p-Index From 2019 - 2024
1.037
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Diponegoro Law Journal
Safira Nur Halima*, Muchsin Idris, Nuswantoro Dwiwarno, Safira Nur Halima*,
Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

PERTANGGUNGJAWABAN KOMANDO (COMMAND RESPONSIBILITY) DALAM KEJAHATAN PERANG OLEH BATALYON AIDAR DI UKRAINA Joko Setiyono, Nuswantoro Dwiwarno, Radityo Fikri Morteza*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (731.892 KB)

Abstract

Batalyon Aidar sebagai salah satu kelompok bersenjata yang  melakukan kejahatan perang di Ukraina yang di bentuk oleh terdakwa Serhiy Melnychuk sebagai mantan komandan batalyon tersebut. Tindakan terdakwa telah menyalahi aturan dari pertanggungjawaban komando sebagai pemegang otoritas kekuasaan pasukannya dengan memerintahkan bawahannya melakukan kejahatan perang. Hubungan antara atasan dan bawahan terjadi karena ada unsur komando, pemegang komando menjalankan fungsinya secara langsung pasukan yang berada dibawahnya, sementara pemegang komando tertinggi bertanggung jawab sebagai pemegang kebijakan. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaturan pertanggungjawaban komando dalam instrumen hukum humaniter internasional dan pertanggungjawaban komando dalam kejahatan perang oleh Batalyon Aidar di Ukraina.
PERANAN DEWAN KEAMANAN PBB TERHADAP KASUS KEJAHATAN PERANG DALAM KONFLIK BERSENJATA NON INTERNASIONAL DI NIGERIA Muchsin Idris, Nuswantoro Dwiwarno, Safira Nur Halima*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.987 KB)

Abstract

Kejahatan perang yang dilakukan oleh kelompok Boko Haram dalam konflik bersenjata non internasional di Nigeria terhadap Pemerintahnya dalam rangka ingin mendirikan Negara Islam yang bebas dari pengaruh budaya Barat telah menimbulkan ancaman keamanan dunia. Oleh karena itu Dewan Keamanan PBB sebagai badan organisasi internasional yang bertugas untuk menjaga kestabilan perdamaian dunia. mengupayakan cara untuk mengatasi konflik tersebut dengan penindakan yang berkaitan dengan Regulasi-regulasi yang berhubungan dengan pelanggaran hukum perang. Tujuan penelitian hukum ini adalah untuk mengetahui bentuk peranan Dewan Keamanan PBB berkenaan dengan tindak kejahatan perang dalam suatu konflik bersenjata non internasional. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan di dalam menyusun penulisan hukum ini adalah data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Analisis yang dilakukan adalah dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran Dewan Keamanan PBB dengan mengeluarkan berbagai pernyataan yang dikaitkan dengan resolusi yang berhubungan dengan Boko Haram, mengirim pasukan penjaga perdamaian, memberikan sanksi, serta memberikan mandat bagi Uni Afrika untuk pembentukan pasukan militer gabungan untuk melawan Boko Haram.
PERLINDUNGAN OBJEK SIPIL DALAM PERISTIWA PENYERANGAN KANTOR MEDIA PADA KONFLIK BERSENJATA DI GAZA Salisa Intan Fauziah; Nuswantoro Dwiwarno; Joko Setiyono
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (686.868 KB)

Abstract

Dalam situasi konflik bersenjata, terdapat perlindungan-perlindungan atas pihak-pihak yang tidak terlibat dalam konflik tersebut, salah satunya adalah perlindungan terhadap objek sipil. Penyerangan terhadap gedung media di Gaza yang dilancarkan oleh Israel terhadap Palestina pada 15 Mei 2021 berakibat pada hancurnya gedung-gedung media yang merupakan objek sipil. Hal ini menunjukkan adanya pelanggaran yang terjadi terhadap aturan-aturan Hukum Humaniter Internasional, sehingga penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguraikan jenis kejahatan dari peristiwa penyerangan kantor media di Gaza dan tindak lanjut yang dapat dilakukan apabila peristiwa penyerangan tersebut termasuk kedalam suatu jenis kejahatan. Dibuktikan dengan terpenuhinya unsur-unsur kejahatan perang dibawah Pasal 8 Ayat (2) huruf (b) angka (ii) Statuta Roma 1998, penyerangan terhadap gedung media ini dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang dan membutuhkan tindak lanjut dari pihak-pihak yang bersangkutan untuk segera menyelidiki dan menemukan pelaku kejahatan.
TINJAUAN YURIDIS PENGGUNAAN LAMBANG PALANG MERAH DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Kukuh Natan H. Manik*, Joko Setiyono, Nuswantoro Dwiwarno
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (657.106 KB)

