Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

Perbedaan tinggi badan sebelum tidur dan setelah bangun pagi pada masyarakat subetnis Minahasa di Desa Senduk Simanullang, Magdalena I.; Tanudjaja, George N.; Wongkar, Djon; Pasiak, Taufiq F.
e-Biomedik Vol 5, No 1 (2017): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v5i1.14883

Abstract

Abstract: Anthropometry is a measurement of certain parts of human body including height. This study was aimed to obtain the difference in height between after waking up in the morning and before going to bed at night among Minahasan sub-ethnic people at Senduk village. This was an analytical study with a cross-sectional design. Sampels were obtained by using purposive sampling method. There were 65 people as subjects. The results showed that the heights after waking up in the morning were longer than the heights before going to bed at night with an average of 1-2 cm for both sexes. The Wilcoxon test showed a significant difference between the heights after waking up in the morning and the heights before going to bed at night (p=0.002 for males and p=0.000 for females). Conclusion: There was a significant difference between the heights after waking up in the morning and the heights before going to bed at night. The heights after waking up in the morning were longer than the heights before going to bed at night.Keywords: height, after waking up in the morning, before going to bed at night Abstrak: Antropometri merupakan sebuah alat ukur yang digunakan untuk mengukur bagian-bagian tubuh manusia termasuk tinggi badan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbedaan tinggi badan sebelum tidur dan setelah bangun pagi pada sub-etnis Minahasa di Desa Senduk. Jenis penelitian ialah analitik dengan desain potong lintang. Sampel diambil secara purposive sampling sebanyak 65 orang. Hasil penelitian mendapatkan bahwa tinggi badan setelah bangun pagi lebih panjang dibandingkan sebelum tidur malam hari dengan rerata perbedaan 1-2 cm untuk kedua jenis kelamin. Hasil uji Wilcoxon mendapatkan perbedaan bermakna antara tinggi badan setelah bangun pagi dan sebelum tidur (p=0,002 untuk laki-laki dan p=0,000 untuk perempuan). Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara tinggi badan setelah bangun pagi dan sebelum tidur malam hari. Tinggi badan setelah bangun pagi lebih pendek dibandingkan sebelum tidur malam hari. Kata kunci: tinggi badan, sebelum tidur malam hari, setelah bangun pagi
ANGKA KEJADIAN OBESITAS SENTRAL PADA WANITA DI DESA TUMALUNTUNG Ticoalu, Maria A. Ch.; Wongkar, Djon; Pasiak, Taufiq F.
e-Biomedik Vol 3, No 1 (2015): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v3i1.7662

Abstract

Abstract: Central obesity is a condition of excess abdominal fat (central fat) caused by direct factors that causes central obesity such as lack of physical activity, therefore, more fat accumulation occurs in the abdomen. Central obesity also increases the risks of degenerative diseases. This was a descriptive study. Data were obtained by measuring weight and height, calculating the body mass index (BMI), and measuring waist circumference (≥80 cm) of 180 females aged 30-50 years in the Tumaluntung village. The data were counted manually. The results showed that of the population there were 0.6 % underweight, 19.4 % normal body weight, 12.2 % pre - obese, 42.8 % Obese I, 24.4 % Obese II, and 0.6 % Obese III. Based on BMI, 80% of the subjects were overweight meanwhile based on waist circumference there were 66.7 % of females with central obesity.Keywords: central obesity, BMI, waist circumferenceAbstrak: Obesitas sentral adalah kondisi kelebihan lemak perut (lemak pusat) yang terjadi akibat kurangnya aktifitas fisik sehingga akumulasi lemak lebih banyak terjadi di bagian perut. Obesitas sentral juga meningkatkan resiko terjadinya penyakit degeneratif. Penelitian ini bersifat deskriptif. Data diperoleh dari pengukuran berat badan dan tinggi badan, penghitungan indeks massa tubuh (IMT) serta lingkar pinggang (≥80 cm) pada 180 populasi wanita berusia 30-50 tahun di Desa Tumaluntung. Data yang diperoleh dihitung secara manual. Hasil yang diperoleh dari 180 subyek penelitian menunjukkan 0,6% underweight, 19,4% normal, 12,2% pre-obese, 42,8% Obese I, 24,4% Obese II, dan 0,6% Obese III. Berdasarkan perhitungan IMT terdapat 80% subyek penelitian mengalami kelebihan berat badan. Melalui pengukuran lingkar pinggang terdapat 66,7% wanita dengan obesitas sentral.Kata kunci: obesitas sentral, IMT, lingkar pinggang
GAMBARAN EMPATI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI ANGKATAN 2010 Warokka, Merry C.; Pasiak, Taufiq F.; Wongkar, Djon
e-Biomedik Vol 4, No 1 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i1.11249

