Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

KETIKA ALLAH "DIAM": ANALISIS RETORIKA AYUB 39:4-15 Arif Wicaksono
Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat Vol 2, No 2 (2018): Juli
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Simpson

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.588 KB) | DOI: 10.46445/ejti.v2i2.100

Abstract

Arif Wicaksono, When God Is "Silent": Analysis of Rhetoric Job 39: 4-15. While referring to the contemplation of life's struggles, the book of Job is often one of the best stories in strengthening the faith of the congregation. Unfortunately, some approaches to the strengthening of faith in the book of Job take only in the first and second chapters, then immediately look at the last chapter of this book. It is rare to find the discussions touching the dialogs contained in the middle of this book. But if we want to look closely, the dialogues between Job and his friends, Job with God and God's answer to Job give a lot of life values about how believers should behave in temptation. This paper has a purpose to present one the topic of contemplation drawn from the dialogue between God and Job when God posed rhetorical questions to Job. The approach used in studying texts is a literal context approach with the aim of exploring the meaning of every word in Hebrew and the context that influences the text. What is to be expected in this discussion is that the reader can understand God's providence for the temptations his people experience in the rhetorical question raised to Job. Arif Wicaksono, Ketika Allah "Diam": Analisis Retorika Ayub 39:4-15. Saat memberikan rujukan perenungan terhadap pergumulan hidup, sering kali kitab Ayub dijadikan salah satu kisah terbaik dalam menguatkan iman jemaat. Sayangnya beberapa pendekatan  terhadap penguatan iman dari kitab Ayub hanya mengambil dalam pasal pertama dan kedua kemudian meloncat pada pasal terakhir dari kitab ini. Jarang sekali pembahasan-pembahasan menyentuh dialog-dialog yang terdapat dalam bagian tengah dari kitab Ayub.Padahal jika mau melihat dengan baik dialog-dialog antara Ayub dan teman-temanya, Ayub dengan Tuhan dan jawaban Tuhan kepada Ayub memberikan banyak sekali nilai-nilai kehidupan tentang bagaimana seyogyanya orang percaya bersikap dalam pencobaan.Tulisan ini memiliki tujuan untuk megetengahkan salah satu topic perenungan yang terambil dari dialog antara Allah dengan Ayub saat Allah mengajukan pertanyaan-pertanyaan retorik kepada Ayub. Pendekatan yang dipakai dalam menelaah teks menggunakan pendekatan literal konteks, dengan tujuan menggali makna dari setiap kata dalam bahasa Ibrani dan konteks yang mempengaruhi teks.Diharapkan dalam pembahasan ini pembaca dapat memahami pemeliharaan Allah atas pencobaan yang dialami umat-Nya dalam pertanyaan retorik yang disampaikan kepada Ayub.
Makna Belajar Dalam Perjanjian Lama dan Implementasinya Bagi PAK Masa Kini Hendro Hariyanto Siburian; Arif Wicaksono
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika Vol 2, No 2 (2019): Desember 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.001 KB) | DOI: 10.34081/fidei.v2i2.75

Abstract

Sejak lahir manusia mengalami proses tumbuh kembang fisik, jiwa, dan akal pikiran yang disertai dengan kegiatan belajar. Kegiatan belajar juga terjadi dalam pendidikan agama Kristen, di mana yang menjadi objek belajar adalah Firman Tuhan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti menerapkan pendekatan eksposisi kata belajar yang terdapat di Perjanjian Lama, sehingga mendapatkan makna kata belajar.Kata belajar dalam Perjanjian Lama ditulis dalam dua kata yaitu; pertama, kata לָמַד lamad yang bermakna belajar merupakan proses mendalami, memahami sampai mampu melakukan atau menerapkannya dalam kehidupan. Kedua, kata לַהַג  laºhag yang bermakna belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan saja, sehingga dalam pendidikan agama Kristen, proses belajar yang dilakukan peserta didik jangan hanya sampai pada mendapatkan pengetahuan saja (firman Tuhan), melainkan harus sampai kepada menerapkan atau melakukannya (firman Tuhan) dalam kehidupan sehari-hari.
Pandangan Kekristenan Tentang Higher Criticism Arif Wicaksono
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika Vol 1, No 1 (2018): Juni 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.362 KB) | DOI: 10.34081/fidei.v1i1.6

