Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : JOURNAL OF SCIENCE AND SOCIAL RESEARCH

IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB DOKTER TERHADAP ASSESMEN BAGI PENGGUNA NARKOTIKA PADA LEMBAGA REHABILITASI NARKOTIKA DI KOTA PEKANBARU Esprida Hotma Dame; Hasnati Hasnati; Indra Afrita
JOURNAL OF SCIENCE AND SOCIAL RESEARCH Vol 5, No 2 (2022): June 2022
Publisher : Smart Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54314/jssr.v5i2.933

Abstract

Abstract: Narcotics addicts and victims of narcotics abusers are required to undergo medical and social rehabilitation, in accordance with Article 9 of the Regulation of the Minister of Health No. 2415 Menkes/Per/XII/2011 concerning Medical Rehabilitation for Addicts, Abusers and Narcotics Abuse Victims that the medical rehabilitation process includes assessment, preparation of rehabilitation plans, outpatient or inpatient rehabilitation programs, and post-rehabilitation programs. The results of the study indicate that narcotics abusers who undergo legal processes at the investigation or prosecution stage can undergo medical rehabilitation and social rehabilitation after going through the assessment process. The assessment process is carried out by the Integrated Assessment Team consisting of the Legal Team and the Doctor Team. Through the Integrated Assessment Team, it will be determined whether a suspect or defendant is a narcotics abuser as a narcotics dealer or addict and through the Medical Team the content and severity of narcotics users will be tested. If based on the examination of the Integrated Assessment Team  it is decided that they can undergo medical rehabilitation, the suspect or accused of abusing narcotics will be handed over to a rehabilitation institution. Keywords: Responsibilities, Doctors, Assessment, Narcotics Users  Abstrak: Pecandu narkotika dan korban penyalahguna narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial, sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Menteri kesehatan No. 2415 Menkes/Per/XII/2011 Tentang Rehabilitasi Medis Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika bahwa proses rehabilitasi medis meliputi asesmen, penyusunan rencana rehabilitasi, program rehabilitasi rawat jalan atau rawat inap, dan program pasca rehabilitasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap penyalah guna narkotika yang menjalani proses hukum pada tahap penyidikan atau penuntutan dapat menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial setelah melalui proses asesmen. Proses asesmen dilaksanakan oleh Tim Asesmen Terpadu yang terdiri dari Tim Hukum dan Tim Dokter. Melalui Tim Asesmen Terpadu akan ditentukan apakah seorang tersangka atau terdakwa penyalah guna narkotika sebagai pengedar atau pecandu narkotika serta melalui Tim Medis akan diuji kandungan serta tingkat keparahan pengguna narkotika. Apabila berdasarkan pemeriksaan Tim Asesmen Terpadu diputuskan dapat menjalani rehabilitasi medis, maka tersangka atau terdakwa penyalah guna narkotika akan diserahkan ke lembaga rehabilitasi. Kata kunci: Tanggung Jawab, Dokter, Assesmen, Pengguna Narkotika
PENYELESAIAN SENGKETA MEDIS ANTARA DOKTER GIGI DAN PASIEN DI KOTA PEKANBARU BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTEK KEDOKTERAN Risfa Anesa; Hasnati Hasnati; Indra Afrita
JOURNAL OF SCIENCE AND SOCIAL RESEARCH Vol 5, No 2 (2022): June 2022
Publisher : Smart Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54314/jssr.v5i2.935

Abstract

Abstract: This article aims to find out the problems regarding the resolution of medical disputes between dentists and patients n the city of Pekanbaru based on law number 29 of 2004 concerning medical practice because n medical disputes patients often experience difficulties n realizing their rights. These problems are studied and researched with the Sociological legal research method and using primary and secondary data. The discussion of this thesis harmonizes the laws and regulations with the real situation n society. The patient's weakness factors were also disclosed ncluding psychological factors, educational and economic factors of the patient causing the patient to have difficulty n fighting for their rights n medical disputes. The resolution of medical disputes that are taken through litigation and non-litigation channels are still found to have weaknesses that are not n favor of the patient. Thus, an dea was found through previous discussions and research, that t s necessary to form a special forum for resolving medical disputes that favors patients as consumers of health services. Keywords: medical dispute, dentist  Abstrak: Artikel ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan mengenai penyelesaian sengketa medis antara dokter gigi dan pasien di kota pekanbaru berdasarkan undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran karena dalam sengketa medik pasien sering mengalami kesulitan dalam mewujudkan haknya. Permasalahan tersebut dikaji dan diteliti dengan metode penelitian hukum Sosiologis dan menggunakan data Primer dan sekunder. Pembahasan tesis ini mengharmonisasikan antara peraturan perundang-undangan dengan keadaan nyata di masyarakat. Faktor-faktor kelemahan pasien juga diungkapankan antara lain faktor psikologis, faktor pendidikan dan ekonomi pasien menyebabkan pasien mengalami kesulitan dalam memperjuangkan haknya di sengketa medik. Penyelesaian sengketa medik yang ditempuh melalui jalur litigasi dan non litigasi masih ditemukan kelemahan-kelemahan yang belum berpihak kepada pasien. Dengan demikian ditemukan suatu gagasan melalui pembahasan dan penelitian yang dilakukan sebeleumnya, bahwa perlu dibentuk suatu wadah khusus penyelesaian sengketa medik yang berpihak kepada pasien selaku konsumen pelayanan kesehatan. Kata kunci: sengketa medis, dokter gigi
TANGGUNG JAWAB DAN KEWENANGAN PERAWAT GIGI DALAM MELAKUKAN TINDAKAN Jambi Luna Maisyarah; Hasnati Hasnati; Indra Afrita
JOURNAL OF SCIENCE AND SOCIAL RESEARCH Vol 5, No 2 (2022): June 2022
Publisher : Smart Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54314/jssr.v5i2.931

