Euis Suryaningsih
Unknown Affiliation

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Pengujian Ketahanan Klon-klon Hasil Silangan Tanaman Kentang Transgenik dengan Nontransgenik terhadap Penyakit Hawar Daun Phytophthora infestans di Lapangan Uji Terbatas Ambarwati, Alberta Dinar; Herman, Muhamad; Lisanto, Edi; Suryaningsih, Euis; Sofiari, Eri
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 2 (2012): Juni 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

STRAK. Tanaman kentang transgenik Katahdin event SP904 dan SP951 mengandung gen RB, yang diisolasi dari spesies liar kentang diploid Solanum bulbocastanum. Gen RB mempunyai ketahanan yang bersifat  durable dengan spektrum yang luas terhadap ras-ras Phytophthora  infestans di Amerika Serikat. Dalam perakitan tanaman kentang tahan penyakit hawar daun P. infestans di Indonesia, transgenik Katahdin dijadikan sebagai donor tahan dalam persilangan dengan varietas rentan Atlantik dan Granola. Klon-klon hasil silangan dianalisis secara molekuler mengandung gen RB. Penelitian dilakukan untuk menguji ketahanan klon-klon hasil silangan tanaman kentang transgenik dengan nontransgenik terhadap isolat P. infestans di lapangan uji terbatas (LUT) yang berlokasi di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Lembang dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Maret 2010. Klon-klon yang diuji ialah 12 klon hasil silangan Atlantik x transgenik Katahdin SP904 (A); 15 klon hasil silangan Atlantik x transgenik Katahdin SP951 (B); 17 klon hasil silangan Granola x transgenik Katahdin SP904 (C); dan 20 klon hasil silangan Granola x transgenik Katahdin SP951 (D). Atlantik dan Granola digunakan sebagai kontrol rentan, sedangkan transgenik Katahdin sebagai kontrol tahan. Pengamatan dimulai ketika muncul gejala awal, yaitu pada 26, 32, 39, 46, dan 53 hari setelah tanam. Ketahanan tanaman semakin menurun dengan bertambahnya periode pengamatan, diikuti meningkatnya intensitas penyakit dan AUDPC. Semua klon yang diuji menunjukkan keragaman dalam ketahanan fenotipik terhadap hawar daun P. infestans. Klon-klon hasil silangan Atlantik x transgenik Katahdin SP951 mempunyai nilai AUDPC 697, yang hampir sama dengan transgenik Katahdin SP904 yaitu 698,5. Klon-klon Granola x transgenik Katahdin SP951 mempunyai nilai AUDPC  687,5 lebih kecil dibandingkan transgenik Katahdin SP904. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa klon-klon tersebut mempunyai ketahanan yang lebih tinggi dibandingkan transgenik Katahdin SP904. Pada pengamatan 46 hari setelah tanam atau 20 hari setelah infeksi diperoleh tiga klon tahan yaitu B49 (skor 7,5), C111 (skor 7,1), dan D26 (skor 7,3). Ketahanan ini lebih tinggi daripada transgenik Katahdin SP904 (skor 5,1) dan transgenik Katahdin SP951 (skor 6,4). ABSTRACT. Ambarwati, AD, Herman, M, Listanto, E, Suryaningsih, E and Sofiari, E 2012. Resistance Testing on Transgenic and Nontransgenic Potato Clones Against Late Blight Phytophthora  infestans in Confined Field Trial.  Transgenic potato Katahdin event SP904 and  SP951 containing RB gene, which were isolated from a wild diploid potato species, Solanum bulbocastanum. RB gene showed durable resistance with broad spectrum to all known races of  P. infestans in the USA. In development of  potato resistant to late blight P. infestans in Indonesia, Katahdin transgenic were used as a resistant donor and crossed with susceptible varieties i.e. Atlantic and Granola. Clones derived from the crossing were molecularly analyzed and had RB gene contain. Experiment was conducted to assess the resistance of the clones derived from crossing of Katahdin transgenic and nontransgenic to P. infestans in confined field trial (CFT), located at the Indonesian Vegetable Research Institute (IVEGRI), Lembang from October 2009 to March 2010. Several clones tested were 12 clones of Atlantic x Katahdin transgenic SP904 (A); 15 clones of Atlantic x Katahdin transgenic SP951 (B); 17 clones of Granola x Katahdin transgenic SP904 (C); and 20 clones of Granola x Katahdin transgenic SP951 (D). Atlantic and Granola were used as susceptible control whereas Katahdin transgenic as resistant control. Observation was started as late blight symptoms and detected at 26, 32, 39, 46, and 53 days after planting. Plant resistance decreases with increasing period of observation, followed by increasing disease intensity and AUDPC. All clones tested showed variation in phenotypic resistance to late blight P. infestans. Clones derived from crossing of Atlantic x Katahdin transgenic SP951 had AUDPC score 697 and almost similar to Katahdin transgenic SP904 (698.5). Clones derived from crossing of Granola x Katahdin transgenic SP951 had AUDPC score 687.5 and smaller than Katahdin transgenic SP904. The results also indicated that these clones had higher resistance than Katahdin transgenic SP904. Observation at 46 days after planting or 20 days after infection resulted three resistant clones i.e. B49 (score 7.5), C111 (score 7.1); and D26 (score 7.3).  This resistance was higher than Katahdin transgenic SP904 (score 5.1) and Katahdin transgenic SP951 (score 6.4).