Abstract

Abstract: Empathy is an important factor to support a positive relationship between physician and patient. Medical students as candidates for physician should have a good empathy. The lack of study and literature that discusses students empathy in North Sulawesi made researchers aimed to see an overview of empathy in medical students batch 2010 of Sam Ratulangi University.This study is a quantitative descriptive. The data were collected using a cross sectional design. The questionnaires was completed by 75 medical students at University of Sam Ratulangi who active on duty as co-assistant at RSUP Prof. dr. R.D Kandou. This study showed empathy scores of medical students high (66%), moderate (33%), and low (1%). Results of average scores of empathy women is higher than men. High empathy based on quantitative calculations do not mean to have a good empathy. Study with questionnaires more specific for medical students, qualitative study on patients, and method of longitudinal study, researchers suggested that can assess the quality of empathy for the co-assistant.Keywords: emphaty, medical student, co-assistantAbstrak: Empati merupakan faktor yang penting untuk menunjang terjalinnya hubungan yang positif antara tenaga medis dan pasien. Mahasiswa kedokteran sebagai calon tenaga medis seharusnya memiliki empati yang baik. Minimnya penelitian dan sumber literatur yang membahas empati pada mahasiswa di Sulawesi Utara membuat peneliti bertujuan untuk melihat gambaran empati pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi angkatan 2010. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Angket skala empati diisi oleh 75 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi yang sedang aktif menjalankan tugas sebagai co-assistant di Rumah Sakit Umum Pendidikan Prof. dr. R.D Kandou. Penelitian ini menunjukkan hasil empati tinggi (66%), sedang (33%), rendah (1%). Hasil skor rata-rata empati perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Empati yang tinggi berdasarkan perhitungan kuantitatif belum sepenuhnya berarti memiliki empati yang baik. Penelitian dengan alat ukur yang lebih spesifik, penelitian secara kualitatif terhadap pasien, serta penelitian dengan metode longitudinal disarankan peneliti agar dapat menilai kualitas empati para co-assistant.Kata kunci: empati, mahasiswa kedokteran, co-assistant
GAMBARAN MUSCULI FACIALIS PADA EKSPRESI WAJAH DAN EMOSI DENGAN MENGGUNAKAN FACIAL ACTION CODING SYSTEM PADA CALON PRESIDEN JOKOWI Batoteng, Friska G.; Pasiak, Taufiq F.; Ticoalu, Shane H. R.
e-Biomedik Vol 3, No 1 (2015): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v3i1.6846

Abstract

Abstract: Facial expression recognition is one way to recognize emotions which has not received much attention. Muscles that form facial expressions known as musculli facial, muscles that move the face and form human facial expressions: happy, sad, angry, fearful, disgusted and surprised which are the six basic expressions of human emotion. Human facial expressions can be measured using FACS (Facial Action Coding System). This study aims to determine the facial muscles which most frequently used and most rarely used, and determine the emotion expression of Jokowi, a presidential candidate, through assessment of the facial muscles using FACS. This study is a retrospective descriptive study. The research samples are the whole photo of Jokowi’s facial expression at first presidential debate in 2014, about 30 photos. Samples were taken from a video debate and confirmed to be a photo using Jokowi’s facial expressions which then further analyzed using FACS. The research showed that the most used action units and facial muscle is AU 1 whose work on frontal muscle pars medialis (14.75%). The least appear muscles on Jokowi’s facial expressions were musculus orbicularis oculi, pars palpebralis and AU 24 musculus obicularis oris (0.82%). The dominant facial expressions was seen in Jokowi was sad facial expression (36.67%).Keywords: musculi facialis, facial expression, expression of emotion, FACSAbstrak: Pengenalan ekspresi wajah adalah salah satu cara untuk mengenali emosi yang belum banyak diperhatikan. Otot-otot yang membentuk ekspresi wajah yaitu musculli facialis yang merupakan otot-otot penggerak wajah dan membentuk ekspresi – ekspresi wajah manusia yaitu bahagia, sedih, marah, takut, jijik dan terkejut yang merupakan 6 dasar ekspresi emosi manusia. Ekspresi wajah manusia dapat diukur dengan menggunakan parameter FACS (Facial Action Coding System). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui musculi facialis yang paling sering digunakan dan yang paling jarang digunakan, serta untuk menentukan ekspresi emosi calon presiden Jokowi. Desain penelitian ini yaitu penelitian deskriptif dengan retrospektif. Sampel penelitian ialah seluruh foto ekspresi wajah Jokowi saat debat calon presiden pertama tahun 2014 sebanyak 30 foto. Sampel diambil dari video debat dan dikonfirmasi menjadi foto kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan FACS. Penelitian ini didapatkan hasil bahwa Musculi yang paling banyak digerakkan, yaitu Musculi frontalis pars medialis (14,75%). Musculi yang paling sedikit muncul pada ekspresi wajah Jokowi yaitu musculus orbicularis oculi, pars palpebralis dan musculus obicularis oris (0,82%). Ekspresi wajah yang dominan dinampakkan oleh Jokowi merupakan ekspresi wajah sedih (36,67%).Kata kunci: musculi facialis, ekspresi wajah, ekspresi emosi, FACS
Gambaran empati pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi angkatan 2011 Runtuwarow, Stardia; Pasiak, Taufiq F.; Ticoalu, Shane H.R.
eBiomedik Vol 5, No 1 (2017): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.5.1.2017.15630

