Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

Perbedaan Rerata Usia Kehamilan dengan Munculnya Onset Preeklamsi Ringan, Berat, dan Eklamsi pada Ibu Hamil Freddy Dinata; Fernando Nathaniel; William Gilbert Satyanegara; Joshua Kurniawan; Yohanes Firmansyah
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 9 (2023): Volume 3 Nomor 9 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i9.11037

Abstract

ABSTRACT Preeclampsia is a serious problem in pregnancy that causes significant morbidity and mortality in maternal, fetal, and neonatal health. Eclampsia is one of the most serious non-obstetric complications. Preeclampsia often occurs in the third trimester of pregnancy, particularly after 32 weeks of gestation. However, in some cases, preeclampsia can occur in other trimesters. This cross-sectional study aims to determine the relationship between gestational age and the occurrence of mild preeclampsia, severe preeclampsia, and eclampsia using medical records from Ciawi Regional General Hospital from January to December 2020. The variables in this study consisted of basic characteristics of the respondents (maternal age and parity status), gestational age (in weeks), and maternal medical conditions divided into three groups (mild preeclampsia, severe preeclampsia, and eclampsia). Statistical analysis was performed using the Kruskal-Wallis test. Out of 190 respondents, the average age of the mothers was 32 years, and the average gestational age was 36.2 weeks, with severe preeclampsia being the dominant medical condition (85.3%). The research findings revealed no significant difference in the mean gestational age among the three groups of pregnant mothers (P-value: 0.235). Further clinical review revealed that eclampsia occurred at an earlier gestational age compared to mild preeclampsia, which generally occurs in the late stages of pregnancy. The findings from this study are expected to contribute to a deeper understanding of preeclampsia and eclampsia to improve the quality of healthcare services. Keywords: Eclampsia, Gestational Age, Preeclampsia  ABSTRAK Preeklamsi merupakan salah satu masalah pada kehamilan yang serius, kondisi tersebut menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada maternal, fetal, dan neonatal yang signifikan. Eklamsi merupakan salah satu komplikasi non-obstetrik yang paling serius. Preeklamsi seringkali terjadi pada trimester tiga kehamilan, khususnya usia gestasi >32 minggu. Namun pada beberapa kasus preeklamsi dapat terjadi pada trimester lainnya. Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia kehamilan dengan kejadian preeklamsi ringan, preeklamsi berat dan eklamsi dengan menggunakan data rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi pada periode Januari – Desember 2020. Variabel pada penelitian ini terdiri dari karakteristik dasar responden (usia ibu dan status paritas), usia kehamilan (minggu), serta kondisi medis ibu yang dibagi menjadi tiga kelompok (preeklamsi ringan, berat, dan eklamsi). Analisis statistik menggunakan uji Kruskall Wallis. Dari 190 responden, rata-rata usia ibu 32 tahun, rata-rata usia kehamilan adalah 36,2 minggu dengan kondisi medis didominasi oleh preeklamsi berat (85,3%). Hasil penelitian menemukan tidak ada perbedaan rerata usia kehamilan yang bermakna antara tiga kelompok ibu hamil (nilai P = 0,235). Peninjauan lebih lanjut secara klinis diketahui bahwa eklamsi terjadi pada usia kehamilan yang cenderung lebih awal dibandingkan preeklamsi ringan yang umumnya terjadi pada fase kehamilan aterm. Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat membantu pemahaman yang lebih mendalam terkait preeklamsi dan eklamsi guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Kata Kunci: Eklamsi, Preeklamsi, Usia gestasi
Korelasi Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Air dan Sebum Kulit di Rukun Warga (RW) 008 Kelurahan Cipondoh Gina Triana Sutedja; Sukmawati Tansil Tan; Giovanno Sebastian Yogie; Yohanes Firmansyah; Dean Ascha Wijaya; William Gilbert Satyanegara; Fernando Nathaniel; Joshua Kurniawan; Catharina Sagita Moniaga; Alexander Halim Santoso; Fladys Jashinta Mashadi
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 11 (2023): Volume 3 Nomor 11 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i11.11612