Penggunaan Pestisida Biorasional untuk Mengendalikan Hama dan Penyakit Penting pada Tanaman Kentang Suryaningsih, Euis
Jurnal Hortikultura Vol 18, No 4 (2008): Desember 2008
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Percobaan lapang dengan tujuan untuk mengendalikan hama dan penyakit penting pada tanaman kentang menggunakan pestisida biorasional dilaksanakan dari bulan April sampai Juli 2002 di Kebun Percobaan Margahayu (elevasi 1.250 m dpl), Lembang, Bandung, Jawa Barat, jenis tanah Andosol dan iklim tipe B1. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, 12 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan berupa seperangkat formula pestisida biorasional Phrogonal 866, 666, 466, Phronical 826, 626, 426, 846, 646, 446, dan Agonal 866. Pestisida biorasional tersebut diuji dan dibandingkan efikasinya dengan insektisida sintetik Deltametrin 2.5 EC 0,2% dalam mengendalikan hama dan penyakit utama kentang. Hasil penelitian secara jelas mengindikasikan bahwa pestisida biorasional tersebut sama, bahkan lebih efektif dibandingkan dengan Deltametrin 2.5 EC 0,2% dalam mengendalikan Thrips palmi dan Liriomyza huidobrensis. Di samping itu, beberapa pestisida biorasional juga menunjukkan indikasi mampu mengendalikan penyakit terpenting kentang yaitu Phytophthora infestans.ABSTRACT. Suryaningsih, E. 2008. The Use of Biorational Pesticide for Controlling the Important Pests and Diseases on Potato. A field experiment to control important pests and diseases of potato was carried out from April to July 2002 at Margahayu Research Station (elevation 1,250 m asl), Lembang, Bandung, West Java on Andosol soil and B1 type of climate. A randomized block design with 12 treatments and 3 replications was employed. The treatments were a set of biorational pesticide formulas, namely Phrogonal 866, 666, 466, Phronical 826, 626, 426, 846, 646, 446, and Agonal 866. The biorational were tested and compared their efficacy with syntetic insecticide Deltamethrin 2.5 EC 0.2 % in controlling key pests and disease of potato. The results of the experiment clearly indicated that biorationals were as effective, and even more effective than Deltamethrin 2.5 EC 0.2% in controlling Thrips palmi and Liriomyza huidobrensis. In addition, some biorational pesticide were also showed good indication in controlling the most important disease of potato, namely late blight Phytophthora infestans.
