akan terdampak rawan bencana seluas 13.023,22 ha terdiri atas wilayah rawan banjir 11.692,52 ha (89,78%) dan longsor 1.331,17 ha (10,22%). Rawan banjir berdampak pada lahan pertanian sawah 9.497,83 ha (85,32%), permukiman sebesar 1.168,28 ha (10,5%), sedangkan rawan longsor terjadi di wilayah hutan lindung sebesar 459,68 (34,53%), kawasan pertanian tanaman pangan sebesar 524,90 ha (39,43%) dan kawasan hutan produksi sebesar 120,89 ha (13,32%). Hasil penelitian menunjukkan kondisi exsisting sawah dan kawasan hutan bertampalan dengan wilayah rawan bencana longsor dan banjir maka RTRW memungkinkan untuk ditinjau kembali. Struktur ruang khususnya jaringan jalan dapat memberikan akses ke wilayah terdampak longsor maupun banjir dengan baik sehingga evakuasi mudah dilaksanakan. Implementasi pola ruang maupun struktur ruang selanjutnya perlu kajian rekayasa penanggulangan wilayah rawan bencana dengan cara struktural berupa bangunan fisik, maupun peningkatan kapasitas masyarakat dan pemasangan instrumen peringatan dini yang akan dipasang baik pada wilayah rawan longsor maupun banjir. Alokasi pola ruang khususnya pada sawah yang rawan terdampak banjir dan hutan yang rawan terdampak longsor perlu ditinjau kembali atau dibuat infrastruktur untuk mengurangi dampak.Kata kunci: keruangan, rencana tata ruang wilayah (RTRW), kebencanaan, Kabupaten KudusABSTRACTLocal governments are given the authority to regulate and manage their own domestic affairs through spatial planning. Documents of Spattial Planing (RTRW) which become the basics for regulating, controlling and utilizating the district area to implementing sustainable development and avoid disaster, considering that every administrative Regency in Indonesia have disaster-prone areas. This study aims to evaluate the Spatial Planning Document of Kudus District based on spatial disaster data. The method used is the overlaying analysis of disaster-prone spatial data to the spatial patterns and structures as well as the space wighting/scoring. The spatial analysis showed that spatial patterns will be affected by a disaster-prone area of 13.023,22 hectares consisting of flood-prone area 11.692,52 ha (89,78%) and landslides 1.331,17 ha (10,22%). Prone to flooding impact on agricultural land paddy 9.497,83 ha (85,32%), settlement of 1.168,28 ha (10,5%), while prone to landslides occurred in the protected forest area of 459,68 (34,53%), the area of food crops amounted to 524,90 ha (39,43% ) and production forest area of 120,89 ha (13,32%). The results showed some areas of rice fields and forest areas overlap with the potential for landslides and flooding so RTRW allow to be reviewed. The spatial structure mainly the road network access to areas of landsliding and flooding so that the evacuation is well implemented. In the implementation of the spatial planning and structure need to feasibility study due to reduce disaster-prone by using structural means that physically, as well as community capacity building and need to install of early warning instruments that will be used in either region of landslides and floods prone. The spatial pattern allocation  especially used for rice fields that affected by floods and landslides affected the vulnerable forest need to be reviewed or created infrastructure to reduce the impact.Keywords: spatial, spatial planning, disaster, Kudus District
ANALISIS POTENSI TAMBAK GARAM MELALUI PENDEKATAN INTERPRETASI CITRA PENGINDERAAN JAUH : STUDI KASUS DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN KUPANG Nahib, Irmadi; Suwarno, Yatin; Prihanto, Yosef
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 15, No 2 (2013)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.664 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2013.15-2.79

