Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

TINJAUAN TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PEMBATALAN KEWENANGAN MENTERI DAN GUBERNUR DI DAERAH BERKAITAN DENGAN EXECUTIVE REVIEW PADA PUTUSAN NO. 137/PUU-XIII/2015 DAN NO. 56/PUU-XIV/2016 rio dwi nugroho; Gatot Dwi Hendro Wibowo; Chrisdianto Eko Purnomo
Jurnal Dinamika Sosial Budaya Vol 22, No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jdsb.v22i2.2469

Abstract

Penelitian Penyanyi mencoba untuk meninjau menganalisa Pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi hati Putusan Nomor 137 / PUU-XIII / 2015 Dan Putusan Nomor 56 / PUU-XIV / 2016 Yang memperbolehkan otoritas Pemerintah Pusat Berlangganan Mendukung Perda melalui MEKANISME mempertanyakan penasihat hukum yang tertuang di hati Artikel 251 UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Menggunakan metode persetujuan-undangan, membahas konseptual, dan mengakses kasus. Teknik pengambilan bahan dilakukan dengan cara melakukan riset perpustakaan.Berdasarkan hasil penelitian yang dapat didasarkan pada pertimbangan hukum dalam Putusan MK No. 137 / PUU-XIII / 2015 dan No. 56 / PUU-XIV / 2016 telah dilakukan Ulasan Eksekutif terhadap Perda yang dilakukan Eksekutif terhadap Perda dengan tinjauan Eksekutif terhadap Perkada.
Sosialisasi Pembentukan Peraturan Bersama Kepala Desa Di Desa Jurit Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur Minollah Minollah; Muhammad Ilwan; Chrisdianto Eko Purnomo
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 5 No. 2 (2020): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dari sosialisasi Pembentukan Peraturan Bersama Kepala Desa ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Perangkat Desa dan Masyarakat Desa tentang apa, fungsi dan manfaat serta teknis pembuatan Peraturan Bersama Kepala Desa. Sosialisasi dilakukan dengan melakukan penyampaian materi oleh Tim Penyuluh, kemudian dilakukan tanya jawab, diskusi dan arahan teknis pembuatan Peraturan Bersama Kepala Desa. Dan hasil akhir dari sosialisasi para peserta sosialiasi memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang Peraturan Bersama Kepala Desa dan berharap sosialisasi dapat dilakukan kembali secara periodik.
Konsep Prejudicial Geschil Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Dan Perkara Perdata Amiruddin Amiruddin; Rina Khaerani Pancanigrum; Chrisdianto Eko Purnomo
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 6 No. 1 (2021): Jurna Kompulasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v6i1.71

Abstract

Perselisihan menurut hukum perdata yang dulu harus diselesaikan sebelum acara pidana dapat diteruskan. Hal tersebut berimplikasi banyaknya perkara pidana yang dilaporkan masyarakat yang pada akhirnya tertunda karena adanya alasan “Pra Yudisial Geschil” atau masih adanya suatu perselisihan yang diproses melalui hukum keperdataan hingga menunggu sampai adanya keputusan mengikat, maka hal itu menyebabkan kurangnya rasa keadilan pada masyarakat yang mengharapkan kepastian terhadap Penegakan Hukum melalui Acara pidana. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis indikator suatu pemeriksaan perkara pidana yang ditangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata.
KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DALAM PENYELENGGARAAN URUSAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Prandy A.L. Fanggi; Kaharudin .; Chrisdianto Eko Purnomo
Jurnal Education and Development Vol 9 No 4 (2021): Vol.9 No.4 2021
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (550.307 KB)

Abstract

Secara konsep keberadaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 dalam rangka mengakomodir penguatan kewenangan Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan urusan pembentukan peraturan perundang-undangan. Model penguatan kewenangan Pemerintah Pusat dalam rangka Penyelenggaraan pembentukan peraturan perundang-undangan adalah model penguatan kewenangan yang terkoordinasi sejak dalam tahapan perencanaan hingga tahapan Pemantauan dan Peninjauan. Model penguatan penyelenggaraan urusan pembentukan peraturan perundang-undangan mengharuskan adanya garis koordinasi kewenangan antara Kementerian/LPnK selaku Pemrakarasa rancangan Undang-undang, Peraturan Presiden, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga, Bappenas selaku Penentu arah regulasi, Kementerian Sekretariat Negara selaku penyelenggara urusan pemberian persetujuan Presiden dan Kementerian/LPnK penyelenggara Urusan pembentukan peraturan perundang-undangan selaku Koordinator seluruhan tahapan pembentukan peraturan perundang-undangangan. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan objek kajian Undang-undang nomor 15 tahun 2019 dan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 sebagai aturan teknis penyelenggaraan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Refleksi Kekuasaan Konstitusional Presiden Republik Indonesia Chrisdianto Eko Purnomo
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 7 No. 1 (2022): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v7i1.92