Pengendalian Lalat Pengorok Daun pada Tanaman Kentang Menggunakan Pestisida Biorasional Dirotasi dengan Pestisida Sintetik secara Bergiliran Suryaningsih, Euis
Jurnal Hortikultura Vol 16, No 3 (2006): September 2006
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Percobaan lapang telah dikerjakan di kebun percobaan Margahayu (elevasi 1250 m dpl.), Lembang, Bandung, Jawa Barat dari bulan Agustus sampai November 2002, dengan tujuan mencari metode pengendalian alternatif terhadap lalat pengorok daun Liriomyza huidobrensis pada tanaman kentang. Percobaan digelar menggunakan rancangan acak kelompok dengan 7 perlakuan, ulangan 4 kali. Pestisida biorasional Phrogonal (866) diaplikasikan baik secara tunggal maupun diselang-seling (digilir) dengan pestisida sintetik Pyrethroid 2,5 EC 0,2% dengan skema rotasi yang bervariasi untuk mengendalikan L. huidobrensis pada kentang. Phrogonal (866) adalah campuran ekstrak kasar dari Tephrosia candida 8 bagian berat (bb) + Andropogon nardus 6 bb + Alpinia galanga 6 bb. Hasil percobaan memberi indikasi bahwa pestisida biorasional Phrogonal (866) diaplikasikan secara tunggal 8 kali berkesinambungan selama periode budidaya kentang terbukti paling efektif mengendalikan lalat pengorok daun L. huidobrensis. Meskipun begitu, apabila Phrogonal tersebut diaplikasikan berselang-seling dengan pestisida sintetik Pyrethroid 2.5 EC 0.2% dengan skema yang bervariasi, efikasi dari perlakuan tersebut sama efektifnya dengan aplikasi Pyrethroid 2.5 EC 0,2% tunggal 8 kali berkesinambungan. Hasil penelitian ini sangat mendukung penemuan sebelumnya bahwa pestisida biorasional Phrogonal (866) adalah pestisida yang sangat efektif dan dapat menggantikan pestisida sintetik dalam upaya mengurangi aplikasi berlebihan dari barang beracun tersebut.ABSTRACT. Suryaningsih, E. 2006. The control of leafminer fly on potato using biorational pesticide rotated with synthetic pesticide alternately. In order to determine an alternative control method of leafminer fly Liriomyza huidobrensis on potatoes, a field experiment was carried out at Margahayu research station (elevation 1,250 m), Lembang, Bandung, West Java from August to November 2002. The experiment was set up in a randomized block design with 7 treatments, and 4 replications. Biorational pesticide Phrogonal (866) was applied singly or alternated with synthetic pesticide Pyrethroid 2.5 EC 0.2%, with varied rotation to control L. huidobrensis on potato. Phrogonal (866) was simply crude extract mixture of Tephrosia candida 8 weight parts (wp) + Andropoghon nardus 6 wp + Alpinia galanga 6 wp respectively. Detail explanation of the treatments were presented elsewhere. The results of the experiment indicated that biorational pesticide Phrogonal (866) when applied singly eight times continuously during the periode of potato cultivation was found to be the most effective to control leafminer fly L. huidobrensis. However, when Phrogonal (866) was applied alternately with synthetic pesticide Pyrethroid 2.5 EC in varied schemes, the efficacy of those treatments were as effective as Pyrethroid 2.5 EC 0.2% applied singly eight times continuously as well. The results of this experiment strongly support previous findings that biorational Phrogonal (866) is a very effective pesticide and was able to replace synthetic pesticides in order to reduce the excessive application of this toxic material.
Kelayakan Teknis dan Ekonomis Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu pada Sistem Tanam Tumpanggilir Bawang Merah dan Cabai Moekasan, Tony Koestony; Suryaningsih, Euis; Sulastri, Ineu; Gunadi, Nikardi; Adiyoga, Witono; Hendra, A.; Martono, M. A.; Karsum, -
Jurnal Hortikultura Vol 14, No 3 (2004): September 2004