Abstract

Konflik bersenjata merupakan sebuah bencana mengerikan bagi umat manusia. Selama konflik, kombatan merupakan unsur terpenting dalam setiap konflik bersenjata, di sisi lain juga terdapat petugas medis yang bertugas untuk menyembuhkan kondisi setiap korban. Selama menjalankan tugasnya setiap petugas medis dan perlengkapan medis yang digunakan haruslah terdapat tanda pengenal berupa palang berwarna merah di atas dasar putih polos. Setiap petugas medis dan benda – benda yang digunakan tersebut haruslah selalu dihormati dan dilindungi. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaturan penggunaan lambang Palang Merah Internasional dan apakah penyerangan terhadap petugas medis dan atribut – atribut lambang Palang Merah Internasional dapat dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Analisis data menggunakan metode secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penggunaan lambang Palang Merah Internasional sudah diatur dalam instrumen Hukum Humaniter Internasional, yakni dalam Konvensi Jenewa I dan II 1949, dan Protokol Tambahan I dan II 1977, dan penyerangan terhadap petugas medis dan benda-benda medis merupakan sebuah pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional, yang masuk dalam kategori sebagai kejahatan perang.
LEGALITAS INTERVENSI MILITER NATO DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL DI LIBYA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Ashofi Nur Fikri Hanifa; Nuswantoro Dwiwarno; Joko Setiyono
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.979 KB)

Abstract

Konflik internal di Libya yang tiada henti membuat masyarakat internasional turut prihatin.Piagam PBB memberikan berbagai ketentuan mengenai langkah-langkah apa yang harus diambil oleh negara, baik sebagai anggota maupun bukan anggota PBB apabila terlibat dalam suatu konflik. Negara-negara mempunyai kewajiban menyelesaikan setiap konflik yang timbul diantara mereka secara damai. Pada tanggal 18 Maret 2011, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi S/RES/1973.(2011)11-26839-3 terkait konflik di Libya. Intervensi militer yang dilaksanakan oleh NATO yang diharapkan bisa menghentikan aktifitas tentara pro Khadafi, ternyata tidak sedikit mengakibatkan jatuhnya korban jiwa baik pihak militer maupun penduduk sipil.Berdasarkan uraian di atas maka penting dikaji secara hukum hal-hal yang berkaitan dengan legalitas tindakan intervensi militer NATO dalam penyelesaian konflik internal di Libya dan prinsip-prinsip Hukum Internasional apakah yang dilanggar oleh NATO dalam penyelesaian konflik tersebut.Penulisan hukum ini dilakukan dengan pendekatan yuridis-normatif, oleh karenanya kasus tersebut diatas dideskripsikan dan dianalisis melalui bahan hukum primer, sekunder dan konvensi-konvensi seperti, Konvensi Den Haag 1907, Konvensi Wina 1969, Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I & II, Piagam PBB dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1973, dengan mengkaitkan beberapa artikel tersebut terhadap serangan-serangan yang dilakukan NATO.Dari hasil penelitian ini disimpulkan, bahwa berdasarkan Hukum Internasional maka intervensi yang dilakukan NATO terhadap Libya dapat dibenarkan selama didasari oleh alasan kemanusiaan. Intervensi diperbolehkan karena mendapatkan legitimasinya  menurut Pasal 2 (4), 2 (5), dan 2 (7) Piagam PBB selama tidak melanggar tujuan PBB,  dan karena telah mendapatkan mandat berupa Resolusi Dewan Keamanan PBB 1973. Namun, NATO dalam melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB ternyata melanggar beberapa prinsip dalam Hukum Internasional, seperti prinsip Self-Determination, Kedaulatan Negara, Non-Intervensi, dan Responsibility to Protect.
ASPEK-ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN SITUS BUDAYA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL (STUDI KASUS PERUSAKAN KOTA KUNO PALMYRA OLEH ISIS). Fadil Hidayat*, Joko Setiyono, Nuswantoro Dwiwarno
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 1 (2017): Volume 6 Nomor 1, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (481.964 KB)