Abstract

Abstract: Empathy is a potential psychological motivator for helping others in distress. Empathy can be defined as the ability to feel or imagine another person’s emotional experience. The ability to empathize is an important part of social and emotional development, affecting an individual’s behavior toward others and the quality of social relationships. This was a descriptive quantitative study using cross sectional design. Empathy scale questionnaires were filled in by 76 students of the Faculty of Medicine, University of Sam Ratulangi Manado who were active as co-assisants at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital. The results showed that the majority had high empathy, with an average overall score of empathy of female co-assistants was higher than of male co-assistants. Conclusion: Empathy of students of Faculty of Medicine, University of Sam Ratulangi batch 2011 was categorized as high.Keywords: emphaty, medical students Abstrak:. Empati adalah motivator potensi psikologis untuk membantu orang lain yang dalam kesulitan. Empati dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk merasakan atau membayangkan pengalaman emosional orang lain. Kemampuan untuk berempati merupakan bagian penting dari perkembangan sosial dan emosional, memengaruhi perilaku individu terhadap orang lain dan kualitas hubungan sosial. Jenis penelitian ini ialah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan desain potong lintang. Angket skala empati diisi oleh 76 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado yang sedang aktif menjalankan tugas sebagai co-assisant di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hasil penelitian menunjukkan hasil empati mayoritas tinggi, dengan rerata keseluruhan skor empati perempuan lebih tinggi dibandingkan dari laki-laki. Simpulan: Gambaran empati mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Angkatan 2011 tergolong tinggi.Kata kunci: empati, mahasiswa Kedokteran
Indikator yang Membedakan Gejala Psikotik dengan Pengalaman Spiritual dalam Perspektif Neurosains (Neuro-Anatomi) Lumingkewas, Priscilla E.; Pasiak, Taufiq F.; Ticoalu, Shane H.R.
e-Biomedik Vol 5, No 2 (2017): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v5i2.18515

