Johana Endang Prawitasari
Faculty Of Psychology, Faculty Of Humaniora And Social Sciences, University Of Kristen Krida Wacana, Jakarta

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Pengukuran Ego Depletion Berbasis Indigenous Psychology Undarwati, Anna; Mahabati, Aini; Khaerani, Andewi Cahaya; Hapsari, Ayu Dyah; Kristanto, Andreas Agung; Stephany, ndah Sasmitohening; Prawitasari, Johana Endang
Intuisi : Jurnal Psikologi Ilmiah Vol 9, No 1 (2017): Maret 2017
Publisher : Intuisi : Jurnal Psikologi Ilmiah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak. Ego Depletion adalah kondisi individu merasa tertekan, terlalu lelah dan terbatas. Penelitian ini mengeksplorasi dan mengembangkan skala ego depletion berdasarkan konsep indigenous psychology. Data dikumpulkan melalui focus group discussion (FGD) untuk mengeksplorasi aspek ego depletion. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ego depletion didefinisikan sebagai kelelahan psikologis (41%), kelelahan fisik (20%), dan berdaya (13%). dapat disimpulkan bahwa ego depletion adalah kondisi ketika orang memiliki kelelahan psikologis dan fisik, energi yang terbatas yang mempengaruhi masalah kognitif, pasif, tugas menjadi tidak optimal dan menyebabkan reaksi negatif dan masalah sikap. 60 aitem skala ego depletion diberikan kepada 60 mahasiswa. Hasil menunjukkan, validitas dan reliabilitas ynag cukup tinggi, dengan kisaran skor rix = 0111 - rix = 0.700 dan Alpha-Cronbach = 0.939. Hanya 8 aitems tidak valid. Selanjutnya, aitem disederhanakan, dari 60 menjadi 30 aitem saja, dan hasi analisis statistik menunjukkan keandalan sebesar 0.918 dengan validitas rix = 0310 - rix = 0.700.Abstract. Ego Depletion is condition feel underpressured, overly tired and limited  resources. In these research, we explore and develop ego depletion scale based on indigenous psychology. We collect data by focus group discussion  (FGD) to explore ego depletion aspects. Finding research has shown that ego depletion is defined as psychological exhaustion ( 41%), phisical exhaustion (20%), and powerless (13%). Participants conclude  than ego depletion is condition when people have psychological and physical exhaustion ,  limited energy that influence cognitive problem, passive, inoptimal task and cause negative reaction and attitude problem. Sixty aitems of ego depletion scale were given to 60 students. Result indicate that scale has high validity and reliability, with corrected aitem total corelation range are rix = 0,111 – rix = 0,700 and Alpha-Cronbach = 0,939. Only 8 aitems invalid . We summarize the aitems into 30 aitems and statistical result shown that reliability are 0,918 with corrected aitem total corelation range are rix = 0,310 – rix = 0,700.
Pengukuran Ego Depletion Berbasis Indigenous Psychology Undarwati, Anna; Mahabati, Aini; Khaerani, Andewi Cahaya; Hapsari, Ayu Dyah; Kristanto, Andreas Agung; Stephany, ndah Sasmitohening; Prawitasari, Johana Endang
Intuisi : Jurnal Psikologi Ilmiah Vol 9, No 1 (2017): Maret 2017
Publisher : Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/intuisi.v9i1.9574

Abstract

Abstrak. Ego Depletion adalah kondisi individu merasa tertekan, terlalu lelah dan terbatas. Penelitian ini mengeksplorasi dan mengembangkan skala ego depletion berdasarkan konsep indigenous psychology. Data dikumpulkan melalui focus group discussion (FGD) untuk mengeksplorasi aspek ego depletion. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ego depletion didefinisikan sebagai kelelahan psikologis (41%), kelelahan fisik (20%), dan berdaya (13%). dapat disimpulkan bahwa ego depletion adalah kondisi ketika orang memiliki kelelahan psikologis dan fisik, energi yang terbatas yang mempengaruhi masalah kognitif, pasif, tugas menjadi tidak optimal dan menyebabkan reaksi negatif dan masalah sikap. 60 aitem skala ego depletion diberikan kepada 60 mahasiswa. Hasil menunjukkan, validitas dan reliabilitas ynag cukup tinggi, dengan kisaran skor rix = 0111 - rix = 0.700 dan Alpha-Cronbach = 0.939. Hanya 8 aitems tidak valid. Selanjutnya, aitem disederhanakan, dari 60 menjadi 30 aitem saja, dan hasi analisis statistik menunjukkan keandalan sebesar 0.918 dengan validitas rix = 0310 - rix = 0.700.Abstract. Ego Depletion is condition feel underpressured, overly tired and limited  resources. In these research, we explore and develop ego depletion scale based on indigenous psychology. We collect data by focus group discussion  (FGD) to explore ego depletion aspects. Finding research has shown that ego depletion is defined as psychological exhaustion ( 41%), phisical exhaustion (20%), and powerless (13%). Participants conclude  than ego depletion is condition when people have psychological and physical exhaustion ,  limited energy that influence cognitive problem, passive, inoptimal task and cause negative reaction and attitude problem. Sixty aitems of ego depletion scale were given to 60 students. Result indicate that scale has high validity and reliability, with corrected aitem total corelation range are rix = 0,111 – rix = 0,700 and Alpha-Cronbach = 0,939. Only 8 aitems invalid . We summarize the aitems into 30 aitems and statistical result shown that reliability are 0,918 with corrected aitem total corelation range are rix = 0,310 – rix = 0,700.
Multilevel Facilitating to Solving Perceived Psychosocial Problems in the Community Prawitasari, Johana Endang; Novianti, Lucia P.; Kartikaningtyas, Ratri; Handayani, Thukul D.
Jurnal Psikologi Vol 39, No 1 (2012)
Publisher : Faculty of Psychology, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (219.016 KB) | DOI: 10.22146/jpsi.6963

