Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

KEDUDUKAN AHLI WARIS PREDANA MENURUT HUKUM ADAT BALI HUBUNGANNYA DENGAN HAK ATAS TANAH TERKAIT DENGAN PESAMUAN AGUNG III TAHUN 2010 I Gede Surata
Kertha Widya Vol 7, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (123.42 KB) | DOI: 10.37637/kw.v7i2.515

Abstract

Warisan merupakan salah satu peristiwa hukum, yang mengakibatkan adanya suatu peralihan terhadap hak kebendaan, terutama hak atas tanah. Menurut hukum adat bali, tanah yang diperoleh oleh orang tuanya dalam status perkawinan yang dikenal dengan istilah guna kaya, dapat diwariskan kepada semua ahli warisnya. Namun warisan yang mengandung magis religious dan/atau dari leluhurnya menurut hukum adat Bali hanya diwariskan kepada ahli waris laki-laki (kepurusa) saja. Namun dalam kenyataannya semua harta yang dimiliki oleh Pewaris, pada umumnya diwariskan kepada ahli waris laki-laki (kepurusa) saja. Padahal menurut Pesamuan Agung III Tahun2010, menyatakan bahwa anak perempuan dapat bertindak sebagai ahli waris. Karena itu akan timbul permasalahan yaitu; bagaimana kedudukan seorang ahli waris predana dalam hal mewaris terhadap warisan yang berkaitan dengan hak atas tanah? Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa di Bali menggunakan sistem kekerabatan Patrilineal, yang artinya meguru laki, jadi kita hanya mengenal satu macam ahli waris yaitu ahli waris dari saudara laki-laki.
KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT PENGGANTI KARENA HILANG DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BULELENG Gede Agus Sudarmawan; I Gede Surata
Kertha Widya Vol 5, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.3 KB) | DOI: 10.37637/kw.v5i2.488

Abstract

Tanah sangat dibutuhkan pada kehidupan mahluk hidup khususnya manusia dalam melangsungkan hidupnya. Pemerintah menyarankan agar setiap tanah yang dimiliki diharapkan sudah bersertipikat supaya tanah tersebut memiliki kepastian hukum.Sehubungan dengan sertipikat dimana terkadang pemegang sertipikat lalai dalam penyimpanan sertipikat, misalnya sertipikat yang dimiliki itu hilang, maka pemerintah memberikan jalan keluar dengan permohonan sertipikat pengganti karena hilang.Pentingnya sertipikat maka dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut: bagaimana upaya Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng apabila terjadi kendala dalam proses penerbitan sertipikat pengganti karena hilang dan bagaimana kekuatan hukum terhadap sertipikat pengganti karena hilang di Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa upaya Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng dengan mencari data melalui beberapa referensi yang dilakukan agar sertipikat pengganti karena hilang dimana sertipikat tersebut yang terbit dibawah Tahun 2000 ke beberapa Kantor Notaris/PPAT, bersurat kepada Kanwil untuk meminta petunjuk agar didapat nomor sertipikat yang hilang tersebut, mencari sertipikat penyandingnya lewat pemohon dan dilakukan pengukuran ulang ke lapangan untuk memperoleh data fisik. Kekuatan hukum sertpikat pengganti karena hilang berlakunya sama.
AKTA OTENTIK DALAM PEMBUKTIAN PADA PERKARA PERDATA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SINGARAJA) Ni Ketut Liana Citra Dewi; I Gede Surata
Kertha Widya Vol 3, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (221.392 KB) | DOI: 10.37637/kw.v3i2.456