Abstract

ABSTRACT Skin is the largest organ in the human body and plays various important roles. Skin characteristics, including pigmentation, hydration, texture, and various other parameters, differ for each individual. Skin properties are influenced by various parameters, one of which is the body mass index (BMI). This cross-sectional study aimed to determine the description of skin hydration status and its correlation with BMI, among subjects in RW 08 Cipondoh. Skin hydration status was measured using the over the counter (OTC) skin analyzer. Body mass index was calculated and measured based on standard procedures. Out of 101 respondents, the average age was 51.38 years with 75.2% of respondents being female. The mean BMI was 26.12 kg/m², predominantly falling into obesity level 1 (41.6%). The mean oil and water hydration were 22.99% and 42.96%, respectively. The Spearman statistical test results showed a negative correlation between body mass index and water hydration, with a correlation coefficient power of 0.498 significantly, and oil hydration, with 0.107 insignificantly. This study concludes that the higher the BMI, the worse is the individual's skin hydration status. Keywords: Body Mass Index, Hydration Status  ABSTRAK Kulit merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia dan memiliki berbagai peranan penting. Karakteristik kulit mencakup pigmen, hidrasi, tekstur, dan berbagai parameter lainnya berbeda-beda pada setiap individu. Sifat kulit tergantung pada berbagai parameter, salah satunya adalah indeks massa tubuh (IMT). Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status hidrasi kulit dan korelasinya dengan IMT di RW 08 Cipondoh. Pengukuran status hidrasi kulit dilakukan dengan menggunakan alat over the counter (OTC) skin analyzer. Indeks masa tubuh dihitung dan diukur berdasar prosedur standar. Dari 101 responden, rata-rata usia adalah 51,38 tahun dengan 75,2% responden adalah perempuan. Rerata IMT didapatkan sebesar 26,12 kg/m2, didominasi oleh obesitas tingkat 1 (41,6%). Rerata hidrasi sebum dan air, masing-masing sebesar  22,99% dan 42,96%. Hasil uji statistik Spearman menunjukan hasil korelasi negatif antara indeks masa tubuh dengan hidrasi air dengan kekuatan korelasi 0,498 secara signifikan dan hidrasi sebum sebesar 0,107 secara tidak signifikan. Penelitian ini menyatakan bahwa semakin tinggi nilai IMT, maka semakin menurun status hidrasi kulit seseorang. Kata Kunci: Kadar Hidrasi, Indeks Masa Tubuh
Korelasi Usia, International Prostate Symptom Score, Benign Prostatic Hyperplasia Impact Index, Kualitas Hidup, dan Tingkat Keparahan Pada Penderita Benign Prostatic Hyperplasia di RSUD Ciawi Yulfitra Soni; Yohanes Firmansyah; Joshua Kurniawan; William Gilbert Satyanegara
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 10 (2023): Volume 3 Nomor 10 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i10.11272