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Percobaan lapangan menggunakan metode perbandingan perlakuan berpasangan telah dilaksanakan di Desa BojongNagara, Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (± 5 m dpl), dari bulan Juni sampai Desember 2002.Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan teknis dan ekonomis penerapan teknologi pengendalian hamaterpadu (PHT) yang dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran dibandingkan dengan teknologi yang umumdigunakan oleh petani. Tiap perlakuan diulang empat kali, dengan ukuran petak perlakuan adalah 5 x 20 m = 100 m2.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan rakitan komponen teknologi PHT pada bawang merah dan cabai yangdihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran secara ekonomi lebih menguntungkan dibandingkan dengansistem petani, karena nilai nisbah R/C di petak PHT sebesar 1,47 sedangkan nilai nisbah R/C di petak petani sebesar0,84. Secara ekologi, penerapan PHT pada sistem tanam tumpanggilir bawang merah dan cabai lebih menguntungkankarena dapat menekan penggunaan insektisida dan fungisida masing-masing sebesar 61,53 dan 100% pada tanamanbawang merah dan 72,72 dan 90,90% pada tanaman cabai, sehingga residu insektisida di dalam tanah menurunsebesar 23,06% inhibisi dan fungisida menurun sebesar 50,72% inhibisi, sedangkan di petak petani residu insektisidadi dalam tanah meningkat sebesar 8,14% inhibisi dan fungisida menurun sebesar 20,37% inhibisi. Sementara populasipred a tor di petak PHT lebih tinggi (11,54-55,55%) dibandingkan dengan populasinya di petak petani. Populasi agenshayati, yakni Bacillus sp. dan Trichoderma sp. pada petak PHT lebih tinggi, masing-masing sebesar 35,31 dan 58,35%dibandingkan populasi di petak petani. Residu insektisida dan fungisida pada hasil panen bawang merah dan cabai dipetak PHT masih di bawah ambang batas yang diijinkan, sedangkan residu pada hasil panen bawang merah dan cabaipada petak petani berada di atas ambang batas yang diijinkan.AB STRACT. Moekasan, T.K., E. Suryaningsih, I. Sulastrini, N. Gunadi, W. Adiyoga, A. Hen dra, M.A.Martono, and Karsum. 2004. Tech ni cal and eco nom i cal fea si bil ity of in te grated pest man age ment tech nol ogyon intercropping sys tem of shal lot and hot pep per. A field ex per i ment us ing a paired treat ment com par i son methodwas con ducted at Bojong Nagara vil lage, Ciledug sub dis trict, Cirebon dis trict, West Jawa (±5 m asl) from June un tilDe cem ber 2002. The pur pose of this study was to com pare the tech nique and eco nomic fea si bil ity of in te grated pestman age ment (IPM) tech nol ogy found by In do ne sian Veg e ta bles Re search In sti tute with farmer’s sys tem on shal lotand hot pep per in re lay plant ing sys tem. The ex per i ment used com par i son de sign with four rep li ca tions. The plot sizewas 100 m2. The re sults on shal lot showed that IPM im ple men ta tion gave more eco nom i cally ad van tages than thefarmer’s sys tem, be cause R/C ra tio on IPM plot was 1.47 and R/C ra tio on farmer’s plot was 0.84 re spec tively. On hotpep per, the plant dam age in IPM plot was lower that the dam age in farmer’s plot, but the yield on IPM plot was lowerthan the yield on farmer’s plot. Implementation of IPM could sup press the use of in sec ti cides and fun gi cides ca. 61.53and 100% re spec tively on shal lot and 72.72 and 90.90% re spec tively on hot pep per. In IPM plot, in sec ti cide and fun gi -cide res i due in the soil de creased ca. 23.06% in hi bi tion and 50.72% in hi bi tion re spec tively. In the other hand, the in -sec ti cide res i due in the soil in farmer’s plot in creased ca. 8.14% in hi bi tion, but the fun gi cide res i due de creased ca.20.37% in hi bi tion. Di ver sity of fauna in the plan ta tion in IPM plot was higher (22.03%) than the di ver sity in farmer’splot. Pred a tors pop u la tion in IPM plot was higher (11.54-55.55%) than the pop u la tion in farmer’s plot. Pop u la tion ofBa cil lus sp. and Trichoderma sp. in IPM plot higher (35.31 and 58.35% re spec tively) than the pop u la tion in farmer’splot. Pes ti cide res i due in shal lot bulbs and hot pep per fruits in IPM plot was at the lower level than thresh old level, butthe res i due in farmer’s plot sur passed the thresh old level.