Abstract

Alat bukti merupakan sesuatu yang sangat diperlukan di dalam pembuktian yang dijadikan dasar bagi hakim dalam memeriksa perkara sehingga memberikan kebenaran terhadap peristiwa yang diajukan di muka persidangan. Hukum perdata menempatkan bukti tertulis sebagai alat bukti yang utama dibandingkan dengan bukti saksi, persangkaan, pengakuan ataupun sumpah, sehingga akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna jika akta tersebut dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang serta dibuat dihadapan pejabat umum yang berwenang, namun sebuah akta yang terdapat cacat di dalam pembuatannya atau cacat dalam bentuknya hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Dalam membahas permasalahan penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan ialah jenis penelitian hukum empiris, sifat penelitian yakni deskriptif atau menggambarkan, lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Singaraja, sumber data mempergunakan sumber data primer dan data sekunder dengan meminta salinan putusan Pengadilan Negeri Singaraja yang telah berkekuatan hukum tetap, teknik pengumpulan datanya yaitu wawancara dan studi dokumentasi/kepustakaan, dan analisis data kualitatif. Akta otentik ialah bukti yang sempurna, apabila ada yang menyangkal keotentikan sebuah akta maka terhadap yang menyangkal tersebut diberikan kesempatan untuk membuktikannya, hingga telah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum yang tetap sehingga akta otentik menjadi terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta di bawah tangan. Namun, penyangkalan sebagaimana tersebut diatas tidak dapat merubah kekuatan pembuktian akta otentik apabila belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.
KEABSAHAN PERKAWINAN BERDASARKAN PASAL 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN I Gede Surata
Kertha Widya Vol 9, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.81 KB) | DOI: 10.37637/kw.v9i1.780

Abstract

Keabsahan perkawinan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 khususnya Pasal 2 antara ayat (1) dengan ayat (2), membuat penerapannya sanyat sulit di Masyarakat Indonesia, kerena didalam pasal tersebut antara ayat (1) dengan ayat (2) terdapat dissinkronisasi, sehingga terjadi penafsiran yang berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya, demikian juga dengan Pejabat di DUKCAPIL. Permasalahannya adalah: Bilamana Perkawinan itu dianggap sah menurut Undang-Undang Perkawinan? dan Bagaimana akibat hukumnya apabila salah satu ayat didalam Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan tidak di laksanakan? Metode Penelitian yang dipergunakan adalah: jenis penelitiannya penelitian hukum normatif, sifat penelitiannya adalah deskriptif, pendekatan melalui pendekatan undang-undang, sejarah dan perbandingan. Dengan adanya dissinkronisasi kedua ayat dalam Pasal 2 UU ini, berakibat bahwa penerapan hukumnya di masyarakat, tidak maksimum, bahkan sampai saat ini masih banyak perkawinan yang hanya diselesaikan menurut agama dan kepercayaannya (ayat 1). Perkawinan itu dianggap sah menurut UUP  apabila dilaksanakan sesuai dengan Agama dan kepercayaannya itu dan didaftarkan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Akibat hukumnya apabila salah satu ayat didalam Pasal 2 UUP tidak di laksanakan, maka tidak akan dapat diterbitkan Akta Perkawinan sebagai bukti keabsahaan sebuah perkawinan.
PERANAN DINAS SOSIAL DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BULELENG Ni Kadek Dwi Suandriani; I Gede Surata; Ni Ny. Mariadi
Kertha Widya Vol 2, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (154.169 KB) | DOI: 10.37637/kw.v2i2.438

Abstract

Peran Dinas Sosial Kabupaten Buleleng dalam penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan hal yang menarik untuk ditelitiPenelitian ini meneliti peranan Dinas Sosial Kabupaten Buleleng dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Buleleng dan bentuk perlindungan hukum yang diberikan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga oleh Dinas Sosial Kabupaten Buleleng. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, sehingga menggunakan data sekunder maupun primer, yang dikumpulkan dengan melakukan studi pustaka maupun penelitian lapangan. Data dikumpulkan dengan melakukan studi dokumen, wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Peranan Dinas Sosial Kabupaten Buleleng dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Buleleng ada yang tidak langsung dan ada yang langsung. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga oleh Dinas Sosial Kabupaten Buleleng dengan menyediakan sarana prasarana bagi korban agar dapat berada di tempat yang aman dan nyaman bagi upaya pemulihannya.
ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN SEWA BELI MOBIL PADA UD DAMAI MOTOR DI SINGARAJA Made Ida Damayanti; I Gede Surata; Ni Ny. Mariadi
Kertha Widya Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.738 KB) | DOI: 10.37637/kw.v1i1.420