Abstract

ABSTRACT Benign prostatic hyperplasia (BPH) is one of the common diseases in old male and is the common cause of lower urinary tract symptoms. The prevalence of this disease is not to be underestimated, reaching up to 80% in the age of 90 years. This disease also affects the quality of life of the patients. To find out the correlation of age, International Prostate Symptom Score (IPSS), Benign Prostatic Hyperplasia Impact Index (BII), quality of life, and severity of BPH patients. The study is done in urology clinic in Ciawi General Hospital on the period of June-July 2023. The samples are gathered with total sampling method, covering all the male patients with BPH that fulfilled the criteria. Data gathered through interview. Normality of the data is tested with Shapiro-wilk test. The correlation is tested with Pearson Correlation test or alternative of Spearman Correlation test. The study found a correlation of IPSS and BII (p-value = 0.005; r = 0.495), but no significance of age with IPSS and BII (p-value > 0.05). Strong correlation is found from quality of life with BII (p-value: < 0,001; r: 0,629), quality of life with severity based from IPSS (p-value: < 0,001; r: 0,655), and correlation between severity with IPSS and BII (p-value: 0,006; r: 0,487). Using IPSS and BII scores in clinical practice is valuable for describing a patient's severity and quality of life. We can use the results to assess the effectiveness of the treatment and measure the results. Keywords : BII, BPH, IPSS, Quality of Life  ABSTRAK Pembesaran jinak prostat atau benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah salah satu penyakit paling umum pada pria lanjut usia dan penyebab paling umum dari gejala saluran kemih bagian bawah. Angka prevalensi penyakit ini juga tidak dapat dipandang sebelah mata, mencapai 80% pada usia 90 tahun. Penyakit ini juga mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Mengetahui korelasi usia, skor International Prostate Symptom Score (IPSS), Benign Prostatic Hyperplasia Impact Index (BII), kualitas hidup, dan tingkat keparahan pada penderita BPH. Penelitian ini dilakukan di Poli Urologi RSUD Ciawi pada periode Juni – Juli 2023. Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode total sampling, mencakup seluruh laki-laki yang menderita BPH yang memenuhi kriteria. Data diperoleh melalui wawancara. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Uji korelasi pada penelitian ini menggunakan uji Pearson Correlation atau uji alternatif Spearman Correlation. Didapatkan bahwa terdapat korelasi cukup yang bermakna antara IPSS dengan BII (p-value : 0,005 dan r: 0,495), tetapi tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara usia dengan IPSS dan BII (p-value > 0,05). Terdapat korelasi kuat yang bermakna secara signifikan antara kualitas hidup dengan BII (p-value: < 0,001; r: 0,629), kualitas hidup dengan tingkat keparahan menurut IPSS (p-value: < 0,001; r: 0,655), dan korelasi cukup pada tingkat keparahan menurut IPSS dengan BII (p-value: 0,006; r: 0,487).Penggunaan skor IPSS dan BII dalam praktik klinis membantu menggambarkan tingkat keparahan pasien, dan kualitas hidup pasien. Penelian ini membantu kita dalam mengobati dan mengevaluasi keberhasilan terapi. Kata Kunci: BII, BPH, IPSS, Kualitas Hidup
Karakteristik Demografi, Letak Kelainan Anatomi, serta Gambaran Histopatologi Responden dengan Diagnosis Klinis Gastritis Grace Shalmont; Dean Ascha Wijaya; Joshua Kurniawan; Yohanes Firmansyah
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 11 (2023): Volume 3 Nomor 11 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i11.11399