Abstract

Abstract: Psychotic disorder is a mental disorder characterized by hallucinations, delusions, catatonic behavior, chaotic behavior, chaotic speaking and are generally accompanied by poor performance. Spirituality is a belief related to the Almighty and the Creator. Current neuroscience approaches have touched the spiritual dimension, well-known as spiritual neuroscience. This term is used to describe human spirituality in terms of health and medicine perspectives. People with advanced spiritual personality are often regarded as those who have mental illness by the people around them. This study was aimed to determine the difference between psychotic symptoms and spiritual experience in the perspective of neuroscience. This was a descriptive study with a retrospective approach. We used research articles in journals pertaining to psychotic symptoms, spiritual experiences, and neuroscience, in addition searching for indicators that could help to differentiate the psychotic symptoms and spiritual experiences using a systematic review technique. Conclusion: There is a difference in brain activity between people who had spiritual experiences and those with psychotic symptoms.Keywords: neuroscience, spiritual, psychotic Abstrak: Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya halusinasi, waham, perilaku kataton, perilaku kacau, pembicaraan kacau yang pada umumnya disertai tilikan yang buruk. Spiritualitas merupakan keyakinan yang berkaitan dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta. Saat ini pendekatan neurosains telah menyentuh dimensi spiritual, yang lebih dikenal dengan istilah neurosains spiritual. Istilah ini dipakai untuk menjelaskan spiritualitas manusia dipandang dari sisi perspektif kesehatan dan kedokteran. Orang dengan kepribadian spiritual yang maju sering dianggap memiliki penyakit mental oleh orang-orang di sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara gejala psikotik dengan pengalaman spiritual dalam perspektif neurosains. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif dengan cara mempelajari penelitian-penelitian yang telah dimuat dalam jurnal-jurnal yang membahas tentang gejala psikotik, pengalaman spiritual, dan neurosains serta mencari indikator yang dapat membedakan, dengan teknik telaah sistematik. Simpulan: Terdapat perbedaan aktivitas otak pada orang yang sementara mengalami pengalaman spiritual dengan orang yang mengalami gejala psikotik.Kata kunci: neurosains, spiritual, psikotik
PERAN BATATA (Ipomea batatas L) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR Sampetoding, Channesya; Pasiak, Taufiq F.; Tanudjaja, George
e-Biomedik Vol 3, No 3 (2015): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v3i3.9365

Abstract

Abstract: Theoretically, batata, Ipomea batata L (Lam) theoritically can be used in wound healing since it acts as antiseptic, antibiotic, and anti-inflammatory agents. Batata ingredients can also stimulate epithelialization in wound bed. This study aimed to obtain the role of batata juice in burn wound healing noticed from the inflammatory response aspect. This was an experimental study conducted in the research laboratory of Faculty of Medicine Univeristy of Sam Ratulangi. Samples were six rabbits divided into 2 groups: treatment group with batata juice, and control group without treatment. The histological examination showed that the quality of inflammatory tissue of the treatment group was denser, settled, and associated with edema expansion compared to the control group with diminished inflammatory components, edema, and vasodilatation, meanwhile, there were angiogenesis, improvement of dermis, and regrowth of epidermis. Conclusion: Batata juice was not superior in healing burns than the natural responses.Keywords: batata (Ipomeas batata L), burns, skin, inflammation, wound healingAbstrak: Batata, Ipomea batata L (Lam) secara teoritik berfaedah untuk penyembuhan luka, yang bekerja sebagai antiseptik, antibiotik, dan anti inflamatorik. Batata berkhasiat dalam penyembuhan luka karena kandungannya yang secara bermakna merangsang pembentukan epitel jaringan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan peran batata terhadap penyembuhan luka bakar dilihat dari kualitas komponen radang pada jaringan luka. Sampel terdiri dari 6 ekor kelinci yang dibagi atas 2 kelompok: kelompok perlakuan dan kontrol. Kelompok perlakuan diberi jus batata pada luka bakar sedangkan kelompok kontrol tanpa perlakuan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi dengan menggunakan metode eksperimental. Hasil identifikasi mikroskopik menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan kualitas komponen radang jaringan luka bakar lebih padat dan menetap disertai perluasan sembab kolagen dibandingkan kelompok kontrol dimana komponen radang dan sembab berkurang, dilatasi pembuluh darah berkurang, pertumbuhan kapiler baru, jaringan dermis yang membaik, dan epidermis yang mulai tumbuh kembali. Simpulan: Jus batata tidak memperlihatkan penyembuhan luka bakar yang lebih baik dibandingkan dengan penyembuhan luka oleh tubuh sendiri.Kata kunci: batata (Ipomeas batata L), luka bakar, kulit, radang, penyembuhan luka
Hubungan panjang klavikula dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012 Liputra, Osvaldo T.; Pasiak, Taufiq F.; Wongkar, Djon
e-Biomedik Vol 5, No 1 (2017): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v5i1.14851