Abstract

Multilevel helping (MLH) yang bertujuan untuk mengelola permasalahan-permasalahan psikososial dalam komunitas belum pernah dikaji secara empiris walaupun telah digunakan secara substansial pasca bencana alam. Dalam studi ini, MLH diubah menjadi Multilevel Facilitating (MLF) karena metode ini akan digunakan dalam kondisi normal. Istilah fasilitasi sendiri memiliki konotasi: pemberdayaan antar anggota dalam kelompok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendukung bukti bahwa MLF efektif untuk ditransfer kepada komunitas dalam memecahkan masalah psikososial. Tiga kelompok komunitas berpartisipasi dalam studi ini. Kelompok pertama adalah kader wanita dalam lembaga masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah. Kelompok kedua adalah anggota Puskesmas yang aktif dalam “dusun siaga” bagi wanita hamil. Kelompok ketiga adalah polisi yang mengajarkan bawahannya untuk memfasilitasi keterampilan empatik dalam pelayanannya kepada masyarakat. Desain penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah eksperimen quasi, sedangkan pengukuran dilakukan pra dan pasca perlakuan tanpa adanya kelompok kontrol. Data observasi selama proses transfer disajikan dalam bentuk grafik serial waktu. Hasil menunjukkan bahwa MLF efektif untuk digunakan oleh semua kelompok, utamanya bagi peserta yang berkomitmen untuk mengembangkan diri menggunakan metode yang pernah dipelajari selama lokakarya/pelatihan di masing-masing kelompok. Berdasarkan observasi, keterampilan dalam menggunakan MLF berkembang dalam semua kelompok selama proses transfer metode. Studi ini merekomendasikan kepada ketiga kelompok yang memiliki keterampilan dalam MLF agar tetap menggunakan dan mentransfer metode kepada kelompok berikutnya sehingga efek multiplikasi akan menjadi besar. Kata kunci : multilevel helping, multilevel facilitating, komunitas
Hubungan Antara Minat Terhadap Komik Jepang (Manga) Dengan Kemampuan Rekognisi Emosi Melalui Ekspresi Wajah Astiningrum, Nian; Prawitasari, Johana Endang
Jurnal Psikologi Vol 34, No 2 (2007)
Publisher : Faculty of Psychology, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.616 KB) | DOI: 10.22146/jpsi.7093

Abstract

This study was conducted to find out if there’s a positive correlation between one’s interest to Japanese Comics (Manga) and his/her ability to recognize emotion through facial expression. The subject of this study (N=80) are high school students in SMA N 2 Yogyakarta, whose age ranged from 16 to 18 years old or in first and second grade. A questionnaire to measure interest to Japanese Comics (Manga) and a test consist of 55 pictures of facial expression of emotion taken from 25 comic books in seven Japanese Comics stories to measure ability to recognize emotion from facial expression are conducted. The correlation technique of Product Moment by Pearson is use for data analyzing. The result indicate the positive and significant relationship between one’s interest to Japanese Comics (Manga) and his/her ability to recognize emotion through facial expression (r=0,358; p=0,002
Pusat Kendali Dan Efikasi-Diri Sebagai Prediktor Terhadap Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Afiani Rizvi; Johana Endang Prawitasari; Helly Prajitno Soetjipto
Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi Vol. 2 No. 3 (1997)
Publisher : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/psikologika.vol2.iss3.art6