Abstract

ABSTRAKPemanfaatan citra penginderaan jauh untuk pengelolaan wilayah pesisir dapat dilakukan melalui analisis spasialatau kewilayahan. Citra penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk identifikasi potensi sumberdaya di wilayahpesisir. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis spasial areal tambak garam (potensial dan eksisting), danmenganalisis kelayakan usaha budidaya tambak garam di wilayah pesisir Kabupaten Kupang. Metode yangdigunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan interpretasi visual citra satelit resolusi tinggi, yang dikombinasikandengan pengolahan citra SRTM, serta pemanfaatan Peta RBI skala 1:25.000. Penelitian ini juga ditunjangsurvei lapangan untuk menguji kebenaran hasil interpretasi dan wawancara pengumpulan data parameter ekonomi.Hasil analisis menunjukkan dari lahan seluas ± 3.404,51 ha yang teridentifikasi berpotensi sebagai lahan tambak, ±731,41 ha merupakan areal penyangga berupa mangrove, sehingga luas areal yang dapat dimanfaatkan untukpengembangan tambak adalah ± 2.673,1 ha. Analisis ekonomi menunjukkan bahwa tambak garam layakdikembangkan. Hasil analisis diperoleh benefit cost ratio sebesar 2,20 dengan mendapat nilai net present valuesebesar Rp. 334.888.490 dalam pengusahaan selama 10 tahun. Usaha budidaya ini cukup mapan, bahkan tetapmampu bertahan jika terjadi kenaikan biaya sebesar 25 % dan produksi menurun hingga 25 %.Kata Kunci : Penginderaan Jauh, Tambak Garam, Analisis Spasial, Analisis Ekonomi.ABSTRACTUtilization of remote sensing imagery for coastal zone management can be done through spatial analysis. Remotesensing imagery can be used to identify resources potential in coastal areas. This study aims to analyze spatialdidtribution of salt ponds area (potential and existing) and to analyze the feasibility of salt pond cultures at KupangRegency. The method used in this studies are visual interpretation of high-resolution satellite imagery approach,combined with SRTM image, and utilization of RBI map at the scale of 1:25.000. This study is also supported by fieldsurveys to test the accuracy of the interpretation results, besides interview to fishermen to get economic parametersdata. The results of the analysis shows that among the area of 3,404.51 ha that is identified as a potential salt pond,731.41 ha (21,48 %) of the area is covered by mangrove and consider a buffer area. Therefore total area that can beused for developing salt pond is 2,673.1 ha (81,81 %). Moreover, the economic analysis shows that the salt ponds isfeasible to be developed. Fish pond culture should be developed with benefit cost ratio of 2.20 with Net PresentValue in 10 years. This cultivation is already well established, even still considered capable to survive in case thecost would increased by 25 % and production decreased by 25 %.Keywords: Remote Sensing, Salt Pond, Spatial Analysis, Economic Analysis.
PENGEMBANGAN VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG SPASIAL DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN METODE BENEFIT TRANSFER Nahib, Irmadi; Suwarno, Yatin; Soleman, M Khifni; Arief, Syachrul
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 13, No 2 (2011)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1672.054 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2011.13-2.94

Abstract

Valuasi ekonomi adalah upaya untuk memberi nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, baik atas dasar nilai pasar maupun nilai non pasar. Penelitian valuasi ekonomi sudah banyak dilakukan, namun belum banyak yang menyajikan nilai valuasi ekonomi dalam bentuk peta. Dengan menggunakan metode benefit transfer dan sistem informasi geografi dapat mengkalibrasi nilai ekonomi terumbu karang dari suatu areal (rujukan) untuk ditransfer ke lokasi yang diinginkan. Metode penghitungan valuasi ekonomi dengan metode benefit transfer didasarkan pada: peta kualitas sumberdaya terumbu karang lokasi studi, nilai valuasi ekonomi di wilayah rujukan, dan karakteristik sosial ekonomi masyarakatnya. Hal ini dapat dilakukan dengan kalibrasi ulang perkiraan nilai valuasi ekonomi areal rujukan untuk ditransfer ke lokasi studi. Hasil studi menunjukkan bahwa nilai valuasi ekonomi di daerah studi berkisar Rp. 2,46 sampai Rp. 27,26 juta/ha/tahun atau mencapai 9-100 % dari nilai rujukan. Studi ini juga menghasilkan peta valuasi ekonomi terumbu karang yang lebih detil.Kata kunci: Terumbu Karang, Metode Benefit Transfer, Sistem Informasi GeografiABSTRACTEconomic valuation is an attempt to give a quantitative value of goods and services generated from natural resources and environment, both on the basis of market value and non-market value. Research of economic valuation has been done, but not many who present value of economic valuation in a map. Benefit transfer method is used to calibrate the economic value of an area (reference) to be transferred to a desired location. Calculation of the economic valuation using the benefit transfer method is based on: a map of coral reef quality on the study sites, economic valuation in the region of reference, and social economic characteristic of communities in the study area. Re-calibration can be done to estimate economic valuation at the reference area to be transferred to the study site. The study showed that the value of economic valuation in the study area ranges from Rp. 2,46 to Rp. 27,36 million/ha/year or reaching 9% to 100% of the reference value. This study also presented a more detailed map of the economic value of coral reef resources.Keywords: Coral Reef, Benefit Transfer Method, Geographical Information Systems
PEMODELAN SPASIAL DEFORESTASI DI KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT Nahib, Irmadi; Turmudi, Turmudi; Suwarno, Yatin
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 17, No 2 (2015)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.921 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2015.17-2.226