Abstract

Abstract: Clavicle is a long slender bone that lies horizontally at the root of the neck just beneath the skin. The clavicle is connected to the sternum and the first costal cartilage and acromion process of the scapula laterally. Body height is formed by the skull, vertebra column, and a part of lower limb bones. This was an analytical descriptive study with a cross sectional design. Subjects were 76 students of Faculty of Medicine University of Sam Ratulangi Manado obtained by using purposive sampling method. Data were analyzed by Pearson correlation test and linear regression test. The Pearson correlation test showed that there was a weak correlation between clavicle length and body height in males (r = 0.149) and a strong enough correlation in females (r = 0.360). The linear regression test showed the equation in males was BH (body height) = 160.042 + (0.606 x clavicle length) and in females was BH = 145.121 + (1.044 x clavicle length). Conclusion: There was a strong enough correlation between clavicle length and body height in females but not in males. Body height can be determined by clavicle length using an equation.Keywords: clavicle length, body height Abstrak: Klavikula merupakan tulang panjang yang ramping, membentang horizontal di dasar leher tepat dibawah kulit. Klavikula terhubung dengan sternum dan tulang rawan rusuk pertama, serta menyamping dengan akromion dari skapula. Tinggi badan dibentuk oleh tulang tengkorak, tulang belakang, dan sebagian tulang ekstremitas bawah. Jenis penelitian ialah deskriptif analitik dengan desain potong lintang. Subyek penelitian ialah 76 orang mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado yang ditentukan dengan cara purposive sampling. Data dianalisis dengan uji korelasi Pearson dan uji regresi linear. Hasil uji korelasi Pearson memperlihatkan hubungan lemah antara panjang klavikula dan tinggi badan pada laki-laki (r=0,149) dan hubungan cukup kuat pada perempuan (r = 0,360). Persamaan pada laki-laki TB = 160,042 + (0,606 x panjang klavikula) dan pada perempuan TB = 145,121 + (1,044 x panjang klavikula). Simpulan: Terdapat hubungan yang cukup kuat antara panjang klavikula dengan tinggi badan pada perempuan tetapi tidak pada laki-laki. Tinggi badan seseorang dapat ditentukan dari panjang klavikula dengan menggunakan suatu persamaan.Kata kunci: panjang klavikula, tinggi badan
Gambaran histologik ginjal tikus Wistar yang diberikan jus tomat setelah diinduksi dengan monosodium glutamat Togatorop, Desy; Pasiak, Taufiq F.; Wongkar, Djon; Kaseke, Martha M.
e-Biomedik Vol 4, No 2 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i2.14664

Abstract

Abstract: Monosodium glutamate (MSG) is widely used in daily life as a flavor enhancer in food. MSG is the combination of sodium salt component and glutamic acid-L (a non essential amino acid), which is highly soluble in water. Glutamate in MSG is not bound to protein molecules, but in the free form, therefore, it will form free radicals in the body. Free radicals in the body can be neutralized by antioxidants. Tomatoes are fruits that contain several antioxidants (lycopene, vitamin C and vitamin A). Lycopene is an antioxidant that is the highest in tomatoes. Lycopene reduces free radicals in the body by releasing up one of its electrons to bind with free radicals so the free radicals do not bind to other cells in the body and reduces the damage in the body. This study was aimed to determine the histological changes in the kidneys of Wistar rats induced by MSG, and of those that were added tomato juice. This was an experimental study with a post test only control group design. The study used 15 Wistar rats divided into three groups: group I without treatment (pellets AD II and drinking water); group II, MSG for 14 days; and group III, tomato juice and MSG for 14 days. The results showed that in both treatment groups there were visible swelling of tubular epithelial cells and narrowing of the tubular lumen, albeit, the glomeruli still looked normal.Keywords: tomato juice, MSG, kidney damage Abstrak: Monosodium glutamat (MSG) banyak digunakan sebagai penyedap rasa dalam makanan. MSG adalah gabungan antara komponen garam sodium dan asam glutamat–L (suatu asam amino non esensial) yang bersifat sangat larut dalam air. Glutamat dalam MSG tidak terikat pada molekul protein melainkan dalam bentuk bebas sehingga dapat membentuk radikal bebas didalam tubuh. Radikal bebas didalam tubuh dapat dinetralisir oleh antioksidan. Tomat mengandung berbagai antioksidan (likopen, vitamin C dan vitamin A) terutama likopen. Likopen mengurangi radikal bebas didalam tubuh dengan cara melepaskan satu elektronnya untuk berikatan dengan radikal bebas yang dapat mengurangi kerusakan yang terjadi dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histologik ginjal tikus wistar kelompok perlakuan I diinduksi MSG dan kelompok perlakuan II yang diberikan MSG dan jus tomat. Jenis penelitian ialah eksperimental dengan post test only control group design. Penelitian menggunakan 15 ekor tikus wistar dibagi tiga kelompok: kelompok I tanpa perlakuan (pellet AD II dan air minum); kelompok II diberi MSG selama 14 hari; dan kelompok III diberi jus tomat dan MSG selama 14 hari. Gambaran histologik ginjal pada kelompok perlakuan I (MSG) dan kelompok perlakuan II (MSG dan jus tomat) memperlihatkan glomerulus normal, pembengkakan sel epitel tubuli, dan penyempitan lumen tubuli. Tidak tampak perbedaan nyata antara kedua kelompok. Kata kunci: jus tomat, MSG, kerusakan ginjal
Hubungan lingkar lengan atas dengan obesitas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Uuniversitas Sam Ratulangi Kumesan, Okky; Ticoalu, Shane H.R.; Pasiak, Taufiq F.
e-Biomedik Vol 4, No 2 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i2.14619