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA KARTU BERTANDA SISWA KELAS IV SD Suryaningsih, Euis; ., Zainuddin; Kresnadi, Hery
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa Vol 2, No 9 (2013): September 2013
Publisher : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak : Peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika dengan Kartu Bertanda kelas IV SDN 21 Teluk Pakedai. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan kartu bertanda dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN 21 Teluk Pakedai. Metode penelitian ini adalah metode deskriptif, bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bersifat kolaboratif. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada siklus 1 rata - rata sebesar 67,5 kemudian rata rata meningkat menjadi 97,5 pada siklus 2. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kartu bertanda digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa SDN 21 Teluk Pakedai. Kata Kunci : Hasil belajar, matematika, kartu bertanda Abstract : Improving student learning outcomes in mathematics learning with class IV Marked Cards SDN 21 Pakedai bay. This study aims to improve student learning outcomes by using marked cards in the learning of mathematics in fourth grade at SDN 21 Pakedai bay. This research method is descriptive method, this research is a form of action research that is collaborative. Results of this study can improve student learning outcomes. In cycle 1 average - average of 67.5 then average - average increased to 97.5 in cycle 2. This suggests that the use of marked cards are used to improve student learning outcomes SDN 21 Pakedai Gulf. Keywords: learning outcomes, mathematics, marked cards
Penggunaan Pestisida Biorasional untuk Mengendalikan Hama dan Penyakit Penting pada Tanaman Kentang Euis Suryaningsih
Jurnal Hortikultura Vol 18, No 4 (2008): Desember 2008
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v18n4.2008.p%p

Abstract

Percobaan lapang dengan tujuan untuk mengendalikan hama dan penyakit penting pada tanaman kentang menggunakan pestisida biorasional dilaksanakan dari bulan April sampai Juli 2002 di Kebun Percobaan Margahayu (elevasi 1.250 m dpl), Lembang, Bandung, Jawa Barat, jenis tanah Andosol dan iklim tipe B1. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, 12 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan berupa seperangkat formula pestisida biorasional Phrogonal 866, 666, 466, Phronical 826, 626, 426, 846, 646, 446, dan Agonal 866. Pestisida biorasional tersebut diuji dan dibandingkan efikasinya dengan insektisida sintetik Deltametrin 2.5 EC 0,2% dalam mengendalikan hama dan penyakit utama kentang. Hasil penelitian secara jelas mengindikasikan bahwa pestisida biorasional tersebut sama, bahkan lebih efektif dibandingkan dengan Deltametrin 2.5 EC 0,2% dalam mengendalikan Thrips palmi dan Liriomyza huidobrensis. Di samping itu, beberapa pestisida biorasional juga menunjukkan indikasi mampu mengendalikan penyakit terpenting kentang yaitu Phytophthora infestans.ABSTRACT. Suryaningsih, E. 2008. The Use of Biorational Pesticide for Controlling the Important Pests and Diseases on Potato. A field experiment to control important pests and diseases of potato was carried out from April to July 2002 at Margahayu Research Station (elevation 1,250 m asl), Lembang, Bandung, West Java on Andosol soil and B1 type of climate. A randomized block design with 12 treatments and 3 replications was employed. The treatments were a set of biorational pesticide formulas, namely Phrogonal 866, 666, 466, Phronical 826, 626, 426, 846, 646, 446, and Agonal 866. The biorational were tested and compared their efficacy with syntetic insecticide Deltamethrin 2.5 EC 0.2 % in controlling key pests and disease of potato. The results of the experiment clearly indicated that biorationals were as effective, and even more effective than Deltamethrin 2.5 EC 0.2% in controlling Thrips palmi and Liriomyza huidobrensis. In addition, some biorational pesticide were also showed good indication in controlling the most important disease of potato, namely late blight Phytophthora infestans.