Abstract

ABSTRACT Gastritis is often used to describe clinical symptoms related to upper abdominal complaints in patients. The diagnosis of gastritis is established by combining information resulting from endoscopy examination and histological findings. This cross-sectional study aims to examine the demographic and pathological profile of gastritis patients in one of the hospitals in Jakarta, selected based on total sampling criteria using medical record data from January 2020 to December 2022. The data is presented in descriptive form. Out of 43 respondents, the mean age is 47 years and the majority are male. The most common location of pathology is in the antral part of the stomach in 29 (67.4%) respondents, with the inflammation generally being mild in 30 (69.8%) respondents. No PMN cells, atrophy, or Helicobacter pylori bacterial infection were found in 42 (97.7%) respondents, and there was no evidence of intestinal metaplasia or dysplasia in any of the respondents. The conclusion of this study is that the most common location of pathology is in the antral section with generally mild infection with a predominance of Helicobacter pylori infection. Keywords: Endoscopy, Gastritis, Histopathology ABSTRAK Gastritis sering digunakan untuk menggambarkan gejala klinis yang berkaitan dengan keluhan pasien di perut bagian atas. Diagnosis gastritis ditegakkan setelah menggabungkan informasi yang dihasilkan dari pemeriksaan endoskopi dan temuan histologis. Penelitian potong lintang ini bertujuan melihat gambaran demografi dan patologi pasien gastritis di salah satu Rumah Sakit di Jakarta yang dipilih sesuai kriteria secara total sampling menggunakan data rekam medis periode Januari 2020 hingga Desember 2022. Data disajikan dalam bentuk deskriptif. Dari 43 responden, rerata usia adalah 47 tahun dan didominasi oleh laki-laki. Letak patologi paling sering terjadi pada bagian antral gaster pada 29 (67,4%) responden, dengan sebukan sel radang kronik umumnya sedang pada 30 (69,8%) responden, tidak ada sebukan sel PMN, atrofi kelenjar dan infeksi bakteri Helicobacter pylori pada 42 (97,7%) responden, serta tidak ditemukannya metaplasia intestinal dan displasia pada seluruh responden. Kesimpulan penelitian ini berupa lokasi patologi paling umum adalah pada bagian antral dengan infeksi umumnya ringan dengan dominasi infeksi Helicobacter pylori. Kata kunci: Endoskopi, Gastritis, Histopatologi
Hubungan Asi Eksklusif dengan Kejadian Stunting di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi Emilda Emilda; William Gilbert Satyanegara; Joshua Kurniawan; Rudi Rudi; Sheryn Pujiono; Trisha Samara; Aretha Sarah Aribowo; Pramadio Mahaputera; Luthfi Handayanti; Yohanes Firmansyah; Fernando Nathaniel
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 9 (2023): Volume 3 Nomor 9 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i9.11038

Abstract

ABSTRACT Stunting is a global problem, especially for children below 5 years of age in low-middle income countries. Giving exclusive breastfeeding has important role in preventing stunting. This is an observational analytic study with cross-sectional design, was done in Ciawi Regional General Hospital in October 2021. Samples are the pediatric ward inpatients from 0 to 18 years of age, which were taken with total sampling method. Exclusive breastfeeding is defined as only giving breastmilk as the only source of nutrition for baby in the first 6 month of life. Stunting is defined as body length or height of the child below -2 SD of WHO standard curve of body length-age. For children above 59 month old, stunting defined as body height below 5 percentile on the standard Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2000 curve. Descriptive data presented in proportion (%). Statistical tests used in the study is Pearson Chi Square with Yates Correction and alternative test of Fischer Exact. Alternative test is based on the Expected Count of 5%. The significant value expected in the study is 5%. From the study, there are no significant relation found between exclusive breastfeeding and stunting for children 0-18 years of age (p-value: 0.916), but clinically found that children without exclusive breastfeeding has 1.167 times higher risk of having stunting compared to the children with exclusive breastfeeding in Ciawi Regional General Hospital. Keywords: Exclusive Breastfeeding, Stunting  ABSTRAK Stunting merupakan masalah kesehatan dunia khususnya pada anak dibawah 5 tahun di negara pendapatan rendah dan menengah. Menyusui ASI (Air Susu Ibu) eksklusif memiliki peran penting dalam pencegahan stunting. Studi ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian potong lintang yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi pada Bulan Oktober 2021. Sampel merupakan pasien rawat inap di bangsal anak berusia 0 hingga 18 tahun, yang diambil dengan menggunakan metode total sampling. ASI eksklusif didefinisikan sebagai hanya memberikan ASI sebagai satu-satunya sumber makanan bagi bayi selama enam bulan pertama kehidupan. Stunting didefinisikan sebagai panjang atau tinggi badan anak di bawah -2 SD pada kurva panjang badan-menurut-usia atau tinggi badan-menurut-usia pada kurva standar WHO 2006. Pada anak yang memiliki usia lebih dari 59 bulan, stunting didefinisikan jika tinggi badan kurang dari persentil 5 pada kurva standar Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2000. Data deskriptif disajikan dalam bentuk proporsi (%). Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pearson Chi Square with Yates Correction dengan uji alternatif berupa Fischer Exact. Penentuan uji alternatif didasarkan pada nilai Expected Count sebesar 5%. Nilai kemaknaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebesar 5%. Pada studi tidak ditemukan hubungan bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada anak usia 0-18 tahun (p-value: 0,916), tetapi secara klinis diketahui bahwa anak yang tidak diberikan ASI eksklusif memiliki risiko 1,167 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting bilamana dibandingkan dengan kelompok anak yang menerima ASI eksklusif di RSUD Ciawi. Kata Kunci: ASI Eksklusif, Stunting
Profil Demografik, Hematologi, serta Gula Darah Sewaktu Pasien Ulkus Diabetik Pro Amputasi Radian Tunjung Baroto; Yohanes Firmansyah; Giovanno Sebastian Yogie; William Gilbert Satyanegara; Joshua Kurniawan
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 10 (2023): Volume 3 Nomor 10 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i10.11346