Abstract

Peningkatan jumlah penduduk memiliki konsekuensi terhadap perkembangan ekonomi yang menuntut kebutuhan lahan untuk pemukiman, industri, infrastuktur dan jasa, sehingga akan berdampak terhadap laju deforestasi yang dapat mempengaruhi perubahan iklim. Berdasarkan hasil analisis tutupan hutan antara tahun 2000 sampai tahun 2009 bahwa deforestasi di Pulau Jawa mencapai sekitar 1,38 juta ha atau sekitar 60,64% dari luas hutan yang ada. Sedangkan deforestasi di Jawa Barat sekitar 596.743,40 ha, atau 62,55% dari seluruh deforestasi di Pulau Jawa. Deforestasi juga terjadi di wilayah hutan Kabupaten Tasikmalaya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perubahan tutupan hutan Kabupaten Tasikmalaya pada periode 1990-2011, dan membangun model spasial deforestasi di Kabupaten Tasikmalaya untuk memprediksi deforestasi masa yang akan datang. Pengembangan model deforestasi dilakukan dengan menggunakan model regresi logistik. Variabel dependen (Prediktan, Y) biner regresi logistik dinyatakan sebagai 0 dan 1, dimana 1 mengungkapkan terjadinya deforestasi, dan 0 tidak terjadi deforestasi. Variabel independen yang digunakan adalah jarak dari jalan, jarak dari tepi hutan, jarak dari sungai, kelas kelerengan dan kepadatan penduduk. Model ini dibangun atas terjadinya deforestasi antara tahun 1990 dan 2011. Persamaan model deforestasi yang diperoleh adalah Logit (deforestasi) = -2,3711 + 0,000776 x1 + 0,002311 x2 + 0,000554X3 – 0,401958 X4 - 1,346622 x5, dengan nilai Relative Operating Characteristics (ROC) sebesar 0,8874. Hasil validasi model menggunakan deforestasi kejadian antara 2000-2011 menunjukkan bahwa model yang dikembangkan cukup baik dengan memberikan akurasi 77,68%.Kata kunci: pemodelan spasial, penggundulan hutan, model logistik, perubahan penggunaan lahan, prediksiABSTRACTThe increase in population has consequences to the economic development which demand the need of land for residential, industrial, infrastructure and services, and will have impact to increase rate of deforestation that can affect to climate change. Based on analysis of forest cover changes between 2000 and 2009 shows that deforestation in Java around 1.38 million ha, or about 60.64 percent of the existing forest area. While deforestation in West Java accounted at around 596,743.40 ha (62.55%). The deforestation also occured in forest area of Tasikmalaya Regency. This research objectives are to determine forest cover change. Tasikmalaya Regency in the period 1990-2011, and building a spatial model of deforestation to predict the future deforestation. The development model of deforestation was done by using a logistic regression model. The dependent variable (Prediktor, Y) binary logistic regression expressed as 0 and 1, where 1 reveal the deforestation and 0 is not deforestation. The independent variables used are: distance, distance from the forest edge, distance from river, slope and population density. This model was built upon the occurrence of deforestation between 1990 and 2011. Equation of the deforestation models obtained were: logit (deforestation) = -2.3711 + 0.000776 x1 + 0.002311 x2 + 0.000554X3 – 0.401958 X4 - 1.346622 x5, with a value of Relative Operating Characteristics (ROC) of 0.8874. The results of model validation using deforestation between 2000-2011 shows that the model developed was quite suitable, providing accuracy of 77,68%.Keywords : spatial model, deforestation, logistic model, land use change, prediction