Rachmat Djoko Pradopo
Unknown Affiliation

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

INTELLECTUAL RELIGIOSITY OF ISLAMIC BOARDING SCHOOL IN A. MUSTOFA BISRI’S POETRY Wachid B.S., Abdul; Waluyo, Herman J.; Pradopo, Rachmat Djoko; Suyitno, Suyitno
IBDA` : Jurnal Kajian Islam dan Budaya Vol 15 No 2 (2017): IBDA': Jurnal Kajian Islam dan Budaya
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.211 KB) | DOI: 10.24090/ibda.v15i2.1103

Abstract

This paper seeks to uncover A. Mustofa Bisri as a literary writer who “departs from Islamic boarding school” which conveys intellectual religiosity through poetry. The concept of thinking used in this paper by exposing poetry as text, the world of Islamic boarding school as a con- text, and the interrelations both in poetry and religious Islamic intellectu- als as contextualization. First, the intensity of the written poetry is based on the intellectualreligiosity in theIslamicboarding school, so it is reli- giously timeless, and beyond the limitations of language usage. Aspects of events, aspects of experience, and aspects of the view of life (weltan- schauung) unite in the particular language and culture. Secondly, the prin- ciple that the idiocencracy of religious poetry based on Islamic values in the form of a poetical language is important to mark one’s poet as the context of the poetical of A. Mustofa Bisri. It should be interpreted not only as a symptom of poetical language that breaks away from the mean- ing of poetry (the religious experience expressed and simultaneously dis- played in poetry), but also the dynamics interrelated between poets, po- ems, and cultural backgrounds that surround them. Third, the religious experience manifested in the language of poetry is the deepestform of religious intellectual abstraction, i.e., divined and cherished love. This condition is shaped by the crystallization of knowledge as an action in the deepest dimension of one’s humanity to voice inner perceptions. By loving God, people will love God’s creation, man and the universe, as he loves himself. By loving each other and the universe as God’s creation, a lover will treat himself as a person of faith and do good deeds, and remind each other to hold fast to the truth, and remind each other to be patient. The concept cannot be separated from the perspective of al-Qur’an and al-Hadith.
THE VALUES OF ARCHIPELAGIC ISLAM IN A. MUSTOFA BISRI’S POETRY Wachid B.S., Abdul; Waluyo, Herman J.; Pradopo, Rachmat Djoko; Suyitno, Suyitno
IBDA` : Jurnal Kajian Islam dan Budaya Vol 16 No 2 (2018): IBDA': Jurnal Kajian Islam dan Budaya
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.908 KB) | DOI: 10.24090/ibda.v16i2.1746

Abstract

This study aims to investigate and describe the values of archipelagic Islam in A. Mustofa Bisri’s poetry. Archipelagic Islam contains three narratives at once, namely: politics, nationality, and culture. The main principle is National brotherhood (ukhuwah wathaniyah), Human brotherhood (ukhuwah basyariyah ), and Islamic brotherhood (ukhuwah Islamiyah ). A. Mustofa Bisri is chosen as the subject of this research because besides being a charismatic kiai , he is also a famous poet. A. Mustofa Bisri often voiced the values of humanity, love, compassion, peace and human equality. The results of this study are some principles, namely the principle to establish God as God, treat humans as human beings, and manage nature properly and correctly. The principles constitute the contextualization of the values of archipelagic Islam that was received by A. Mustofa Bisri in his poetry, as well as the prophetic manifestations.
Semiotika: Teori, Metode, dan Penerapannya Rachmat Djoko Pradopo
Humaniora Vol 10, No 1 (1998)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1564.232 KB) | DOI: 10.22146/jh.607

Abstract

Makhluk hidup, khususnya manusia, untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan hidupnya, perlu berhubungan dengan makhluk atau manusia lainnya. Untuk berkomunikasi atau berhubungan itu perlu sarana komunikasi yang dapat dimengerti oleh manusia lainnya. Oleh karena itu, manusia menciptakan tanda-tanda yang saling dimengerti. Tanda-tanda itu berupa tanda-tanda yang dapat diindera oleh manusia, baik tanda berupa bunyi, tanda visual yang dapat dilihat, tanda yang dapat diraba, dirasakan, atau bahkan dapat dicium baunya. Tanda-tanda itu mulai dari yang sederhana sampai kepada yang makin lama makin ruwet. Tentu saja, manusia menciptakan tanda-tanda itu dengan sistem atau aturan-aturan tertentu yang saling dipahami. Karena manusia itu makhluk sosial, maka fenomena sosial dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda dengan sistemnya yang dimengerti bersama.
SEMIOTIKA: TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA DALAM PEMAKNAAN SASTRA Rachmat Djoko Pradopo
Humaniora Vol 11, No 1 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1931.065 KB) | DOI: 10.22146/jh.628