Abstract

ABSTRACT Diabetes mellitus is a chronic metabolic disease. Diabetic Foot is one of the macrovascular complications of diabetic patients. Diabetic foot that is not handled properly will cause infection and will lead to amputation. To find out the demographic, hematologic, and blood sugar level profiles of patients with diabetic ulcer pro amputation. This study is an descriptive observational study done at RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang, Middle Java on July 2023. Data obtained through patients medical record. Samples in the study are patients diagnosed with diabetic ulcer pro amputation on period of July 2022 – June 2023. Technique used for gathering sample is total sampling method. The study found 21 respondents that fulfull the criteria, with more female respondents (52.4%), mean age of 55,67 (±10,21) years, 9 (42.9%) respondents have uncontrolled blood pressure, with mean systolic blood pressure of 134.62 (±30.63) and mean diastolic blood pressure of 77.43 (±16.80). All respondents have anemia (mean Hb = 8.57 ± 1.18) and leukocytosis (mean leukocyte = 24.39 ± 11.33 thousand). The blood sugar level in patients are uncontrolled with mean of 403.1 (±108.12) mg/dL. There are many factors that could affect diabetic ulcer. Extra attention for treatment of diabetic ulcer is necessary to prevent the need of amputation.Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ulkus diabetik. Penanganan ulkus diabetik memerlukan perhatian lebih untuk mencegah diperlukannya tindakan amputasi. Keywords: Amputation, Diabetes Melitus, Diabetic Ulcer  ABSTRAK Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang bersifat kronik. Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular yang dialami penderita diabetes. Kaki diabetes yang tidak diatasi dengan baik akan menyebabkan infeksi dan berujung pada amputasi. Mengetahui profil demografik, hematologik, dan kadar gula darah sewaktu pada pasien ulkus diabetes pro amputasi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang dilaksanakan RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang, Jawa Tengah pada bulan Juli 2023. Data diperoleh dari rekam medis pasien. Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosa ulkus diabetes dan pro amputasi pada periode Juli 2022 – Juni 2023. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini berupa total sampling. Pada penelitian didapatkan 21 responden yang memenuhi kriteria, dengan lebih banyak responden perempuan (52,4%), rerata usia 55,67 (±10,21) tahun, dan terdapat 9 (42,9%) responden memiliki tekanan darah tidak terkontrol, dengan rerata tekanan darah sistolik 134,62 (±30,63) dan rerata tekanan darah diastolik 77,43 (±16,80). Seluruh responden mengalami anemia (rerata Hb = 8,57 ± 1,18) dan leukositosis (rerata leukosit = 24,39 ± 11,33 ribu). Kadar gula sewaktu pada pasien tidak terkendali dengan rerata 403,1 (±108,12) mg/dL. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ulkus diabetik. Penanganan ulkus diabetik memerlukan perhatian lebih untuk mencegah diperlukannya tindakan amputasi. Kata Kunci: Amputasi, Diabetes Melitus, Ulkus Diabetik
Korelasi Kadar Gula Darah Sewaktu dengan Nilai Fecal Incontinence Severity Index (FISI) pada Kelompok Lanjut Usia Jeffrey Jeffrey; Yohanes Firmansyah; Joshua Kurniawan; William Gilbert Satyanagara; Giovanno Sebastian Yogie; Edwin Destra
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 11 (2023): Volume 3 Nomor 11 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i11.11402