Abstract

Kota Kuno Palmyra merupakan salah satu dari situs peninggalan budaya yang dilindungi yang terletak di Suriah. Namun dengan berlangsungnya konflik bersenjata non-internasional di Suriah, telah terjadi perusakan terhadap Kota kuno Palmyra yang dilakukan oleh kelompok ekstremis Islamic States of Iraq and Syria (ISIS). perlindungan Kota Kuno Palmyra mengalami kendala dikarenakan berlangsungnya konflik bersenjata non-internasional di SuriahPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek hukum perlindungan situs budaya dalam perspektif hukum humaniter internasional serta mengetahui bagaimana penegakan terhadap pengaturan perlindungan situs budaya. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analisis. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Data yang digunakan adalah data sekunder, sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah analisa kualitatif.Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan mengenai perlindungnan benda budaya dalam perspektif hukum humaniter sudah ada dan memiliki konsekuensi yang serius terhadap pelanggarnya. Peraturan-peraturan tersebut sudah diratifikasi oleh pemerintah Suriah. Namun penegakkan atas peraturan-peraturan perlindungan benda budaya yang dalam hal ini adalah Kota Kuno Palmyra masih mengalami kendala dikarenakan pemerintah Suriah mengalami kesulitan untuk menegakkan peraturan tersebut dikarenakan daerah dimana Kota Kuno Palmyra berada masih dalam kekuasaan ISIS.
PENENTUAN CRIMES AGAINST HUMANITY OLEH DEWAN KEAMANAN PBB DALAM KASUS LAURENT GBAGBO DI PANTAI GADING Veryantoyo Eka Yunanda; Joko Priyono; Nuswantoro Dwiwarno
Diponegoro Law Journal Vol 9, No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Tahun 2020
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (813.14 KB)

Abstract

Konflik bersenjata non-internasional yang terjadi pasca pemilihan umum pada tahun 2010 di Pantai Gading merupakan permasalahan yang serius. Laurent Gbagbo sebagai mantan Presiden dan salah satu orang paling berkuasa di Pantai Gading, diduga melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan melalui pasukan pertahanan dan keamanan, milisi, tentara bayaran, dan organisasi pemuda yang menimbulkan beban serius ditujukan kepada penduduk sipil. Oleh karena itu Dewan Keamanan PBB sebagai salah satu organ utama PBB memiliki tugas, fungsi serta kewenangan dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional, bergerak berdasarkan Piagam PBB dapat menentukan unsur-unsur kejahatan terhadap kemanusiaan melalui konflik yang terjadi, serta penentuan ketidakmauan dan ketidakmampuan negara Pantai Gading oleh Dewan Keamanan dalam mengadili orang yang paling bertanggungjawab atas konflik yang terjadi, melihat hal ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, digunakan metode penelitian hukum normatif. Data penelitian bersumber dari data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka dan spesifikasi penelitian secara deskriptif analitis. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat fakta-fakta di Pantai Gading dalam pemenuhan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh Laurent Gabgbo beserta pasukan pendukungnya. Dewan Keamanan menemukan unsur-unsur kejahatan terhadap kemanusiaan melalui perencanaan terhadap serangan meluas atau sistematik ditujukan kepada penduduk sipil yang dilakukan oleh Laurent Gbagbo beserta pasukan pendukungnya. Dilanjutkan dengan perbandingan pengadilan Slobodan Milosevic di International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY) dan Ferdinand Nahimana di International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) menghasilkan kesamaan unsur-unsur kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh Laurent Gbagbo di Pantai Gading. Dewan Keamanan dapat meneruskan kasus tersebut kepada Penuntut Umum sebagai pelimpahan wewenang di lembaga pengadilan pidana internasional. Penentuan ketidakmauan atau ketidakmampuan oleh Dewan Keamanan menyatakan Pantai Gading tidak memiliki niat untuk membawa orang yang bersangkutan kepada keadilan dan berketidakmampuan dalam mengadili Laurent Gbagbo menggunakan hukum nasionalnya, diakibatkan karena konflik  berkepanjangan, ketegangan politik, serta ketidakberfungsian secara total sistem yudisial di Pantai Gading, sehingga lembaga pengadilan pidana internasional sebagai pelengkap dapat menjalankan yurisdiksinya atas konflik tersebut.
ANALISIS YURIDIS PENOLAKAN PERMOHONAN EKSTRADISI SAYED ABBAS OLEH PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP PEMERINTAH AUSTRALIA BERDASARKAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA INDONESIA DAN AUSTRALIA Isabela Siboriana Bone Tuames*, Joko Setiyono, Nuswantoro Dwiwarno
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.019 KB)