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kemampuan prediksi efikasi·diri dan pusat kendali terhadap prokrastinasi akademik. Penelaahan alasan­ alasan prokrastinasi yang menghubungkan efikasi-diri dan pusat kendali dengan prokrastinasi akademik memperjelas dinamika psikologis ke­munculan prokrastinasi akademik. Subjek penelitian berjumlah 111 mahasiswa Fakultas Psikologi UniversitasGadjah Mada. Metode angket dengan Skala Pusat Kendali, Skala Efikasi­ diri dan Skala Prokrastinasi Akademik d1pergunakan untuk memperolehdata.Data penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis Regresi Gandadan Analisis Varian Jalur. Hasil analisis Regresi Ganda menunjukkan bahwa kedua prediktor dapat dipergunakan sebagai prediktor atas kemunculan prokrastinasi akademik, dengan nilai korelasi sebesar 0,44646 (p<0,001 ). Dari hasil Analisis Varian 2 Jalur nifai rerata tertinggi prokras­tinasi akademik terdapat pada sel kategori efikasi-diri rendah dan pusat kendali eksternal. Dengan demikian terbukti bahwa prokrastinasi akademik lebih besar kemungkinan muncul pada subjek mahasiswa dengan efikasi-diri rendah dan pusat kendafi ekstemal. Kata kunci : Pusat kendali. efikasi diri, prokrastinasi akademik
The Effectiveness of Cognitive Reflection and Re-structurization on Career Decision Making of High School Students Wagimin Wagimin; Johana Endang Prawitasari; Dany Munindyah Handarini; Triyono Triyono
Jurnal Pendidikan Humaniora Vol 3, No 1: Maret 2015
Publisher : Pascasarjana UM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.499 KB)

Abstract

Keefektifan Refleksi dan Penstrukturan Ulang Kognitif pada Pengambilan Keputusan Karier Siswa SMAAbstract: This study aimed at examining the effectiveness of reflection and cognitive restructuring to improve high school students’ career decision making based on cognitive information processing (CIP) model. The experimental design with RCTs model was employed for this study where  40 stu-dents assigned to be the experimental group members and 40 students of others assigned to be the control group members. The developed career decision making sub-skills  were: self-knowledge, oc-cupation knowledge, communication, analysis, synthesis, valuing, execution, and executive proces-sing. The result of this study showed the reflection and cognitive restructuring were effective for im-proving the high school students’ career decision making. It was because after the treatment, there was a significant difference in students’ career decision making between those who were in the ex-perimental groups and in the control groups. The experimental group members had mean score high-er than the control group’s. The controlled trials information also supported  that reflection and cog-nitive restructuring were effective to improve the high school students’ career decision making.Key Words: career decision making, CIP model, reflection, cognitive restructuringAbstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan  refleksi dan penstrukturan ulang kognitif guna meningkatkan pengambilan keputusan karier siswa SMA berdasarkan model PIK. Penelitian eksperimen ini menggunakan rancangan RCTs, dan subjek 40 orang siswa sebagai kelompok eksperi-men dan 40 sebagai kelompok kontrol. Sub-kemampuan pengambilan keputusan karier model PIK yang dikembangkan meliputi: memahami diri, memahami pilihan pekerjaan, komunikasi, analisis, sinte-sis, penilaian, pelaksanaan, dan proses pelaksanaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbeda-an kemampuan pengambilan keputusan karier antara siswa kelompok eksperimen dan kelompok kon-trol di mana kelompok eksperimen memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi. Informasi controlled trials menguatkan juga bahwa refleksi dan penstrukturan ulang kognitif  efektif untuk  meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan karier siswa SMA. Kata kunci: pengambilan keputusan karier, model PIK, refleksi, penstrukturan ulang kognitif
Oral health status of elementary-school children varied according to school they attended Sri Widiati; Al Supartinah Santosa; Yayi Suryo Prabandari; Johana Endang Prawitasari
Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi) Vol. 49 No. 3 (2016): September 2016
Publisher : Faculty of Dental Medicine, Universitas Airlangga https://fkg.unair.ac.id/en

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (116.348 KB) | DOI: 10.20473/j.djmkg.v49.i3.p163-167