Abstract

ABSTRACT Physiological changes occur to every organ systems along with age. Fecal incontinence (FI) is one of them. FI should not be underestimated. There are a lot of risk factors for FI in elderly, including age, obesity, gender, and comorbidities like dementia and diabetes melitus. High prevalence of FI and diabetes mellitus will affect clinical and managements in elderly care. To find out the correlation between blood sugar level and fecal incontinence severity index (FISI) score in elderly patients. This is an analytic study with cross sectional design. Samples are elderly patients in Santa Anna Nursing Home in July 2023 that met the criteria. Data obtained through questionnaire interview and blood examination. Statistical analysis used in the study are Pearson or Spearman correlation test. Data distribution is tested with Kolmogorov-Smirnov test. Level of significance in the study is 5%. There are 60 respondents with the mean age of 76,30 (±7,88) years, dominated by female (66,7%). High blood sugar level obtained in 11,7% of the respondents. There is a significant correlation between blood sugar level and FISI score (p-value = 0,041; r-correlation : 0,264). From the R square evaluation we found a value of 0.091, which indicates that 9.1% of FISI score is influenced by blood sugar level. There is a correlation between elevated blood sugar and fecal incontinence. Fecal incontinence in older adults requires attention due to its adverse impact on their quality of life. Keywords: Blood Sugar Level, Elderly, Fecal Incontinence  ABSTRAK Perubahan fisiologis terjadi pada seluruh sistem organ seiring dengan bertambahnya usia. Salah satu hal yang dapat terjadi pada lansia adalah fecal incontinence (FI). Hal ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Terdapat berbagai faktor risiko untuk FI pada lansia, termasuk bertambahnya usia, obesitas, jenis kelamin, dan berbagai jenis penyakit penyerta, seperti demensia dan diabetes melitus. Tingginya prevalensi FI dan diabetes melitus akan berdampak pada klinis dan manajemen perawatan lansia. Mengetahui korelasi kadar gula darah sewaktu dengan nilai fecal incontinence severity index (FISI) pada kelompok lanjut usia. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel merupakan pasien lanjut usia di Panti Lansia Santa Anna pada Juli 2023 serta memenuhi kriteria. Data diperoleh melalui wawancara kuesioner dan pemeriksaan darah. Analisa statistik pada penelitian ini menggunakan korelasi Pearson atau korelasi Spearman. Distribusi data diperiksa menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Nilai kemaknaan dalam penelitian ini adalah sebesar 5%. Didapatkan 60 responden dengan rerata usia adalah 76,30 (±7,88) tahun, yang didominasi jenis kelamin perempuan (66,7%). Kadar gula darah sewaktu yang tergolong tinggi didapatkan pada 11,7% responden. Terdapat korelasi yang bermakna antara kadar Gula Darah Sewaktu dengan nilai FISI (p-value = 0,041; r-correlation : 0,264). Penelusuran dari nilai R square didapatkan nilai sebesar 0,091, yang menunjukkan bahwa 9,1% nilai FISI dipengaruhi oleh kadar gula darah sewaktu. Terdapat korelasi antara peningkatan gula darah sewaktu dengan inkontinensia fekal. Inkontinensia fekal pada usia lanjut perlu mendapat perhatian karena dapat menurunkan kualitas hidup. Kata Kunci: Gula Darah Sewaktu, Fecal Incontinence, Lanjut Usia
Korelasi Kadar Gula Darah Sewaktu dengan Kadar Air dan Sebum Kulit di Rukun Warga (RW) 008 Kelurahan Cipondoh Novia Yudhitiara; Sukmawati Tansil Tan; Giovanno Sebastian Yogie; Dean Ascha Wijaya; William Gilbert Satyanegara; Fernando Nathaniel; Joshua Kurniawan; Catharina Sagita Moniaga; Yohanes Firmansyah; Alexander Halim Santoso; Astin Mandalika; Linginda Soebrata
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 11 (2023): Volume 3 Nomor 11 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i11.11607