Pengendalian Lalat Pengorok Daun pada Tanaman Kentang Menggunakan Pestisida Biorasional Dirotasi dengan Pestisida Sintetik secara Bergiliran Euis Suryaningsih
Jurnal Hortikultura Vol 16, No 3 (2006): September 2006
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v16n3.2006.p%p

Abstract

ABSTRAK. Percobaan lapang telah dikerjakan di kebun percobaan Margahayu (elevasi 1250 m dpl.), Lembang, Bandung, Jawa Barat dari bulan Agustus sampai November 2002, dengan tujuan mencari metode pengendalian alternatif terhadap lalat pengorok daun Liriomyza huidobrensis pada tanaman kentang. Percobaan digelar menggunakan rancangan acak kelompok dengan 7 perlakuan, ulangan 4 kali. Pestisida biorasional Phrogonal (866) diaplikasikan baik secara tunggal maupun diselang-seling (digilir) dengan pestisida sintetik Pyrethroid 2,5 EC 0,2% dengan skema rotasi yang bervariasi untuk mengendalikan L. huidobrensis pada kentang. Phrogonal (866) adalah campuran ekstrak kasar dari Tephrosia candida 8 bagian berat (bb) + Andropogon nardus 6 bb + Alpinia galanga 6 bb. Hasil percobaan memberi indikasi bahwa pestisida biorasional Phrogonal (866) diaplikasikan secara tunggal 8 kali berkesinambungan selama periode budidaya kentang terbukti paling efektif mengendalikan lalat pengorok daun L. huidobrensis. Meskipun begitu, apabila Phrogonal tersebut diaplikasikan berselang-seling dengan pestisida sintetik Pyrethroid 2.5 EC 0.2% dengan skema yang bervariasi, efikasi dari perlakuan tersebut sama efektifnya dengan aplikasi Pyrethroid 2.5 EC 0,2% tunggal 8 kali berkesinambungan. Hasil penelitian ini sangat mendukung penemuan sebelumnya bahwa pestisida biorasional Phrogonal (866) adalah pestisida yang sangat efektif dan dapat menggantikan pestisida sintetik dalam upaya mengurangi aplikasi berlebihan dari barang beracun tersebut.ABSTRACT. Suryaningsih, E. 2006. The control of leafminer fly on potato using biorational pesticide rotated with synthetic pesticide alternately. In order to determine an alternative control method of leafminer fly Liriomyza huidobrensis on potatoes, a field experiment was carried out at Margahayu research station (elevation 1,250 m), Lembang, Bandung, West Java from August to November 2002. The experiment was set up in a randomized block design with 7 treatments, and 4 replications. Biorational pesticide Phrogonal (866) was applied singly or alternated with synthetic pesticide Pyrethroid 2.5 EC 0.2%, with varied rotation to control L. huidobrensis on potato. Phrogonal (866) was simply crude extract mixture of Tephrosia candida 8 weight parts (wp) + Andropoghon nardus 6 wp + Alpinia galanga 6 wp respectively. Detail explanation of the treatments were presented elsewhere. The results of the experiment indicated that biorational pesticide Phrogonal (866) when applied singly eight times continuously during the periode of potato cultivation was found to be the most effective to control leafminer fly L. huidobrensis. However, when Phrogonal (866) was applied alternately with synthetic pesticide Pyrethroid 2.5 EC in varied schemes, the efficacy of those treatments were as effective as Pyrethroid 2.5 EC 0.2% applied singly eight times continuously as well. The results of this experiment strongly support previous findings that biorational Phrogonal (866) is a very effective pesticide and was able to replace synthetic pesticides in order to reduce the excessive application of this toxic material.
Kelayakan Teknis dan Ekonomis Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu pada Sistem Tanam Tumpanggilir Bawang Merah dan Cabai Tony Koestony Moekasan; Euis Suryaningsih; Ineu Sulastri; Nikardi Gunadi; Witono Adiyoga; A. Hendra; M. A. Martono; - Karsum
Jurnal Hortikultura Vol 14, No 3 (2004): September 2004
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v14n3.2004.p188-203

Abstract