Abstract

Kegiatan pembiayaan tidak selalu berbentuk penyediaan dana berupa uang. Lembaga pembiayaan dapat memfasilitasi tersedianya barang modal untuk melakukan aktivitas usaha, maupun barang-barang konsumsi untuk menunjang produktivitas masyarakat. Bentuk pembiayaan yang saat ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah pembiayaan untuk pembelian kendaraan bermotor, berupa kendaraan roda 2, maupun mobil. Salah satu bentuk perjanjiannya adalah perjanjian sewa beli. Penelitian ini difokuskan untuk mencari jawaban tentang proses pembuatan perjanjian sewa beli mobil pada UD Damai Motor di Singaraja dan bagaimana perlindungan hak-hak konsumen dalam perjanjian sewa beli mobil pada UD Damai Motor di Singaraja. Permasalahan dalam penelitian ini didekati dengan menggunakan pendekatan normatif sosiologis. Pendekatan secara normatif sosiologis maksudnya permasalahan terutama didekati dengan berpegangan pada peraturan perundang- undangan, dengan tetap memperhatikan hal-hal nyata yang terjadi di masyarakat. Dilihat dari sifat dan tujuannya, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian hukum deskriptif (descriptive legal study). Proses pembuatan perjanjian sewa beli mobil pada UD Damai Motor di Singaraja meliputi: tahap penjajagan, tahap negosiasi/ tawar menawar, tahap pembuatan perjanjian, dan tahap pelaksanaan perjanjian. Perlindungan hak-hak konsumen dalam perjanjian sewa beli mobil pada UD Damai Motor di Singaraja cukup baik, pada tahap pembuatan maupun dalam pelaksanaannya.
TUNTUTAN GANTI RUGI AKIBAT PERBUATAN MELANGGAR HUKUM DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Kasus di Kejaksaan Negeri Singaraja) Ni Made Suparmi; I Gede Surata; Ni Ny. Mariadi
Kertha Widya Vol 3, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (178.559 KB) | DOI: 10.37637/kw.v3i2.457

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Kerugian yang timbul dari kecelakaan lalu lintas dari segi hukum perdata yaitu sesuai dengan pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian itu untuk mengganti kerugian tersebut”. Tetapi dalam praktek di lapangan pihak yang harus mengganti kerugian dalam terjadinya kecelakaan lalu lintas sangat sulit ditentukan dan masih harus dibuktikan dengan putusan pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. kerugian yang harus diganti oleh pihak yang menimbulkan kerugian, tidaklah secara otomatis mengganti seluruh kerugian melainkan harus diperiksa dan diputus oleh hakim Pengadilan Negeri tentang seberapa besar akibat langsung dari perbuatan melanggar hukum tersebut. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian ilmu hukum empiris yaitu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kenyataan yang ada di masyarakat. Penelitian yang peneliti lakukan, maka dapat diambil kesimpulan yaitu Bentuk ganti kerugian dalam hal terjadinya perbuatan melanggar hukum ada dua macam yaitu Ganti rugi dalam bentuk uang. Ganti rugi ini berupa pemberian uang sejumlah tertentu untuk menutup kerugian penderita agar kembali seperti keadaan semula. Ganti rugi dalam bentuk uang lebih mudah dilakukan, karena seluruh jumlah kerugian telah terinci dalam surat gugatan. Dan ganti kerugian dalam bentuk “natural”. Ganti kerugian dalam bentuk natural, artinya pihak korban dapat menuntut adanya pemulihan keadaan semula. Proses pemberian ganti rugi pada perkara kecelakaan lalu lintas adalah dimulai dari pengajuan tuntutan, selanjutnya disidangkan sampai adanya putusan pengadilan negeri yang mempunyai kekuatan hukum tetap, kemudian pelaku dapat melaksanakan putusan tersebut dengan sukarela, membayar santunan atau jika tidak, putusan tersebut dapat dieksekusi.
PERANAN PRAJURU DALAM PERUBAHAN AWIG-AWIG DI DESA PAKRAMAN KUBUTAMBAHAN KECAMATAN KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG Gede Sukadadi; I Gede Surata; Ni Ny. Mariadi
Kertha Widya Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.715 KB) | DOI: 10.37637/kw.v3i1.444