Abstract

Wacana penundaan Pemilihan Umum Tahun 2024 yang mengemuka beberapa waktu lalu menimbulkan sikap penolakan dari berbagai lapisan baik akademisi, organisasi kemasyarakatan maupun masyarakat pada umumnya. Penundaan pemilu akan menimbulkan persoalan konstitusional yaitu memperpanjang masa jabatan Presiden dan/ atau Wakil Presiden yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945. Dalam perjalanan sejarah konstitusi yang pernah berlaku sebelum perubahan UUD 1945 menunjukkan bahwa kekuasaan Presiden cenderung lebih dominan dibandingkan dengan cabang kekuasaan lainnya, seperti lembaga legislatif dan yudisial. Bahkan dalam praktik ketatanegaraan, UUD 1945 tidak digunakan secara murni, misalnya keberlakuan UUD 1945 pada 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949. Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 diselewengkan dengan kebijakan demokrasi terpimpin. Demikian pula, di masa pemerintahan Presiden Soeharto, UUD 1945 digunakan untuk melegitimasi kekuasaan yang cenderung sangat besar. Setelah perubahan UUD 1945 yang ditandai dengan kesadaran untuk membatasi kekuasaan Presiden secara konstitusional melalui pengaturan dalam UUD 1945. Kekuasaan yang konstitusional pada dasarnya kekuasaan yang diberikan langsung oleh konstitusi yang mengandung pembatasan kekuasaan dan jaminan perlindungan hak asasi warga negara/manusia. Dengan demikian, segala argumentasi tentang wacana perpanjangan masa jabatan Presiden bertentangan dengan ide konstitusionalisme dan negara yang berkedaulatan rakyat.
Nilai Pancasila Sebagai Norma Kritik Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Studi Peraturan Walikota Bima Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Jumat Khusyu) Chrisdianto Eko Purnomo
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 2 No. 2 (2021): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.202 KB) | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v2i2.33

Abstract

Nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma kritik pembentukan peraturan perundang-undangan dan sumber dari segala sumber hukum. Sebagai norma kritik, Pancasila menjadi acuan pembentukan Peraturan Walikota Bima Nomor 71 Tahun 2019 tentang Jumat Khusyu. Dari hasil penelitian tentang kesesuaian materi muatan Peraturan Walikota Bima dengan nilai Pancasila menunjukkan bahwa Peraturan Walikota Bima Nomor 71 Tahun 2019 dibentuk tidak memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, terutama asas Pancasila. Dengan demikian, Peraturan Walikota ini harus dicabut dan tidak dapat diberlakukan kembali. Kata Kunci: Pancasila; Norma Kritik; Peraturan Walikota
Himpitan Konsep Penipuan Dalam Ranah Hukum Pidana Dan Hukum Perdata Amiruddin Amiruddin; Chrisdianto Eko Purnomo; Rina Khairani Pancaningrum
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 7 No. 2 (2022): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v7i2.102

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk dapat membedakan ruang lingkup atau kriteria penipuan dalam ranah hukum pidana dan ranah hukum perdata, sedangkan secara praktis penelitian ini bertujuan untuk menemukan jawaban dari permasalahan hukum yang terjadi. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka keutamaan penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi dan solusi bagi para akademisi dan penegak hukum polisi, jaksa, hakim dan pengacara dalam membedakan ruang lingkup atau kriteria penipuan dalam ranah hukum pidana dan ranah hukum perdata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu jenis penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan, menemukan dan mengolah serta menganalisis bahan hukum yang diperoleh dari peraturan perundangan-undangan dan literatur-leteratur. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penedekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (Case Approach). Hasil penelitian yang dihasilkan adalah bahwa Merujuk pada ketentuan Pasal 378 KUHP yang mengatur tentang “penipuan” bahwa Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya member hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Sedangkan konsep penipuan dalam ranah hukum perdata dapat ditelusuri dalam ketentuan Pasal 1321 BW dan Pasal 1328 BW. Pasal 1321 BW tegas menentukan bahwa Tiada suatu perjanjianpun yang mempunyai kekuatan mengikat, jika diberikan karena kakhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Selanjutnya Pasal 1328 BW menentukan bahwa Penipuan merupakan suatu alasanuntuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat. Penipuan tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan harus dibuktikan.