Percobaan lapangan menggunakan metode perbandingan perlakuan berpasangan telah dilaksanakan di Desa BojongNagara, Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (± 5 m dpl), dari bulan Juni sampai Desember 2002.Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan teknis dan ekonomis penerapan teknologi pengendalian hamaterpadu (PHT) yang dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran dibandingkan dengan teknologi yang umumdigunakan oleh petani. Tiap perlakuan diulang empat kali, dengan ukuran petak perlakuan adalah 5 x 20 m = 100 m2.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan rakitan komponen teknologi PHT pada bawang merah dan cabai yangdihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran secara ekonomi lebih menguntungkan dibandingkan dengansistem petani, karena nilai nisbah R/C di petak PHT sebesar 1,47 sedangkan nilai nisbah R/C di petak petani sebesar0,84. Secara ekologi, penerapan PHT pada sistem tanam tumpanggilir bawang merah dan cabai lebih menguntungkankarena dapat menekan penggunaan insektisida dan fungisida masing-masing sebesar 61,53 dan 100% pada tanamanbawang merah dan 72,72 dan 90,90% pada tanaman cabai, sehingga residu insektisida di dalam tanah menurunsebesar 23,06% inhibisi dan fungisida menurun sebesar 50,72% inhibisi, sedangkan di petak petani residu insektisidadi dalam tanah meningkat sebesar 8,14% inhibisi dan fungisida menurun sebesar 20,37% inhibisi. Sementara populasipred a tor di petak PHT lebih tinggi (11,54-55,55%) dibandingkan dengan populasinya di petak petani. Populasi agenshayati, yakni Bacillus sp. dan Trichoderma sp. pada petak PHT lebih tinggi, masing-masing sebesar 35,31 dan 58,35%dibandingkan populasi di petak petani. Residu insektisida dan fungisida pada hasil panen bawang merah dan cabai dipetak PHT masih di bawah ambang batas yang diijinkan, sedangkan residu pada hasil panen bawang merah dan cabaipada petak petani berada di atas ambang batas yang diijinkan.AB STRACT. Moekasan, T.K., E. Suryaningsih, I. Sulastrini, N. Gunadi, W. Adiyoga, A. Hen dra, M.A.Martono, and Karsum. 2004. Tech ni cal and eco nom i cal fea si bil ity of in te grated pest man age ment tech nol ogyon intercropping sys tem of shal lot and hot pep per. A field ex per i ment us ing a paired treat ment com par i son methodwas con ducted at Bojong Nagara vil lage, Ciledug sub dis trict, Cirebon dis trict, West Jawa (±5 m asl) from June un tilDe cem ber 2002. The pur pose of this study was to com pare the tech nique and eco nomic fea si bil ity of in te grated pestman age ment (IPM) tech nol ogy found by In do ne sian Veg e ta bles Re search In sti tute with farmer’s sys tem on shal lotand hot pep per in re lay plant ing sys tem. The ex per i ment used com par i son de sign with four rep li ca tions. The plot sizewas 100 m2. The re sults on shal lot showed that IPM im ple men ta tion gave more eco nom i cally ad van tages than thefarmer’s sys tem, be cause R/C ra tio on IPM plot was 1.47 and R/C ra tio on farmer’s plot was 0.84 re spec tively. On hotpep per, the plant dam age in IPM plot was lower that the dam age in farmer’s plot, but the yield on IPM plot was lowerthan the yield on farmer’s plot. Implementation of IPM could sup press the use of in sec ti cides and fun gi cides ca. 61.53and 100% re spec tively on shal lot and 72.72 and 90.90% re spec tively on hot pep per. In IPM plot, in sec ti cide and fun gi -cide res i due in the soil de creased ca. 23.06% in hi bi tion and 50.72% in hi bi tion re spec tively. In the other hand, the in -sec ti cide res i due in the soil in farmer’s plot in creased ca. 8.14% in hi bi tion, but the fun gi cide res i due de creased ca.20.37% in hi bi tion. Di ver sity of fauna in the plan ta tion in IPM plot was higher (22.03%) than the di ver sity in farmer’splot. Pred a tors pop u la tion in IPM plot was higher (11.54-55.55%) than the pop u la tion in farmer’s plot. Pop u la tion ofBa cil lus sp. and Trichoderma sp. in IPM plot higher (35.31 and 58.35% re spec tively) than the pop u la tion in farmer’splot. Pes ti cide res i due in shal lot bulbs and hot pep per fruits in IPM plot was at the lower level than thresh old level, butthe res i due in farmer’s plot sur passed the thresh old level.