Abstract

Penyelundupan manusia kian marak akibat tidak stabilnya keadaan di suatu negara. Salah satu tersangka penyelundupan manusia, Sayed Abbas yang tinggal di Indonesia menyelundupkan manusia ke Australia. Australia mengajukan permohonan ekstradisi ke Indonesia. Namun Indonesia melalui PN Jakarta Selatan menolak permohonan tersebut dengan beberapa alasan. Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya perlawanan ke PT DKI Jakarta atas penolakan tersebut. PT DKI Jakarta mengabulkan upaya perlawanan tersebut dan Sayed Abbas diekstradisi ke Australia. 
KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB NEGARA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN KORBAN REVENGE PORN DI INDONESIA Ita Iya Pulina Perangin-angin; Rahayu Rahayu; Nuswantoro Dwiwarno
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 1 (2019): Volume 8 Nomor 1, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.194 KB)

Abstract

Revenge porn adalah balas dendam porno yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain dengan cara menyebarluaskan konten porno milik korban ke media sosial yang bertujuan untuk menjatuhkan citra korban. Revenge Porn berkembang seiring dengan perkembangan ITE sehingga menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM terkhususnya terhadap perempuan. Kewajiban dan tanggungjawab negara sebagai pemangku kewajiban diperlukan dalam masalah revenge porn terutama terhadap korban dalam konsep negara berkewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), memenuhi (to fulfill).Penulisan hukum ini bertujuan untuk menegaskan pertama, revenge porn merupakan pelangggaran HAM khususnya terhadap perempuan beserta keterangannya.Kedua, kewajiban dan tanggungjawab negara memberikan perlindungan terhadap korban.Penelitian hukum dalam penulisan ini adalah penelitian doktrinal menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis.Data diperolah dari studi kepustakaan berupa data sekunder (primer, sekunder, dan tersier) yang dianalisis dengan metode analisis data kualitatif.Berdasarkan hasil penelitian, diketahui: Pertama,revenge porn merupakan salah satu pelanggaran HAM melalui media sosial yang disengaja pelaku dan pada umumnya perempuan yang menjadi korban akibat tindakan tersebut. Akibat dari revenge porn tersebut , maka banyak hak-hak seseorang yang dilanggar sesuai dengan instrumen yang ada. Kedua, kewajiban dan tanggungjawab negara memberikan upaya preventif dan represif terhadap korban dan pelaku yang bertujuan untuk mencegah terjadinya revenge porn kembali.
ANALISIS KASUS PELANGGARAN HAM BERAT YANG DILAKUKAN PRESIDEN OMAR AL-BASHIR DI SUDAN Torik Ibrahim; Nuswantoro Dwiwarno; Joko Setiyono
Diponegoro Law Journal Vol 10, No 1 (2021): Volume 10 Nomor 1, Tahun 2021
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (613.363 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji, menganalisis, dan mengetahui apakah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Omar Al-Bashir di Sudan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat serta mengkaji, menganalisis dan mengetahui dapatkah ICC mengadili Omar Al-Bashir sebagai Presiden di Sudan yang tidak meratifikasi Statuta Roma 1998. Hasil penulisan ini berupa adanya 10 tuduhan kejahatan HAM berat terhadap Omar Al-Bashir yakni; kejahatan genosida berupa memerintahkan menyebabkan terjadinya genosida berdasarkan Pasal 6 Statuta Roma 1998, kejahatan terhadap kemanusiaan berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Statuta Roma 1998, dan kejahatan perang berdasarkan Pasal 8 Statuta Roma 1998. Serta adanya prinsip dari ICC berupa prinsip komplementer, penerimaan, otomatis, nullum crimen sine lege, ne bis in idem, ratione loci, veto DK PBB untuk menghentikan penuntutan dimana tidak terdapat alasan ICC untuk menolak atau tidak dapat mengadili Omar Al-Bashir atas kasus pelanggaran HAM berat di Darfur, Sudan.