Abstract

Abstract: Obesity is defined as abnormal or excessive fat accumulation which detrimental to health. In 2014, more than 1.9 billion adults are overweight and over 600 million of them are obese. Various methods of anthropometry can be used to determine the occurrence of obesity, these methods include measurement of body mass index (BMI), waist circumference, hip circumference, arm circumference and neck circumference, body mass index mostly used as an indicator of obesity to estimate the body fat composition. Based on research conducted by Lu et al in China, upper arm circumference has been one of the indicators to identify overweight and obesity in children aged 7-12 years. Objective: To determine the relation between upper arms circumference with obesity of students in Faculty of Medicine, Universitas Sam Ratulangi. Method: This research is descriptive analytic observational study conducted in February 2016. The samples were students of the Faculty of Medicine, University of Sam Ratulangi, class 2013, 2014, 2015, who were eligible. The data was obtained by the measurement of upper arm circumference, weight, and height that used in the method of body mass index. Result: The samples in this research were 63 people consisting of 35 men and 28 women with an average age is 19 years old. On BMI measurements obtained an average male’s BMI is 29.8 kg/m2 and women’s BMI is 28.6 kg/m2. On the measurements of upper arm, the average male’s upper arm is 33,6cm and women’s upper arm is 30,7cm. Spearman correlation values between the Upper Arm Circumference and BMI for the all sample is 0,711. Conclusion: There is strong correlations between the Upper Arm Circumference (MUAC) with obesity that were measured with Body Mass Index (BMI).Keywords: obesity, body mass index, upper arm circumference, student Abstrak: Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat menggangu kesehatan. Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa mengalami kelebihan berat badan dan lebih dari 600 juta orang diantaranya mengalami obesitas. Berbagai macam metode antropometri dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya obesitas, metode-metode tersebut antara lain pengukuran indeks masa tubuh (IMT), lingkar pinggang, lingkar pinggul, lingkar lengan, serta lingkar leher, indeks masa tubuh merupakan indikator kegemukan yang banyak dilakukan untuk memperkirakan komposisi lemak tubuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lu dkk di Cina, lingkar lengan atas telah merupakan salah satu indikator untuk mengidentifikasi berat badan lebih dan obesitas pada anak-anak usia 7-12 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lingkar lengan atas dengan terjadinya obesitas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional analitik yang dilaksanakan pada bulan Februari 2016. Sampel penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, angkatan 2013, 2014, 2015 yang memenuhi kriteria. Data penelitian didapatkan melalui pengukuran lingkar lengan atas, berat badan, serta tinggi badan yang digunakan dalam metode indeks masa tubuh. Pada penelitian ini didapatkan sampel sebanyak 63 orang yang terdiri dari 35 orang laki-laki dan 28 orang perempuan dengan rata-rata umur sampel 19 tahun. Pada pengukuran IMT didapatkan rata-rata IMT laki-laki 29,8 kg/m2 dan IMT Perempuan 28,6 kg/m2. Pada pengukuran LiLA didapatkan rata-rata LiLA laki-laki 33,6 cm dan LiLA perempuan 30,7 cm. Nilai korelasi Spearman antara Lingkar Lengan Atas dan IMT untuk seluruh sampel sebesar 0,711. Simpulan: Didapatkan hubungan yang kuat antara Lingkar Lengan Atas (LiLA) dengan obesitas yang diukur meggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT)Kata kunci: obesitas, indeks masa tubuh, lingkar lengan atas, mahasiwa