Pengujian Ketahanan Klon-klon Hasil Silangan Tanaman Kentang Transgenik dengan Nontransgenik terhadap Penyakit Hawar Daun Phytophthora infestans di Lapangan Uji Terbatas Alberta Dinar Ambarwati; Muhamad Herman; Edi Lisanto; Euis Suryaningsih; Eri Sofiari
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 2 (2012): Juni 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v22n2.2012.p187-196

Abstract

STRAK. Tanaman kentang transgenik Katahdin event SP904 dan SP951 mengandung gen RB, yang diisolasi dari spesies liar kentang diploid Solanum bulbocastanum. Gen RB mempunyai ketahanan yang bersifat  durable dengan spektrum yang luas terhadap ras-ras Phytophthora  infestans di Amerika Serikat. Dalam perakitan tanaman kentang tahan penyakit hawar daun P. infestans di Indonesia, transgenik Katahdin dijadikan sebagai donor tahan dalam persilangan dengan varietas rentan Atlantik dan Granola. Klon-klon hasil silangan dianalisis secara molekuler mengandung gen RB. Penelitian dilakukan untuk menguji ketahanan klon-klon hasil silangan tanaman kentang transgenik dengan nontransgenik terhadap isolat P. infestans di lapangan uji terbatas (LUT) yang berlokasi di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Lembang dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Maret 2010. Klon-klon yang diuji ialah 12 klon hasil silangan Atlantik x transgenik Katahdin SP904 (A); 15 klon hasil silangan Atlantik x transgenik Katahdin SP951 (B); 17 klon hasil silangan Granola x transgenik Katahdin SP904 (C); dan 20 klon hasil silangan Granola x transgenik Katahdin SP951 (D). Atlantik dan Granola digunakan sebagai kontrol rentan, sedangkan transgenik Katahdin sebagai kontrol tahan. Pengamatan dimulai ketika muncul gejala awal, yaitu pada 26, 32, 39, 46, dan 53 hari setelah tanam. Ketahanan tanaman semakin menurun dengan bertambahnya periode pengamatan, diikuti meningkatnya intensitas penyakit dan AUDPC. Semua klon yang diuji menunjukkan keragaman dalam ketahanan fenotipik terhadap hawar daun P. infestans. Klon-klon hasil silangan Atlantik x transgenik Katahdin SP951 mempunyai nilai AUDPC 697, yang hampir sama dengan transgenik Katahdin SP904 yaitu 698,5. Klon-klon Granola x transgenik Katahdin SP951 mempunyai nilai AUDPC  687,5 lebih kecil dibandingkan transgenik Katahdin SP904. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa klon-klon tersebut mempunyai ketahanan yang lebih tinggi dibandingkan transgenik Katahdin SP904. Pada pengamatan 46 hari setelah tanam atau 20 hari setelah infeksi diperoleh tiga klon tahan yaitu B49 (skor 7,5), C111 (skor 7,1), dan D26 (skor 7,3). Ketahanan ini lebih tinggi daripada transgenik Katahdin SP904 (skor 5,1) dan transgenik Katahdin SP951 (skor 6,4). ABSTRACT. Ambarwati, AD, Herman, M, Listanto, E, Suryaningsih, E and Sofiari, E 2012. Resistance Testing on Transgenic and Nontransgenic Potato Clones Against Late Blight Phytophthora  infestans in Confined Field Trial.  Transgenic potato Katahdin event SP904 and  SP951 containing RB gene, which were isolated from a wild diploid potato species, Solanum bulbocastanum. RB gene showed durable resistance with broad spectrum to all known races of  P. infestans in the USA. In development of  potato resistant to late blight P. infestans in Indonesia, Katahdin transgenic were used as a resistant donor and crossed with susceptible varieties i.e. Atlantic and Granola. Clones derived from the crossing were molecularly analyzed and had RB gene contain. Experiment was conducted to assess the resistance of the clones derived from crossing of Katahdin transgenic and nontransgenic to P. infestans in confined field trial (CFT), located at the Indonesian Vegetable Research Institute (IVEGRI), Lembang from October 2009 to March 2010. Several clones tested were 12 clones of Atlantic x Katahdin transgenic SP904 (A); 15 clones of Atlantic x Katahdin transgenic SP951 (B); 17 clones of Granola x Katahdin transgenic SP904 (C); and 20 clones of Granola x Katahdin transgenic SP951 (D). Atlantic and Granola were used as susceptible control whereas Katahdin transgenic as resistant control. Observation was started as late blight symptoms and detected at 26, 32, 39, 46, and 53 days after planting. Plant resistance decreases with increasing period of observation, followed by increasing disease intensity and AUDPC. All clones tested showed variation in phenotypic resistance to late blight P. infestans. Clones derived from crossing of Atlantic x Katahdin transgenic SP951 had AUDPC score 697 and almost similar to Katahdin transgenic SP904 (698.5). Clones derived from crossing of Granola x Katahdin transgenic SP951 had AUDPC score 687.5 and smaller than Katahdin transgenic SP904. The results also indicated that these clones had higher resistance than Katahdin transgenic SP904. Observation at 46 days after planting or 20 days after infection resulted three resistant clones i.e. B49 (score 7.5), C111 (score 7.1); and D26 (score 7.3).  This resistance was higher than Katahdin transgenic SP904 (score 5.1) and Katahdin transgenic SP951 (score 6.4).