Abstract

Semiotika, ilmu tentang tanda-tanda, sudah lahir pada akhir abad ke-1 9 dan awal abad ke-20 . Akan tetapi, ilmu ini baru berkembang mulai pada pertengahan abad ke-20 . Meskipun pada akhir abad ke- 20, dalam bidang penelitian sastra, sudah ada teori-teoti sastra yang baru seperti sosiologi sastra, teori dan kritik feminis, dekonstruksi, dan estetika resepsi, tetapi semiotika menduduki posisi dominan dalam penelitian sastra . Perlu dikemukakan di sini bahwa teori dan metode semiotika tidak dapat dipisahkan dengan teori strukturalisme karena seperti dikemukakan oleh Junus (1981 :17) bahwa semiotika itu merupakan lanjutan strukturalisme. Karena pentingnya semiotika dalam pemaknaan karya sastra, di sini, diuraikan teori, metode, dan penerapan semiotika dalam pemaknaan sastra secara ringkas dan garis besamya saja . Dalam uraian ini dipergunakan teori dan metode semiotika Michael Riffaterre dalam bukunya Semiotics of Poetry (1978). Akan tetapi, dalam uraian ini sedikit dimodifikasi, tidak hanya diterapkan pada puisi (sajak), tetapi diperluas penerapannya pada karya 6ksi (novel) . Sebelum dilakukan penerapannya, periu lebih dahulu diuraikan teori dan metode semiotika secara umum.
Penelitian Stilistika Genetik: Kasus Gaya Bahasa W.S. Rendra dalam Ballada Orang-orang Tercinta dan Blues untuk Bonnie Rachmat Djoko Pradopo
Humaniora Vol 11, No 3 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1275.636 KB) | DOI: 10.22146/jh.1287

Abstract

Menurut Kridalaksana (1983:15), stilistika adalah (1) ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; (2) ilmu interdisipliner linguistik pada penelitian gaya bahasa. Slametmuljana (1956: 4) mengemukakan bahwa stilistika itu pengetahuan tentangkata berjiwa. Kata berjiwa itu adalah kata yang dipergunakan dalam cipta sastra yang mengandung perasaan pengarangnya. Tugas stilistika adalah menguraikan kesan pemakaian susun kata dalam kalimat kepadapembacanya. Penyusunan kata dalam kalimat menyebabkan gaya kalimat, di samping ketepatan pemilihan kata, memegang perananpenting dalam cipta sastra (Slametmuljana, 1956 :5). Jadi, berdasarkan uraian di atas, stilistika itu adalah ilmu tentang gaya bahasa. Hal iniseperti pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988:859), yaitu stilistika itu bukan hanya ilmu tentang penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya kesusastraan, melainkan juga studi gaya bahasa dalam bahasa pada umumnya meskipun ada perhatian khusus pada bahasa kesusastraan.                                                 
Gaya Bunyi Rachmat Djoko Pradopo
Humaniora No 5 (1997)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1129.033 KB) | DOI: 10.22146/jh.1882

Abstract

Gaya bunyi meliputi penggunaan bunyi-bunyi tertentu untuk mendapatkanefek tertentu, yaitu efek estestis. Gaya bunyi berupa gaya ulangan bunyi:asonasi, aliterasi, persajakan: sajak awal, sajak akhir, sajak dalam, dan sajak tengah. Kombinasi pola-pola bunyi itu membuat sajak menjadi merdu. Kombinasi bunyi yang merdu itu menimbulkan bunyi musik yang merdu dalam karya sastra, puisi pada khususnya. Bunyi musik atau orkestrasi itu dapat juga terdapat dalam prosa. Orkestrasi yang berbunyi merdu disebut efoni (euphony) dan yang tidak berbunyi merdu (parau) disebut kakofani (Cacophony).
Ragam Bahasa Sastra Rachmat Djoko Pradopo
Humaniora No 4 (1997)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1202.904 KB) | DOI: 10.22146/jh.1931