Abstract

Awig-awig merupakan satu kesatuan peraturan masyarakat hukum adat yang mengatur pergaulan warganya sehingga tercipta suasana aman, damai dan rukun, yang memiliki tiga unsur pokok yaitu: parahyangan (kahyangan tiga), pawongan (Penduduk atau krama), palemahan (wilayah). Penelitian ini meneliti tata cara perubahan awig-awig dan peranan prajuru desa pakraman dalam perubahan awig-awig tersebut di desa Pakraman Kubutambahan.. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, sehingga menggunakan data sekunder maupun primer, yang dikumpulkan dengan melakukan studi pustaka maupun penelitian lapangan. Data dikumpulkan dengan melakukan studi dokumen, wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Perubahan awig-awig di Desa Pakraman Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng dilakukan melalui paruman, yang menghasilkan perarem. Awig-awig asli tidak diubah, hanya ditambahi atau dilengkapi dengan perarem. Peranan prajuru desa pakraman dalam perubahan awig-awig di Desa Pakraman Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng sangat menentukan, meskipun perubahan dilakukan melalui parumen dengan perarem. Prajuru, yang umumnya memelopori wacana perubahan awig-awig, menyusun panitia jika diperlukan, mengundang krama desa untuk melakukan paruman, memberikan penjelasan kepada krama tentang pentingnya perubahan awig-awig.
PELAKSANAAN PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH” ABSENTEE” I Gede Surata
Kertha Widya Vol 6, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.513 KB) | DOI: 10.37637/kw.v6i1.490

Abstract

Penguasaan dan pemilikan hak atas tanah yang berstatus absentee, masih adanya kendala-kendala dilapangan, meski regulasinya sudah jelas. Hal ini disebabkan karena masih adanya keraguraguan dari pemerintah untuk menindak tegas terhadap pemilik tanah-tanah pertanian yang ada di luar kecamatan. Disamping itu juga terlalu kecilnya ganti kerugian yang diberikan oleh pemerintah kepada pemilik tanah-tanah yang ada di luar kecamatan. Permasalahannya adalah: Bagaimana menciptakan pemerataan penguasaan dan pemilikan hak atas tanah ? Apa yang menjadi kendala dalam mengupayakan pemerataan penguasaan dan pemilikan tanah-tanah pertanian ? Untuk menciptakan pemerataan penguasaan dan pemilikan hak atas tanah, perlu diadakan sosialisasi dan ketegasan para pemegang kewenangan dalam mengaplikasikan peraturan perundang-undangan, agar masyarakat pemegang hak atas tanah yang berada diluar kecamatan mengetahui landasan yuridisnya mengapa mereka tidak boleh memiliki hak atas tanah diluar kecamatan. Yang menjadi kendala dalam mengupayakan pemerataan penguasaan dan pemilikan tanah-tanah pertanian adalah kurang sadarnya masyarakat pemegang hak atas tanah diluar kecamatan, untuk melaporkan tanah- tanahnya, karena takut pemberian ganti kerugiannya sangat kecil dibandingkan harga tanah yang sebenarnya, sehingga sampai sekarang masih banyak tanah- tanah yang dimiliki oleh pemegang hak yang berada diluar kecamatan bahkan diluar daerah kabupaten dimana pemegang hak atas tanah itu berada.
PERANAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BULELENG DALAM PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN BULELENG Gede Edi Arnawan; I Gede Surata
Kertha Widya Vol 7, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Panji Sakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.831 KB) | DOI: 10.37637/kw.v7i1.508

Abstract

Penyiapan data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dilaksanakan melalui kegiatan inventarisasi, identifikasi, dan pengolahan data kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Kegiatan ini sejalan dengan tugas dan fungsi Bidang Penataan Pertanahan Kantor Wilayah BPN Provinsi maupun seksi Penataan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Penelitian ini meneliti peranan Kementrian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional dalam memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan bagi masyarakat di Kabupaten Buleleng dan kendala- yang dihadapi oleh Kementrian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional dalam memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan bagi masyarakat di Kabupaten Buleleng.Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif.Peranan Kantor Pertanahan kabupaten Buleleng dalam memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan bagi masyarakat di Kabupaten Buleleng bertkaitan dengan Penyiapan Data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), dan penerbitan Pertimbangan Teknis Pertanahan (PTP). Kabupaten Buleleng belum meniliki Peraturan Daerah ataupun Peraturan Bupati yang mengatur tentang perencanaan, penetapan dan perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RTDR), padahal penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan dalam bentuk rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten. Sosialisasi (LP2B) di Kabupaten Buleleng belum optimal. Kerjasama dan komunikasi yang lebih intensif antar instansi yang menjadi pemangku kepentingan terkait dengan perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) juga belum optimal.