Abstract

Penafsiran Alkitab dalam masa kini terus mengalami perkembangan dengan pesat. Kemajuan ini memberikan dampak positif maupun negative dalam ranah dunia tafsir Alkitab. Positive karena dengan kemajuannya banak nilai-nilai kebenaran yang dul tidak dipahami mulai keluar satu persatu. Negatifnya saat kemajuan penafsiran Alkitab kehilangan batasan, dengan metode penafsiran higher Critism menjadikan Alkitab yang awalnya diyakini sebagai Firman yang tanpa salah, layaknya buku lain yang nilainya lebih rendah dari kitab suci. Aklitab disejajarkan dengan buku biasa. Bahkah otoritas Alkitab sebagai Firman Allah diragukan, disangkal dan direndahkan sebatas karya sastra biasa.Ini merupakan tantangan bagai kekristenan saat ini. Diperlukan sikap yang tegas dalam menghadapi pergerakan penafsiran Higher Critism. Orang Kristen perlu menentukan posisi dalam menangkis segala tuduhan yang merendahkan otoritas Alkitab. Segala tuduhan yang meragukan pengilhaman dan pewahyuan penulisan kitab Suci yang ada. Tulisan ini diharapkan memberikan sedikit sikap apologetika terhadap gerakan Higer Critism.
Yesus, Hamba Allah Yang Menderita Arif Wicaksono; Dwi Anggono
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika Vol 2, No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.235 KB) | DOI: 10.34081/fidei.v2i1.44

Abstract

Ebed Yahweh merupakan topik  yang jarang sekali di singgung dalam pembahasan-pembahasan Kristologi dewasa ini. Mungkin hal ini terjadi di karenakan istilah Ebed Yahweh tidak di temukan dalam Kitab Perjanjian Baru. Istilah Ebed Yahweh hanya dapat ditemukan penggunaannya dalam Perjanjian Lama. Para ahli sering menyelidiki arti dari sosok ebed Yahweh sebagai masalah Perjanjian Lama ,  tetapi jarang penerapannya pada Yesus. Namun demikian bukanlah berarti Perjanjian Baru sama sekali tidak membahas mengenai ebed Yahweh. Jika diselidiki dengan seksama, secara implisit penggunaan filosofi ebed Yahweh sangatlah mudah ditemui dalam pembahasan mengenai Yesus. Yesus sering sekali digambarkan sebagai Ebed Yahweh. Yesus adalah ebed Yahweh yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama.
Perempuan dan Peribadatan Menurut 1 Timotius 2:9-15 Arif Wicaksono; Hendro Hariyanto Siburian
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika Vol 3, No 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (895.325 KB) | DOI: 10.34081/fidei.v3i1.115

Abstract

Kesetaraan Gender antara pria dan wanita adalah masalah yang masih sering diperdebatkan hingga saat ini. Keterlibatan perempuan dalam pelayanan juga masih menuai pro dan kontra di kalangan gereja. Beberapa gereja ada yang menyetujui keterlibatan perempuan dalam peribadatan, namun sebagian gereja masih merasa keberatan akan hal itu. Melihat akan hal ini penulis melalukan penelitian ini dengan menelaah teks 1 Timotius 2:9-15. Metodologi yang penulis gunakan dalam menelaah teks tersebut eksegesis tekstual dengan memerhatikan latar belakang surat, gramatikal dan konteks. Metode ini sangat baik digunakan untuk menguraikan teks tersebut. Dengan menggunakan metode ini diharapkan, pembaca dapat memahami apa yang dimaksudkan Paulus dalam teks1 Timotius 2:9-15 berkaitan dengan Perempuan dan Peribadatan. Pada dasarnya Paulus menulis surat bukan ditujukan untuk memisahkan derajat status sosial antara laki-laki dan perempuan, melainkan justru Paulus sangat menghargai harkat dan martabat perempuan.
Sikap Gereja Menghadapi Kekerasan Terhadap Perempuan Upaya Mereduksi Pelanggaran HAM Dwi Ratna Kusumaningdyah; Arif Wicaksono
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika Vol 4, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34081/fidei.v4i1.225

Abstract

Kekerasan terhadap perempuan telah menjadi bagian dari sejarah manusia. Akibatnya terjadi tindakan diskriminatif terhadap perempuan dan hal ini menempatkan perempuan dalam posisi subordinasi jika diperhadapkan dengan kedudukan seorang laki-laki dalam struktur kemasyarakatan. Menghadapi situasi seperti ini, acap kali gereja tidak mengungkapkan suara keadilan untuk menyejajarkan posisi perempuan dengan laki-laki. Jika diskursus ini dilihat dalam kerangka hak azasi manusia, maka hal ini dapat dipandang sebagai bentuk pelanggaran hak azasi manusia karena kedudukan perempuan telah didegradasi dari hakikatnya yang sejajar dengan laki-laki. Artikel ini hendak menyoroti tentang kekerasan yang dialami oleh perempuan sebagai bentuk pelanggaran hak azasi manusia. Dengan menggunakan metode fenomenologi yang dilengkapi dengan analisis dan interpretasi tekstual terhadap beberapa bagian Alkitab, dihasilkan sebuah rekomendasi bagi gereja untuk bertindak dalam menyuarakan keadilan bagi perempuan. Gereja harus menjadi pendamping dan sekaligus menjadi agen perubahan terhadap tindakan kekerasan bagi perempuan, yang merupakan bagian langsung dari pelanggaran hak azasi manusia.
Signifikansi Pelayanan Anak Sebuah Tinjauan Eksegesis Markus 10: 13–16 Arif Wicaksono
Jurnal Apokalupsis Vol 12 No 2 (2021): Jurnal Apokalupsis
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Internasional Harvest Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.022 KB) | DOI: 10.52849/apokalupsis.v12i2.25