Abstract

ABSTRACT Skin hydration is influenced by various factors. Blood glucose levels are also known to affect the protective function of the skin. This cross-sectional study aims to investigate the profile of skin hydration status and its correlation with blood glucose levels among subjects at RW 08 Cipondoh. Skin hydration status measurements were done using an Over The Counter (OTC) skin analyzer. Blood glucose levels were measured using Point of Care Testing (POCT) Out of 101 respondents, the average age was 51.38 years with 75.2% of the respondents were female. The mean blood glucose was 122.71 mg/dL. The mean oil and water hydration were 22.99% and 42.96%, respectively. The data showed a negative correlation between blood glucose and water hydration, with a correlation coefficient power of 0.319 significantly, and between blood glucose and oil hydration, with 0.236 significantly. This study concludes that higher blood glucose levels was associated with worse skin hydration status.  Keywords : Blood glucose, Hydration Status ABSTRAK Kelembaban kulit dipengaruhi oleh banyak faktor. Kadar gula darah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi fungsi kelembaban kulit. Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status hidrasi kulit dan korelasinya dengan kadar gula darah pada komunitas yang tinggal di RW 08 Cipondoh. Pengukuran status hidrasi kulit menggunakan alat Over The Counter (OTC) skin analyzer. Kadar gula darah diukur menggunakan Point of Care Testing (POCT). Dari 101 responden, rata-rata usia subjek penelitian adalah 51,38 tahun dengan 75,2% responden adalah perempuan. Rerata gula darah sewaktu (GDS) sebesar 122,71 mg/dL. Rerata hidrasi sebum dan air, masing-masing sebesar 22,99% dan 42,96%. Hasil uji statistik menunjukan hasil korelasi negatif antara GDS dengan hidrasi air sebesar 0,319 secara signifikan dan hidrasi sebum sebesar 0,236 secara signifikan. Penelitian ini menyatakan bahwa semakin tinggi kadar gula darah, maka semakin menurun status hidrasi kulit seseorang. Kata Kunci: Kadar Gula Darah, Kadar Hidrasi
Korelasi Antara Indeks Massa Tubuh terhadap Tekanan Darah pada Kelompok Pasien yang Telah Mendapatkan Pengobatan Hipertensi Devi Astri Rivera Amelia; Joshua Kurniawan; Fernando Nathaniel; Yohanes Firmansyah
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 9 (2023): Volume 3 Nomor 9 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i9.11133