Abstract

Background: Oral health has been promoted in elementary school. Oral health status is worsening among children aged 12 in Indonesia. Schools are an ideal social environment where dental health promotion strategies could be implemented to improve children’s oral health and to develop lasting good oral health behavior. Purpose: This study aimed to determine the association of sex, age, oral health behavior (tooth brushing practice, eating sweets and snacks, and routine dental health care visit) and family support, with oral health status among elementary school-children. Method: A school-based survey was carried out in 45 public elementary schools served by15 community health centers in Sleman, Yogyakarta. All fifth grade students (a total of 1191 students) in the schools were recruited as study participants after informed consent being given to parents. Questionnaires on health behavior and family support were administered to students, and examinations for OHIS and DMF-T were conducted by trained research assistants. Regression analyses (with R) were performed to identify whether sex, age, oral health behavior, family support and schools were significant determinants of oral health. Result: Females had higher DMF-T compared to males (1.93 vs 1.56), older children showed higher DMF-T. Effects oral health behavior and family support on OHIS and DMF-T were not significant after adjusting for school. School was significantly associated with OHIS and DMF-T. Conclusion: Sex and age were determinants of DMF-T. Oral health behavior and family support were not associated with OHIS and DMF-T. School was a consistent predictor of OHIS and DMF-T. School-based programs, especially targeted to certain schools with worse oral health, should be strengthened.
The Psychological and Demographic Factors of Quality of Life in Older Adults Indra Yohanes Kiling; Johana Endang Prawitasari
Journal of Health and Behavioral Science Vol 2 No 1 (2020): March 2020
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (599.704 KB) | DOI: 10.35508/jhbs.v2i1.2118

Abstract

This research aims to determine the relationship between psychological and demographic factors, which are dispositional optimism, and self-efficacy are the psychological factors, meanwhile home, sex and ethnicity as the demographic factors of quality of life in the older adults. The major hypothesis of this research proposed that there are positive relationship from both psychological factors and demographic factors to the quality of life in older adults. This study involved 53 older adult peoples. The result of multiple regression analysis shows that there is a positive relationship from all five variables to the quality of life in older adults as big as 76,5% (Adjusted R2= 0,765). This result means that both the psychological and demographic factors do have effective contributions to the quality of life in older adult people. The results of t-tests are also discussed.
Skala Penundaan Umum yang Berasal dari Unintentional Procrastination Scale: Apakah Sudah Layak Digunakan? Jeff Dean Mozes; Johana Endang Prawitasari
Suksma: Jurnal Psikologi Universitas Sanata Dharma Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1885.703 KB) | DOI: 10.24071/suksma.v2i1.4497

Abstract

Skala Penundaan Umum (SPU) has been adopted and modified from Unintentional Procrastinational Scale. Participants of this study were students and nonstudents, females and males. The total number of participants were 201 from mostly Java and some were from other places in Indonesia. Method used to test the SPU were construct, content, and convergent validities, test-retest reliability, and Alpha Cronbach reliability. Results indicated that the SPU was valid and reliable with some cautiousness when it was to be used directly in practice, since there were some limitations in the process of modifying and analyzing the data. The purpose of this article is to discuss whether the scale is proven to being valid and reliable to be used to predict procrastination in general public.
Multilevel Facilitating to Solving Perceived Psychosocial Problems in the Community Johana Endang Prawitasari; Lucia P. Novianti; Ratri Kartikaningtyas; Thukul D. Handayani
Jurnal Psikologi Vol 39, No 1 (2012)
Publisher : Faculty of Psychology, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (219.016 KB) | DOI: 10.22146/jpsi.6963

Abstract

Multilevel helping (MLH) yang bertujuan untuk mengelola permasalahan-permasalahan psikososial dalam komunitas belum pernah dikaji secara empiris walaupun telah digunakan secara substansial pasca bencana alam. Dalam studi ini, MLH diubah menjadi Multilevel Facilitating (MLF) karena metode ini akan digunakan dalam kondisi normal. Istilah fasilitasi sendiri memiliki konotasi: pemberdayaan antar anggota dalam kelompok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendukung bukti bahwa MLF efektif untuk ditransfer kepada komunitas dalam memecahkan masalah psikososial. Tiga kelompok komunitas berpartisipasi dalam studi ini. Kelompok pertama adalah kader wanita dalam lembaga masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah. Kelompok kedua adalah anggota Puskesmas yang aktif dalam “dusun siaga” bagi wanita hamil. Kelompok ketiga adalah polisi yang mengajarkan bawahannya untuk memfasilitasi keterampilan empatik dalam pelayanannya kepada masyarakat. Desain penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah eksperimen quasi, sedangkan pengukuran dilakukan pra dan pasca perlakuan tanpa adanya kelompok kontrol. Data observasi selama proses transfer disajikan dalam bentuk grafik serial waktu. Hasil menunjukkan bahwa MLF efektif untuk digunakan oleh semua kelompok, utamanya bagi peserta yang berkomitmen untuk mengembangkan diri menggunakan metode yang pernah dipelajari selama lokakarya/pelatihan di masing-masing kelompok. Berdasarkan observasi, keterampilan dalam menggunakan MLF berkembang dalam semua kelompok selama proses transfer metode. Studi ini merekomendasikan kepada ketiga kelompok yang memiliki keterampilan dalam MLF agar tetap menggunakan dan mentransfer metode kepada kelompok berikutnya sehingga efek multiplikasi akan menjadi besar. Kata kunci : multilevel helping, multilevel facilitating, komunitas