Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Majalah Kesehatan FKUB

EFEK PEMBERIAN ARTEMISIN DAN MINYAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus) TERHADAP PRODUKSI REACTIVE OXYGEN INTERMEDIATE SEL MAKROFAG PERITONEUM MENCIT DIINFEKSI MALARIA Rahmad, Rahmad; Endharti, Agustina Tri; Fitri, Loeki Enggar
Majalah Kesehatan FKUB Vol 5, No 1 (2018): Majalah Kesehatan Fakultas Kedokteran
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (197.044 KB) | DOI: 10.21776/ub.majalahkesehatan.005.01.1

Abstract

Kerusakan jaringan hospes yang terinfeksi malaria dapat disebabkan oleh radikal bebas yang dihasilkan akibat  respons imun yang berlebihan dan mekanisme kerja artemisin. Kandungan beta-karoten dan tokoferol yang tinggi dalam minyak buah merah berfungsi sebagai antioksidan dan imunostimulator. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh terapi kombinasi artemisin dan minyak buah merah terhadap pembentukan reactive oxygen intermediate (ROI) oleh makrofag. Sebagai model malaria digunakan Plasmodium berghei yang diinfeksikan ke mencit Balb/C secara intraperitoneal. Sampel  terdiri dari kelompok mencit normal, mencit yang diinfeksi P. berghei (kontrol positif), mencit yang diinfeksi P. berghei dan diterapi artemisin 0,0364 mg/gBB peroral, mencit yang diinfeksi P. berghei dan mendapat artemisin 0,0364 mg/gBB serta minyak buah merah (dosis 16,5μL/mencit,  49μL/mencit, dan 97,5μL/mencit).  Didapatkan penurunan parasitemia pada kelompok mencit yang diterapi dengan artemisin serta kombinasi artemisin dan minyak buah merah pada hari ke-3. Keadaan ini diikuti dengan rendahnya jumlah sel makrofag yang memproduksi ROI yaitu pada kelompok yang mendapat artemisin saja maupun kombinasinya dengan minyak buah merah dosis 16,5 μL/mencit, dan dosis 49 μL/mencit dibanding kelompok kontrol positif (berturut-turut p = 0,003; p = 0,007; p = 0,003), kecuali pada mencit dosis 97,5 μL yang menunjukkan setara dengan kontrol positif (p = 0,822). Pada hari ke-5, jumlah sel makrofag yang memproduksi ROI lebih rendah pada kelompok kombinasi artemisin dan minyak buah merah dosis 49 μL/mencit, dan dosis 97,5 μL/mencit  dibandingkan dengan kelompok artemisin saja dan kontrol positif (p = 0,000). Disimpulkan bahwa pada infeksi malaria yang diberi terapi artemisin, buah merah dosis tinggi diperlukan sebagai imunostimulator pada fase akut dan sebagai antioksidan pada fase kronis. Kata kunci: artemisinin, makrofag, malaria, reactive oxygen intermediate, buah merah (Pandanus conoideus)
PERBEDAAN ANTARA INTERVENSI SHORT WAVE DIATHERMY DENGAN CRYOTHERAPY TERHADAP SKALA FUNGSI PENDERITA OSTEOARTHRITIS LUTUT Mayangsari, Elly; Rahmad, Rahmad; Binti Razali, Nately Diana
Majalah Kesehatan FKUB Vol 7, No 3 (2020): Majalah Kesehatan
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.majalahkesehatan.2020.007.03.3

Abstract

Osteoarthritis (OA) adalah gangguan kronis pada sendi synovial, yaitu terjadi pelunakan yang progresif dan kerusakan pada tulang rawan sendi yang mengakibatkan nyeri dan gangguan fungsi. OA lutut simtoma-tik terjadi pada 10% laki-laki dan 13% wanita yang berusia 60 tahun ke atas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan antara  intervensi short wave diathermy (SWD) dan cryotherapy terhadap skala fungsi pasien OA lutut dengan munggunakan VAS, WOMAC, dan 10MWT. Metode penelitian ini adalah experimental dengan consecutive sampling. Pasien diukur tingkat fungsional sebelum dan sesudah satu kali terapi SWD (15 pasien) atau cryotherapy (15 pasien) menggunakan skala VAS, WOMAC dan 10MWT. Hasil penelitian pada pasien yang menerima SWD, rata-rata nilai VAS menurun dari 4,400 menjadi 2,467 (p = 0,003), rata-rata nilai WOMAC menurun dari 24,600 menjadi 15,200 (p = 0,004) dan rata-rata nilai 10MWT menurun dari 8,361 menjadi 7,891 (p = 0,789). Pada pasien yang menerima cryotherapy, rata-rata nilai VAS menurun dari 5,467 menjadi 2,867 (p = 0,003), rata-rata nilai WOMAC menurun dari 35,000 menjadi 23,867 (p = 0,003) dan rata-rata nilai 10MWT meningkat dari 8,907 menjadi 8,946 namun tidak bermakna (p = 0,691). Pada satu kali terapi SWD dan cryotherapy mampu menurunkan VAS dan WOMAC secara signi-fikan, namun belum cukup untuk memperbaiki 10MWT. Tetapi pada perbandingan antara kedua kelompok SWD dengan cryotherapy tidak terdapat berbedaan yang bermakna. Kesimpulannya, terdapat perbedaan skala fungsi pasien OA lutut dari VAS dan WOMAC pada intervensi SWD atau cryotherapy. Pada  penilaian 10MWT tidak terdapat perbedaan pada intervensi SWD atau cryotherapy. 
PENGARUH PAPARAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK FREKUENSI RADIO 1800 MHZ TERHADAP PERSENTASE SEL T CD4+ PADA KULTUR PERIPHERAL BLOOD MONONUCLEAR CELLS Putri, Fara Felisa; Khila Firani, Novi; Rahmad, Rahmad; Zulhaidah Arthamin, Maimun
Majalah Kesehatan FKUB Vol 8, No 3 (2021): Majalah Kesehatan
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.majalahkesehatan.2021.008.03.1

Abstract

Penggunaan gelombang elektromagnetik telah banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya gelombang elektromagnetik global system for mobile communication (GSM) pada ponsel. Beberapa penelitian menyebutkan paparan medan elektromagnetik pada ponsel dapat mempengaruhi fungsi sel dalam tubuh, antara lain sel limfosit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh paparan medan elektromagnetik 1800 Mhz terhadap persentase sel limfosit T CD4+ pada kultur  peripheral blood mononuclear cells (PBMC). Penelitian ini menggunakan metode experimental design di laboratorium Biomedik dan Parasitologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya secara in vitro dengan pre & post test group design pada kultur PBMC pada kelompok sampel yang telah dipapar dengan medan elektromagnetik frekuensi radio 1800 Mhz selama 60 menit dengan jarak 5 cm. Analisis sampel dilakukan dengan FACSVia flowsitometer untuk menganalisis persentase limfosit T CD4+. Analisis data dilakukan dengan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji Wilcoxon. Hasilnya didapatkan rata-rata persentase sel limfosit T CD4+ sebelum paparan 38,765%±8,42 dan setelah paparan meningkat menjadi 42,545%±2,33. Namun peningkatan yang terjadi masih dalam batas normal dan tidak berbeda signifikan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa paparan gelombang elektromagnetik 1800Mhz selama 60 menit pada jarak 5 cm tidak mempengaruhi persentase sel T CD4 pada kultur PBMC.Â