Abstract

Penginjilan menjadi fokus penting bagi pengikut Yesus Kristus. Perintah tersebut menekankan orang percaya untuk melakukan tindakan misi penginjilan kepada orang-orang yang belum mendengar Injil. Namun problematika muncul dalam memahami misi dalam konteks orang percaya yang mengalami disabilitas, yang mana mereka tidak dapat melakukan perintah Amanat Agung untuk pergi memberitakan Injil karena kecacatan. Melalui metode studi pustaka penelitian ini mendeskripsikan reformulasi teologi penginjilan bagi orang percaya yang tidak mengalami disabilitas fisik kepada orang percaya dalam konteks penyandang disabilitas fisik. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa orang percaya yang menyandang disabilitas tetap dapat melakukan misi pemberitaan Injili sama dengan orang percaya lainnya, namun dengan pola dan prinsip yang berbeda namun satu tujuan yaitu Yesus Kristus disaksikan dan diberitakan.
The Role of Women in the Work of Salvation Through the Figures of Mary and Elisabeth According to Luke Chapters 1–2 Arif Wicaksono; Adelina Ayu Wangi Kurniawan; Iswahyudi Iswahyudi
RERUM: Journal of Biblical Practice Vol. 1 No. 1 (2021): RERUM: The Journal of Biblical Practice
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Moriah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (780.733 KB) | DOI: 10.55076/rerum.v1i1.13

Abstract

In this day and age, the discussion about women is never-ending and is still a polemic for some people. The position of women who sit lower than men is still a matter in society. There are even some parts of society that restrict women from carrying out their roles only in the domestic sphere, namely only carrying out their roles as a wife and mother in the household. Not only in the community but also in the church environment where women are still weak and do not have a position in the church so that women do not have the same rights and obligations as men. Therefore, women do not have the space to appear in public and are very basic and even not allowed at all. The author conducted this research intending to take the text about women in the Gospel of Luke chapters 1 - 2 through the figures of Mary and Elizabeth. The author uses the narrative critical method by focusing his attention on the characters, plot, setting, and point of view. By using this method, it is hoped that we will get an understanding – both theory and implication in practical living that women also have a very important role in the work of mankind's salvation. God can use women to take part in the declaration of his plan in the world, the effort to save mankind. Therefore, women do not need to think of themselves as inferior to men.
Gereja Inklusif: Membangun Komunitas Ramah Yang Mampu Menangkal Stigma Terhadap Kaum Difable Arif Wicaksono; Felicia Irawaty
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika Vol 6, No 2 (2023): 15 Desember 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34081/fidei.v6i2.480

Abstract

Gereja sebagai institusi sosial memainkan peran penting dalam membentuk pandangan masyarakat terhadap berbagai kelompok dan individu. Salah satu kelompok yang sering mengalami diskriminasi dan stigmatisme adalah kaum difabel. Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana gereja dapat menjadi agen perubahan dalam membentuk komunitas yang inklusif dan ramah terhadap kaum difabel serta mengurangi stigma terhadap mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi pustaka guna menggali bentuk gereja yang inklusif. Melalui penerapan nilai-nilai kasih, keadilan, dan keterbukaan, gereja menciptakan lingkungan yang mendukung dan menghargai keragaman manusia, termasuk orang difabel. Pendekatan ini mencakup edukasi, kesadaran sosial, dan dukungan praktis, yang bersama-sama membantu mengembangkan kesetaraan, memperjuangkan hak-hak, dan mendorong partisipasi aktif orang difabel dalam kehidupan gereja dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan tekad untuk menghapus stigma, gereja yang inklusif bukan hanya merangkul perbedaan, tetapi juga menjadi agen perubahan sosial yang positif, membentuk dunia di mana setiap individu diterima dan dihargai, tanpa memandang kondisi fisik atau mentalnya.