Abstract

Ada bermacam-macam ragam bahasa: salah satu di antaranya ialah ragam bahasa sastra. Bahasa sastra mempunyai fungsi estetik yang dominan. Dalam arti sifat estetiknya yang menguasainya. Jadi bahasa sastra itu dipergunakan dalam sastra untuk mendapatkan nilai seni karya sastra juga, terutama da1am bidang kebahasaan sendiri, yang dalam hal ini berhubungan dengan gaya bahasa sebagai sarana sastra. Di samping itu, bahasa sastra berhubungan dengan fungsi semiotik bahasa sastra.
Interpretasi Puisi Rachmat Djoko Pradopo
Humaniora No 1 (1995)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1677.322 KB) | DOI: 10.22146/jh.2006

Abstract

Makalah ini mencoba untuk mengemukakan cara-cara memproduksi makna sajak, merebut makna sajak (rekuperasi), ataupun memberikan makna sajak, tergantung dari sudut mana pemahamannya. Dengan demikian, diharapkan masalah ini dapat memberikan bekal untuk menggali nilai budaya spiritual bangsa Indonesia, di samping juga dapat menjadi sarana pengembangan budaya bangsa Indonesia. Untuk bisa memahami sajak, perlukah sajak dianalisis struktur dalamnya (Inner structure). Hal ini mengingat bahwa sajak (puisi) adalah sebuah struktur. Dengan demikian, dalam menganalisis sajak sebagai struktur tanda-taoda yang bermakna (Pradopo, 1993: 121), dipergunakan teori dan metode strukturalisme-semiotik.
PEMAHAMAN PUISI INDONESIA MODERN Rachmat Djoko Pradopo
Humaniora No 3 (1991)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2210.886 KB) | DOI: 10.22146/jh.2085

Abstract

Untuk memahami puisi dapat dipergunakan bermacam-macam cara sesuai dengan sifat hakikat puisi. Dalam makalah ini dikemukakan salah satu cara pemahaman, terutama dengan pendekartan struktural dan semiotik, yaitu dengan pendekatan struktur intrinsik puisi dan melihat puisi sebagai sistem tanda.Puisi mempunyai sifat hakikat dan konvensi sendiri. Puisi adalahkarya imajinatif yang pufungsi estetiknya dominan (Wellek dan Warren, 1968 : 25). Dengan demikian, memahami puisi tidak lepas dari unsur kebahasaan dan keseniannya yang keduanya berjalinan erat. Begitu juga, pemahaman puisi Indonesia tidak lepas dari pemahaman sifat hakikat puisi itu secara umum dan tentu saja tidak lepas dari sifat khusus keindonesiaannya.
SEJARAH PUISI INDONESIA MODERN: SEBUAH IKHTISAR Rachmat Djoko Pradopo
Humaniora No 2 (1991)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1770.876 KB) | DOI: 10.22146/jh.2158

Abstract

Sejak lahirnya (1920) sampai sekarang (1990), kesusastraan Indonesia modern selalu berkembang. Dengan demikian, hal ini membuat adanya persambungan sejarah sastra Indonesia, baik dalam ragam prosa maupun puisi. Sampai sekarang, yang merupakan sajak Indonesia modern yang pertama adalah sajak "Tanah Air" yang ditulis oleh M. Jamin (Muhammad Yamin), terdapat dalam Jong Sumatra No.4, Tahun III, April 1920. Sebuah karya sastra itu sesungguhnya merupakan response terhadap karya sebelumnya, baik berupa tanggapan atau penyambutan yang bersifat penerusan konvensi maupun penyimpangan konvensi yang telah ada. Seorang penyair menulis puisi berdasarkan konvensi-konvensi puisi sebelumnya, tetapi sekaligus juga sering menyimpangi konvensi yang telah ada ataupun norma puisi sebelumnye. Hal ini mengingat bahwa karya sastra (puisi) itu tidak lahir dalam kekosonganbudaya. Demikian juga, karya sastra itu merupakanregangan antara konvensi dan inovasi.