Abstract

ABSTRACT Hypertension and high body mass index (BMI) are risk factors for cardiovascular diseases. Several studies found that blood pressure were rised in high BMI, but studies about correlation of BMI and blood pressure in hypertensive patients on medication are still limited. The study aims to evaluate the correlation between BMI and blood pressure in hypertensive patients on medication.  This quantitative, observational, cross-sectional design study includes all eligible hypertensive patients in outpatient Internal Medicine clinic in Ciawi General Hospital from June to July 2023. A total of 50 patients aged 18 or above are selected by using concecutive sampling. History of hypertension duration and medication was taken from every patients.   The BMI and blood pressure of patients were assessed. Statistical test used in the study is Pearson and Spearman correlation test. Normality of the data is tested with Shapiro Wilk test. The correlation test used in the study is decided based on the normality test result. Significance level expected in the study is 5% (p-value < 0.05). There was a weak correlation (r = 0.314) between body mass index and systolic blood pressure (p-value = 0.026), and a very weak correlation (r = 0.197) between BMI and diastolic blood pressure (p-value = 0.169). The results showed positive but weak correlation between BMI and systolic blood pressure, while there was no significant correlation between BMI and diastolic blood pressure. Keywords : Body Mass Index, Diastolic Blood Pressure, Hypertension, Systolic Blood Pressure  ABSTRAK Hipertensi dan indeks massa tubuh (IMT) merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah akan meningkat pada orang dengan IMT tinggi, namun penelitian mengenai hubungan indeks massa tubuh dengan tekanan darah pada pasien hipertensi dalam pengobatan masih terbatas.  Untuk mengevaluasi korelasi antara IMT dan tekanan darah pada kelompok pasien hipertensi yang sedang mendapatkan pengobatan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, observasional, dengan desain potong lintang. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Ciawi pada Periode Juni hingga Juli 2023. Pemilihan sampel dilakukan secara berurutan pada 50 pasien usia > 18 tahun yang telah terdiagnosis penyakit hipertensi dan telah mendapatkan obat hipertensi, yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisa statistik yang digunakan dalam penelitian ini berupa uji korelasi Pearson dan Spearman. Penentuan uji normalitas atau sebaran data pada penelitian ini menggunakan uji Shapiro Wilk. Penentuan uji korelasi didasarkan pada interpretasi uji normalitas. Interpretasi nilai korelasi didasarkan pada nilai r-correlation (r). Nilai kemaknaan yang diharapkan pada penelitian ini adalah sebesar 5% (p-value < 0,05). Didapatkan korelasi positif yang lemah (r = 0,314) antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik (p-value = 0,026), dan korelasi yang sangat lemah (r = 0,197) antara IMT dengan tekanan darah diastolik (p-value = 0,169). Korelasi antara IMT dan tekanan darah sistolik positif namun lemah, sedangkan korelasi antara IMT dan tekanan darah diastolik tidak signifikan. Kata Kunci: Hipertensi, Indeks Massa Tubuh, Tekanan Darah Diastolik, Tekanan Darah Sistolik
UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP ANEMIA DAN PENCEGAHANNYA PADA KOMUNITAS LANJUT USIA Ernawati Ernawati; Alexander Halim Santoso; Joshua Kurniawan; William Gilbert Satyanegara; Daniel Goh; Andhini Ghina Syarifah; Brian Albert Gaofman; Timothy Satyo
Community Development Journal : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 4 No. 6 (2023): Volume 4 Nomor 6 Tahun 2023
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/cdj.v4i6.20840

Abstract

Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah menjadi penyumbang kejadian anemia terbesar, terutama memengaruhi populasi yang tinggal di pedesaan, di rumah tangga yang lebih miskin dan yang tidak mendapatkan pendidikan formal. Penelitian memperkirakan bahwa, pada orang berusia di atas 65 tahun, prevalensi anemia adalah 12% pada mereka yang tinggal di masyarakat, 40% pada mereka yang dirawat di rumah sakit, dan setinggi 47% pada lansia di panti jompo, dan lebih tinggi lagi pada lansia dengan diabetes, hipertensi dan hiperkolesterolemia. Penyebab anemia pada lansia dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu defisiensi gizi, anemia penyakit kronis dan anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Anemia pada lansia sangat penting karena mempunyai sejumlah konsekuensi serius. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap anemia dan pencegahannya dalam (Pengabdian Kesehatan Masyarakat) PKM ini dilakukan melalui penyuluhan dan skrining atau deteksi dini penyakit pada kelompok lanjut usia. Pada PKM ini digunakan tahapan kegiatan (Plan-Do-Check-Action) PDCA sehingga kegiatan dapat berlangsung dengan baik dan efisien. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat di Panti Lanjut Usia Santa Anna melibatkan 50 responden kelompok lanjut usia dengan rerata usia 75,92 (±11,14) tahun, dan 46% responden didapatkan memiliki anemia. Anemia pada lansia dapat dicegah dengan pemberian nutrisi yang cukup, intervensi yang sederhana dan tidak mahal. Terlaksananya program ini diharapkan terdapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap anemia dan pencegahannya pada lansia, sehingga kedepannya terjadi peningkatan kualitas hidup komunitas lansia dan mengurangi beban ekonomi akibat biaya perawatan akibat anemia.