Abstract

Abstract: This study aims to determine the authority of the dental nurse in carrying out medical actions delegated by the dentist to the dental nurse. Dental nurses have the authority to perform medical actions on the basis of statutory regulations and the delegation of part of the authority of dentists. The research conducted is using. Sociological legal research method, this research was conducted in Rokan Hilir Regency. The type of data in this scientific paper is in the form of primary data and secondary data supported by tertiary data. The result of this study is that the authority of dental nurses in carrying out health care efforts has two powers, namely the attribution authority and the delegation authority. Sanctions that can be given to dentists and dental nurses can be in the form of disciplinary, administrative, civil and criminal sanctions. Keywords: Dental Nurse; medical action  Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan dari Perawat Gigi dalam melakukan tindakan medik yang dilimpahkan oleh Dokter Gigi terhadap perawat gigi. Perawat gigi memiliki kewenangan dalam melakukan tindakan medik atas dasar peraturan perundang-undangan dan pelimpahan sebagian kewenangan dokter gigi. Penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan. Metode Penelitian hukum Sosiologis, penelitian ini dilakukan di Kabupaten Rokan Hilir. Jenis data dalam karya tulis ilmiah ini berupa data primer dan data sekunder didukung dengan data tersier. Hasil dari penelitian ini adalah kewenangan perawat gigi dalam melakukan upaya pelayanan kesehatan keperawatan memiliki dua kewenangan yaitu kewenangan atribusi dan kewenangan delegasi. Sanksi yang bisa diberikan kepada dokter gigi maupun perawat gigi bisa berupa sanksi disiplin, administrasi, perdata dan pidana. Kata kunci: Perawat Gigi; tindakan medik
PELIMPAHAN WEWENANG SECARA DELEGATIF KEPADA PERAWAT TERHADAP TINDAKAN SIRKUMSISI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN Candra Ahmadi; Hasnati Hasnati; Indra Afrita
JOURNAL OF SCIENCE AND SOCIAL RESEARCH Vol 5, No 3 (2022): October 2022
Publisher : Smart Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54314/jssr.v5i3.996

Abstract

Abstract: Health services to the community include promotive, preventive, curative and rehabilitative services. On of the health services in the field of promotive and preventive is circumcision (sunat/khitan). Circumcision in indonesia is a common practice in society based on religious guidance, customs, or cultural and social guidailines.  Circumcision usually done by most nurses in carrying out independent practice. Circumcision according to law number 29 of 2009 concerning medical practice is an invasive procedure or minor surgery under the authority of a doctor. These actions can be carried out by nurses with delegation of authority either by mandate or by delegative. The delegation of authority to nurses based on law number 38 of 2014 concerning nursing is only general in nature and is not clear and detailed. Avoiding overlapping authorities, this study analyzes the extent of delegation, of authority and legal responsibilities in the delegation. Keywords: circumcision, delegation of authority, delegative, nursing law  Abstrak: Pelayanan kesehatan terhadap masyarakat meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Salah satu pelayanan kesehatan di bidang promotif dan preventif adalah sirkumsisi (sunat/khitan). Sunat/khitan di Indonesia merupakan tindakan yang lazim di tengah masyarakat berdasarkan tuntunan agama, kebiasaan adat istiadat atau budaya dan sosial. Khitan sudah biasa dilakukan sebagian besar perawat dalam menjalankan praktek mandiri. Tindakan sirkumsisi menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran merupakan tindakan invasif atau bedah minor yang merupakan kewenangan dokter. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh perawat dengan pelimpahan wewenang baik secara mandat atau delegasi. Pelimpahan wewenang kepada perawat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan hanya bersifat umum dan tidak jelas dan rinci. Menghindari terjadinya tumpang tindih kewenangan, penelitian ini menganalisis sejauh mana pelimpahan wewenang secara delegasi dan tanggung jawab hukum dalam pedelegasian tersebut. Kata kunci: sunat, pendelegasian wewenang, pendelegasian, hukum keperawatan